You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

Infark serebral jenis lakunar juga dikenal sebagai lacune, yang berarti
rongga, lubang atau ukuran kecil. Istilah lacune digunakan untuk pertama kalinya
sebagai kriteria neuropatologis oleh Déchambre pada tahun 1838, dianggap
identik dengan 'rongga otak'. Déchambre menjelaskan lacunes otak sebagai
rongga kecil yang dapat diamati pada spesimen serebral yang dihasilkan dari
reabsorpsi jaringan nekrotik setelah terjadinya infark serebral berukuran kecil.
“The lacune”, atau infark serebral jenis lakunar, adalah infark iskemik dengan
diameter kurang dari 15 mm, terletak di wilayah distribusi dari arteriol serebral
yang dimanifestasikan sebagai salah satu dari lima sindrom lakunar klinis pada
umumnya, yaitu: hemiparesis motor murni, sindrom sensori murni, sindrom
sensorimotor, dysarthria-tangan kikuk dan hemiparesis ataksik. Infark lakunar
umumnya berkembang pada pasien dengan hipertensi dan / atau diabetes
mellitus.1

Kebanyakan pasien dengan infark lakunar berusia antara 55 dan 75 tahun.


Infark lakunar adalah subtipe stroke yang paling sering pada pasien di bawah usia
65 tahun (29,6%) dan pada kelompok berusia 65-74 tahun (31,7%. Terjadinya
stroke lakunar pada dewasa muda di bawah usia 45 tahun jarang terjadi (8%
dalam serangkaian klinis 227 pasien). Dalam kebanyakan penelitian, kejadian
infark lakunar lebih tinggi pada laki-laki.1

Pada tahun1901, Pierre Marie melaporkan gambaran klinis seorang pasien


yang dapat dikaitkan dengan infark lakunar yang ditemukan pada
pasien yang diotopsi. Infark ini setelah sembuh akan meninggalkan lubang kecil
yang disebut lacune (danau), sering ditemukan di ganglia basalis (putamen,
nucleus kaudatus), thalamus, pons, dan krus posterior kapsula interna.
Infark lakunar yang kecil prognosisnya lebih baik dan dengan pengobatan
faktor resiko(hipertensi) yang baik, maka kekambuhan dapat dihindari.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infark lakunar atau biasa juga disebut “lacune” adalah infark kecil,
daerah subkortikal atau batang otak dengan ukuran mulai dari 1 hingga 15
mm. Infark lakunar disebabkan oleh oklusi arteri penetrasi kecil yang
paling sering timbul dari arteri serebri media dan arteri basilar. Meskipun
infark lakunar juga terkait dengan stenosis karotis, tapi tidak biasa terjadi
sebagai sindrom emboli. Faktor risiko utama untuk stroke lakunar adalah
hipertensi, diabetes dan hiperkolesterolemia. Oklusi arteti penetrasi kecil
umumnya asimtomatik tetapi jika struktur fasih terlibat maka sindrom
cukup stereotipik. Daerah yang paling umum untuk infark lakunar adalah
putamen, pallidum, pons, thalamus, kaudatus, kapsula interna dan korona
radiata.3
2.2 Anatomi dan Fisiologi

Stroke lakunar merupakan salah satu manifestasi dari Small Vessel


Disease (SVD). Yang dimaksud small vessel adalah pembuluh darah yang
berdiameter kurang dari 500μm dan berlokasi di area yang lebih dalam
dari korteks serebri. SVD ini terutama mengenai a. lenticulostriata, cabang
dari a. serebri media; a. rekurens Heubner, cabang dari a. serebri anterior;
a. perforator dari a. khoroidalis anterior; a. talamoperforata dan
talamogenikulata, cabang dari a. serebri posterior; a. paramedian perforata
dari a. basilaris pons, mesensefalon, dan thalamus.4
Sebuah “lacune” di teritori lenticulostriate, yaitu, di dalam kapsul
internal atau korona radiata yang berdekatan, biasanya menyebabkan
sindrom yang sangat khas yaitu hemiplegia motorik murni yang melibatkan
daerah berlawanan pada wajah, lengan, tangan, kaki dan tungkai kaki
dalam ukuran yang kurang lebih sama. Sebuah lacune yang terletak di pion
ventral menyebabkan sindroma yang identik.5

