You are on page 1of 38

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT DALAM


“SEORANG PRIA USIA 22 TAHUN DENGAN THALESEMIA DISERTAI
SESAK NAFAS”

Pembimbing : dr. Setyoko, Sp.PD

Disusun Oleh :
Rahmayuni Fitrianti 30101206722

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR. ADHYATMA, MPH SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2016

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Rahmayuni Fitrianti


NIM : 30101206722
Fakultas : Kedokteran
Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing : dr. Setyoko, Sp.PD

Telah dipresentasikan pada tanggal ........................

Pembimbing

dr. Setyoko, Sp.PD

2
DAFTAR MASALAH

Tanggal AKTIF PASIF

26 Oktober 2016 Thalessemia


Ketoasidosis Diabetik
Diabetes Malitus

3
BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Karyawan Restoran
Alamat : Gayamsari
Status : Belum Menikah
Tanggal masuk RS : 24 Oktober 2016

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 26 Oktober 2016 jam
16.00 WIB
Keluhan Utama : sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas. Awalnya pasien merasa
lemas lalu pasien mencoba beristirahat dengan berbaring di tempat tidur, lalu tiba-
tiba pasien merasa sesak nafas serta berdebar-debar. Sebelumnya pasien tidak
pernah mengalami sesak nafas. Batuk dan bengkak pada tungkai disangkal oleh
pasien. Mual, muntah disangkal oleh pasien. BAB dan BAK normal. Demam
disangkal pasien.
Saat berumur 1,5 tahun pasien didiagnosa mengidap Thalasemia Mayor.
Sejak itu, pasien rutin ke PMI, kira-kira 1-3 bulan sekali untuk ditransfusi. Saat
pasien berumur 10 tahun pasien menjalani operasi splenektomi. Pasien menderita
diabetes malitus sejak 1 bulan yang lalu dan sudah mendapatkan terapi insulin.

4
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat bronkitis : disangkal
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : diakui
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
Riwayat maag : disangkal
Riwayat asam urat : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat jantung : disangkal

Riwayat Pribadi Ekonomi Sosial


Pasien bekerja sebagai karyawan di restoran. Pasien mengaku tidak pernah
berolahraga, kebiasaan merokok (-), kebiasaan minum alkohol (-), kebiasaan makan
makanan gorengan, jeroan, otak (-) Biaya kesehatan ditanggung BPJS dan dirawat
inap di kelas 3.

Kesan : Keadaan ekonomi kurang.

Anamnesis Sistemik
Kulit : pucat (-), kemerahan (-), kuning (-), hiperpigmentsi (+)

5
Kepala : pusing (-) berputar-putar, nyeri kepala (-)
Mata : pandangan kabur (-), mata kuning (+)
Telinga : berdenging (-), pendengaran berkurang (-)
Hidung : bersin (-), pilek (-), mimisan (-)
Mulut : lidah kotor (-), bibir pecah-pecah (-), mukosa kering (-)
maloklusi gigi (+)
Leher : defiasi trakea (-), pembesaran thyroid (-), pembesaran KGB
(-)
Sistem pernafasan : sesak (+), batuk (-)
Sistem kardiovaskular : jantung berdebar (+), nyeri dada (-)
Sistem pencernaan : mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (-), nyeri perut
(-), BAB normal
Sistem perkemihan : BAK normal
Muskuloskeletal : pegal-pegal (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku sendi (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2016 jam 14.00 WIB
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 95 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,3° C

Status Gizi
BB : 30 kg
TB : 140 cm
BMI : 15,3

6
Kesan : Under weight
Skala Nyeri : 2
Risiko Jatuh :
Morse Fall Score :

No Resiko Skala Nilai skor


Tidak : 0 0
1 Riwayat jatuh yang baru/dalam 3 bulan terakhir
Ya : 25 0
Tidak : 0
2 Diagnosis sekunder 0
Ya : 15
Alat bantu jalan
Bedrest dibantu perawat 0
2
Penopang, tongkat/walker 15 0
Furniture 30

Tidak = 0
3 Terapi intravena 20
Ya = 20
Gait/cara berjalan/berpindah
Normal/bedrest/imobilisasi 0
4
Lemah 10 0
Impair 20
Status mental
5 Orientasi terhadap kemampuan diri baik 0
0
Orientasi tidak realistik 15

Jumlah 20

Status Internus
Kepala
Mesocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut, facies cooley
Mata
7
Konjungtiva palpebra anemis (+/+), sklera ikterik (+/+), pupil isokor (2mm/2mm),
reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+)
Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), tanda radang (-)
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-)
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), maloklusi gigi (+)
Leher
Simetris, trachea di tengah, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal)

