You are on page 1of 28

PROGRAM STUDI DEPARTEMEN

PENDIDIKAN DOKTER ILMU BEDAH


FAKULTAS
KEDOKTERAN STATUS PASIEN
DAN ILMU KESEHATAN UNTUK UJIAN
UNIVERSITASABDURRAB Untuk Mahasiswa
Nama Mahasiswa Reni Oktavia Tanda
NIM 14101-048 Tangan
Tanggal Ujian 19 April 2018
Puskesmas
Rumah sakit
Simpang Tiga
Periode 2018

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn.J
Jenis kelamin :Lk
Umur :56 tahun
Alamat : Jl.Sergon lapan no 4

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis, pada tanggal 12 April 2018, pukul
14.40
Kaluhan Utama :
Luka terbuka ditangan kiri

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke IGD puskesmas dengan keluhan luka terbuka ditangan kiri,
disertai nyeri dan tampak darah yang keluar dari luka, dasar luka tampak otot karena
baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dengan menggunakan sepeda
motor.Pasien mengeluh sakit kepala, dan kaki kiri terasa sakit.

1
2

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak lama.

Riwayat penyakit keluarga :


Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi.Tidak ada riwayat diabetes mellitus.

Riwayat kebiasaan :
Nafsu makan baik, pasiensuka makan makanan yang berlemak.

1.3 PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)


Dilakukan pada tanggal :12 April pukul : 14.45
Tekanan darah :140/90 mmHg
Suhu tubuh :37°C
Frekuensi denyut nadi :96
Frekuensi nafas :19 kali/ menit

1.4 PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


A. Keadaan Umum
Kesadaran :Compos mentis
Tinggi badan :160
Berat badan :70 kg
Status gizi :27 kg/m² (Gemuk)
Skema manusia
3

Status Lokalis :
Terdapat luka terbuka pada antebrachialis sinistra, tepi tidak rata, dengan dasar
otot, berukuran kurang lebih 2 x 0,5.

B. Pemeriksaan Kepala :
Tidak tampak pembengkakan, tidak teraba pembengkakan, tidak ada tanda-tanda
peradangan.

C. Pemeriksaan Leher
Inspeksi : Tidak tampak pembesaran kelenjer KGB,
tanda-tanda peradangan dan pembengkakan.
Palpasi : Tidak dilakukan
Pemeriksaan trakea :Tidak dilakukan
Pemeriksaan kelenjar tiroid :Tidak dilakukan
Pemeriksaan tekanan vena sentral : Tidak dilakukan

D. Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi :Tidak dilakukan
Palpasi : Tidak dilakukan
4

Perkusi :Tidak dilakukan


Auskultasi :Tidak dilakukan

E. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi :Tidak dilakukan
Auskultasi :Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Palpasi : Tidak dilakukan
Pemeriksaan ginjal :Tidak dilakukan
Pemeriksaan nyeri ketok ginjal :Tidak dilakukan
Pemeriksaaan hepar : Tidak dilakukan.
Pemeriksaan lien : Tidak dilakukan
Pemeriksaan asites : Tidak dilakukan

F. Pemeriksaan ekstremitas
Lengan :Kekuatan 5, tonus 5, ROM aktif
Tangan :Kekuatan 5, tonus 5, ROM aktif
Tungkai : Kekuatan 5, tonus 5, ROM aktif
Kaki : Kekuatan 5, tonus 5, ROM aktif

1.5 RESUME PEMERIKSAAN FISIK :


Tampak luka terbuka bersih et dorsum manus sinistra, dengan tepi rata, dasar otot,
berukuran kurang lebih 2 x 0,5 cm.

1.6 DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS


DAN PEMERIKSAAN FISIK)
A. Masalah aktif : Bahu kanan nyeri dan nyeri disekitar luka
B. Masalah pasif : tidak ada masalah pasif pada pasien.
5

1.7 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


1.Vulnus laseratum
2.Vulnus scissum

1.8 RENCANA
A. Tindakan Terapi :
1.Debridemen luka dan ditutup dengan kasa
2.Diberikan obat paracetamol 500 ml selama 500 ml selama 3 hari
3.Diberikan obat antibiotik seperti amoksisilin 250 ml selama 5 hari
4.Diberikan Anti Tetanus Serum (ATS)

B. Edukasi:
1.Luka harus dijaga agar tetap kering
2.Perban bisa diganti setelah 3 hari
3.Konsul setelah 3 hari atau jika terdapat keluhan seperti keluarnya nanah,
pembengkakan pada luka dan keluarnya darah pada luka.
4.Jaga kebersihan luka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Luka didefinisikan sebagai terputusnya kontinuitas jaringan tubuh oleh
sebab-sebab fisik, mekanik, kimia dan termal.Luka, baik luka terbuka atau luka
tertutup, merupakan salah satu permasalahan yang paling banyak terjadi di praktek
sehari-hari ataupun di ruang gawat darurat (Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
Luka merupakan gangguan struktur fungsi ataupun anatomis suatu jaringan.
Luka dapat terjadi karena suatu proses patologis yang terjadi baik dari dalam
ataupun luar tubuh. Luka akut biasanya terjadi dalam proses yang cepat dan
terstruktur. Tubuh masih memiliki mekanisme perbaikan dan pertahanan yang baik
untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Sedangkan luka kronik adalah luka yang
gagal mengalami proses mekanisme pertahanan dan perbaikan yang seharusnya.
Sehingga kerusakan jaringan dapat berlangsung lama tanpa perkembangan.Ilmu
yang membahas tentang luka mengenal dua jenis luka, yaitu trauma tumpul dan
trauma tajam.Trauma tumpul merupakan suatu rudaapaksa yang diakibatkan oleh
benturan dengan benda tumpul.Trauma tumpul dapat mengakibatkan tiga jenis
luka, yaitu luka memar (contusio), luka lecet (abrasio) dan luka robek (vulnus
laceratum).Trauma tajam merupakan suatu rudapaksa yang disebabkan oleh kontak
dengan benda-benda tajam.Trauma tajam dapat menghasilkan 3 bentuk luka yaitu
luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum) dan luka
bacok (vulnus caesum) (Ansori, 2015).