Gangguan motorik dapat berupa hemiparesis pada wajah dan lengan


atau lengan dan kaki, atau terutama lengan dan kelemahan kaki proksimal;
pola-pola yang terpecah-pecah ini menunjukkan lesi yang terletak lebih
tinggi daripada kapsula interna, di centrum semiovale. Dalam kasus ini
stroke mensimulasikan stroke embolik yang mempengaruhi korteks.5

Sebuah lacune di lateral thalamus atau (lebih jarang di substansia


alba) adalah penyebab cacat hemisensori yang melibatkan ekstremitas,
wajah, dan batang tubuh.5

Ada sindrom lakunar yang sangat khas dari kombinasi disartria dan
kekikkukan di salah satu tangan. Disartria-disertai salah satu tangan
mengalami kekikukkan biasanya terletak di paramedian midpons pada
daerah yang berlawanan dengan gejala. Kadang-kadang infark lakunar di
pons, otak tengah, kapsul internal, atau substansia alba parietal
menimbulkan hemiparesis dengan ataksia pada sisi yang sama dengan
kelemahan.5

2.3 Etiologi dan Faktor Pencetus

 Usia
Kebanyakan pasien dengan infark lakunar berusia antara 55 dan 75
tahun. Ketika terjadinya infark lakunar di empat subkelompok usia
(<65 tahun, 65-74 tahun, 75-84 tahun dan ≥85 tahun) dinilai dalam
serangkaian klinis pasien dengan stroke lakunar, infark lakunar adalah
subtipe stroke yang paling sering pada pasien di bawah usia 65 tahun
(29,6%) dan pada kelompok berusia 65-74 tahun (31,7%. Terjadinya
stroke lakunar pada dewasa muda di bawah usia 45 tahun jarang
terjadi (8% dalam serangkaian klinis 227 pasien).1
 Seks
Dalam kebanyakan penelitian, kejadian infark lakunar lebih tinggi
pada laki-laki.1
 Hipertensi
Hipertensi secara bersamaan merupakan faktor risiko (untuk
aterosklerosis) dan penyebab (lipohyalinosis) infark lakunar.
Hipertensi muncul pada 97% kasus dan dianggap sebagai etiologi
spesifik infark lakunar oleh Fisher. Hipertensi merupakan faktor risiko
independen utama untuk stroke secara umum, dan merupakan faktor
risiko utama untuk stroke lakunar karena prevalensi hipertensi lebih
tinggi pada infark lakunar (> 70%) dibandingkan dengan subtipe
stroke lainnya. Sebagai tambahan, adanya multiple infark lakunar
secara signifikan berhubungan dengan adanya hipertensi. Hipertensi
juga terkait dengan leukoaraiosis dan adanya silent infark lakunar,
serta adanya rekurensi dan risiko kerusakan kognitif yang lebih tinggi
pada pasien dengan stroke lakunar.1
 Diabetes mellitus
Diabetes merupakan faktor risiko untuk dan mungkin etiologi
beberapa infark lakunar, sama seperti hipertensi, tetapi insidensi
diabetes jauh lebih rendah yaitu 11% menurut Fisher, 16% dalam seri
Norrving and Staff. Namun, prevalensi diabetes mellitus juga lebih
tinggi pada infark lakunar daripada subtipe stroke lainnya,
mengkonfirmasi bahwa diabetes melitus adalah faktor risiko
independen untuk infark lakunar, terutama dalam kasus multiple
infark lakunar. Kehadiran diabetes dikaitkan dengan pemulihan
fungsional yang lebih buruk pada pasien dengan stroke lakunar.1
 Penyakit jantung
Penyakit jantung iskemik adalah faktor risiko serebrovaskular dan
indikator dari aterosklerosis pada umumnya, dengan kejadian 26%,
17% dan 39% di berbagai literatur. Pada lansia (pasien berusia 85
tahun dan lebih tua)tingkat terjadi fibrilasi atrium lebih tinggi.1
 Transient Ischemic Attack
Dalam studi klinis, serangan iskemik transien sebelumnya (TIAs)
didokumentasikan pada sekitar 20% kasus infark lakunar. Ada
korelasi positif antara jumlah TIA sebelumnya dan volume infark
lacunar.1
 Merokok
Merokok merupakan faktor risiko infark lakunar, dengan tingkat
kejadian berkisar antara 28 dan 68%. Dalam dua studi kasus-kontrol,
merokok meningkatkan risiko infark lakunar masing - masing 2,3 dan
6,6 kali.1