Thorax
Pulmo
Depan Dextra Sinistra
Inspeksi
Bentuk dada ØLateral>Antero ØLateral>Antero
posterior posterior
Simetris Simetris
Statis
Simetris Simetris
Dinamis
Palpasi
(-) (-)
Nyeri tekan
Dextra=Sinistra Dextra=Sinistra
Stem fremitus

Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang


Perkusi
paru paru

Auskultasi
Vesikuler Vesikuler
Suara dasar
Wheezing(-), Wheezing(-),
Suara tambahan
ronki (-) ronki (-)

8
Stridor (-) Stridor (-)

Belakang Dextra Sinistra


Inspeksi
Bentuk dada ØLateral>Antero ØLateral>Antero
posterior posterior
Simetris Simetris
Hemithorax
Palpasi
Dextra=Sinistra Dextra=Sinistra
Stem fremitus
(-) (-)
Nyeri tekan
Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
Perkusi
paru paru

Vesikuler Vesikuler
Auskultasi
Wheezing(-), Wheezing(-),
Suara dasar
ronki (-) ronki (-)
Suara tambahan

Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Batas atas jatung : ICS II linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri bawah jantung : ICS V, 1 cm medial LCMS
Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
Auskultasi : reguler, SI > SII, suara tambahan (-)

Abdomen

9
Inspeksi : Permukaan datar, warna kulit sama seperti kulit
sekitar, distensi (-), simetris, sikatrik (+), regio epigastrium tampak
cekung
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal (8x/menit), bruit hepar (-)
Perkusi :

Timpani
Pekak Timpani

Pekak Timpani Timpani

Timpani Timpani
Timpani

Pekak sisi (-), pekak alih (-), tes undulasi (-)


Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 5 cm di bawah arcus costa, sudut hepar
lancip dengan permukaan rata
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Nodul -/- -/-

10
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (24/10/2016)
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 9,40 11,7-15,5 g/dl
Leukosit 19,76 3,6-11 Ribu
Eritrosit 3,51 3,8-5,2 Juta
Hematokrit 28,50 35-47 %
Trombosit 454 150-440 Ribu
MCV 81,20 80-100 fL
MCH 26,80 26-34 Pg
MCHC 33,00 32-36 g/dl
Limfosit 20,20 25-40 %
Monosit 6,90 2-8 %
Eusinofil 0,60 2-4 %
Basofil 0,90 0-1 %
Neutrofil 71,40 50-70 %
GDS 619 <125 %
SGOT 52 0 – 35 U/L
SGPT 31 0 – 35 U/L
Ureum 40 10 – 50 mg/dl
Creatinin 0,46 0,6 – 0,9 mg/dl
Kalium 5,10 3,5-5,0 mmol/L
Natrium 127,3 135-145 mmol/L
Chlorida 94,6 95,0-105 mmol/L

11
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
PH 7,18 7,35-7,45
PCO2 16,0 35-45 mmHG
PO2 118,0 80-100 mmHg
BE -20,7 (-)2 - 3 mmol/L
CO2 6,4 RNF
CO3 5,9 22-33 mmol/L
stHCO3 8,5 RNF
Hemoglobin/
Oxygen
tHB 9,6 RNF g/dL
SO2 97,0 90-100
Hct 29,0 RNF
AsDO2 314,3 RNF
Lactat 1,45 0,0-1,3 mmol/L

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


Urine Rutin
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Jernih Jernih
PH 5 4,8-7,4
Berat Jenis 1,020 1,015- g/mL
1,025
Protein Urine Negatif Negatif
Reduksi P03(+)4/ Negatif mg/dL
1000
Eritrosit Negatif Negatif

12
Leukosit Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Keton P03(+)4/ Negatif mg/dL
1000
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Negatif
Urin Sedimen
Epitel 0-2 5-15
Leukosit Negatif <10
Eritrosit 0-1 0-5
Bakteri Negatif
Silinder Hyalin Negatif Negatif
Silinder Granula Negatif Negatif
Lain-lain Negatif Negatif

13
EKG

Irama : sinus takikardi


Ritme : reguler
Frekuensi : 104 bpm
Axis : normoaxis
Zona transisi : V1-V2
14
Gelombang P : 0,1 mv; 0,04 s
Interval PR : 0,12 s
Interval QRS : 0,04 s
Komplek QRS : R>S di V1
Segmen ST : isoelektrik
Gelombang T : T inverted di Lead II,III, AVF, V1, V2 dan V3
Kesan : sinus takikardi

DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis

1. Lemas
2. Sesak nafas
3. Berdebar-debar
4. Riwayat DM

Pemeriksaan Fisik

5. Facies Cooley
6. Sklera Ikterik
7. Maloklusi gigi
8. Konjungtiva palpebra anemis
9. Hepar teraba 5 cm dibawah arcus costa
10. Kulit Hiperpigementasi
11. BMI : 15,3
12. Gangguan Pertumbuhan Tulang

