Professional Documents
Culture Documents
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes
Diabetes melitus, atau hanya diabetes, adalah penyakit kronis yang terjadi
ketika pankreas tidak lagi mampu untuk memproduksi insulin, atau ketika tubuh
tidak dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkan. Insulin adalah hormon yang
disintesis oleh pankreas, yang berperan untuk membantu glukosa untuk masuk ke
dalam sel-sel tubuh dari aliran darah. Semua makanan karbohidrat dipecah
menjadi glukosa dalam darah.
Seorang dalam fase prediabetes mempunyai kadar gula darah yang lebih
tinggi dari normal tapi tidak mencapai tahap diagnosa diabetes. Dalam kata lain,
kadar gula darahnya di antara batas normal dan batas di mana kita katakan
seseorang itu mengalami diabetes. Apabila tidak dilakukan perubahan gaya hidup
kepada yang lebih sehat maka sekitar 15 – 30% dari golongan prediabetes ini akan
menjadi golongan diabetik dalam jangka waktu 5 tahun ke depan (Centers for
Disease Control and Prevention). Menurut Caballero (2007), prediabetes adalah
satu kondisi di mana tubuh menjadi resistan terhadap efek insulin yang kemudian
menyebabkan glukosa tidak ditranspor keluar dari aliran darah seperti normal. Hal
ini apabila berlanjutan akan meningkatkan risiko seseorang mendapatkan penyakit
jantung, stroke dan juga diabetes tipe 2.
Upaya mencegah ini sejajar dengan Pencegahan Primer dari diabetes tipe-
2 Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Tipe 2 (2011). Pencegahan
primer ini ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka
yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat diabetes dan juga
kelompok intoleransi glukosa. Menurut sumber yang sama, faktor risiko diabetes
dibagi dua yaitu yang tidak bisa domodifikasi dan yang bisa dimodifikasi.
- Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin
- Penderita sindrom metabolic memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya. Memiliki
3. Latihan jasmani
a. Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa
darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta
dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL.
b. Latihan jasmani yang dianjurkan:
i. Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu
dengan latihan aerobic sedang (mencapat 50 – 70%
denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu
dengan latihan aerobic berat (mencapat denyut jantung
>70% maksimal) Latihan jasmani dibagi menjadi 3 – 4
kali aktivitas/minggu
4. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko
timbulnya gangguan kardiovaskular. Meskipun merokok tidak
berkaitan langsung dengan timbulnya intolerasi glukosa, tetapi
merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari
intoleransi glukosa dan diabetes tipe 2.
Sebagian besar penderita intoleransi glukosa dapat diperbaiki dengan
perubahan gaya hidup, menurunkan berat badan, mengonsumsi diet sehat serta
melakukan latihan jasmani yang cukup dan teratur. Hasil penelitian Diabetes
Prevention Program menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup lebih efektif
untuk mencegah munculnya diabetes tiper 2 dibandingkan dengan penggunaan
obat-obatan. Penurunan berat badan sebesar 5 – 10% disertai dengan latihan
jasmani teratur mampu mengurangi risiko timbulnya diabetes tipe 2 sebesar 58%.
Sedangkan penggunaan obat (seperti metformin, tiazolidindion, acarbose) hanya
mampu menurunkan risiko sebesar 31% dan penggunaan berbagai obat tersebut
untuk penanganan intoleransi glukosa masih menjadi kontroversi. Bila disertai
dengan obesitas, hipertensi, dan dislipidemia, dilakukan pengedalian berat badan,
tekanan darah dan profil lemak sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan.
Selain itu, penyuluhan juga ditujukan kepada perencanaan kebijakan
kesehatan agar memahami dampak sosioekonomi penyakit ini dan pentingnya
penyediaan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer.
berat (ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya
ketonuria), insulin dapat segera diberikan.
2.2 Puskesmas
Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat berperan sebagai sarana
pelayanan kesehatan strata pertama yang merupakan bagian dari upaya kesehatan
Sistem Kesehatan Nasional (Sistem Kesehatan Nasional, 2009). Pelayanan
kesehatan strata pertama berarti pelayanan yang mendayagunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada masyarakat.
Selain itu, Puskesmas juga berperan sebagai unit pelaksana teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten atau Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Dengan kata
lain, Puskesmas menjadi tempat rujukan primer masyarakat di suatu kecamatan
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar.
Visi dari Puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju
terwujudnya Indonesia Sehat 2010. Misi dari Puskesmas antara lain :
3,8
per 100.000 penduduk
3,7
3,6
3,5
3,4
3,3
2004 2005 2006 2007 2008 2009
olehnya. Ini berarti apabila harapan pelanggan lebih tinggi dari prestasi pelayanan,
kualitas pelayanan adalah tidak begitu baik dan akan terjadi ketidakpuasan
pelanggan terhadap pelayanan tersebut. Mutu pelayanan terdiri dari 5 dimensi :
bukti fisik (tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness),
jaminan (assurance), dan empati (empathy), (Parasuraman, Zeithaml dan Berry,
1985).
Keandalan (Reliability)
Jaminan (Assurance)
Empati (Empathy)
Mutu Pelayanan
Kepuasan Pelanggan
2.6 SERVQUAL
SERVQUAL adalah sebuah kerangka yang dikembangkan oleh
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry pada tahun 1988 yang bertujuan untuk
mengevaluasi kualitas pelayanan bagi mana-mana industri jasa. Pengukuran
kualitas pelayanan dari SERVQUAL dilakukan berdasarkan 5 dimensi kualitas
pelayanan yang telah diidentifikasi yaitu bukti fisik (tangibles), keandalan
(reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati
(empathy). Kelima dimensi tersebut bisa dinilai melalui beberapa hal seperti
berikut :