2.4 Patofisiologi

Infark serebral kecil yang menimbulkan lacune dihasilkan oleh


perubahan aliran darah di daerah distribusi dari arteriol penetrasi, sebagai
akibat dari arteriopati trombotik, oklusi embolik dan mekanisme lain yang
mungkin.1
Arteriopati trombotik

 Mikroateroma
Perubahan ateromatosa dari dinding pembuluh darah adalah
mekanisme stenosis arteri yang paling umum yang mendasari
lakuna simtomatik. Segmen proksimal arteriol perforating ukuran
besar, antara 200 dan 400 μm diameter, biasanya terlibat. Oklusi
cabang-cabang ini menyebabkan infark lakunar dengan ukuran
lebih besar. Karakteristik histologis mirip dengan keterlibatan
aterosklerosis pada arteri besar.1
 Lipohyalinosis
Lipohyalinosis sebelumnya dianggap sebagai penyebab
infark lakunar yang paling sering. Hal ini mempengaruhi arteri
perforasi yang lebih kecil, yang kurang dari 200 μm diameter, dan
menyumbang banyak lacunes yang lebih kecil, terutama yang
secara klinis tidak bergejala. Lipohyalinosis adalah hasil dari
hipertensi yang sudah lama, dan dianggap sebagai tahap peralihan
antara microatheroma dan nekrosis fibrinoid dan microatheroma
terkait.1
 Fibrinoid Nekrosis
Fibrinoid Nekrosis ditemukan pada arteriol dan kapiler otak
sebagai akibat dari peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba dan
penting, seperti pada ensefalopati hipertensi atau eklamsia.
Mekanisme ini diyakini melibatkan gangguan autoregulasi
serebrovaskular karena peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba,
dinding arteri tidak dapat menyempit dan overdistensi dalam
bentuk segmental, sebagai konsekuensinya pembuluh darah
menjadi nekrosis.1
 Oklusi embolik
Oklusi embolik arteri perforata atau pembuluh darah yang berasal
dari arteri ini, meskipun bukan merupakan penyebab utama, dapat
terjadi melalui dua mekanisme:
 Embolisme yang berasal dari jantung: kardiopati emboli,
terutama fibrilasi atrium, penyakit katup rematik dan
endokarditis trombotik nonbakterial, telah dilaporkan sebagai
penyebab infark lakunar yang sangat jarang pada otopsi.
 Embolisme yang berasal dari arteri: atheromatosis karotis atau
aorta dapat menyebabkan mikroemboli dari fragmen ateroma
dari kristal kolesterol, yang dapat menyebabkan infark lakunar.1

Mekanisme lain yang mungkin

 Gangguan hemodinamik
Stenosis arteri perforasi dapat menurunkan perfusi ke
distal, menyebabkan infark lakunar, yang ditandai dengan kejadian
TIA sebelumnya, berfluktuasi, onset stroke progresif atau
bergradasi, dan kekambuhan gambaran klinis awal selama minggu
berikutnya.1
 Diseksi arteri
Diseksi progresif dari dinding arteri pada hipertensi kronis
dapat menyebabkan aneurisma Charcot-Bouchard, yang, selain
sebagai penyebab perdarahan intraserebral, juga dapat
menyebabkan infark lakunar dari trombosisnya.1
 Gangguan hematologi & infeksi
Peningkatan volume packed sel pada polisitemia vera dapat
menyebabkan iskemia di wilayah distribusi arteriol serebral, yang
mengarah ke infark lakunar. Perubahan infeksi arteri kecil dalam
perjalanan vaskulitis kronis, seperti neurosifilis atau
neurocysticercosis, dapat menyebabkan infark lakunar.1
2.5 Patologi