2.2 Epidemiologi
Data statistik WHO menunjukkan bahwa kecelakaan lalu lintas pada tahun
1998 menduduki peringkat ke-9 sebagai penyebab kematian di dunia. Diperkirakan
pada tahun 2020, kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab kematian ke-3
tertinggi di dunia di bawah penyakit jantung koroner dan depresi berat (Riandini et
al, 2015).Seiring meningkatnya ekonomi dan kebutuhan transportasi di Indonesia

6
7

meningkat pula kepemilikan kendaraan bermotor. Pada tahun 2011 tercatat terdapat
85.601.351 kendaraan bermotor di Indonesia dengan rincian terdapat 68.839.341
sepeda motor, 9.548.866 mobil penumpang, 9.548.866 truk dan 2.254.406 bis
(Nugroho dan Yulianti,2016).
Terdapat 164 kasus kecelakaan lalu lintas dimana didapatkan 93,29% kasus
dengan cedera kepala. Luka terbanyak adalah luka lecet yaitu 39,62%, lokasi luka
terbanyak di regio frontalis et orbitalis, patah tulang terbanyak adalah os. frontal
sebanyak 19,40%, umur terbanyak mengalami cedera kepala yaitu antara 11-30
tahun sebanyak 48,27%, 67,27% korban adalah laki-laki dan yang paling besar
menelan korban adalah sepeda motor dimana cedera kepala sebagai penyebab
utama kematiannya. Lebih dari 80% pasien yang masuk ke ruang gawat darurat
adalah disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan sepeda motor,
mobil, sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak (Riandini et al, 2015).

2.3 Jenis Luka


Berdasarkan penyebabnya, luka dibagi menjadi :
a. Erosi, Abrasi, Excoriasi :
Erosi: Luka hanya sampai stratum corneum
Abrasi: Luka sampai stratum spinosum
Excoriasi: Luka sampai stratum basale
- Merupakan kerusakan epitel permukaan akibat trauma gesek pada
epidermis.
- Abrasi luas dapat mengakibatkan kehilangan cairan tubuh.
- Luka harus segera dicuci, benda asing dalam luka harus dibersihkan
dengan seksama untuk meminimalkan risiko infeksi dan mencegah
“tattooing” (luka kedalamannya sampai stratum papilare dermis).
b. Kontusio :
- Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau ledakan.
- Dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang luas.
- Pada awalnya, lapisan kulit di atasnya bisa jadi intak, tapi pada akhirnya
dapat menjadi non-viable.
8

- Hematoma berukuran besar yang terletak di bawah kulit atau atau di dalam
otot dapat menetap.
- Kontusio luas dapat mengakibatkan infeksi dan compartment syndrome.
c. Laserasi :
1. Laserasi terjadi jika kekuatan trauma melebihi kekuatan regang jaringan,
misalnya robekan kulit kepala akibat trauma tumpul pada kepala.
2. Laserasi diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya, yaitu :
1) Insisi :
- Luka sayatan, disebabkan oleh benda tajam.
- Kerusakan jaringan sangat minimal.
- Contoh : luka tusuk, luka pembedahan, terkena pecahan kaca.
- Ditutup dengan bantuan jahitan, klip, staples, adhesive strips (plester) atau
lem. Luka pembedahan dapat terbuka kembali secara spontan (dehisensi)
atau dibuka kembali karena terbentuk timbunan cairan, darah (hematoma)
atau infeksi.
2) Tension laceration :
- Disebabkan oleh trauma tumpul, biasanya karena tangential force yang
kekuatannya melebihi daya regang jaringan.
- Akibatnya adalah terjadinya robekan kulit dengan tepi tidak teratur
disertai kontusio jaringan di sekitarnya.
- Contoh : benturan dengan aspal pada kecepatan tinggi, laserasi kulit
karena pukulan tongkat dengan kekuatan tinggi.
3) Crush laceration atau compression laceration :
- Laserasi kulit terjadi karena kulit tertekan di antara objek dan tulang di
bawahnya.
- Laserasi tipe ini biasanya berbentuk stellate dengan kerusakan sedang
dari jaringan di sekitarnya.
- Kejadian infeksi lebih tinggi.
- Hasil kosmetik kurang baik.
- Contoh : laserasi kulit di atas alis seorang anak karena terjatuh dari meja.
9

4) Kombinasi dari mekanisme di atas (Ariningrum dan Sumbandono,


2017).
d. Kombinasi dari ketiga tipe luka di atas.

