Professional Documents
Culture Documents
1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis, pada tanggal 12 April 2018, pukul
14.40
Kaluhan Utama :
Luka terbuka ditangan kiri
1
2
Riwayat kebiasaan :
Nafsu makan baik, pasiensuka makan makanan yang berlemak.
Status Lokalis :
Terdapat luka terbuka pada antebrachialis sinistra, tepi tidak rata, dengan dasar
otot, berukuran kurang lebih 2 x 0,5.
B. Pemeriksaan Kepala :
Tidak tampak pembengkakan, tidak teraba pembengkakan, tidak ada tanda-tanda
peradangan.
C. Pemeriksaan Leher
Inspeksi : Tidak tampak pembesaran kelenjer KGB,
tanda-tanda peradangan dan pembengkakan.
Palpasi : Tidak dilakukan
Pemeriksaan trakea :Tidak dilakukan
Pemeriksaan kelenjar tiroid :Tidak dilakukan
Pemeriksaan tekanan vena sentral : Tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi :Tidak dilakukan
Palpasi : Tidak dilakukan
4
E. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi :Tidak dilakukan
Auskultasi :Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Palpasi : Tidak dilakukan
Pemeriksaan ginjal :Tidak dilakukan
Pemeriksaan nyeri ketok ginjal :Tidak dilakukan
Pemeriksaaan hepar : Tidak dilakukan.
Pemeriksaan lien : Tidak dilakukan
Pemeriksaan asites : Tidak dilakukan
F. Pemeriksaan ekstremitas
Lengan :Kekuatan 5, tonus 5, ROM aktif
Tangan :Kekuatan 5, tonus 5, ROM aktif
Tungkai : Kekuatan 5, tonus 5, ROM aktif
Kaki : Kekuatan 5, tonus 5, ROM aktif
1.8 RENCANA
A. Tindakan Terapi :
1.Debridemen luka dan ditutup dengan kasa
2.Diberikan obat paracetamol 500 ml selama 500 ml selama 3 hari
3.Diberikan obat antibiotik seperti amoksisilin 250 ml selama 5 hari
4.Diberikan Anti Tetanus Serum (ATS)
B. Edukasi:
1.Luka harus dijaga agar tetap kering
2.Perban bisa diganti setelah 3 hari
3.Konsul setelah 3 hari atau jika terdapat keluhan seperti keluarnya nanah,
pembengkakan pada luka dan keluarnya darah pada luka.
4.Jaga kebersihan luka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka didefinisikan sebagai terputusnya kontinuitas jaringan tubuh oleh
sebab-sebab fisik, mekanik, kimia dan termal.Luka, baik luka terbuka atau luka
tertutup, merupakan salah satu permasalahan yang paling banyak terjadi di praktek
sehari-hari ataupun di ruang gawat darurat (Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
Luka merupakan gangguan struktur fungsi ataupun anatomis suatu jaringan.
Luka dapat terjadi karena suatu proses patologis yang terjadi baik dari dalam
ataupun luar tubuh. Luka akut biasanya terjadi dalam proses yang cepat dan
terstruktur. Tubuh masih memiliki mekanisme perbaikan dan pertahanan yang baik
untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Sedangkan luka kronik adalah luka yang
gagal mengalami proses mekanisme pertahanan dan perbaikan yang seharusnya.
Sehingga kerusakan jaringan dapat berlangsung lama tanpa perkembangan.Ilmu
yang membahas tentang luka mengenal dua jenis luka, yaitu trauma tumpul dan
trauma tajam.Trauma tumpul merupakan suatu rudaapaksa yang diakibatkan oleh
benturan dengan benda tumpul.Trauma tumpul dapat mengakibatkan tiga jenis
luka, yaitu luka memar (contusio), luka lecet (abrasio) dan luka robek (vulnus
laceratum).Trauma tajam merupakan suatu rudapaksa yang disebabkan oleh kontak
dengan benda-benda tajam.Trauma tajam dapat menghasilkan 3 bentuk luka yaitu
luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum) dan luka
bacok (vulnus caesum) (Ansori, 2015).
