You are on page 1of 35

PRESENTASI KASUS

Carcinoma Mammae

Disusun Oleh:
Richard Arner Tukang (112017030)

Pembimbing:
dr. Dhian Hangesti, SpB. (K) Onk

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
PERIODE 21 MEI – 28 JULI 2018
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. W
No. RM : 888469
TTL / Umur : 21-08-1966 / 51 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Suku : Manado
Alamat : Jalan Bojong Indah Raya Blok C 3/8 RT 007 RW 011
Bekasi
Pendidikan Terakhir : SMA
Tanggal Masuk : 1 Juli 2018

2. Status Pasien
1. Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 1 Juli 2018
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan benjolan di payudara kanan sejak 4 bulan
SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan benjolan di payudara kanan muncul sejak 4 bulan
SMRS. Benjolan awalnya berukuran sebesar biji kacang tanah tetapi makin lama
semakin besar. Benjolannya tidak nyeri dan tidak terdapat keluhan seperti adanya
luka pada payudara, keluar cairan atau darah dari puting payudara. Selain itu puting
payudaranya tidak mendesak kedalam. Pasien sudah menjalani pemeriksaan biopsi
tumor payudara kanan dan hasil biopsi tersebut adalah kanker payudara. Pasien
akan direncanakan operasi pengangkatan seluruh payudara dan kelenjar getah
bening pada keesokan harinya 2 Juli 2018.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Alergi disangkal
 Riwayat Hipertensi disangkal
 Riwayat Diabetes Melitus disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung disangkal
Riwayat Obstetri dan Ginekologi
 Menarche : 14 tahun
 Menaupose : 50 tahun
 Menikah : 1 kali
 G2P2A0
 Menyusui : (+)
Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada Keluarga yang memiliki riwayat sakit tumor atau kanker
Riwayat Sosial Ekonomi
 Konsumsi rokok dan minuman keras disangkal
2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fisik
 Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos Mentis
 GCS : 15 (E4M6V5)
 Tanda Vital
 Tekanan Darah: 120/70 mmHg
 Nadi : 86x/menit
 Pernapasan : 20x/menit
 Suhu : 36.50c
 Berat Badan : 61 kg
 Tinggi Badan : 158 cm
b. Kepala dan Leher
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor Ø 2 mm, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Normotia, otorea (-/-), gangguan pendengaran (-/-),
tinnitus (-/-)
Hidung : Rhinorea (-/-),deviasi septum nasi (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab (+), sianosis (-), faring
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-/-)
c. Thoraks
Paru
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan kiri saat keadaan
statis maupun dinamis, retraksi (-/-), barrel chest (-)
 Palpasi : Vocal fremitus simetris kiri kanan pada dada bagian
depan dan belakang
 Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung
 Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
 Palpasi : Iktus cordis tidak teraba kuat angkat
 Perkusi : Batas jantung
Apeks jantung, redup pada ICS V linea midclavikula sinistra
Kiri atas, redup pada ICS III linea parasternalis sinistra
Kanan bawah, redup pada ICS IV linea parasternalis dextra
Kanan atas, redup pada ICS II linea parasternalis dextra
 Auskultasi : BJ I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
d. Abdomen
 Inspeksi : Bentuk simetris
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Dinding abdomen simetris, supel, massa (-), nyeri
tekan (-)
 Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
e. Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
f. Status Lokalis
 Lokasi : Regio mammae
 Mamma Sinistra, tidak terdapat benjolan
 Mamma dekstra, terdapat benjolan diantara kuadran lateral atas dan
bawah, arah jam 9, 4 cm dari papilla, ukuran 5 x 4 cm, berbatas tidak
tegas, permukaan kasar, konsistensi keras, tidak nyeri tekan dan mobile.
 Kelenjar getah bening
 Teraba kelenjar getah bening pada axilla kanan 1x1, berbatas tidak
tegas, permukaan licin, konsistensi lunak, tidak nyeri tekan dan mobile
3. Pemeriksaan Penunjang
 Hasil Pemeriksaan Jaringan/Histopatologi tanggal 17 April 2018
Makroskopi : Benjolan dipayudara kanan diameter 4 cm, mobile (+),
nyeri tekan (-) aspirat kemerahan (+)
Mikroskopi : Sediaan sitologi aspirasi benjolan payudara kanan
mengandung sel-sel tumor yang tersusun berkelompok
sebagian tersebar individual.
Sel tumor berinti pleomorfik, kromatin kasar, membrane
inti irregular, sitoplasma eosinofilik/bervakuol
Kesimpulan : Positif (+) Karsinoma Mamma Dextra
 Hasil Pemeriksaan Mammografi tanggal 17 April 2018
 Kutis dan Subkutis normal
 Tidak tambak penebalan kutis, retraksi kutis ataupun retraksi papilla
mammae
 Jaringan fibroglanduler kedua mammae padat heterogen sesuai
klasifikasi BIRADS c.
 Tampak mikrokalsifikasi berkelompok pada deep lateral tengah
mamma dextra dengan suspek massa disekitarnya
Tampak juga dua mikrokalsifikasi yang terpisah (benigna)
 Pada mamma dextra tidak tampak massa tumor yang menyolok;
kemungkinan lesi-lesi kecil diantara jaringan fibroglanduler yang
padat belum dapat disingkirkan
Tidak tampak kalsifikasi pada mamma sinistra
 Tampak multiple KGB axilla dextra membulat tanpa fat filum
Pada axilla sinistra tidak tampak KGB
Kesan
 Dense Breast Bilateral
 Mikrokalsifikasi pada deep lateral tengah mamma dextra dengan
suspek massa disekitarnya, DD/ Massa maligna
 Hasil Pemeriksaan USG mammae tanggal 17 April 2018
 Kutis dan Subkutis Normal
 Jaringan fibroglanduler kedua mammae mottled pattern
 Pada mamma dextra di jam 9 ; 4,5 cm dari papilla tampak massa
hypoechoic berbatas irregular, internal struktur heterogen dengan
vascularisasi pada tepi massa, ukuran 25 x 12,9 x 12,6 mm
 Pada mamma Sinistra tidak tampak massa tumor
 Pada axilla dextra tampak dua KGB berdekatan membulat tanpa
hilum. Pada axilla sinistra tidak tampak pembesaran KGB.