Berdasarkan tingkat kontaminasinya, luka diklasifikasikan sebagai :


a. Luka bersih :luka elektif, bukan emergency, tidak disebabkan oleh
trauma, ditutup secara primer tidak ada tanda inflamasi akut, prosedur
aseptik dan antiseptik dijalankan dengan baik, tidak melibatkan traktus
respiratorius, gastrointestinal, bilier dan genitourinarius. Kulit di sekitar
luka tampak bersih, tidak ada tanda inflamasi. Jika luka sudah terjadi
beberapa saat sebelumnya, dapat terlihat sedikit eksudat (bukan pus),
tidak terlihat jaringan nekrotik di dasar luka. Risiko infeksi <2% .
b. Luka bersih terkontaminasi : luka urgent atau emergency tapi bersih,
tidak ada material kontaminan dalam luka. Risiko infeksi <10%.
c. Luka terkontaminasi : tampak tanda inflamasi non-purulen; luka
terbuka < 4 jam; luka terbuka kronis; luka terbuka dan luas (indikasi
untuk skin grafting); prosedur aseptic dan antiseptic tidak dijalankan
dengan baik; risiko infeksi 20%.
d. Luka kotor/ terinfeksi : tampak tanda infeksi di kulit sekitar luka, terlihat
pus dan jaringan nekrotik; luka terbuka > 4 jam; terdapat perforasi
traktus respiratorius, gastrointestinal, bilier atau genitourinarius, risiko
infeksi 40% (Ariningrum dan Sumbandono, 2017).

2.4Penyembuhan Luka

Dalam penyembuhan cedera jaringan lunak, baik luka ulseratif kronis (ulkus
tungkai, dekubitus), luka traumatis (abrasi, laserasi, luka bakar) atau luka akibat
tindakan bedah, terjadi proses dasar biokimia dan seluler yang sama. Proses
fisiologis penyembuhan luka dibagi dalam 4 fase :
10

1. Respons inflamasi akut terhadap cedera : meliputi hemostasis, pelepasan


histamine dan mediator inflamasi lain dari sel-sel yang rusak serta migrasi
lekosit (netrofil, monosit dan makrofag) ke tempat luka.

2. Fase destruktif : pembersihan debris dan jaringan nekrotik oleh netrofil


dan makrofag.

3. Fase proliferative : infiltrasi daerah luka oleh pembuluh darah baru


(neovaskularisasi), diperkuat oleh jaringan ikat.

4. Fase maturasi : meliputi re-epitelisasi, kontraksi luka dan reorganisasi


jaringan ikat. Dalam kenyataannya, fase-fase tersebut saling tumpang
tindih.

Durasi setiap fase dan waktu untuk penyembuhan luka secara sempurna
tergantung pada beberapa faktor seperti umur dan komposisi tubuh, infeksi, status
nutrisi, merokok,lingkungan social dan higene, serta riwayat perawatan luka
(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
Perbedaan Penyembuhan Luka Primer dan Sekunder :
Penyembuhan Luka Primer (primary Penyembuhan Luka Sekunder
closure) (secondary closure)
1. Menyatukan kedua tepi luka 1. Tidak ada tindakan aktif untuk
dengan jahitan, plester, skin menutup luka, luka sembuh
graft atau flap secara alamiah (intervensi
2. Hanya sedikit jaringan yang hanya berupa cleaning,
hilang. dressing, kadang pemberian
3. Luka bersih. antibiotika).
4. Jaringan granulasi yang 2. Jaringan yang hilang cukup
dihasilkan sangat sedikit. luas.
5. Re-epitelisasi sempurna dalam 3. Luka terbuka atau dibiarkan
10-14 hari, menyisakan terbuka, kadang kotor.
jaringan parut tipis.
11

4. Terbentuk jaringan granulasi


cukup banyak
5. Luka ditutup oleh re-epitelisasi
dan deposisi jaringan ikat
sehingga terjadi kontraksi.
Jaringan parut dapat luas/
hipertrofik, terutama bila
terjadi di daerah presternal,
deltoid dan leher.

2.5 Diagnosis
Anamnesis meliputi :
1. Riwayat luka :
- Mekanisme terjadinya luka.
- Kapan terjadinya luka : setelah 3 jam (golden periode< 6 jam), kolonisasi
bakteri dalam luka akan meningkat tajam.
- Di mana pasien mendapatkan luka tersebut.
- Bila saat pasien datang luka telah dibersihkan tetap harus ditanyakan
adakah kontaminan dalam luka, misalnya logam, kotoran hewan atau karat.
Adanya kontaminan dalam luka meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan
tetanus.
- Perdarahan dan jumlah darah yang keluar (Ariningrum dan Sumbandono,
2017).

2. Keluhan yang dirasakan saat ini :


- Rasa nyeri Rasa nyeri pada luka kronis dirasakan sebagai nyeri hebat,
persisten dan mengakibatkan pasien sulit tidur, gangguan emosi, rendah diri
serta depresi.
- Gejala infeksi : kemerahan, bengkak, demam, nyeri.
12

- Gangguan fungsi motorik atau sensorik : menunjukkan kemungkinan


terjadinya kerusakan otot, ligamentum, tendo atau saraf (Ariningrum dan
Sumbandono, 2017).