2.2 Epidemiologi
Data statistik WHO menunjukkan bahwa kecelakaan lalu lintas pada tahun
1998 menduduki peringkat ke-9 sebagai penyebab kematian di dunia. Diperkirakan
pada tahun 2020, kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab kematian ke-3
tertinggi di dunia di bawah penyakit jantung koroner dan depresi berat (Riandini et
al, 2015).Seiring meningkatnya ekonomi dan kebutuhan transportasi di Indonesia
6
7
meningkat pula kepemilikan kendaraan bermotor. Pada tahun 2011 tercatat terdapat
85.601.351 kendaraan bermotor di Indonesia dengan rincian terdapat 68.839.341
sepeda motor, 9.548.866 mobil penumpang, 9.548.866 truk dan 2.254.406 bis
(Nugroho dan Yulianti,2016).
Terdapat 164 kasus kecelakaan lalu lintas dimana didapatkan 93,29% kasus
dengan cedera kepala. Luka terbanyak adalah luka lecet yaitu 39,62%, lokasi luka
terbanyak di regio frontalis et orbitalis, patah tulang terbanyak adalah os. frontal
sebanyak 19,40%, umur terbanyak mengalami cedera kepala yaitu antara 11-30
tahun sebanyak 48,27%, 67,27% korban adalah laki-laki dan yang paling besar
menelan korban adalah sepeda motor dimana cedera kepala sebagai penyebab
utama kematiannya. Lebih dari 80% pasien yang masuk ke ruang gawat darurat
adalah disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan sepeda motor,
mobil, sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak (Riandini et al, 2015).
- Hematoma berukuran besar yang terletak di bawah kulit atau atau di dalam
otot dapat menetap.
- Kontusio luas dapat mengakibatkan infeksi dan compartment syndrome.
c. Laserasi :
1. Laserasi terjadi jika kekuatan trauma melebihi kekuatan regang jaringan,
misalnya robekan kulit kepala akibat trauma tumpul pada kepala.
2. Laserasi diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya, yaitu :
1) Insisi :
- Luka sayatan, disebabkan oleh benda tajam.
- Kerusakan jaringan sangat minimal.
- Contoh : luka tusuk, luka pembedahan, terkena pecahan kaca.
- Ditutup dengan bantuan jahitan, klip, staples, adhesive strips (plester) atau
lem. Luka pembedahan dapat terbuka kembali secara spontan (dehisensi)
atau dibuka kembali karena terbentuk timbunan cairan, darah (hematoma)
atau infeksi.
2) Tension laceration :
- Disebabkan oleh trauma tumpul, biasanya karena tangential force yang
kekuatannya melebihi daya regang jaringan.
- Akibatnya adalah terjadinya robekan kulit dengan tepi tidak teratur
disertai kontusio jaringan di sekitarnya.
- Contoh : benturan dengan aspal pada kecepatan tinggi, laserasi kulit
karena pukulan tongkat dengan kekuatan tinggi.
3) Crush laceration atau compression laceration :
- Laserasi kulit terjadi karena kulit tertekan di antara objek dan tulang di
bawahnya.
- Laserasi tipe ini biasanya berbentuk stellate dengan kerusakan sedang
dari jaringan di sekitarnya.
- Kejadian infeksi lebih tinggi.
- Hasil kosmetik kurang baik.
- Contoh : laserasi kulit di atas alis seorang anak karena terjatuh dari meja.
9
2.4Penyembuhan Luka
Dalam penyembuhan cedera jaringan lunak, baik luka ulseratif kronis (ulkus
tungkai, dekubitus), luka traumatis (abrasi, laserasi, luka bakar) atau luka akibat
tindakan bedah, terjadi proses dasar biokimia dan seluler yang sama. Proses
fisiologis penyembuhan luka dibagi dalam 4 fase :
10
Durasi setiap fase dan waktu untuk penyembuhan luka secara sempurna
tergantung pada beberapa faktor seperti umur dan komposisi tubuh, infeksi, status
nutrisi, merokok,lingkungan social dan higene, serta riwayat perawatan luka
(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
Perbedaan Penyembuhan Luka Primer dan Sekunder :
Penyembuhan Luka Primer (primary Penyembuhan Luka Sekunder
closure) (secondary closure)
1. Menyatukan kedua tepi luka 1. Tidak ada tindakan aktif untuk
dengan jahitan, plester, skin menutup luka, luka sembuh
graft atau flap secara alamiah (intervensi
2. Hanya sedikit jaringan yang hanya berupa cleaning,
hilang. dressing, kadang pemberian
3. Luka bersih. antibiotika).
4. Jaringan granulasi yang 2. Jaringan yang hilang cukup
dihasilkan sangat sedikit. luas.