Pemeriksaan Penunjang
13 Hemoglobin 9,40 g/dl
14 Leukosit 19,76 Ribu
15 Eritrosit 3,51 Juta
16 Trombosit 454 Ribu

15
17 Limfosit 20,20 %
18 Eusinofil 0,60 %
19 Neutrofil 71,40 %
20 GDS 619 %
21 SGOT 52 U/L
22 Creatinin 0,46 mg/dl
23 Kalium 5,10 mmol/L
24 Natrium 127,3 mmol/L
25 Chlorida 94,6 mmol/L
26 PH 7,18
27 PCO2 16,0 mmHG
28 PO2 118,0 mmHg
29 BE -20,7 mmol/L
30 CO3 5,9 mmol/L
31 Lactat 1,45 mmol/L
32 Keton P03(+)4/10
mg/dL
00
33 EKG : Sinus Takikardi

PROBLEM
Ketoasidosis Diabetik :1, 2, 3, 14, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32,
33
Diabetes Malitus : 1, 4, 20
Thalessemia : 5, 6, 7, 8, 9,10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,

RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Ketoasidosis Diabetik
Assessment
Etiologi : Infeksi, Resistensi Insulin, Penurunan Kadar Insulin
16
Faktor resiko : Kontrol gula darah yang buruk
Komplikasi : Dehidrasi, Syok, Edema Cerebri, Coma

Initial Plan
Diagnosis : Kimia darah insulin, HbA1C, CT-Scan Kepala
Terapi :
Koreksi Cairan Infus NaCl 0,9% 1 – 2 L / jam pertama
1 L / jam ke-dua
0,5 L jam ke tiga dan ke empat
0,25 L jam ke lima dan ke enam
Insulin 2 jam setelah rehidrasi
Insulin 10 UI iv bolus
Insulin regular 0,1 UI/kgBB/jam
Dosis Insulin ↑ 1 UI setiap 1-2 jam bila penurunan glukosa darah <10%
Dosis Insulin ↓ 1- 2 UI/ jam bila kadar glukosa < 250 mg/ dL, atau klinis
membaik dengan cepat dan kadar glukosa darah turun >75 mg/dL/jam

Inj. Ceftrianxone 2x1 gram

Monitoring : Kadar Gula Darah tiap 1 jam, Kadar Kalium plasma, Status
Neurologis, KU, TTV,
Edukasi : Kontrol gula darah dengan innsulin dan pola makan

Diabetes Malitus
Assessment
Etiologi : resistensi insulin, ↓ produksi insulin
Faktor resiko : Dislipidemia
Komplikasi : Retinopati Diabetika, Polineuropati, Stroke
Initial Plan
17
Diagnosis : Funduskopi, EMG, CT-Scan Kepala, Profil Lipid
Terapi : Insulin long acting 0 – 0 - 8 IU (40 kg)
Insuling shortacting 3 – 3- 21 IU
Monitoring : Kadar Gula Darah
Edukasi : Menjaga pola makan dan menggunakan insulin

Thalesemia
Assessment
Etiologi : mutasi gen β-globin
Faktor resiko : genotip carrier thalessemia pada orang tua
Komplikasi : Kolelitiasis, Hemopoeiesis ekstramedular, DM, Malnutrisi

Initial Plan
Diagnosis : USG, foto x-ray, Angiografi, EKG
Terapi : transfusi PRC bila Hb < 7 g/dL
Iron cholator desferox 20mg/kg/jam
Monitoring : TTV, Hb
Edukasi : Membatasi konsumsi makanan yang mengandung Fe, konsumsi
makanan yang mengurangi penyerapan Fe (teh)

PROGRESS NOTE

TANGGAL FOLLOW UP
26/10/2016 S Lemas
O KU/Kes : tampak sakit sedang
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit

18
RR : 22 x/menit
T : 36,3oC

A Ketoasidosis Diabetik, DM, Thalessemia


P Infus NaCl 0,9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1 gram
Insulin Novorapid / 6 jam
27/10/2016 S Lemas
O KU/Kes : tampak sakit ringan
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 23x/menit
T : 36,5 C
Px. Abdomen : dbn
A DM, Thalessemia

P Infus NaCl 0,9% 20 tpm


Inj. Ceftriaxone 2x1 gram
Insulin Novorapid / 6 jam
28/10/2016 S (-)

O KU/Kes : tampak sakit ringan


TD : 90/45 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 24x/menit
T : 36,7 C
A DM, Thalessemia

P Terapi lanjut

19
ALUR PIKIR

20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Thalassemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara
autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai
polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia hemolitik. Dengan kata lain, thalassemia merupakan penyakit
anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah di dalam pembuluh darah
sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan
tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam
pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai beta.
Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai
beta berakibat pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami
denaturasi dan presitipasi dalm sel sehingga menimbulkan kerusakan pada
membran sel, yaitu membrane sel menjadi lebih permeable. Sebagai akibatnya, sel
darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelebihan rantai alpha akan
mengurangi stabilitas gugusan heme yang akan mengoksidasi hemoglobin dan
membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa.(1,2,4,5,7)