3. Riwayat kesehatan dan penyakit pasien secara keseluruhan : Menilai


faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka dan pemilihan
regimen penanganan luka, yaitu :
- Umur - Dehidrasi : gangguan keseimbangan elektrolit mempengaruhi
fungsi jantung, ginjal, metabolisme seluler, oksegenasi jaringan dan fungsi
endokrin.
- Status psikologis Status psikologis pasien berpengaruh pada pemilihan
regimen terapi yang tepat bagi pasien tersebut.Pemilihan regimen terapi
dengan mempertimbangkan status psikologis pasien mempengaruhi
kepatuhan pasien terhadap terapi yang ditetapkan dokter.
- Status nutrisi Nutrisi berperan penting dalam proses penyembuhan luka.
Kekurangan salah satu atau beberapa nutrient mengakibatkan penyembuhan
luka terhenti pada tahapan tertentu. - Berat badan Pada pasien dengan
obesitas, adanya lapisan lemak yang tebal di sekitar luka dapat mengganggu
penutupan luka.Selain itu, vaskularisasi jaringan adiposa tidak optimal
sehingga jaringan adiposa merupakan salah satu jenis jaringan yang paling
rentan terhadap trauma dan infeksi.
- Vaskularisasi ke area luka. Penyembuhan luka di kulit paling optimal di
area wajah dan leher karena merupakan area dengan vaskularisasi paling
baik.Sebaliknya dengan ekstremitas.Kondisi-kondisi yang mengakibatkan
gangguan vaskularisasi ke area luka, misalnya diabetes atau arteriosklerosis,
dapat memperlambat atau bahkan menghentikan penyembuhan luka.
- Respons imun.
- Penyakit kronis, seperti penyakit endokrin, keganasan, inflamasi dan
infeksi lokal serta penyakit autoimmun.
- Radioterapi
13

- Riwayat alergi : makanan, obat (anestetik, analgetik, antibiotik,


desinfektan, komponen benang, lateks/plester dan lain-lain) (Ariningrum
dan Sumbandono, 2017).

Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan tanda vital
2. Pemeriksaan fisik umum : bertujuan mencari tanda adanya faktor
komorbid, seperti:
- Inspeksi mukosa konjungtiva dan bibir (mengetahui kemungkinan
anemia).
- Menilai status gizi (mengetahui adanya malnutrisi atau obesitas).
- Pemeriksaan neurologi (reflex dan sensasi – mengetahui kemungkinan
neuropati).
- Pemeriksaan kardiovaskuler (menilai oksigenasi jaringan dan
kemungkinan adanya penyakit vaskuler perifer).
3. Penilaian adanya infeksi :
a. Gejala dan tanda umum : demam, malaise, limfadenopati regional
b. Gejala dan tanda lokal : edema, eritema, rasa nyeri, peningkatan suhu
lokal, gangguan fungsi.
4. Penilaian terhadap terjadinya kerusakan struktur di bawah luka
(pembuluh darah, saraf, ligamentum, otot, tulang) :
a. Pembuluh darah :
- Cek pengisian kapiler : adakah pucat atau sianosis, apakah suhu area di
distal luka teraba hangat.
- Cek pulsasi arteri di distal luka.
- Jika terdapat perdarahan, dinilai apakah perdarahan berasal dari kapiler,
vena atau arteri. Dilakukan penanganan sesuai dengan sumber perdarahan.
b. Saraf :
- Lakukan penilaian status motorik (kekuatan otot, gerakan) dan fungsi
sensorik di distal luka.
14

- Penilaian status sensorik harus selalu dilakukan sebelum tindakan infiltrasi


anestesi. c. Otot dan tendo :
- Kerusakan tendo dapat dinilai dengan inspeksi, akan tetapi tetap harus
dilakukan penilaian terhadap range of motion dan kekuatan dari tiap otot
dan tendo di sekitar luka.
d. Tulang :
- Dinilai adakah fraktur (terbuka atau tertutup) dan dislokasi (Ariningrum
dan Sumbandono, 2017).

2.6 Penatalaksanaan
A. Tujuan penatalaksanaan luka adalah :
1. Menciptakan kondisi lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka.
2. Membersihkan luka dari eksudat dan jaringan nekrotik.
3. Melindungi luka dari infeksi.
4. Mengeliminasi faktor-faktor yang mengganggu penyembuhan luka.
5. Menstimulasi pertumbuhan jaringan baru.
6. Mengembalikan fungsi.
7. Memperbaiki kerusakan jaringan dengan gangguan kosmetik seminimal
mungkin (Ariningrum dan Sumbandono, 2017).

B. Peralatan Yang Diperlukan :


1. Alat pengamanan diri :
- Apron - Masker
- Kacamata pelindung
- Sarung tangan steril
2. Instrumen anestesi :
- Kassa steril
- Agen anestesi lokal
- Spuit 5-10 mL
- Jarum ukuran 25-30
3. Instrumen untuk mencuci luka :
15

- Larutan antiseptik povidone–iodine 10%


- Larutan pencuci NaCl fisiologis atau akuades
- Spuit 20-60 mL - Mangkuk bengkok
4. Instrumen bedah minor :
- Benang nylon atau polypropylene monofilamen nonabsorbable ukuran 6.0
(untuk laserasi di wajah) ukuran 3.0, 4.0, atau 5.0 untuk luka di torso, tangan
dan kaki. Benang ukuran lebih besar dapat digunakan bila laserasi berada di
area dengan regangan kulit tinggi.
- Jarum jenis reverse-cutting
- Needle holder
- Forcep ujung bergigi (Adson–Brown)
- Gunting benang
5. Material untuk perawatan luka :
- Kassa
- Perban/ pembalut
- Plester
- Salep antibiotika (Ariningrum dan Sumbandono, 2017).