5. Re-epitelisasi sempurna dalam 3. Luka terbuka atau dibiarkan
10-14 hari, menyisakan terbuka, kadang kotor.
jaringan parut tipis.
11
2.5 Diagnosis
Anamnesis meliputi :
1. Riwayat luka :
- Mekanisme terjadinya luka.
- Kapan terjadinya luka : setelah 3 jam (golden periode< 6 jam), kolonisasi
bakteri dalam luka akan meningkat tajam.
- Di mana pasien mendapatkan luka tersebut.
- Bila saat pasien datang luka telah dibersihkan tetap harus ditanyakan
adakah kontaminan dalam luka, misalnya logam, kotoran hewan atau karat.
Adanya kontaminan dalam luka meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan
tetanus.
- Perdarahan dan jumlah darah yang keluar (Ariningrum dan Sumbandono,
2017).
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan tanda vital
2. Pemeriksaan fisik umum : bertujuan mencari tanda adanya faktor
komorbid, seperti:
- Inspeksi mukosa konjungtiva dan bibir (mengetahui kemungkinan
anemia).
- Menilai status gizi (mengetahui adanya malnutrisi atau obesitas).
- Pemeriksaan neurologi (reflex dan sensasi – mengetahui kemungkinan
neuropati).
- Pemeriksaan kardiovaskuler (menilai oksigenasi jaringan dan
kemungkinan adanya penyakit vaskuler perifer).
3. Penilaian adanya infeksi :
a. Gejala dan tanda umum : demam, malaise, limfadenopati regional
b. Gejala dan tanda lokal : edema, eritema, rasa nyeri, peningkatan suhu
lokal, gangguan fungsi.
4. Penilaian terhadap terjadinya kerusakan struktur di bawah luka
(pembuluh darah, saraf, ligamentum, otot, tulang) :
a. Pembuluh darah :
- Cek pengisian kapiler : adakah pucat atau sianosis, apakah suhu area di
distal luka teraba hangat.
- Cek pulsasi arteri di distal luka.
- Jika terdapat perdarahan, dinilai apakah perdarahan berasal dari kapiler,
vena atau arteri. Dilakukan penanganan sesuai dengan sumber perdarahan.
b. Saraf :
- Lakukan penilaian status motorik (kekuatan otot, gerakan) dan fungsi
sensorik di distal luka.
14
2.6 Penatalaksanaan
A. Tujuan penatalaksanaan luka adalah :
1. Menciptakan kondisi lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka.
2. Membersihkan luka dari eksudat dan jaringan nekrotik.
3. Melindungi luka dari infeksi.
4. Mengeliminasi faktor-faktor yang mengganggu penyembuhan luka.
5. Menstimulasi pertumbuhan jaringan baru.
6. Mengembalikan fungsi.
7. Memperbaiki kerusakan jaringan dengan gangguan kosmetik seminimal
mungkin (Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
C. Mencuci Luka
Tindakan mencuci luka harus dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi
luka. Jika kulit terbuka, bakteri yang berada di sekitarnya akan masuk ke
dalam luka. Paling baik adalah menggunakan air mengalir dan sabun.
Tekanan dari pancaran air akan membersihkan luka dari bakteri dan
material kontaminan lain(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
Pencucian luka harus dilakukan pada :
1. Luka dangkal
2. Luka dengan risiko tinggi terjadinya infeksi :
a. Gigitan binatang atau manusia
b. Luka kotor/ terkontaminasi
c. Laserasi (tension laceration dan crush laceration).
d. Luka dengan kerusakan otot, tendo atau tulang di bawahnya.
16
e. Luka tusuk
Untuk membersihkan luka yang sangat kotor, misalnya kontaminasi
kotoran atau aspal, diperlukan irigasi tekanan tinggi (5-8 psi) atau tindakan
scrubbing. Irigasi tekanan tinggi dilakukan dengan menyemprotkan NaCl
fisiologis atau akuades menggunakan spuit 10-50 mL.Irigasi dengan
tekanan terlalu tinggi (>20-30 psi, misalnya dengan jet shower) tidak boleh
dilakukan karena justru merusak jaringan.Jika luka sangat kotor, mungkin
diperlukan washlap dan pinset untuk membersihkan kotoran dari dalam
luka.