Infark lakunar adalah lesi kecil, seringkali ireguler, dengan ukuran


berkisar 1-15 mm. Hanya 17% dari lakunar yang berukuran lebih kecil
dari 1 mm. Inspeksi dari kavitas kecil biasanya tampak anyaman halus dari
jaringan ikat menyerupai jaring laba- laba. Dominasi lakuna adalah di
ganglia basalis, terutama putamen, talamus, dan substansia alba dari
kapsula interna dan pons. Jarang terjadi pada korpus kalosum, radiasio
optika, sentrum semiovale, hemisfer serebri, medula, serebelum, spinal.4

2.6 Manifestasi Klinik


Infark lakunar menyebabkan gejala klinis ketika mempengaruhi
motorik panjang dan traktus sensoris di area subkortikal, dikaitkan dengan
presentasi klinisnya. Namun, studi MRI pada populasi umum, pelaporan
yang dimulai pada 1990-an, telah menunjukkan bahwa kebanyakan infark
lakunar tidak menghasilkan gejala stroke akut tetapi secara klinis tidak
dikenal/terlihat atau "silent". Silent infark serebral (95% di antaranya
adalah "lakunar") setidaknya lima kali lebih sering daripada yang
bergejala. Silent infark bukan berarti tak bermakna; karena telah terbukti
meningkatkan risiko kejadian vaskular (termasuk stroke), penurunan
kognitif dan demensia. Stroke dalam artian "silent" hanya dalam aspek
bahwa tidak menyebabkan disfungsi otak akut.6
Infark lakunar dapat muncul sebagai TIA, disfungsi serebral akibat
iskemik yang berlangsung tidak lebih dari 24 jam.1
Sindrom lakunar klasik biasanya disertai dengan infark di daerah
dalam, kecil, dan setiap sindrom biasanya dikaitkan dengan lokasi tertentu.
Beberapa sindrom klinis telah dikaitkan dengan stroke lakunar, tetapi
hanya lima yang dikenal baik: Pure Motorik Hemiparesis (PMH), Pure
Sensorik Stroke (PSS), Sensorimotor Stroke (SMS), Sindrom tangan kikuk
- disarthria, dan hemiparesis ataksik.7
 Pure Motorik Hemiparesis (PMH)
Hemiparesis motorik murni adalah bentuk paling umum dari
sindrom lakunar, terhitung lebih dari separuh kasus. Dalam deskripsi
asli dari sindrom ini, Fisher memasukkan "paralisis komplit atau tidak
komplit pada wajah, lengan dan kaki di satu sisi tanpa tanda-tanda
sensoris, defek lapangan pandang, disfasia atau apraktognosia." Gejala
sensorik mungkin hadir tetapi bukan tanda-tanda sensorik. Studi
berbasis otopsi pasien dengan hemiparesis motorik murni
menunjukkan lesi fokal yang melibatkan kapsula interna, korona
radiata, pons, dan piramida meduler. Namun, lokasi paling umum
untuk infark adalah di posterior limb kapsula interna.7
Lacune yang melibatkan kapsula interna cenderung menghasilkan
gejala yang sama-sama mempengaruhi wajah, lengan, dan kaki. Jika
lesinya lebih ke posterior di kapsula interna maka defisit fokalnya
juga akan lebih besar dibandingkan pada lengan dan kaki. Lesi pada
basis pons cenderung memberikan gambaran defisit fokal yang sama
pada lesi di kapsula interna.7