C. Mencuci Luka
Tindakan mencuci luka harus dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi
luka. Jika kulit terbuka, bakteri yang berada di sekitarnya akan masuk ke
dalam luka. Paling baik adalah menggunakan air mengalir dan sabun.
Tekanan dari pancaran air akan membersihkan luka dari bakteri dan
material kontaminan lain(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
Pencucian luka harus dilakukan pada :
1. Luka dangkal
2. Luka dengan risiko tinggi terjadinya infeksi :
a. Gigitan binatang atau manusia
b. Luka kotor/ terkontaminasi
c. Laserasi (tension laceration dan crush laceration).
d. Luka dengan kerusakan otot, tendo atau tulang di bawahnya.
16

e. Luka tusuk
Untuk membersihkan luka yang sangat kotor, misalnya kontaminasi
kotoran atau aspal, diperlukan irigasi tekanan tinggi (5-8 psi) atau tindakan
scrubbing. Irigasi tekanan tinggi dilakukan dengan menyemprotkan NaCl
fisiologis atau akuades menggunakan spuit 10-50 mL.Irigasi dengan
tekanan terlalu tinggi (>20-30 psi, misalnya dengan jet shower) tidak boleh
dilakukan karena justru merusak jaringan.Jika luka sangat kotor, mungkin
diperlukan washlap dan pinset untuk membersihkan kotoran dari dalam
luka.
Larutan antiseptik seperti alkohol atau hydrogen peroksida sebaiknya
tidak digunakan, sementara larutan antiseptik seperti povidone iodine 10%
hanya digunakan pada luka akut, dan tidak digunakan terlalu sering, karena
justru akan merusak sel-sel kulit baru dan sel-sel fagosit yang bermigrasi ke
area luka, sehingga risiko infeksi lebih besar dan penyembuhan luka lebih
lama(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).

D. Anestesi Luka
- Agen anestetikum yang sering diberikan adalah lidocaine 1% atau
bupivacaine. Penambahan epinefrin sebagai vasokonstriktor bertujuan
untuk mengurangi perdarahan, dan memperpanjang efek anestesi. Epinefrin
tidak boleh diberikan pada laserasi yang terjadi di ujung-ujung jari atau area
yang divaskularisasi oleh end artery, seperti hidung, pinna dan
penis(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
- Efek lidocaine berakhir dalam 1 jam, sementara efek Bupivacaine dalam
2-4 jam.
- Prosedur :
1. Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik
2. Lakukan injeksi menggunakan jarum ukuran kecil (ukuran 25-30).
3. Injeksikan secara perlahan ke dalam atau ke bawah kulit di sekeliling luka
untuk mencegah material kontaminan terdorong ke area yang bersih.
17

4. Jika anestetikum telah masuk secara benar, akan terlihat edema kulit
sesaat setelah disuntikkan.
5. Jika laserasi terjadi di area di mana dapat dilakukan blockade saraf
(misalnya di ujung-ujung jari), lakukan anestesi blok, karena efek anestesi
lebih baik.
6. Tunggu 5-10 menit sampai anestesi bekerja.
7. Sebelum dan selama melakukan tindakan eksplorasi luka dan pencucian,
cek apakah anestesi masih efektif. Sensasi tekan tidak ditumpulkan oleh
anestesi lokal.Dengan anestesi yang adekuat pasien masih merasakan
tekanan, tapi tidak menyakitkan.Jepit ujung kulit dengan pinset atau sentuh
menggunakan ujung jarum.Bila pasien masih merasakan nyeri, tambahkan
anestesi(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).

E. Debridement Luka
Debridement adalah proses mengangkat jaringan mati dan benda
asing dari dalam luka untuk memaparkan jaringan sehat di bawahnya.
Jaringan mati bisa berupa pus, krusta, eschar (pada luka bakar), atau
bekuan darah.Debridement harus dilakukan karena:
1. Jaringan mati akan mengganggu penyembuhan luka, meningkatkan risiko
infeksi dan menimbulkan bau.
2. Debridement akan memicu drainase yang inadekuat, menstimulasi
penyembuhan dengan menciptakan milieu luka yang optimal.
3. Microtrauma akibat debridement mekanis menstimulasi rekruitmen
trombosit yang akan mengawali fase penyembuhan luka. Platelet-derived
Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor-β (TGF-β) dalam
granula alfa trombosit mengendalikan penyembuhan luka selama fase
inflamasi.
Terdapat beberapa jenis teknik debridement :
1. Surgical debridement (sharp debridement)
2. Mechanical debridement :
18

a. Wet-to-dry dressing, di mana kassa lembab ditutupkan di atas luka dan


dibiarkan mengering. Jaringan nekrotik akan ikut terangkat saat kassa
diangkat. Kekurangan metode ini adalah :
- Sangat menyakitkan
- Perdarahan
- Merusak jaringan epitel regeneratif yang baru terbentuk.
b. Irigasi dengan saline bertekanan tinggi lebih menguntungkan karena
tidak menyakitkan dan tidak merusak jaringan.
3. Chemical debridement :
a. Dengan aplikasi obat-obat mengandung enzim proteolitik (misalnya
collagenase) yang akan melisiskan jaringan nekrotik.
b. Dengan aplikasi balutan yang akan melunakkan jaringan nekrotik
(misalnya pembalut yang mengandung hydrogel atau hydrocolloid untuk
luka yang kering, dan alginate atau cellulose untuk luka basah). Jaringan
nekrotik yang sudah lunak kemudian diangkat secara manual.Cara ini
kurang efisien karena memerlukan waktu lebih lama.
4. Biological debridement : Terapi larva, yang dipergunakan adalah larva
Lucilia sericata (greenbottle fly).Larva diaplikasikan pada luka.Larva
dibiarkan mencerna jaringan nekrotik dan bakteri, serta meninggalkan
jaringan sehat.Meski cukup efisien, efikasi terapi ini masih menjadi
kontroversi.
Kontraindikasi debridement :
1. Penyakit stadium terminal (kecuali jika jaringan nekrotik sangat berbau).
2. Terapi antikoagulan
3. Pyoderma gangrenosum(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).