Larutan antiseptik seperti alkohol atau hydrogen peroksida sebaiknya
tidak digunakan, sementara larutan antiseptik seperti povidone iodine 10%
hanya digunakan pada luka akut, dan tidak digunakan terlalu sering, karena
justru akan merusak sel-sel kulit baru dan sel-sel fagosit yang bermigrasi ke
area luka, sehingga risiko infeksi lebih besar dan penyembuhan luka lebih
lama(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
D. Anestesi Luka
- Agen anestetikum yang sering diberikan adalah lidocaine 1% atau
bupivacaine. Penambahan epinefrin sebagai vasokonstriktor bertujuan
untuk mengurangi perdarahan, dan memperpanjang efek anestesi. Epinefrin
tidak boleh diberikan pada laserasi yang terjadi di ujung-ujung jari atau area
yang divaskularisasi oleh end artery, seperti hidung, pinna dan
penis(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
- Efek lidocaine berakhir dalam 1 jam, sementara efek Bupivacaine dalam
2-4 jam.
- Prosedur :
1. Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik
2. Lakukan injeksi menggunakan jarum ukuran kecil (ukuran 25-30).
3. Injeksikan secara perlahan ke dalam atau ke bawah kulit di sekeliling luka
untuk mencegah material kontaminan terdorong ke area yang bersih.
17
4. Jika anestetikum telah masuk secara benar, akan terlihat edema kulit
sesaat setelah disuntikkan.
5. Jika laserasi terjadi di area di mana dapat dilakukan blockade saraf
(misalnya di ujung-ujung jari), lakukan anestesi blok, karena efek anestesi
lebih baik.
6. Tunggu 5-10 menit sampai anestesi bekerja.
7. Sebelum dan selama melakukan tindakan eksplorasi luka dan pencucian,
cek apakah anestesi masih efektif. Sensasi tekan tidak ditumpulkan oleh
anestesi lokal.Dengan anestesi yang adekuat pasien masih merasakan
tekanan, tapi tidak menyakitkan.Jepit ujung kulit dengan pinset atau sentuh
menggunakan ujung jarum.Bila pasien masih merasakan nyeri, tambahkan
anestesi(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
E. Debridement Luka
Debridement adalah proses mengangkat jaringan mati dan benda
asing dari dalam luka untuk memaparkan jaringan sehat di bawahnya.
Jaringan mati bisa berupa pus, krusta, eschar (pada luka bakar), atau
bekuan darah.Debridement harus dilakukan karena:
1. Jaringan mati akan mengganggu penyembuhan luka, meningkatkan risiko
infeksi dan menimbulkan bau.
2. Debridement akan memicu drainase yang inadekuat, menstimulasi
penyembuhan dengan menciptakan milieu luka yang optimal.
3. Microtrauma akibat debridement mekanis menstimulasi rekruitmen
trombosit yang akan mengawali fase penyembuhan luka. Platelet-derived
Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor-β (TGF-β) dalam
granula alfa trombosit mengendalikan penyembuhan luka selama fase
inflamasi.
Terdapat beberapa jenis teknik debridement :
1. Surgical debridement (sharp debridement)
2. Mechanical debridement :
18
atau di lipatan-lipatan kulit, seperti fossa cubiti, leher dan aksila) dan
mengakibatkan problem kosmetik (luka di wajah)(Ariningrum dan
Sumbandono, 2017).
Komplikasi :