Kesan :
 Gambaran fibrocystic changes bilateral
 Massa pada jam 9; 4,5 cm dari papilla mamma dextra
karakteristik maligna.
 Lymphadenopathy axilla dextra
 Hasil Pemeriksaan USG Abdomen tanggal 16April 2018
Kesan : Tidak tampak massa ataupun pembesaran KGB pada abdomen
 Hasil Pemeriksaan Bone scan tanggal 9 Mei 2018
Kesan : Pada pemeriksaan saat ini belum tampak proses metastasis pada
tulang
 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pre Operasi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi
Hemoglobin 12.0 12,0 – 16,0 g/dL
Hematokrit 35 37 – 47 %
Eritrosit 3.9 4,3 – 6,0 juta/µL
Leukosit 4280 4800 – 10800 /µL
Trombosit 201000 150000 – 400000 /µL
MCV 88 80 – 96 fL
MCH 31 27 – 32 pg
MCHC 35 32 – 36 g/dL
FAAL HEMOSTASIS
KOAGULASI
Waktu perdarahan 2’15” 1-3 menit
Waktu pembekuan 4’15” 1-6 menit
KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 14 <35 U/L
SGPT (ALT) 12 <40 U/L
Ureum 13 20-50 mg/dl
Kreatinin 0.6 0.5-1.5 mg/dl
GDS 120 70-140 mg/dl

4. Resume
Wanita 51 tahun datang dengan keluhan benjolan di payudara kanan
sejak 4 bulan SMRS. Pasien mengatakan benjolan di payudara kanan muncul sejak
4 bulan SMRS. Benjolannya tidak nyeri dan tidak terdapat keluhan seperti adanya
luka pada payudara, tidak terdapat keluar cairan atau darah dari puting payudara.
Selain itu puting payudaranya tidak mendesak kedalam. Pasien mengatakan pada
bulan Desember 2017 teraba benjolan di ketiak kanan dan sudah dilakukan operasi
pada bulan Februari 2018. Pasien sudah menjalani pemeriksaan biopsy tumor
payudara kanan dan hasil biopsy tersebut adalah kanker payudara. Pasien akan
direncanakan operasi pengangkatan seluruh payudara dan kelenjar getah bening
pada keesokan harinya 2 Juli 2018.
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan, kesadaran : Compos Mentis,
GCS :15 (E4M6V5), tekanan darah: 120/70 mmHg, nadi : 86x/menit, pernapasan :
20x/menit, Suhu: 36.50c. Status Lokalis mamma dekstra, diantara kuadran lateral
atas dan bawah, arah jam 9, 4 cm dari papila ukuran 5 x 4 cm, berbatas tidak tegas,
permukaan kasar, konsistensi keras, , tidak nyeri tekan dan mobile dan teraba
kelenjar getah bening pada axilla kanan 1x1, berbatas tidak tegas, permukaan licin,
konsistensi lunak, tidak nyeri tekan dan mobile
Dengan hasil pemeriksaan histopatologi positif (+) karsinoma mamma
Dextra, mammografi terdapat mikrokalsifikasi pada deep lateral tengah mamma
dextra dengan suspek massa disekitarnya dan USG mammae terdapat gambaran
fibrocystic changes bilateral, massa pada jam 9; 45 cm dari papilla mamma dextra
karakteristik maligna dan lymphadenopathy axilla dextra.
5. Diagnosis
Carcinoma mamma dextra T3N1MO
6. Penatalaksanaan
 Pro Mastektomi Radikal Modifikasi
 IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
 Injeksi Ceftriaxone 1 x 2 gr (IV)
7. Laporan Pembedahan
Diagnosis pra bedah : carcinoma mamma dextra T3NxM0
Tindakan pembedahan : mastektomi radikal modifikasi
Diagnosis pasca bedah : carcinoma mamma dextra T3N1M0
Cara pembiusan : GA
Posisi pasien : Supine
Mulai operasi : 8.30 WIB
Lama pembedahan : 120 menit
Selesai operasi : 10.30 WIB
Uraian Pembedahan
1. Asepsis dan Antisepsis
2. Insisi semar desain V
3. Dibuat flap dengan batas-batas. Kranial margo inferior os clavicula dextra,
lateral M latissimus dorsi, medial sternum, caudal mammary dextra
4. Dilakukan pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta mamma dan nipple
areola dextra
5. Dilakukan diseksi aksila KGB dextra
6. Luka operasi dicuci hingga bersih, perdarahan dirawat
7. Luka operasi ditutup lapis demi lapis dengan meninggalkan 2 buah drain
vacuum
8. Operasi selesai