 Pure Sensorik Stroke (PSS)
PSS menyumbang kurang dari 10 persen dari semua sindrom
lakunar; Namun, ia memiliki nilai prediktif tertinggi dalam diagnosis
infark lakunar. Hal ini memungkinkan untuk menemukan kasus
dengan gejala persisten tanpa adanya tanda obyektif. Lesi yang
menyebabkan PSS adalah yang terkecil dari gejala stroke subkortikal.
Sebagian besar pasien mengalami infark di talamus, dan sisanya
memiliki infark di anterior limb dari kapsula interna. Keterlibatan
semua modalitas sensori biasanya berhubungan dengan lacunes yang
besar di lateral thalamus; gangguan sensorik parsial menyiratkan
lacunes yang lebih kecil pada setiap tingkat jalur sensorik. Keluhan
yang sangat sering diungkapkan ialah parastesia dan atau disestesia,
kadang – kadang sebagai rasa tidak nyaman atau terbakar, tanpa
disertai atau hanya sedikit disertai deficit sensorik secara obyektif.7,8
 Sensorimotor Stroke
Stroke sensorimotor, yang dijelaskan oleh Mohr pada tahun 1977,
adalah sindrom yang paling sering diamati berikutnya di Northern
Manhattan Stroke Study (NOMASS), terjadi pada 20% pasien.
Temuan utamanya adalah kehilangan rasa dan juga berkaitan dengan
tingkat kelemahan ringan pada sisi tubuh yang sama. Menurut Mohr,
ada defisit sensorik saat onset yang berkembang hingga mencakup
fungsi motorik. Lesi biasanya melibatkan thalamus kontralateral
(sensorik) dan kapsul internal (motorik) yang berdekatan.9
 Hemiparesis Ataksik
Hemiparesis ataksik awalnya digambarkan sebagai ataksia
ipsilateral dengan paresis crural. Lesi yang bertanggung jawab paling
sering ditemukan di pons; Namun, anterior limb dari kapsul internal
atau korona radiata juga dapat terlibat. Presentasi yang biasa muncul
meliputi kelemahan kaki ringan sampai sedang dengan keterlibatan
ekstremitas atas atau wajah yang sangat ringan, disertai ataksia
ipsilateral lengan dan tungkai. Biasanya, tingkat ataksia lebih terlihat
daripada defisit motorik. Seringkali, gejala berkembang selama
berjam-jam atau berhari-hari. Berdasarkan gejala dan tanda yang
muncul, hampir tidak mungkin untuk membedakan antara lacune
pontine dan hemisfer.7
 Sindrom clumsy hand – Disarthria
Pada pasien dengan sindrom disartria tangan kikuk, disarthria dan
ataksia ekstremitas atas adalah gejala yang menonjol. Namun, gejala
dan tanda lain mungkin juga ada, seperti kelemahan wajah, disfagia,
dan jarang adanya kelemahan anggota gerak yang ringan. Lokasi yang
paling umum untuk sindrom ini adalah dahan anterior dari kapsul
internal dan pontis dasar. Biasanya pemulihan fungsional pasien ini
baik.7
Tabel sindrom lakunar dengan kemungkinan letak lesi

Sindrom Lakunar Letak lesi


Kapsula interna
Pure motor hemiparesis (PMH) Pons

Midbrain
Corona radiata
Pure sensory stroke (PSS) Thalamus
Kapsula interna
Sensory motor stroke Thalamocapsular