F. Penutupan Luka Secara Primer


Luka harus ditutup secara primer (dengan jahitan atau flap kulit) jika :
1. Struktur penting di bawah kulit terpapar (otot, tendo, tulang).
2. Luka terjadi di area di mana terbentuknya jaringan parut akan
mengganggu fungsi (luka di area persendian, di bawah kelopak mata
19

atau di lipatan-lipatan kulit, seperti fossa cubiti, leher dan aksila) dan
mengakibatkan problem kosmetik (luka di wajah)(Ariningrum dan
Sumbandono, 2017).

G. Menjahit Luka Laserasi


Teknik menjahit luka dapat dilihat dalam buku pedoman keterampilan
BEDAH MINOR.
1. Membalut luka yang ditutup secara primer
Menutup luka jahitan (kecuali luka di wajah dan kepala)
menggunakan balutan steril tidak menempel (non-adherent). Menutup
luka dan memberikan antibiotika topikal mencegah luka mengering
yang akan mengganggu re-epitelisasi(Ariningrum dan Sumbandono,
2017).
Penggunaan antibiotik topikal secara rutin masih
kontroversial.Antibiotika tidak diperlukan untuk laserasi yang bersih
dan sederhana. Antibiotika harus diberikan pada luka jahitan yang tidak
ditutup, luka terkontaminasi, luka kotor, crush laceration, fraktur
terbuka, kerusakan tendon, luka gigitan, dan pada pasien dengan status
immunocompromised(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
Instruksikan kepada pasien untuk menjaga luka tetap kering dalam
12-24 jam pertama.Berikutnya, perban diganti setiap 24 jam,
sebelumnya luka dibersihkan perlahan dengan air dan sabun yang
lembut.Tidak dianjurkan untuk mengompres atau merendam
luka.Sebaiknya luka tidak terpapar sinar matahari langsung selama 6-12
bulan karena dapat mengakibatkan hiperpigmentasi pada
parut(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
Luka biasanya akan merapat dalam 24-48 jam dan sembuh dalam 8-
10 hari. Menutup luka dengan perban non-adheren selama 24-48 jam
sudah adekuat, selanjutnya luka dibiarkan terpapar udara(Ariningrum
dan Sumbandono, 2017).
20

2. Perawatan harian luka yang ditutup secara primer


Perawatan luka yang ditutup secara primer relatif sederhana.
Setelah dijahit, diberikan aplikasi salep antibiotika atau vaselin tipis-
tipis, kemudian tutup luka dengan kassa steril dan diplester.
1) Kassa diganti setelah 24 jam.
2) Luka dijaga tetap bersih dan kering. Pasien boleh mandi, luka
dibersihkan dengan air dan sabun dengan seksama, kemudian
segera dikeringkan dengan handuk bersih dan kering.
Aplikasikan salep antibiotika tipis-tipis pada garis jahitan,
kemudian luka kembali ditutup dengan kassa steril.
3) Luka ditutup selama 3-5 hari (tergantung ukuran luka),
kemudian dibiarkan dalam keadaan terbuka sampai jahitan
diangkat.
4) Pada luka di ujung-ujung ekstremitas, mintalah pasien untuk
melakukan elevasi kaki dan tangan secara berkala untuk
mengurangi edema jaringan, sehingga membantu penyembuhan
luka.
5) Jahitan diangkat setelah 5-7 hari (luka di wajah), 10-14 hari
(luka di tangan atau di tempat-tempat lain dengan regangan
tinggi, misalnya di atas persendian) atau 7-10 hari (di tempat
lain).
6) Instruksikan pasien untuk datang kembali jika terlihat tanda-
tanda infeksi lokal pada luka(Ariningrum dan Sumbandono,
2017).

Komplikasi :
1. Infeksi
2. Dehisensi jahitan
3. Benda asing tertinggal.
4. Kerusakan jaringan yang lebih dalam tidak teridentifikasi.
5. Pembentukan parut(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
21

Kontraindikasi penutupan luka secara primer :


1. Infeksi.
2. Luka dengan jaringan nekrotik.
3. Waktu terjadinya luka lebih dari 6 jam sebelumnya, kecuali
bila luka di area wajah.
4. Luka kotor yang tidak dapat dibersihkan secara sempurna,
sehingga masih terdapat benda asing di dalam luka.
5. Perdarahan dari luka.
6. Diperkirakan terdapat “dead space” setelah dilakukan jahitan.
7. Tegangan dalam luka atau pada kulit di sekitar luka terlalu
tinggi, mengakibatkan perfusi jaringan di sekitar luka
buruk(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).