Instruksi Post Operasi


1. Awasi kesadaran, Tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu
Ukur produksi drain dengan spuit, drain di vacuum dan dicatat produksinya tiap
8 jam ( jam 6.00, 14.00, 22.00)
2. Infus Dx 5% : RL = 3 : 1 ( 4 Kolf/24 jam)
Bila Os sadar minum bertahap dan diet biasa
3. Periksa Hb Post Operasi
Bila Hb <10 gr % segera transfuse PRC 600 cc
4. Obat
 Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr IV
 Injeksi Ketorolac 3x 30mg IV
 Injeksi Asam Traneksamat 3x500 mg IV
 Injeksi Ondansetron 2x8 mg IV
 Injeksi ranitidine 2x50 mg IV
 Injeksi VIT C 1x400 mg IV
8. Prognosis

Quo ad Vitam : dubia ad bonam


Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam

Follow Up
Selasa 3 juli 2018
S Os mengatakan nyeri pada bekas operasi
O Ku : Tampak sakit ringan
Kes : Compos Mentis
TD : 120/70 mmHg
N : 80 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36.2c
Drain : jam 14.00: 75 cc, jam 22.00: 29 cc, jam 6.00: 30 cc
= 134 cc
Hb Post Op : 10.4 g/dL
A Post MRM Hari pertama ec Ca Mamma Dextra T3N1M0
P mobilisasi bertahap
diet bebas
obat dilanjutkan

Rabu 4 Juli 2018


S Os mengatakan masih terasa nyeri pada bekas operasi
O KU : tampak sakit ringan
Kes : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
N : 78 x/menit
P : 18 x/menit
S : 36,6 0C
Drain jam 14.00 : 54 cc, jam 22.00 : 50 cc, jam 06.00 : 27 cc
= 131 cc
A Post MRM hari kedua ec Ca Mamma dextra T3N1M0
P Obat dilanjutkan
Mobilisasi bertahap
Diet bebas
Ganti balutan

Kamis 5 Juli 2018


S Os mengatakan nyeri bekas operasi sudah mulai berkurang
O KU : tampak sakit ringan
Kes : compos mentis
TD : 120/70 mmHg
N : 74 x/menit
P : 18 x/menit
S : 36,4 0C
Drain jam 14.00 : 34 cc, jam 22.00 : - cc, jam 06.00 : 45 cc
= 79 cc
A Post MRM hari ketiga ec Ca Mamma dextra T3N1M0
P ganti balutan
rawat jalan
Obat pulang :
cefixime 2x1
asam mefenamat 3x1
asam traneksamat 3x1
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Payudara
Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang terletak pada iga dua sampai iga
enam, dari pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media. Kelenjar ini dimiliki oleh pria
dan wanita. Namun, pada masa pubertas, payudara wanita lambat laun akan membesar hingga
membentuk setengah lingkaran, sedangkan pada pria tidak. Pembesaran ini terutama terjadi
akibat penimbunan lemak dan dipengaruhi oleh hormon-hormon ovarium (Snell, 2006).
Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu jaringan glandular
(kelenjar) dan jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar meliputi kelenjar susu (lobus)
dan salurannya (ductus). Sedangkan jaringan penopang meliputi jaringan lemak dan jaringan
ikat. Selain itu, payudara juga memiliki aliran limfe. Aliran limfe payudara sering dikaitkan
dengan timbulnya kanker maupun penyebaran (metastase) kanker payudara (Haryono dkk,
2011).
Setiap payudara terdiri atas 15 sampai 25 lobus kelenjar yang masing-masing
mempunyai saluran ke papilla mamma yang disebut duktus laktiferus dan dipisahkan oleh
jaringan lemak yang bervariasi jumlahnya. Diantara kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga di
antara kulit dan kelenjar tersebut terdapat jaringan lemak. Di antara lobus tersebut terdapat
jaringan ikat yang disebut ligamentum cooper yang merupakan tonjolan jaringan payudara,
yang bersatu dengan lapisan luar fasia superfisialis yang berfungsi sebagai struktur penyokong
dan memberi rangka untuk payudara. Jaringan ikat memisahkan payudara dari otot-otot
dinding dada, otot pektoralis dan anterior.
Menurut Pamungkas (2011), pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :
a. Korpus (badan)
Korpus alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari
alveolus adalah sel aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh
darah. Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus. Lobus, yaitu beberapa lobulus yang
berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara.ASI disalurkan dari alveolus ke
dalam saluran kecil (duktulus), kemudian beberapa duktulus bergabung membentuk
saluran yang lebih besar (duktus
laktiferus)
b. Areola
Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar
melebar, akhirnya memusat ke dalam puting dan bermuara ke luar.
Di dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat otot
polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar.
c. Papilla atau puting
Bagian yang menonjol yang dimasukan ke mulut bayi untuk aliran air susu
(Nugroho, 2011)
Menurut Pamungkas (2011), bentuk puting ada 4, yaitu :
a) Bentuk putting susu normal
b) Bentuk puting susu pendek
c) Bentuk puting susu panjang
d) Bentuk puting susu terbenam
Menurut Hoskins et, al (2005) Untuk mempermudah menyatakan letak suatu kelainan,
payudara dibagi menjadi lima regio, yaitu :
1. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant)
2. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant)
3. Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant)
4. Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant)
5. Regio puting susu (nipple)
Fisiologi Payudara
Perkembangan dan fungsi payudara dimulai oleh berbagai hormon. Esterogen diketahui
merangsang perkembangan duktus mamilaris. Progesteron memulai perkembangan lobulus-
lobulus payudara juga diferensiasi sel epitelial. Payudara mengalami tiga macam perubahan
yang dipengaruhi oleh hormon, antara lain :
a. Perubahan pertama adalah mulai dari masa hidup anak melalui masa hidup
pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium, dan menopause. Sejak pubertas
pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon
hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
b. Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan siklus haid. Sekitar hari ke-8
haid, payudara menjadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum haid berikutnya
terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak
rata. Selama beberapa hari menjelang haid, payudara menjadi tegang dan nyeri
sehingga pemeriksaan fisik terutama palpasi tidak mungkin dilakukan. Begitu haid
dimulai, semuanya berkurang.
c. Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada masa kehamilan,
payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus
berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis
anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus mengisi asinus,
kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.