Kapsula interna
Ataxic hemiparesis
Thalamus
Pons

Pons

Dysarthria-clumsy hand
Genu kapsula interna

2.7 Diagnosis
Terlepas dari kenyataan bahwa mikroateroma dan lipohyalinosis
adalah mekanisme yang paling umum dalam stroke lakunar, mereka bukan
satu-satunya mekanisme. Emboli jantung, penyakit oklusi arteri besar, atau
beberapa mekanisme patofisiologis dapat terjadi bersamaan.6
Hal ini adalah standar praktik klinis untuk mendapatkan
neuroimaging akut pada setiap pasien stroke untuk menentukan
mekanisme stroke dan mengecualikan perdarahan intraserebral. Karena
ketersediaannya yang luas, CT scan biasanya merupakan neuroimaging
pertama yang dilakukan. Namun, teknologi ini relatif tidak sensitif
terhadap penyakit oklusif pembuluh kecil dalam pengaturan hiperakut.
MRI, khususnya Diffusion Weight Imaging (DWI), lebih unggul daripada
CT untuk mendeteksi infark kecil dan iskemia hiperakut. The American
Heart Association (AHA) merekomendasikan MR-DWI daripada CT bila
memungkinkan selama tidak terlalu menunda pilihan perawatan.9
Evaluasi jantung termasuk elektrokardiografi, pemantauan
elektrokardiograf yang lama, dan ekokardiografi harus dipertimbangkan.
Karena kemampuannya yang superior untuk membayangkan pelengkap
atrium kiri, septum atrium, dan katup, transesophageal echocardiography
(TEE) telah sangat memperluas daftar potensi kelainan jantung yang
terkait dengan emboli dibandingkan dengan echocardiography
transthoracic. TEE sering menjadi modalitas yang lebih dipilih untuk
pencitraan jantung pada stroke.9
Pencitraan vaskular dari arteri ekstrakranial dan intrakranial dapat
dilakukan secara non-invasif menggunakan duplex karotis, ultrasound
transkranial Doppler (TCD), CT angiografi (CTA), dan MR angiografi
(MRA). Kombinasi dupleks karotis berkualitas tinggi, TCD, dan MRA
atau CTA telah menghilangkan kebutuhan untuk angiografi serebral
konvensional dalam banyak kasus.9
Laboratorium untuk mengidentifikasi penanda diabetes mellitus,
dislipidemia, peradangan vaskular, dan keadaan prokoagulan dapat
dipertimbangkan.9
2.8 Penatalaksanaan

Administrasi Makanan dan Obat menyetujui perawatan trombolitik


dengan aktivasi aktivator plasminogen jaringan rekombinan (i.v. r-tPA)
untuk stroke iskemik akut pada tahun 1996. National Institute for
Neurologic Disorders and Stroke (NINDS) percobaan i.v. r-tPA pada
stroke iskemik akut, pasien stroke lacunar mendapat manfaat dari terapi r-
tPA ketika diberikan dalam 3 jam sejak timbulnya gejala.9

Antikoagulan, seperti infus-intravena heparin berkelanjutan dan


senyawa terkait, tidak pernah terbukti bermanfaat pada stroke iskemik
akut. Penggunaan antikoagulan dosis rendah untuk mengurangi frekuensi
trombosis vena dalam dan emboli paru berikutnya direkomendasikan
untuk pasien dengan defisit neurologis yang mengalami gangguan
mobilitas.9

Penggunaan aspirin pada fase akut dalam 48 jam pertama stroke


iskemik telah ditunjukkan dalam dua uji besar secara sederhana
mengurangi baik stroke berulang dan kematian pada minggu-minggu
pertama setelah stroke. Meskipun angka kekambuhan dan mortalitas
cenderung rendah pada stroke lakunar, agen antiplatelet direkomendasikan
bila tidak adakontraindikasi.9

Hipertensi merupakan faktor risiko utama infark lacunar. Namun,


terapi penurunan Tekanan Darah (TD) rutin tidak dianjurkan setelah stroke
akut. Penurunan TD secara hati-hati dianjurkan pada pasien dengan nilai
TD yang sangat tinggi (> 220/120 mmHg) pada pengukuran berulang, atau
dengan gagal jantung yang parah, diseksi aorta atau ensefalopati
hipertensi. Disarankan agar penurunan TD mendadak harus dihindari dan
hipotensi sekunder akibat hipovolemia atau terkait dengan kerusakan
neurologis pada stroke akut harus ditangani secara cepat. Tampaknya
kontrol TD lebih penting daripada agen antihipertensi yang diberikan.
Selain itu, kontrol TD optimal berkontribusi tidak hanya untuk penurunan
yang signifikan terhadap stroke, tetapi juga untuk gangguan kognitif dan
perkembangan perubahan iskemik pada substansi alba.1