B. ETIOLOGI
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan pada
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehinga umur eritrosit pendek (kurang
dari 120 hari). Kerusakan tersebut disebabkan oleh HB yang tidak normal sebagai
akibat dari gangguan dalam pembentukan rantai globin atau struktur HB. Defek
genetik yang mendasari Thalasemia meliputi delesi total atau parsial gen rantai
globin dan substitusi, delesi atau insersi nukleotida akibat dari perubahan ini adalah
penurunan atau tidak adanya m-RNA bagi satu atau lebih ranti globin atau
pembentuka m-RNA yang cacat secara fungsional akibatnya adalah penurunan atau
supresi total sintesis rantai polipeptida HB.
Ketidakseimbangan dalam rantai globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan HB disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif
dari kedua orang tua. Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur
eritrosit menjadi lebih pendek. Umur eritrosit ada yang 6 minggu atau 8 minggu.
Bahkan dalam kasus berat umureritrosit ada yang hanya mampu bertahan selama 3
minggu saja. Jadi thalasemia letak rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar
dengan jenis asam amino lain.

21
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan
keturunan Thalasemia (homozigot). (1,2,3,6,7)
Pembentukan sel darah merah ( Hematopoiessis )
Dalam masa kehidupan embrio, terdapat 3 periode pembuatan sel darah merah,
yaitu :
1. Periode mesoblastik ( 0 - 2 bulan )
Lokasi : Blood islands dari yolk sack
2. Periode hepatic ( 2 – 7 bulan )
Lokasi : Liver dan lien ( extramedullary process )
3. Periode myeloid ( 5 - 9 bulan )
Lokasi : Sumsum tulang ( intramedullary process )
Pada masa infant, proses homopoiesis berlangsung di hampir pada semua
sumsum tulang, sedangkan pada masa dewasa, pembentukan berlangsung terutama
pada sumsum tulang dari os vertebrae, costae, sternum, calvaria, sacrum dan pelvis
juga pada ujung proximal os femur. (1)

a. Sel darah merah


Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Sel ini
berbentuk lempengan bikonkaf dan dibentuk di sum-sum tulang. Eritrosit berada di
dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari. Hitung rata-rata normal sel darah
merah adalah 5,4 juta /ml pada pria dan 4,8 juta/ml pada wanita. Pembentukan sel
darah merah (eritro poresis) mengalami kendali umpan balik.
Pembentukan ini dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah merah dalam
sirkulasi yang berada di atas nilai normal dan dirangsang oleh keadaan anemia.
Pembentukan sel darah merah juga dirangsang oleh hipoksia.

b. Haemoglobin
Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah
merah, Sintesis haemoglobin dimulai dalam pro eritroblas dan kemudian
dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit
meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit
tetap membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari berikutnya.
Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA, yang
dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul
22
pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protopor firin IX yang
kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya,
setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang disebut
globin, yang disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub unit hemoglobulin yang
disebut rantai hemoglobin.Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai sub unit
hemoglobin yang berbeda, bergantung pada susunan asam amino di bagian
polipeptida.
Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta.
Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasam, yaitu hemoglobin A,
merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.
Struktur Hemoglobin
Secara molekuler, hemoglobin dibentuk dari Heme dan Globin, Heme
sendiri terdiri dari 4 struktur pirol dengan atom Fe di tengahnya, sedangkan globin
terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida. (1)
Pada manusia terdapat 3 jenis rantai hemoglobin normal yang dapat
ditemukan dalam darah, yaitu :
Hb A : 2 rantai a dan 2 rantai b -- 95% dari total seluruh hemoglobin
Hb A2 : 2 rantai a dan 2 rantai d -- 3% dari total seluruh hemoglobin
Hb F : 2 rantai a dan 2 rantai g -- 2% dari total seluruh hemoglobin
(4,5)

Pada bayi baru lahir, kadar Hb F masih sangat tinggi yaitu kira-kira 90%
dari total seluruh hemoglobin, dan pada usia 6 bulan kadar hemoglobin akan sama
kadarnya sama seperti orang dewasa.(4) Hemoglobin dewasa ( Hb Adult / Hb A )
memiliki 2 gen globin b yang bertempat masing-masing pada 2 kromosom nomor
11, sementara 2 pasang gen a globin yang funsional berada pada setiap kromosom
nomor 16. (8)

c. Katabolisme hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera
difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-sel
kupffer), limpa dan sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari
sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin, yang
masuk kembali ke dalam darah dan diangkut oleh transferin menuju sumsum tulang
untuk membentu sel darah merah baru, atau menuju hati dari jaringan lain untuk
disimpan dalam bentuk faritin. Bagian porfirin dari molekul hemoglobin diubah
oleh sel-sel makrofag menjadi bilirubin yang disekresikan hati ke dalam empedu.