Kanker Payudara
 Definisi
Kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan yang tidak
terkendali dan penyebaran sel-sel abnormal yang dapat mengakibatkan kematian (American
Cancer Society, 2002).

 Epidemiologi
Insidensi kanker payudara pada usia lebih dari 30 tahun akan semakin tinggi. Kanker
payudara jarang terjadi pada usia dibawah 20 tahun. Angka tertinggi terdapat pada usia 45-66
tahun. Insiden karsinoma mammae pada laki-laki hanya 1% dari kejadian pada perempuan.
Kejadian kanker payudara pada laki-laki dibandingkan dengan wanita 1 : 100. Sedangkan
untuk tumor jinak payudara terdapat perbedaan usia pada setiap kejadian tumor, seperti pada
fibroadenoma mammae sering dijumpai pada perempuan muda, pada tumor filoides terdapat
pada semua usia, kista payudara sering ditemukan pada usia dekade kelima. Distribusi letak
tumor payudara berdasarkan penelitian lebih sering terjadi di kuadran lateral atas (50%),
kemudian sentral subareoral (18%), kuadran lateral bawah (10%), kuadran medial atas (10%)
dan kuadran medial bawah (10%). Payudara sebelah kiri lebih sering terkena bila dibandingkan
sebelah kanan.

 Faktor Resiko
Sampai saat ini, penyebab pasti tumor payudara belum diketahui. Namun, ada beberapa
faktor resiko yang telah teridentifikasi, yaitu :
a. Faktor usia
Beberapa hasil penelitian melaporkan risiko tumor/kanker payudara meningkat
dengan bertambahnya usia, kemungkinan kanker payudara berkembang pada usia di
atas 35 tahun. Di Indonesia melaporkan bahwa penderita kanker payudara terbanyak
pada usia 40-49 tahun sedang di negara Barat biasanya pada usia pasca menopause.
Pada kelompok kasus yang berumur di bawah 40 tahun persentasenya lebih rendah
(31,1%) dibandingkan dengan yang berumur 40 tahun atau lebih (68,9%).
Bertambahnya usia merupakan salah satu faktor risiko tumor/kanker payudara,
diduga karena pengaruh pajanan hormonal dalam waktu lama terutama hormon
estrogen. Anders et al menyatakan bahwa kejadian kanker payudara pada umur 40
tahun sebesar 40% dan umur 30 tahun sekitar 20% sedang pada umur 20 tahun hanya
2%, dan diperkirakan kanker payudara terjadi pada perempuan sekitar umur 40-50
tahun. Penyebab pasti terjadinya tumor/kanker payudara belum diketahui, namun
dasarnya adalah pertumbuhan sel yang tidak normal dalam kelenjar payudara.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin perempuan adalah faktor risiko yang paling signifikan untuk terjadinya
tumor pyudara. Walaupun laki-laki juga dapat terkena tumor payudara. Pada wanita
terjadi perubahan dan pertumbuhan sel-sel payudara yang konstan, terutama karena
aktivitas hormon estrogen dan progesteron sehingga memiliki risiko yang lebih besar
untuk mengalami tumor payudara.
c. Faktor genetik
Mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13 dapat
meningkatkan resiko tumor payudara sampai 85%. Selain itu, gen p53, BARD1,
BRCA3, dan noey2 juga diduga meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
d. Riwayat keluarga
Wanita yang memiliki keluarga penderita tumor payudara beresiko tiga kali
lebih besar untuk menderita tumor payudara.
e. Pil Kontrasepsi
Di Indonesia penggunaan kontrasepsi hormonal sudah populer di masyarakat
dan persentase pengguna alat kontrasepsi hormonal adalah suntikan (38,5%), pil (31%)
dan implan (12,3%). Kontrasepsi oral yang banyak digunakan adalah kombinasi
estrogen dan progestin dan diduga sebagai faktor risiko meningkatnya kejadian
tumor/kanker payudara di seluruh Indonesia. Salah satu faktor terjadinya kanker
payudara adalah pajanan hormonal terutama hormon estrogen di dalam tubuh.
Pertumbuhan jaringan payudara sangat sensitif terhadap hormon estrogen, oleh karena
itu perempuan yang terpajan hormon ini dalam waktu yang lama akan berisiko besar
terhadap kanker payudara.
Sebenarnya hormon estrogen mempunyai peran penting untuk perkembangan
seksual dan fungsi organ kewanitaan. Namun, pajanan estrogen dalam jangka panjang
berpengaruh terhadap terjadinya kanker payudara karena hormon ini dapat memicu
pertumbuhan tumor. Hingga kini masih terjadi perdebatan mengenai pengaruh
kontrasepsi oral terhadap terjadinya tumor/kanker payudara. Hal ini dipengaruhi oleh
kadar estrogen yang terdapat di dalam pil kontrasepsi, waktu (lamanya) pemakaian dan
usia saat mulai menggunakan kontrasepsi tersebut.
f. Menarche dan menopause
Menarche menandakan perkembangan lingkungan hormonal yang matur pada
wanita muda dan awal dimulainy siklus bulanan dari hormon yang menginduksi
ovulasi, menstruasi dan proliferasisel-sel di payudara dan endometrium. Menarche
yang lebih muda secara konsisten diasosiasikan dengan meningkatnya risiko kanker
payudara.
Kanker payudara kerap terdiagnosis setelah menopause dan sekitar 75% kasus
kanker payudara terjadi setelah usia 50 tahun. Usia awal menopause tidak berhubungan
dengan kejadian tumor payudara pada responden yang menopause. Usia saat
menopause setelah 55 tahun memiliki risiko 2 kali terkena kanker payudara
dibandingkan dengan perempuan yang mengalami menopause sebelum umur 45 tahun.
Hal ini disebabkan perempuan lebih lama terpajan oleh hormon estrogen yang
berpeluang untuk terjadinya kanker payudara.
g. Usia saat kehamilan pertama, jumlah dan jarak kelahiran
Hamil pertama pada usia 35 tahun beresiko dua kali lipat dibandingkan dengan
hamil pada usia kurang dari 20 tahun
Wanita nulipara memiliki risiko yang meningkat setelah usia 40-45 tahun. Pada
kehamilan pertama, terjadi perubahan permanen epitel kelenjar payudara menjadi lebih
terdiferensiasi serta terjadi perubahan sifat biologi sel-sel payudara. Sel-sel epitel akan
memiliki siklus sel yang lebih panjang dan memiliki waktu lebih lama pada fase G1.
Terjadi perbaikan DNA pada fase ini. Semakin tua usia wanita saat hamil pertama
kemungkinan terjadi kesalahan DNA makin besar yang akan makin meningkat dengan
adanya proliferasi sel-sel payudara selama kehamilan.
Semakin pendek jarak kelahiran semakin turun risiko. Terjadi karena pada
kehamilan yang berulang, payudara memiliki waktu yang lebih pendek untuk
mengakumulasi kerusakan DNA sebelum mencapai diferensiasi maksimal.
h. Laktasi
Terdapat dua mekanisme biologis utama yang dapat memicu efek protektif
terhadap kanker payudara. Menyusui dapat menghasilkan diferensiasi terminal yang
lebih lanjut dari epitel payudara, juga dapat menunda siklus ovulasi setelah melahirkan.
Studi ekologikal menunjukkan bahwa pada populasi yang menyusui dalam jangka
waktu lama, terjadi penurunan insiden kanker payudara.
Prolaktin memiliki peran dalam karsinogenesis payudara dengan cara memicu
proliferasi dan kelangsungan hidup sel, meningkatkan motilitas sel, dan menyokong
vaskularisasi tumor. Namun kadar prolaktin dipengaruhi oleh stres fisik dan emosional
sehingga kadarnya pada wanita dengan kanker payudara munkin tidak menggambarkan
kadar prolaktin yang dimiliki sebelum kemunculan penyakitnya.
i. Gaya hidup
Olahraga selama 4 jam setiap minggu menurunkan risiko sebesar 30%.
Olahraga rutin pasca menopause juga menurunkan risiko sebesar 30-40%. American
Cancer Society merekomendasikan olahraga selama 45-60 menit setiap hari.
Konsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko kanker payudara karena alkohol
dapat meningkatkan kadar estrogen endogen sehingga mempengaruhi responsivitas
tumor terhadap hormon.
 Klasifikasi kanker payudara
1) Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel
kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran
menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya.
Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam
mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or
irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada
hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker. DCIS dapat menyebabkan
keluarnya cairan puting atau munculnya massa yang secara jelas terlihat atau
dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS kadang ditemukan dengan tidak
sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian
kanker payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan tidak
ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi penyebaran ke
seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan
lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid,
papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat
progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan
bentuk tak beraturan.
b) Lobular carcinoma in situ
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan
sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang
memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus.
Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita
dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular atau
lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.
2) Invasive carcinoma
a) Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun
1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat
berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan
dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan
dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi
sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker ini
adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan
epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy,
atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker
invasif.