Terkadang luka dapat dibiarkan terbuka tanpa usaha menutup luka


secara primer, bila :
1. Luka berukuran kecil (kurang dari 1.5 cm).
2. Struktur penting di bawah kulit tidak terpapar.
3. Luka tidak terletak di area persendian dan area yang penting secara
kosmetik.
4. Luka bakar derajat 2.
5. Waktu terjadinya luka lebih dari 6 jam sebelumnya, kecuali bila luka
di area wajah.
6. Luka terkontaminasi (highly contaminated wounds), misalnya luka
gigitan (binatang atau manusia) atau luka yang sangat kotor.
7. Diperkirakan terdapat “dead space” setelah dilakukan jahitan.Dead
space terjadi karena hilangnya sebagian jaringan subkutan, atau bila
terdapat oedema kulit di sekitar luka. Jika luka ditutup secara primer,
darah akan terkumpul dalam dead space, sehingga akan meningkatkan
risiko infeksi dan memperlambat proses penyembuhan luka.
22

8. Kulit yang hilang akibat luka cukup luas atau di sekeliling luka
terdapat udema jaringan yang hebat. Bila dilakukan penutupan luka
secara primer, biasanya jahitan akan menjadi terlalu kencang sehingga
akan mengganggu vaskularisasi jaringan di tepi luka. Jaringan akan
mengalami iskemia dan nekrosis(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).

H. Imunisasi Tetanus
Tetanus merupakan penyakit infeksi serius yang disebabkan oleh
bakteri Clostridium tetani yang banyak ditemukan di tanah atau kotoran
binatang. Tetanus tidak akan terjadi jika seseorang telah diimunisasi secara
adekuat. Imunisasi tetanus pada anak diberikan sebanyak 3 kali dengan
interval 1 bulan.Berikutnya pasien harus mendapatkan imunisasi booster
tiap 10 tahun untuk tetap kebal terhadap tetanus seumur hidup.Jika luka
terkontaminasi oleh tanah atau kotoran binatang, pasien harus diberikan
booster tetanus jika imunisasi tetanus terakhir lebih dari 5 tahun
sebelumnya.Jika luka bersih, misalnya terpotong pisau atau pecahan kaca,
riwayat imunisasi 10 tahun sebelumnya cukup adekuat memberikan
kekebalan terhadap tetanus. Indikasi pemberian ATS profilaktik dengan
ATS 1500 IU atau Ig Tetanus 250 IU pada luka kotor terkontaminasi, luka
tusuk yang dalam(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Anamnesis
Pada kasus ini, pasien datang ke IGDpuskesmas dengan keluhanluka
terbuka ditangan kiri. Berdasarkan keluhan utama pasien, kemungkinan diagnosis
banding dari penyakit pasien adalah luka scisum dan luka insivum. Setelah itu,
dokter menggali kembali Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) dari pasien.Pasien
mengatakan luka terbuka ditangan kiri, disertai nyeri dan tampak darah yang keluar
dari luka, dasar luka tampak otot karena baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas
dengan menggunakan sepeda motor.Pasien mengeluh sakit kepala, dan kaki kiri
terasa nyeri.
Sehingga kemungkinan diagnosis sementaraadalah luka laseratum (Vulnus
Laseratum).Sedangkan luka scisum (Vulnus scisum) yaitu luka yang terjadi karena
teriris oleh benda yang tajam dan rata seperti silet atau pisau.Tepi luka tampak
teratur.Misalnya luka operasi.Pada kasus luka disebabkan oleh benda tumpul
dengan tepi tidak rata, sehingga luka scisum dapat disingkirkan.

3.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksan fisik didapatkan luka terbuka pada antebrachialis sinistra,
tepi tidak rata, dengan dasar otot, berukuran kurang lebih 2 x 0,5.Seharusnya pada
pasien juga dilakukan pemeriksaan pada ekstremitas yang lainnya, karena pasien
juga mengeluhkan nyeri pada kaki dan bahu.Karena ada kemungkinan luka atau
cidera pada daerah kaki dan bahu.Tetapi di IGD puskesmas hanya dilakukan
tatalaksana pada luka pasien yang berdarah saja.

23
24

3.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium
yaitu pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui faktor-faktor penyulit
penyembuhan luka seperti anemia dan infeksi karena dapat mengganggu deposisi
kolagen jaringan dalam proses penyembuhan luka serta respons host terhadap
bakteri/ reaksi inflamasi akan memperlambat penyembuhan luka(Ariningrum dan
Sumbandono, 2017).

3.4 Diagnosis Banding


Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik,
maka diagnosis banding dari keluhan pasien ini adalah:
1.Vulnus scissum
Yaitu luka yang terjadi karena teriris oleh benda yang tajam dan rata seperti
silet atau pisau.Tepi luka tampak teratur.Misalnya luka operasi.
25