1. Infeksi
2. Dehisensi jahitan
3. Benda asing tertinggal.
4. Kerusakan jaringan yang lebih dalam tidak teridentifikasi.
5. Pembentukan parut(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
21
8. Kulit yang hilang akibat luka cukup luas atau di sekeliling luka
terdapat udema jaringan yang hebat. Bila dilakukan penutupan luka
secara primer, biasanya jahitan akan menjadi terlalu kencang sehingga
akan mengganggu vaskularisasi jaringan di tepi luka. Jaringan akan
mengalami iskemia dan nekrosis(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
H. Imunisasi Tetanus
Tetanus merupakan penyakit infeksi serius yang disebabkan oleh
bakteri Clostridium tetani yang banyak ditemukan di tanah atau kotoran
binatang. Tetanus tidak akan terjadi jika seseorang telah diimunisasi secara
adekuat. Imunisasi tetanus pada anak diberikan sebanyak 3 kali dengan
interval 1 bulan.Berikutnya pasien harus mendapatkan imunisasi booster
tiap 10 tahun untuk tetap kebal terhadap tetanus seumur hidup.Jika luka
terkontaminasi oleh tanah atau kotoran binatang, pasien harus diberikan
booster tetanus jika imunisasi tetanus terakhir lebih dari 5 tahun
sebelumnya.Jika luka bersih, misalnya terpotong pisau atau pecahan kaca,
riwayat imunisasi 10 tahun sebelumnya cukup adekuat memberikan
kekebalan terhadap tetanus. Indikasi pemberian ATS profilaktik dengan
ATS 1500 IU atau Ig Tetanus 250 IU pada luka kotor terkontaminasi, luka
tusuk yang dalam(Ariningrum dan Sumbandono, 2017).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Anamnesis
Pada kasus ini, pasien datang ke IGDpuskesmas dengan keluhanluka
terbuka ditangan kiri. Berdasarkan keluhan utama pasien, kemungkinan diagnosis
banding dari penyakit pasien adalah luka scisum dan luka insivum. Setelah itu,
dokter menggali kembali Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) dari pasien.Pasien
mengatakan luka terbuka ditangan kiri, disertai nyeri dan tampak darah yang keluar
dari luka, dasar luka tampak otot karena baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas
dengan menggunakan sepeda motor.Pasien mengeluh sakit kepala, dan kaki kiri
terasa nyeri.
Sehingga kemungkinan diagnosis sementaraadalah luka laseratum (Vulnus
Laseratum).Sedangkan luka scisum (Vulnus scisum) yaitu luka yang terjadi karena
teriris oleh benda yang tajam dan rata seperti silet atau pisau.Tepi luka tampak
teratur.Misalnya luka operasi.Pada kasus luka disebabkan oleh benda tumpul
dengan tepi tidak rata, sehingga luka scisum dapat disingkirkan.
23
24
3.5 .Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan luka pada kasus ini dilakukan pencucian luka dengan
NaCl fisiologis terlebih dahulu, kemudian di anastesi dengan lidokain 1%, setelah
itu dilakukan debridement dan kemudian dicuci ulang dengan NaCl fisiologis.
Selanjutnya kasa yang diberi povidone–iodine 10% ditutup pada luka dank arena
pasien tidak bersedia luka tidak dijahit dan hanya ditutup dengan kasa dan
plester.Seharusnya setelah dicuci ulang dengan NaCl fisiologis dicuci lagi dengan
povidone–iodine 10% dan dilakukan penjahitan pada luka terbuka
pasien.Kemudian dapat diolesi dengan sofratul/antibiotik atau vaselin kemudian
luka dapat ditutup dengan kasa steril.Seharusnya pasien juga diberitahu mengenai
komplikasi yang mungkin terjadi seperti infeksi, benda asing yang tertinggal, dan
jaringan parut.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Luka merupakan gangguan struktur fungsi ataupun anatomis
suatu jaringan. Luka dapat terjadi karena suatu proses patologis
yang terjadi baik dari dalam ataupun luar tubuh. Diperkirakan
pada tahun 2020, kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab
kematian ke-3 tertinggi di dunia di bawah penyakit jantung
koroner dan depresi berat (Riandini et al, 2015). 67,27% korban
adalah laki-laki dan yang paling besar menelan korban adalah
sepeda motor dimana cedera kepala sebagai penyebab utama
kematiannya.Lebih dari 80% pasien yang masuk ke ruang gawat
darurat adalah disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa
tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan penyeberang jalan
yang ditabrak (Riandini et al, 2015).
2. Pada kasus ini di diagnosis sebagi luka laseratum (Vulnus
laseratum) yaitu luka yang disebabkan oleh benturan keras
dengan benda tumpul. Tepi luka biasanya tidak teratur.
3. Luka dapat ditatalaksana dengan mencuci luka, anestesi,
debridement, dan enutupan luka serta imunisasi tetanus.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
28