b) Invasive ductal carcinoma

- Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)


Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada
60% kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun
makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita
perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai
massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan meilntang,
tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah
dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling
jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil,
dengan gambaran histologi yang bervariasi.
- Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar
4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker payudara
herediter yang berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat
dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan
bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1)
infiltrat limforetikular yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma;
(2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola
pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi duktus
atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS dengan
karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10% menunjukkan
reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year survival rate
yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular carcinoma.
- Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus
lain dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang
invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan
pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini
dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
- Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih.
Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-
kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah dan 5-
and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular carcinoma.
- Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term
survival mendekati 100%.
c) Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran
histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas,
dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin
dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma).
Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang
tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.
 Diagnosis

Diagnosis tumor payudara dapat ditegakkan dengan berdasarkan anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisik dasar dan pemeriksaan penunjang. Sedangkan diagnosis pasti adalah
pemeriksaan histopatologi anatomi.
1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik

Keluhan utama yang sering dialami penderita dapat berupa adanya massa tumor
di payudara, rasa sakit, keluar cairan dari puting susu, retraksi puting susu, retraksi
kulit (dimpling) dan “peau d’orange” akibat obstruksi pembuluh limf
kulit/limfedema lokal dan jaringan subkutan oleh sel-sel tumor. Riwayat timbulnya
tumor, adanya faktor resiko untuk terjadinya tumor payudara dan adanya tanda-
tanda penyebaran tumor.
Adanya massa dapat ditentukan sejak berapa lama, cepat atau tidak
pertumbuhan, disertai rasa sakit atau tidak. Tumor pada keganasan mempunyai
gejala tidak nyeri dan massa yang irreguler serta tumbuh progresif.