23
C. PATOFISIOLOGI
Pernikahan penderita thalasemia carier menyebabkan penurunan penyakit
thalasemia secara resesif, berupa gangguan sintesis rantai globin α dan β
(kromosom 11 dan 16) yang dapat mengakibatkan :
Pembentukan rantai α dan β di eritrosit tidak seimbang.
Rantai β kurang dibanding rantai α.
Rantai β tidak terbentuk sama sekali
Rantai β yang terbentuk tidak cukup.
Keempat akibat tersebut dapat menyebabkan terjadinya thalasemia β. Gangguan
pada sintesis rantai globin α dan β juga dapat mengakibatkan rantai α yang
terbentuk sedikit dibanding rantai β sehingga terjadilah thalasemia α. Thalasemia α
dan β dapat mengakibatkan :
Pembentukan rantai α dan β
Pembentukan rantai α dan β kurang
Penimbunan dan pengendapan rantai α dan β yang berlebihan
Ketiga akibat tersebut dapat menyebabkan tidak terbentuknya HBA (2α dan 2β)
sehingga terjadi akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan (inclussion
bodies) yang dapat mengakibatkan rantai globin menempel pada dinding eritrosit
sehingga dindung eritrosit mudah rusak. Dinding eritrosit yang rusak tersebut
mengakibatkan terjadinya hemolisis, sehingga eritrosit tidak efektif dan
penghancuran prekursom eritrosit di intra medular (sumsum tulang). Selain itu juga
terjadi kurangnya sintesis HB sehingga eritrosit hipokrom dan mikro siher, maka
terjadilah hemolisis eritrosit yang imatur dan terjadilah talasemia.

Thalasemia dapat menyebabkan penurunan suplai darah ke jaringan sehingga suplai


O2 dan nutrisi ke jaringan menurun, mengakibatkan menurunnya metabolisme
dalam sel. Dan terjadilah perubahan pembentukan ATP, sehingga energi yang
dihasilkan menurun dan terjadilah kelemahan fisik, sehingga pasien mengalami
defisit perawatan diri dan intoleransi aktivitas.
Selain menyebabkan penurunan suplai O2 dan nutrisi, penurunan suplai darah ke
jaringan juga membuat tubuh merespin dengan pembentukan eritroporetin yang
dapat merangsang eritroporesis, sehingga eritrosit imatur dan mudah lisis, maka
terjadilah penurunan HB, maka memerlukan transfusi.
Transfusi jangka panjang dapat mengakibatkan penumpukan Fe di organ
(hemokromotosis), penumpukan Fe terjadi di limpa dan hati. Di limpa penumpukan

24
Fe ini dapat mengakibatkan spleno megali maka harus dilakukan splenoktomi
sehingga beresiko terjadi infeksi. Di hati penumpukan Fe mengakibatkan
hepatomegali / sirohepatis yang menyebabkan anoreksia sehingga pasien
mengalami gangguan pemenuan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Selain akibat tersebut penumpukan Fe juga dapat mengakibatkan perubahan
sirkulasi sehingga kulit rusak dan mengalami resiko kerusakan intregritas kulit.
Thalasemia juga dapat mengakibatkan menurunnya pengikatan O2 oleh eritrosit
sehingga aliran darah ke organ vital dan seluruh jaringan menurun, sehingga O2
dan nutrisi tidak ditransport secara adekuat yang mengakibatkan perfusi jaringan
terganggu maka terjadilah perubahan perfusi jaringan.

Pathway
Pernikahan penderita talasemia carier

Penurunan penyakit secara resesif

Gangguan sintesis rantai globin α dan β (kromosom 11 dan 16)

Pembentukan rantai α dan β diretikulosit tidak seimbang
Rantai α kurang terbentuk dibanding rantai β
Rantai β kurang dibanding α
Rantai β yang terbentuk tidak cukup
Rantai β tidak terbentuk sama sekali

Thalasemia β thalasemia α

Pembentukan rantai α dan β
Pembentukan rantai α dan β kurang
Penimbunan dan pengendapan rantai α dan β yang berlebihan

Tidak terbentuknya HBA (2 α dan 2 β)

25

Akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan (terbentuknya inclussion bodies)

Endapan menempel pada dinding eritrosit

Dinding eritrosit rusak

Hemolisis

Eritrosit darah tidak efektif dan penghancuran pre kurson eritrosit di intra medular
(sumsum tulang)

