Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
malformasi janin, terutama susunan saraf pusat atau saluran cerna. Sebagai
contoh, hidramnion terdapat pada sekitar separuh kasus ensefalus dan atresia
esofagus. Secara spesifik, pada hampir separuh kasus sedang dan berat,
ditemukan adanya anomali janin. Namun, hal yang sebaliknya tidak berlaku dan
terhadap lebih dari 27000 janin dengan anomali, hanya 3,7% yang mengalami
1
B. TUJUAN
TUJUAN UMUM
TUJUAN KHUSUS
hingga berat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih banyak
dari normal, biasanya lebih dari 2 liter. Tapi ada beberapa ahli yang berpendapat sampai
4 atau 5 liter, sedangkan Kustner mendapatkan sampai 15 liter pada kehamilan baru 5
B. ETIOLOGI
Mekanisme terjadi hidramnion hanya sedikit yang kita ketahui. Menurut dr.
a. Produksi air ketuban bertambah yang diduga menghasilkan air ketuban adalah
epitel amnion, tetapi air ketuban juga dapat bertambah karena cairan lain masuk
3
kedalam ruangan amnion, misalnya air kencing anak atau cairan otak pada
b. Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban menumpuk, yaitu
hidrocefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal dan saluran kencing kongenital.
Air ketuban yang telah dibuat dialirkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu
jalan pengaliran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus dan dialirkan ke
placenta akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu. Jalan ini kurang terbuka
kalau anak tidak menelan seperti pada atresia esophogei, anencephalus atau
hidramnion terjadi karena transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum
tulang belakang. Selain itu, anak anencephal tidak menelan dan pertukaran air
terganggu karena pusatnya kurang sempurna hingga anak ini kencing berlebihan.
c. Ada sumbatan / penyempitan pada janin sehingga dia tidak bisa menelan air
d. Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang menghasilkan air seni. Pada
gemelli mungkin disebabkan karena salah satu janin pada kehamilan satu telur
jantungnya lebih kuat dan oleh karena itu juga menghasilkan banyak air kencing.
Mungkin juga karena luasnya amnion lebih besar pada kehamilan kembar. Pada
4
e. Ada proses infeksi
f. Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut sistem syaraf pusat
5
C. Pathway
Cairan Amnion
Luka
Roduksi amnion Pengeluaran amnion
bertambah terganggu
Cairan berlebih
Peningkatan tekanan
dalam dan sekitar
uterus
Pembesaran rongga
rahim
Menekan diafragma
ke perut
Peningkatan
Resiko cidera tinggi
pergerakan janin
Dispenea (sesak
napas)
6
D. TANDA DAN GEJALA
TANDA :
2. Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit dilakukan
GEJALA :
a) Sesak nafas
d) Edema karena tekanan pada pembuluh darah vena karena pembesaran dari uterus.
f) (Nyeri abdomen)
7
E. PENATALAKSANAAN / TERAPI
1. Waktu hamil
a. Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan berikan
terapi simptomatis
b. Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat dirumah sakit
e. Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tengah, lakukan pungsi
abdominal pada bawah umbilikus. Dalam satu hari dikeluarkan 500cc perjam
sampai keluhan berkurang. Jika cairan dikeluarkan dikhawatirkan terjadi his dan
solutio placenta, apalagi bila anak belum viable. Komplikasi pungsi dapat berupa
1) Timbul his
8
Bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya janin mengenai
2. Waktu partus
a. Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu
b. Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan pungsi transvaginal
melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Dengan memakai jarum pungsi
tusuklah ketuban pada beberapa tempat, lalu air ketuban akan keluar pelan-pelan
menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukan tinju kedalam
vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan.
Maksud semua ini adalah supaya tidak terjadi solutio placenta, syok karena tiba-
tiba perut menjadi kosong atau perdarahan post partum karena atonia uteri.
(Varney, helen.2001)
3. Postpartum
pemeriksaan golongan darah, resus, dan transfusi darah serta sediakan obat
uterotonika
9
c. Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah, maka untuk
menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup. atau dengan metode terbaru
yaitu dengan :
Amniosentesis
Tujuannya adalah untuk meredakan penderitaan ibu, dan cukup efektif untuk
hidramnion. Kausa umum adalah transfusi antar kembar (38 %), idiopatik (26%),
amnion.
10
4. Setelah sekitar 1500-2000 ml dikeluarkan, ukuran uterus biasanya cukup
5. Dengan menggunakan teknik aseptik ketat, tindakan ini dapat diulang sesuai
Terapi Indomestasin
membaik pada semua kasus. Tidak terjadi efek samping serius dan hasil semua
dengan hidramnion dari minggu ke 21sampai ke 35. Pada seluruh wanita ini,
11
janin, 3 kasus lahir mati berkaitan dengan sindrom transfusi antar kembar dansatu
indometasin dan volumecairan amnion pada semua wanita ini berkurang, dari
konstriksi menetapdan penyulit ini juga belum pernah dijelaskan dalam studi-
12
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps
tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien.
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register,
dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama.
c. Riwayat kesehatan.
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
4) Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan klien
tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan
serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme.
13
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas.
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas
pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien
nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi.
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang
menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena
penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur.
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
6) Pola hubungan dan peran.
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang
lain.
7) Pola penanggulangan stress.
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
8) Pola sensori dan kognitif.
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri
perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi
kurangnya pengetahuan merawat bayinya.
9) Pola persepsi dan konsep diri.
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang
persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan
body image dan ideal diri.
10) Pola reproduksi dan sosial.
14
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik :
1) Kepala.
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Leher.
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya
proses menerang yang salah.
3) Mata.
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-
kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan, sklera kunuing.
4) Telinga.
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung.
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung.
6) Dada.
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae
dan papila mamae.
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri.
Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia.
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
15
9) Anus.
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture.
10) Ekstermitas.
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital.
12) Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea).
b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi.
c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka kering bekas
operasi.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
f. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan.
3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nyeri klien berkurang/terkontrol dengan kriteria hasil :
1) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang.
16
2) Skala nyeri 0-1 (dari 0 – 10).
3) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-
20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit.
4) Wajah tidak tampak meringis.
5) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
2) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis)
terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
3) Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur,
istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial).
4) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,,
sentuhan terapeutik, distraksi).
5) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara).
6) Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
17
c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dan
proteksi jaringan membaik.
Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Intervensi :
1) Berikan perhatian dan perawatan pada kulit.
2) Lakukan latihan gerak secara pasif.
3) Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi.
4) Jaga kelembaban kulit.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka bekas
operasi (SC).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
1) Tidak terjadi tanda-tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea).
2) Suhu dan nadi dalam batas normal (suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 -
100x/menit).
3) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3/uL).
Intervensi :
1) Tinjau ulang kondisi dasar/faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu
pecah ketuban.
2) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa).
3) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic.
4) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat/rembesan. Lepaskan balutan
sesuai indikasi.
5) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum/sesudah
menyentuh luka.
18
6) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC/sel
darah putih.
7) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah
selama prosedur pembedahan.
8) Anjurkan intake nutrisi yang cukup.
9) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi.
19