Menurut Soeprianto (2003) klinis jinak dan ganas memberikan gambaran


sebagai berikut:
Klinis jinak memberikan gambaran :
a. Bentuk bulat, teratur atau lonjong.
b. Permukaan rata
c. Konsistensi kenyal, lunak
d. Mudah digerakkan terhadap sekitar
e. Tidak nyeri tekan.
Klinis ganas memberikan gambaran :
a. Permukaan tidak rata dan berbenjol-benjol
b. Tepi tidak rata
c. Bentuk tidak teratur
d. Konsistensi keras, padat
e. Batas tidak tegas
f. Sulit digerakkan terhadap jaringan sekitar
g. Kadang nyerti tekan
2. Staging
AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002
3.
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer
Tis Carcinoma in situ
Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ
Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ
Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's
disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut
ukuran tumor)

T1 Tumor ≤ 2 cm
T1mic Microinvasion ≤ 0.1
T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm
T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm
T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm
T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding dada
atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :
T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis
T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada
nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama
T4c Kriteria T4a dan T4b
T4d Inflammatory carcinoma
Kelenjar Getah Bening—Klinis (N)
NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah diangkat)
N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan
N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan atau
terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla ipsilateral
N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau
melekat ke struktur lain sekitarnya.

N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary


ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke KGB
aksilla ipsilateral
N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
ipsilateral; atau metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau
tanpa keterlibatan KGB infraklavikula atau aksilla ipsilateral
N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla
N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral
Kelenjar Getah Bening Regional—Patologia anatomi (pN)
Pnx KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak
dilakukan pemeriksaan patologi)
pN0b Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada
pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated
tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor kecil yang tidak
lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya dengan
immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler
pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)
pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC
cluster tidak lebih dari 0.2 mm
pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
molekuler (-) (RT-PCR)
pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
molekuler (+) (RT-PCR)
pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis
tidak tampak
pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)
pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila
pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis
melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak
pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila, KGB internal
mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)
pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla
pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)
pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak
terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla

pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara klinis
ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih
metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla tetapi
secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau
ke KGB supraklavikular ipsilateral

pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau
metastasis ke KGB infraklavikula
pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan
terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke
KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary dengan kelainan
mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB sentinel, tidak tampak
secara klinis
pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral
Metastasis Jauh (M)
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

Stage Groupings
Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1a N0 M0
Stage IIA T0 N1 M0
T1a N1 M0
T2 N0 M0
Stage IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stage IIIA T0 N2 M0
a
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0

28
T3 N2 M0
Stage IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stage IIIC Any T N3 M0
Stage IV Any T Any N M1

 T1 termasuk T1 mic.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer
Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.

4. Pemeriksaan penunjang
a. Mamografi
Mamografi dapat digunakan sebagai metode pilihan deteksi dini kanker
payudara pada tumor yang tidak teraba saat palpasi. Hasil dari mamografi
dikonfirmasi dengan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB), Core Biopsy, atau
biopsi bedah.
Penilaian kasus tumor payudara, American College of Radiology (ACR)
membuat panduan klasifikasi yang disebut Breast Imaging Reporting and Data
System (BI-RADS), yaitu :
a. Kategori 0 : hasil belum dapat dikeluarkan karena diperlukan
pemeriksaan tambahan atau pengulangan
b. Kategori 1 : negatif, tidak ditemukan adanya kelainan, dianjurkan untuk
pemeriksaan rutin
c. Kategori 2 : jinak, dianurkan untuk pemeriksaan rutin
d. Kategori 3 : kemungkinan jinak, dianjurkan untuk pemeriksaan berkala
dengan interval waktu yang lebih singkat. Kemungkinan ganas <2%
e. Kategori 4 : kemungkinan ganas dianjurkan untuk biopsi
f. Kategori 5 : kemungkinan tinggi ganas, dianjurkan untuk biopsi.
Kemungkinan ganas >95%
g. Kategori 6 : terbukti secara biopsi, dianjurkan untuk operasi bila
diperlukan

26
Diagnosis imaging mamografi, mempunyai kriteria tersendiri untuk
kecurigaan kanker payudara, yang dibagi dalam tanda-tanda mayor dan tanda
minor.
Tanda mayor atau primer :
 Kepadatan lesi atau tumor dengan batas permukaan yang irreguler dan kabur
makin ketengah semakin padat dibandingkan bagian tepi.
 Tepi bayangan tumor memberi gambaran menyebar “ speculated “ secara
radier atau bayangan bulat kecil berupa satelit dari tumor.
 Adanya gambaran mikro kalsifikasi spesifik didalam tumor kadang
kelihatan menyebar “ scatered “
 Perbedaan ukuran tumor pada mamografi dibidang klinis. Gambaran klinis
ukurannya jauh lebih besar dari gambaran mamografi.
Tanda minor atau sekunder :
 Adanya perubahan berupa penebalan atau tarikan kulit payudara
 Vaskularisasi yang bertambah dan asimetri
 Kepadatan asimetri pada kedua payudara
 Struktur jaringan fibroglanduler yang tidak teratur disekitar tumor
 Pembesaran kelenjar getah bening axilla pada mamografi terutama dengan
ukuran lebih dari 1 cm.
 Perubahan ketebalan lapisan lemak sub kutis atau dibagian bawah payudara.

b. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat membedakan lesi solid dan kistik serta menentukan
ukuran lesi.
 Gambaran USG yang harus dicurigai ganas di antaranya:
 Permukaan tidak rata