3.5 .Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan luka pada kasus ini dilakukan pencucian luka dengan
NaCl fisiologis terlebih dahulu, kemudian di anastesi dengan lidokain 1%, setelah
itu dilakukan debridement dan kemudian dicuci ulang dengan NaCl fisiologis.
Selanjutnya kasa yang diberi povidone–iodine 10% ditutup pada luka dank arena
pasien tidak bersedia luka tidak dijahit dan hanya ditutup dengan kasa dan
plester.Seharusnya setelah dicuci ulang dengan NaCl fisiologis dicuci lagi dengan
povidone–iodine 10% dan dilakukan penjahitan pada luka terbuka
pasien.Kemudian dapat diolesi dengan sofratul/antibiotik atau vaselin kemudian
luka dapat ditutup dengan kasa steril.Seharusnya pasien juga diberitahu mengenai
komplikasi yang mungkin terjadi seperti infeksi, benda asing yang tertinggal, dan
jaringan parut.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Luka merupakan gangguan struktur fungsi ataupun anatomis
suatu jaringan. Luka dapat terjadi karena suatu proses patologis
yang terjadi baik dari dalam ataupun luar tubuh. Diperkirakan
pada tahun 2020, kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab
kematian ke-3 tertinggi di dunia di bawah penyakit jantung
koroner dan depresi berat (Riandini et al, 2015). 67,27% korban
adalah laki-laki dan yang paling besar menelan korban adalah
sepeda motor dimana cedera kepala sebagai penyebab utama
kematiannya.Lebih dari 80% pasien yang masuk ke ruang gawat
darurat adalah disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa
tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan penyeberang jalan
yang ditabrak (Riandini et al, 2015).
2. Pada kasus ini di diagnosis sebagi luka laseratum (Vulnus
laseratum) yaitu luka yang disebabkan oleh benturan keras
dengan benda tumpul. Tepi luka biasanya tidak teratur.
3. Luka dapat ditatalaksana dengan mencuci luka, anestesi,
debridement, dan enutupan luka serta imunisasi tetanus.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ansori,M,R.(2015). Talas (Colocasia esculenta [L.]Schott) sebagai


Obat Herbal untuk Mempercepat Penyembuhan Luka. Lampung;
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/viewFile/1197
/pdf

Ariningrum,J. Subandono,J.(2017). Buku Pedoman Ketrampilan Klinis.


Surakarta ; Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
http://skillslab.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/09/SKILLSLAB-
manajemen-luka.pdf

Riandini,I,L.Susanti,R.Yanis,A.(2015).Gambaran Luka Korban


Kecelakaan Lalu Lintas yang Dilakukan Pemeriksaan di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/283

Nugroho,A,A.Yulianti,K.(2016).Karakteristik Luka Pada Korban


Kecelakaan Lalu Lintas Di Instalasi Kedokteran Forensik Rsup Sanglah
Denpasar Bali 2012. E-JURNAL MEDIKA. Bali ; Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/19988

27
28

You might also like

  • Lapkas Lma
    Lapkas Lma
    Document43 pages
    Lapkas Lma
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • BAB I Isip
    BAB I Isip
    Document25 pages
    BAB I Isip
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Lapkas Lma
    Lapkas Lma
    Document43 pages
    Lapkas Lma
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Document2 pages
    Bab I Pendahuluan
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • CASE GA-T Revisi
    CASE GA-T Revisi
    Document30 pages
    CASE GA-T Revisi
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • 10 OKT Followup Pasien
    10 OKT Followup Pasien
    Document2 pages
    10 OKT Followup Pasien
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Honk
    Honk
    Document18 pages
    Honk
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Case Report Gizi Buruk
    Case Report Gizi Buruk
    Document40 pages
    Case Report Gizi Buruk
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Case Obst
    Case Obst
    Document24 pages
    Case Obst
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Case Gyn
    Case Gyn
    Document24 pages
    Case Gyn
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Lapkes Ree
    Lapkes Ree
    Document10 pages
    Lapkes Ree
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • FOLLOW UP COASS INSTALASI PENYAKIT DALAM - Tn. Asmuri
    FOLLOW UP COASS INSTALASI PENYAKIT DALAM - Tn. Asmuri
    Document1 page
    FOLLOW UP COASS INSTALASI PENYAKIT DALAM - Tn. Asmuri
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Jurnal Obgyn
    Jurnal Obgyn
    Document10 pages
    Jurnal Obgyn
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Poster Obgyn OK
    Poster Obgyn OK
    Document9 pages
    Poster Obgyn OK
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Document1 page
    Bab Iv
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Bab 1
    Bab 1
    Document4 pages
    Bab 1
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Case Ensefalitis Anak
    Case Ensefalitis Anak
    Document24 pages
    Case Ensefalitis Anak
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Jurnal Obgyn
    Jurnal Obgyn
    Document10 pages
    Jurnal Obgyn
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Case Obst
    Case Obst
    Document24 pages
    Case Obst
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Document43 pages
    Bab Iii
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Lapkas
    Lapkas
    Document39 pages
    Lapkas
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • CBT 127-132
    CBT 127-132
    Document2 pages
    CBT 127-132
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Laporan Kasus 1
    Laporan Kasus 1
    Document14 pages
    Laporan Kasus 1
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Anemia Aplastik
    Anemia Aplastik
    Document21 pages
    Anemia Aplastik
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • BAB I IKM Revisi 2
    BAB I IKM Revisi 2
    Document7 pages
    BAB I IKM Revisi 2
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Bab I
    Bab I
    Document37 pages
    Bab I
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Poster Obgyn
    Poster Obgyn
    Document5 pages
    Poster Obgyn
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Kolelitiasis
    Kolelitiasis
    Document43 pages
    Kolelitiasis
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Daftar Isi Lapkas
    Daftar Isi Lapkas
    Document3 pages
    Daftar Isi Lapkas
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet
  • Case Anestesi
    Case Anestesi
    Document37 pages
    Case Anestesi
    Reni Oktavia Zein
    No ratings yet