Sintesis HB kurang sehingga eritrosit hipokron dan mikrositer

Hemolisis eritrosit yang imatur

THALASEMIA

Penurunan suplai darah ke jaringan
Pengikatan O2 oleh eritrosit menurun
Tubuh merespon dengan pembentukan eritroprotein

Suplai O2 dan nutrisi ke jaringan menurun
Aliran darah ke organ vital dan seluruh jaringan menurun
Merangsang eritropoesis

Metabolisme sel terjadi
Suplai O2 dan nutrisi tidak adekuat

26
Eritrosit yang terbentuk immatur dan mudah lisis

Perubahan pembentukan ATP
Perfusi jaringan terganggu
Penurunan HB

Energi yang dihasilkan menurun
Perubahan perfusi jaringan

Transfusi

Kelemahan fisik
Terjadi penumpukan Fe di organ (hemokromotosis)

Intoleransi aktifitas
Defisit sirkulasi
Liver
Limfa

Perubahan sirkulasi
Hepatomegali / sirosis
splenomegali
Kerusakan kulit

Splenoktomi
Resiko kerusakan integritas kulit
Anoreksia

27
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Resiko infeksi

D. MACAM – MACAM THALASEMIA


1. Berdasarkan Jenis Rantai Globin yang Terganggu
a. Talasemia Alfa
Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin dan kelainan
ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis
rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak
berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang
disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa
sendiri memiliki beberapa jenis antara lain :
1) Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts.
Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa dan janin yang sangat
anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan meninggal beberapa jam
setelah kelahirannya atau dapat juga janin meninggal dalam kandungan pada
minggu ke 36 – 40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis
didapatkan kadar Hb adalah 80 – 90% Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.

2) Delesi pada tiga rantai alfa


Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik
mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi
dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan
pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.

3) Delesi pada dua rantai alfa


Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi
penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.

4) Delesi pada satu rantai alfa


Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa
menjalankan fungsi normal.

28
b. Talasemia Beta
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat
keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia dan karier. Pada kasus talasemia
mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal kelahirannya,
anak – anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan mengalami
anemia berat mulai usia 3 – 18 bulan.
Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam.
Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Setelah
ditransfusi, penderita talasemia menjadi segar kembali. Kemudian darah yang
sudah ditransfusikan tadi setelah beberapa waktu akan hancur lagi. Kembali
terulang penderita kekurangan oksigen, timbul gejala lagi, perlu transfusi lagi,
demikian berulang – ulang seumur hidup. Bisa tiap minggu penderita memerlukan
transfusi darah, bahkan bisa lebih sering. Lebih membahayakan lagi, darah yang
ditransfusi terus – menerus tadi ketika hancur akan menyisakan masalah besar yaitu
zat besi dari darah yang hancur tadi tidak bisa dikeluarkan tubuh. Akan menumpuk,
kulit menjadi hitam, menumpuk di organ dalam penderita misalnya di limpa, hati,
jantung. Penumpukan di jantung sangat berbahaya, jantung menjadi tidak bisa
memompa lagi dan kemudian penderita talasemia meninggal.

2. Pembagian Talasemia Secara Klinis


a. Talasemia Mayor
Merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam
darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan
anemia. Dampak lebih lanjut, sel – sel darah merahnya jadi cepat rusak dan
umurnya pun sangat pendek, sehingga yang bersangkutan memerlukan transfusi
darah untuk memperpanjang hidupnya.
Penderita talasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3 – 18
bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala
lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Penderita talasemia
mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, mereka
harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidupnya.
Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat
bertahan sekitar 1 – 8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan
lagi – lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Semakin berat penyakitnya,
maka sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.

29
b. Talasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit talasemia, namun individu hidup normal,
tanda – tanda penyakit talasemia tidak muncul. Walaupun talasemia minor tak
bermasalah, namun bila ia menikah dengan talasemia minor juga akan terjadi
masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menderita talasemia mayor.
Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit talasemia mayor dengan
berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering
mengalami pendarahan. Talasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada
di sepanjang hidup penderitanya, tetapi tidak memerlukan transfusi darah di
sepanjang hidupnya.

E. MANIFESTASI KLINIS
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
Thalasemia minor (talasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa
anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak
terdeteksi.
Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan.
Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat dijelaskan,
cara makan yang buruk, peningkatan BB dan pembesaran limpa.
Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas,
kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit mengkilap,
kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi pertumbuhan; dan
keterlambatan perkembangan seksual.
3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :
Splenomegali
Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala, tulang
wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, dan CHF
Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
Perubahan kulit, seperti ikterus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
30
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar.
Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan
beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-
debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah.
Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena
penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih
keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi
tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung
maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam
(facies cooley) ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.
Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang
membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel
darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan
volume plasma. Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali,
eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa
dewasa.
Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan
fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah.
Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat
menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila.
Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai
umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit.

Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin,
bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
Thalasemia intermedia
Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC)
menjadi rendah dan dapat mencapai nol

31
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang
ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien
Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena
kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis
rantai beta.

F.KOMPLIKASI(1,2,4,6,8)
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah
yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah
tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa,
kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang
ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang
dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif sering
dijumpai, komplikasi lain :
Infark tulang
Nekrosis
Aseptic kapur femoralis
Hematuria sering berulang-ulang

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN LABORATORIUM


HPl akan menyatakan mikrositosis, hipokromia, amsositosis, polikhositosis, sel
target, dan bercak basofil, nilai HB dan hematokrit menurun.
Hitung retikulosif akan menurun
Elektroforesis Hb akan menyatakan peningkatan nilai HB F dan HBA.
CVS atau analisa darah atau sel janin akan menyaring thalasemia saat pranatal

32
a. Thalasemia Mayor
Darah tepi didapatkan gambaran hipokrom mikrosifik, anisositosis, polikilo sitosis
dan adanya sel target, jumlah retikulosit meningkat serta adanya sel seri eritrosit,
muda (normoblast) HB rendah, resistensi osmotik patologis, nilai MC, MCV,
MCFI, dan MCHC menurun, jumlah leukosit normal/menignkat, kadar Fe dalam
serum meningkat, bilirubin, SGOT dan SGPT meningkat karena kerusakan
parenkim hati oleh hemolisis.

b.Thalasemia Minor
Kadar HB bifarrasi. Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia mayor /
hanya sekedar nilai MC dan MCH biasanya menurun, sedangkan MCHC biasanya
normal, resistensi osmotik meningkat.
c. Pemeriksaan lebih maju adalah analisa DNA,
DNA drobing, geneblotting, dan pemeriksaan PCR (Poly merase Chain Reaction).

d.Gambaran radiologis,
Tulang akan memperlihatkan medulanya. Tipsi dan trabekula kasar. Tulang
tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak usia bermain kadang-kadang
terlihat bruch apperance (menyerupai rambut berdiri potongan pendek). Fraktur
kompresi vertebra dapat terjadi. Tulang iga melebar, terutama pada bagian
artikulasi dengan prosesis transversus.

Pemeriksaan Diagnostik yang lain:


Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam batas
normal
Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis, polikromasia sel
target, normoblas.pregmentosit
Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
Kadar besi serum meningkat
Bilirubin indirect meningkat
Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor.

33
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis
dan trabekula kasar.
Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-end” yang disebabkan perluasan
sumsum tulang ke dalam tulang korteks.

H. PENATALAKSANAAN(1,2,7,8)
A. Penatalaksanaan Medis
Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 gr/dl.
Rugimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata,
memugkinkan aktivitas normal yang nyaman, mencegah auto imunisasi dan
mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait
dengan perubahan tulang-tulan muka, dan meminimalkan dilatasi jantung dan
esteoporosis. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah mrah terpampat (PRC)
biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu.
Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah auto imonusasi dan mencegah reaksi
transfusi.
Meminimalkan reaksi demam akibat transfusi dengan menggunakan eritrosit yang
direkonstruksi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit, dengan pembeian
antipiretik sebelum transfusi.
Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat
penghelasi besi (iron chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam
jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selama tidur), 5-6
malam/minggu.
Cangkok sumsum tulang (cst) adalah kuratif pada penderita inr dan telah terbukti
keberhasilan yang meningkat.

B. Penatalaksanaan Perawatan
1. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
2. Perawatan khusus :
Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau
anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.

34
Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu
membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan
minum teh.
Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas
16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat
mahal dan sarananya belum memadai.
Hipersplenisme, yang mempunyai peranan kompleks pada penyebab anemia, dapat
menyebabkan penurunan jumlah leukosit dan trombosit (pansitopenia) walaupun
jarang sampai menimbulkan perdarahan.
Kriteria adanya hipersplenisme :
Menghitung jumlah tranfusi yang melebihi 250 ml/kgbb dalam 1 tahun terakhir
Penurunan hb yang drastis
Pansitopenia

Splenektomi dilakukan bila keputusan transfusi meningkat melebihi perkiraan yang


dibutuhkan untuk pertumbuhan. Pasien ini sebaiknya mendapat imunisasi terhadap
Pneumococcus dan Haemophyllus influenza tipe B, juga dilakukan profilaksis
dengan Penicillin.
Indikasi splenektomi :
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
tekanan intra abdominal yang menggannggu pernafasan serta tidak nyaman di perut
disamping bahaya terjadinya ruptur.
Hipersplenisme dini ditandai oleh peningkatan kebutuhan tranfusi yang bukan
disebabkan oleh adanya antibody.
Splenektomi ini sebaiknya dilakukan pada usia diatas 5 tahun, mengingat
komplikasi infeksi berat yang dapat timbul, karena pada usia tersebut fungsi limpa
sebagai organ yang berperan dalam pembentukan zat anti terhadap infeksi sudah
dapat diambil alih oleh organ limfoid lain.