27
 Taller than wider
 Tepi hiperekoik
 Echo interna heterogen
 Vaskularisasi meningkat, tidak beraturan dan masuk ke dalam
tumor membentuk sudut 90 derajat.
 Gambaran USG jinak
 Nodul bisa hipo atau hiper ekoik berbentuk bulat atau oval
dengan ekkostructur yang teratur dan homogen.
 Bayangan hiperekoik dibawah nodul, disertai dua kali bayangan
hipoekoik dikedua samping nodul.
 Jaringan lemak sub kutis masih normal
5. Biopsi
a. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
Jaringan tumor diaspirasi dengan jarum halus (19-25 G) lalu diperiksa
dibawah mikroskop. Kekurangan kadang tidak dapat menentukan grade tumor
dan kadang tidak memberikan diagnosis yang jelas sehingga dibutuhkan biopsi
lainnya. Dengan ciri-ciri sel ganas yaitu, Sel tumor berinti pleomorfik, kromatin
kasar, membrane inti irregular, sitoplasma eosinofilik/bervakuol

b. Core biopsy
Menggunakan jarum yang ukurannya cukup besar, lalu diambil
spesimen silinder jaringan tumor. Kelebihan dapat membedakan tumor yang
noninvasif dan invasif serta grade tumor.

28
c. Biopsi terbuka
Indikasi dilakukan biopsi terbuka jika pada mamografi terlihat adanya
kelainan yang mengarah ke keganasan, hasil FNAB atau core biopsy yang
meragukan.
Biopsi eksisional adalah mengangkat seluruh massa tumor dan
menyertakan sedikit jaringan sehat disekitar massa tumor ini digunakan untuk
kasus yang masih operabel atau stadium dini dan biopsi insisional hanya
mengambil sebagian massa tumor yang sudah inoperabel yang selanjutnya akan
dilakukan pemeriksaan patologi anatomi.

29
d. Sentinel node biopsy
Biopsi ini dilakukan untuk menentukan keterlibatan dari kelenjar limf
aksila dan parasternal.

e. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau
parafin.
Bahan pemeriksaan histopatologi diambil melalui :
 Core biopsy
 Biopsi eksisional untuk tumor ukuran <3cm
 Biopsi insisional untuk tumor operabel ukuran >3cm sebelum operasi
definitif dan inoperabel
 Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan kelenjar getah
bening

30
 Penatalaksanaan
1. Pembedahan
 Mastektomi radikal klasik : pengangkatan seluruh kelenjar payudara dengan
sebagian besar otot pektoralis mayor dan minor, kulit dan kelenjar limfe aksila
level I,II, dan III
 Mastektomi radikal dimodifikasi : Pada modifikasi radikal mastektomi cara
Patey M. pectorali mayor tetap dipertahankan dan m.pectoralis minor diangkat.
Dengan cara Auchincloss (Madden) M. pectoralis mayor dan minor
ditinggalkan. Pembedahan ini diikuti dengan diseksi aksila
 Mastektomi simpel : pengangkatan seluruh kelenjar payudara dan puting dan
mempertahankan kelenjar limfe aksila dan otot pektoralis jika tidak ada
penyebaran ke kelenjar aksila. Ini biasa dilakukan untuk mastektomi profilaktif
pada kelompok berisiko tinggi dan pada karsinoma in situ yang rekuren

 Breast conserving treatment (BCT)/ lumpektomi : untuk mengangkat massa dan


jaringan payudara sehat di sekitarnya dengan menjaga tampilan kosmetik
payudara. Indikasi dilakukan BCT adalah tumor stadium Tis, T1, T2 dengan
ukuran <3 cm
Syarat :
 Terjangkaunya sarana mamografi, potong beku, dan radioterapi.
 Proporsi antara ukuran tumor dan ukuran payudara yang memadai.
 Pilihan pasien dan sudah dilakukan diskusi yang mendalam.

31
 Dilakukan oleh dokter bedah yang kompeten dan mempunyai timyang
berpengalaman.( Spesialis bedah konsultan onkologi).

2. Radioterapi
Digunakan sebagai adjuvan kuratif pada pembedahan BCT, mastektomi simpel,
mastektomi radikal modifikasi, dan terapi paliatif pasca mastektomi, metastasis tulang
dan otak. Pemberian radioterapi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penyinaran dari
luar dan dari dalam. Radiasi dari luar dilakukan bergantung pada jenis prosedur bedah
yang dilakukan dan ada tidaknya keterlibatan KGB. Radiasi dari dalam atau brakiterapi
adalah menanam ahan radioaktif di jaringan payudara sekitar lesi.
3. Terapi hormonal
Diberikan obat-obatan anti-estrogen (tamoksifen,toremifen) analog LHRH
inhibitor aromatase selektif (anastrazol,letrozol), agen progestasional (megasterol
asetat), agen androgen dan prosedur ooforektomi.
4. Kemoterapi
Kemoterapi dapat berupa adjuvan dan neoadjuvan. Kemoterapi adjuvan
merupakan kemoterapi yang diberikan pasca mastektomi untuk membunuh sel-sel
tumor yang mungkin tertinggal atau menyebar secara mikroskopik. Kemoterapi
neoadjuvan merupakan kemoterapi yang diberikan sebelum pembedahan untuk
memperkecil besar tumor sehingga dapat diangkat dengan lumpektomi atau
mastektomi simpel. Regimen kemoterapi yang paling sering digunakan yaitu CMF
(siklofosfamid, metotreksat dan 5-fluorourasil), FAC (siklofosfamid,adriamisin, 5-