Penggunaan larutan saline intravena dan menghindari pemberian


glukosa dalam 24 jam pertama setelah stroke tampaknya mengurangi
kadar glukosa. Pengobatan kadar glukosa serum lebih besar dari 180 mg /
dl (> 10 mM) dengan insulin dianjurkan dan hipoglikemia berat (<50 mg /
dl [<2,8 mM]) harus diobati dengan dextrose intravena atau infus glukosa
10-20%.1

Terapi fisik dan bicara harus diberikan ketika tampak defisit


neurologis. Selain itu, konsultasi dengan spesialis rehabilitasi berguna
untuk memandu terapi rehabilitasi.9

2.9 Prognosis

Mortalitas awal pada stroke lakunar rendah, sekitar 0-2% pada 30


hari pertama. Pada fase akut kematian kemungkinan terkait dengan adanya
komplikasi dibanding dari infark lakunar. itu sendiri. Prognosis jangka
pendek infark lakunar cukup baik karena in- hospital mortality sangat
rendah dan case fatality rate satu tahun pertama kurang dari 2,8% hampir
sama dengan populasi umum. Pada sebuah studi berbasis populasi, angka
survival adalah 96% pada 1 bulan, 86% pada 2 tahun. Sedangkan pada
jangka panjang, meskipun mortalitas rata-rata sekitar 3% per tahun, resiko
kematian meningkat dari 27,4% pada 5 tahun, 60% setelah 10 tahun, dan
75% setelah 14 tahun. Penyebab kematian berasal dari kardiovaskular
52%, stroke berulang 21%, dan penyebab lain 27% Stroke berulang terjadi
7,7% setelah 1 tahun. Setelah 5 tahun naik menjadi 22,4% terutama infark
lakunar baru (50-72%) dan yang lebih jarang adalah perdarahan
intraserebral (10%). Hipertensi, diabetes melitus, leukoaraiosis dan
tingginya level hematokrit merupakan faktor resiko utama terjadinya
rekurensi dan stroke lakunar multipel. Stroke berulang biasanya adalah
subtipe lakunar juga. Stroke lakunar yang berulang atau multipel
bertanggung jawab terhadap terjadinya gangguan kognitif dimana 16%
terjadi pada rekurensi pertama, sedangkan pada rekurensi multipel
gangguan kognitif terjadi mencapai 40%.4
DAFTAR PUSTAKA

1. Arboix A, Martí-Vilalta JL. Lacunar stroke. Expert Rev Neurother.


2009;9(2):179-196. doi:10.1586/14737175.9.2.179.

2. Et GA. No Title. Stroke Lakunar Neurol Updat Makal ilmiah. 2011;Edisi I.

3. Clarke C, Howard R, Rossor M, Shorvon S. Neurology: A Queen Square


Textbook: Second Edition.; 2016. doi:10.1002/9781118486160.

4. Irfana L. Stroke lakunar. 2017;(December 2016):78-87.

5. Zunt JR. Adams and Victor’S Principles of Neurology. Vol 74.; 2010.
doi:10.1212/WNL.0b013e3181dad651.

6. Norrving B. Lacunar Syndromes, Lacunar Infarcts, and Cerebral Small-


Vessel Disease. Sixth Edit.; 2015. doi:10.1016/B978-0-323-29544-
4.00027-X.

7. Benavente O. Chapter 7 Small-Vessel Occlusive Disease (Lacunar Stroke).


Vol 29. Elsevier Inc.; 2004. doi:10.1016/S1877-3419(09)70082-0.

8. Dr. H. Soedomo Hadinoto., Dr. Setiawan. DS. Stroke.; 1992.

9. Grysiewicz RA, Ruland SD. Lacunar Infarcts. Encycl Neurol Sci.


2014;2:815-818. doi:10.1016/B978-0-12-385157-4.00417-6.

You might also like