C. Penatalaksanaan Pencegahan.
Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang

35
homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25
% Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.

Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia
heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal
dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari,
tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu
kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin
sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus

PROGNOSIS

Talasemia b homozygot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang dekade
ketiga.Walaupun digunakan Antibiotik untuk mencegah infeksidan pemberian agen
kelasi untuk mengurangihemosiderosis, selain itu harganya pun mahal dan pada
umumnya tidak terjangkau oleh penduduk negara berkembang. Apabila dikemudian
hari transfusi sumsum tulang dapat ditetapkan , maka prognosis akan menjadi baik.
Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang pembawa
sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25% anak normal/
sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25% anak sakit thalassemia
mayor.
Talasemia b heterozigot umumnya mempunyai prognosis baik kecuali bila diobati
dengan transfusi darah berlebihan.
Talasemia a homozigot umumnya buruk, penyakit Hb H prognosisnya baik begitu
pula halnya demikian talasemia a heterozigot dan silent carrier. (4)

36
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas. Awalnya pasien merasa
lemas lalu pasien mencoba beristirahat dengan berbaring di tempat tidur, lalu tiba-
tiba pasien merasa sesak nafas serta berdebar-debar. Sebelumnya pasien tidak
pernah mengalami sesak nafas. Batuk dan bengkak pada tungkai disangkal oleh
pasien. Mual, muntah disangkal oleh pasien. BAB dan BAK normal. Demam
disangkal pasien.
Saat berumur 1,5 tahun pasien didiagnosa mengidap Thalasemia Mayor.
Sejak itu, pasien rutin ke PMI, kira-kira 1-3 bulan sekali untuk ditransfusi. Saat
pasien berumur 10 tahun pasien menjalani operasi splenektomi. Pasien menderita
diabetes malitus sejak 1 bulan yang lalu dan sudah mendapatkan terapi insulin.
Dari halis anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien memiliki problem awal
sesak nafas. Untuk menelusuri etiologi dilakukan pemeriksaan darah rutin, GDS, ph
darah, urine rutin, dan EKG. Hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis menunjakkan
pasien ini mengalami gejala klinis ketoasidosis diabetik ditunjang dengan hasil Lab
pH yang menurun, hiperglikemia dan ketosis.

Sebagai penatalaksanaan pasien diberikan koreksi Cairan Infus NaCl 0,9%


1 – 2 L / jam pertama, 1 L / jam ke-dua, 0,5 L jam ke tiga dan ke empat, 0,25 L jam
ke lima dan ke enam. Insulin 10 UI iv bolus diberikan 2 jam setelah rehidrasi dan
Insulin regular diberikan 0,1 UI/kgBB/jam. Dosis Insulin dinaikkan 1 UI setiap 1-2
jam bila penurunan glukosa darah <10%. Dosis Insulin diturunkan 1- 2 UI/ jam
bila kadar glukosa < 250 mg/ dL, atau klinis membaik dengan cepat dan kadar
glukosa darah turun >75 mg/dL/jam. Inj. Ceftrianxone 2x1 gram diberikan karena
pada pasien ini terdapat leukositosis.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Benz Edward J Jr, Giardina Patricia J V. Thalassemia symdromes. In: Blood


Diseases of Infancy and Childhood. 7th ed. St Louis: Mosby;1995. p. 460-91
2. Benz Edward J Jr. Hemoglobinopathies. In: Braunwal E, Fauci As, Kasper DL,
Hauser SL, Longo DL, Jameson VL, Editors. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 15th ed. New York, Mc Graw=Hill; 2001.
3. Kosasih E N. Sindrom Talasemia. Dalam: Suparma, Waspadji Sarwono, ed. Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: FK UI; 1998. p. 417-25.
4. F A Rice, ART, CLS. Thalassemia. 1996 Mar. Available from: www.
Cariboo,bc.ca/schs/medtech/rice/thalassemia.html.
5. Forget Bernard G. Thalassemia syndromes. In: Hoffman: Hematology: Basic
Principles and Practise. 3rd ed. St Louis: Mosby; 1995. p. 460-91.
6. Frenkel Eugene P. Anemias. In: Ballenger James C, Bennet William M, Berkow
Joseph W, Calligaro Ina Lee Stile, Cutler Ralph E, et al, Editors.The Merck Manual
of Diagnosis and Therapy. 17th ed. New Jersey: The Merck Publishing group, 1999.
p. 881-3.
7. Robbins, Kumar. Sistem Hematopoiesis dan Limfoid. Dalam: Robbins dan Kumar,
ed. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. p. 75-8.

38

You might also like