32
fluorourasil), AC (adriamisin dan siklofosfamid) dan CEF (siklofosfamid, epirubisin,
5-fluorourasil)
5. Terapi biologi
Terapi anti ekspresi HER/neu menggunakan pemberian transtuzumab.
Pada kanker payudara stadium 0 dilakukan simpel mastektomi atau Breasy Conserving
Treatment (BCT) yaitu dengan cara hanya mengangkat tumor dan diseksi aksila dan diikuti
dengan radiasi kuratif. Pada kanker payudara stadium I, II, III awak dilakukan tindakan kuratif.
Untuk stadium I dan II dilakukan radikal mastektomi atau radikal mastektomi modifikasi
dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvan. Stadium IIIa dilakukan simpel matektomi
dengan radiasi serta sitostatika adjuvan.
Pada kanker payudara stadium IIIB/IIIC/localy advanced dan inoperable locally
advanced. Operable locally advanced dilakukan simpel mastektomi atau mastektomi radikal +
radiasi + kemoterapi adjuvant + hormonal terapi, sedangkan pada inoperable locally advanced
dapat dilakukan radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal terapi atau radiasi + oeprasi +
kemoterapi + hormonal terapi atau kemoterapi neoadjuvan + operasi + kemoterapi + radiasi +
hormonal terapi.
Prinsip pengobatan kanker payudara stadium lanjut metastase jauh stadium IV adalah
bersifat paliatif dan terapi pengobatan primer yang bersifat sistemik yaitu terapi hormonal dan
kemoterapi.
 Screening dan deteksi awal kanker payudara
Kanker payudara tergolong dalam keganasan yang dapat didiagnosis secara dini.
American Cancer Society (ACS) merekomendasikan usaha untuk melakukan diagnosis dini
yaitu dengan :
a. Periksa payudara sendiri (SADARI) atau breast-self examination
Penelitian menunjukkan 85% dari kasus kanker payudara diketahui atau
ditemukan lebih dulu oleh penderita. Oleh karena itu penting bagi wanita untuk
mengetahui cara memeriksa payudara yang benar agar bila ada suatu kelainan dapat
diketahui segera. SADARI sebaiknya mulai biasa dilakukan pada usia sekitar 20
tahun, minimal sekali sebulan. SADARI dilakukan 3 hari setelah haid berhenti atau
7 hingga 10 hari dari hari pertama menstruasi terakhir. Untuk wanita yang sudah
menopause, SADARI dilakukan pada tanggal yang sama setiap bulan.
b. Pemeriksaan oleh tenaga kesehatan atau clinical breast examination Pemeriksaan
oleh dokter secara lege artis sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun untuk wanita berusia
20-40 tahun dan setiap tahun untuk wanita berusia lebih dari 40 tahun.
c. Mammografi

33
Wanita berusia 35-39 tahun sebaiknya melakukan satu kali baseline
mammography. Wanita berusia 40-49 tahn sebaiknya melakukan mammografi setiap
2 tahun dan wanita berusia lebih dari 50 tahun sebaiknya melakukan mammografi
setiap tahun.
 Prognosis
Prognosis kanker payudara buruk jika pasien menderita kanker payudara bilateral, pada
usia muda, adanya mutasi genetik dan adanya triple negatif yaitu grade tumor tinggi dan
seragam. Seperti keganasan pada umumnya, prognosis kanker payudara ditunjukkan oleh
angka harapan hidup atau interval bebas penyakit.
Stadium T N M Presentase harapan hidup 5 tahun
0 Tis N0 MO 100%
I T1 N0 M0 100%
IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0 92%
T2 N0 M0
IIB T2 N1 M0 81 %
T3 N0 M0
IIIA T0 N2 M0 67%
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
IIIB T4 N0 M0 54%
T4 N1 M0
T4 N2 M0
IIIC T apapun N3 M0 40%
IV T apapun N apapun M1 20%

34
DAFTAR PUSTAKA

1. IARC. World cancer report 2008. Lyon, International Agency for Research on Cancer.
2008. Available from: http://globocan.iarc.fr.
2. Oktaviana DN, Damayanthi E, dan Kardinah. Faktor risiko kanker payudara pada
pasien wanita di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. Indonesia Journal of Cancer.
2012;6(3):105-111.
3. Ferlay J, Bray F, Pisani P, Parkin DM. Globogan 2002. Cancer incidence, mortality and
prevalence. Worldwide IARC. Cancer base No. 5. Version 2.0. Lyon: IARC
Press:2004.
4. Kumar V, Abbas KA, Fausto N, Aster JC. The female breast In : Schmitt W, editor,
Robbins and cotran pathologic basis of disease. 7th ed. Philadelphia :Saunders Elsevier,
2005. P.270-80, 1120-140.
5. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Payudara. In :
Haryono SJ, Chaula S, editor.Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidayat de jong. Ed 3.
Jakarta : EGC, 2010.
6. Snell RS. Dinding dada, rongga dada, paru, dan rongga pleura. In : Suwahjo A, Yohanes
AL, editor. Anatomi klinisberdasarkan sistem. Jakarta : EGC, 2012.
7. Departemen Kesehatan. Health profile Indonesia 2005. Jakarta: Depkes; 2007.
8. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2007. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia: 2008.
9. Price SA. Gangguan sistem reproduksi. In : Hartanto H, editor. Patofisiologi : konsep
klinis proses-proses penyakit. Ed 6. Vol 2. Jakarta : EGC, 2005.
10. Indrati R. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara
wanita. Universitas Diponegoro. 2005.
11. Tortora GJ, Derrickson B. The reproductive system. In : Roesch B, editor. Principles
of anatomy and physiology.12th Ed. United States of America : JohnWiley and Sons,
2009.
12. Sirait AM, Oemiati R dan Indrawati L. Hubungan kontarsepsi pil dengan tumor/kanker
payudara di Indonesia. Indonesia. 2009

35

You might also like