You are on page 1of 9

DISASTER PLAN

BENCANA BANJIR DI KECAMATAN RAMBAH

Pembimbing :
dr. Gita Tarigan

Penyusun :
Nani Oktapiani
030.11.209

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 27 AGUSTUS – 03 NOVEMBER 2018

1
PENDAHULUAN

Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Sebagai
akibat meluapnya air sungai/danau/laut (besarnya volume air yang dialirkan oleh sungai
maupun badan-badan air melebihi besarnya kapasitas daya tampung atau kapasitas
pengalirnya) yang menimbulkan kerugian baik materi maupun non materi terhadap manusia
dan lingkungan. Hampir setiap musim penghujan di berbagai provinsi di Indonesia terjadi
banjir yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Salah satu wilayah yang selalu
mengalami banjir adalah Kabupaten Rokan Hulu, Kecamatan Rambah, tetapi sudah
memberikan indikasi dini akan bahaya banjir yang lebih besar dikemudian hari bila penataan
lahan di wilayah ini tidak dikelola secara baik.

1. WILAYAH KECAMATAN RAMBAH

1.1 Cakupan Wilayah

Rambah adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Rokan Hulu, Riau, Indonesia. Rambah
merupakan salah satu Kecamatan dari 16 Kecamatan di Kabupaten Rokan Hulu yang sebagian
besar wilayahnya terletak di pusat Kota Pasir Pengaraian yang merupakan Ibu Kota Kabupaten
Rokan Hulu. Luas wilayah Kecamatan Rambah adalah 394,65 km2 yang membawahi 1
Kelurahan dan 13 Desa.

Gambar 1. Wilayah Kecamatan Rambah

2
Berdasarkan pembentukannya batas Kecamatan Rambah adalah sebagai berikut: ·
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bangun Purba · Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Rokan IV Koto · Sebelah Barat Berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat ·
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Rambah Samo

1.2 Kependudukan
Kepadatan Penduduk di Kecamatan Rambah per Oktober 2011 berjumlah 40.453 Jiwa yang
terdiri dari 19.652 penduduk laki-laki (48,57%) dan 20.801 penduduk Perempuan (51,43%).
Serta jumlah Keluarga sebanyak 10.023 KK (Kepala Keluarga). Wilayah kerja Pemerintahan
Kecamatan Rambah meliputi Satu Kelurahan dan Tiga Belas Desa yang terdiri 57 Dusun /
Lingkungan, 118 Rukun Warga ( RW ), dan 240 Rukun Tetangga ( RT ).

1. ANALISIS KOMPONEN BENCANA KECAMATAN


1.1. HAZARD
Berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan/banjir dapat dikategorikan dalam tiga
kategori:
(a) Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran
sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase
buatan manusia;
(b) Banjir yang disebabkan oleh meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat
pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai; dan
(c) Banjir akibat kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, tanggul
dan bangunan pengendali banjir .

1.2. VULNERABILITY
 Kerentanan dari Aspek Lingkungan
Peningkatan curah hujan lokal, debit air sungai meningkat namun banyaknya
penyempitan badan sungai, tergolong kawasan industrial dan tingginya laju
pembangunan dan pemukiman penduduk sehingga daerah penyerapan air tanah
menurun, rendahnya pemeliharaan saluran dan kanal, rendahnya kesadaran
membuang sampah pada tempatnya, luapan beberapa sungai besar yang mengalir
ke tengah kota, kerusakan lingkungan pada daerah hulu serta pertumbuhan
pemukiman di pinggiran kali semakin tak terkendali.
 Kerentanan dari Aspek Sosial
1. Tingkat kepadatan penduduk

3
Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk maka semakin rentan terhadap
bencana banjir. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Rambah per Oktober 2011
berjumlah 40.453 Jiwa yang terdiri dari 19.652 penduduk laki-laki (48,57%) dan
20.801 penduduk Perempuan (51,43%). Serta jumlah Keluarga sebanyak 10.023
KK (Kepala Keluarga).
2. Tingkat laju pertumbuhan penduduk
Semakin tinggi tingkat laju pertumbuhan penduduk, maka semakin rentan
terhadap bencana banjir.
3. Persentase jumlah lansia dan balita
Semakin banyak jumlah penduduk usia tua dan balita, maka semakin rentan
terhadap bencana banjir.
4. Kurangnya pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana, rendahnya
pendidikan, corak budaya individualisme, tingkat kesehatan masyarakat yang
rendah akan mempertinggi tingkat kerentanan.
 Kerentanan dari Aspek Ekonomi
Semakin banyak rumah tangga miskin, maka semakin rentan terhadap bencana
banjir.

1.3. CAPACITY
Kapasitas Fisik
1. Jarak menuju tempat pengungsian
Jarak penduduk untuk mencapai tempat pengungsian ketika terjadi bencana.
2. Fasilitas kesehatan
Jumlah fasilitas kesehatan di suatu wilayah.
Kapasitas Sosial
1. Keberadaan organisasi
Tingkat keberadaan organisasi kemasyarakatan yang berhubungan dengan
penanggulangan bencana di masyarakat.
2. Kekerabatan penduduk dalam upaya penanggulangan bencana
Tingkat kekerabatan penduduk dalam masyarakat sebagai upaya penanggulangan
bencana.
Kapasitas Sumber Daya Masyarakat
1. Keterlibatan masyarakat dalam sosialisasi kebencanaan
Tingkat keterlibatan masyarakat didalam diskusi/sosialisasi kebencanaan.
2. Keterlibatan masyarakat dalam pelatihan persiapan sebelum terjadi bencana.
Intensitas warga dalam mengikuti pelatihan persiapan bencana.
Kapasitas Ekonomi
1. Rata-rata pendapatan masyarakat dalam waktu satu bulan
Tingkat pendapatan masyarakat dalam satu bulan.
2. Kepemilikan asuransi jiwa
4
Tingkat kepemilikan asuransi jiwa.

2. SIKLUS BENCANA

Penanganan bencana berdasar siklus bencana berikut:

Kegiatan dalam Siklus Penanggulangan Banjir

5
Siklus Kegiatan
• Upaya - upaya Struktural

PENCEGAHAN - Upaya di dalam badan Sungai ( In-Stream)

( Prevention) - Upaya di luar badan Sungai ( Off- Stream)

• Upaya - upaya Non-Struktural

- Upaya Pencegahan Banjir Jangka Panjang

- Upaya Pengelolaan Keadaan Darurat Banjir dalam Jangka Pendek


• Pemberitahuan dan Penyebaran Informasi Prakiraan Banjir

PENANGANAN • Reaksi Cepat dan Bantuan Penanganan Darurat Banjir

( Intervention/ Response) • Perlawanan terhadap Banjir

PEMULIHAN • Bantuan Segera Kebutuhan Hidup Sehari-hari dan Perbaikan

( Recovery Sarana dan Prasarana

- Pembersihan dan Rekonstruksi Pasca Banjir

- Rehabilitasi dan Pemulihan Kondisi Fisik dan Non-Fisik

• Penilaian Kerusakan/Kerugian dan Asuransi Bencana Banjir

• Kajian Penyebab Terjadinya Bencana Banjir

3.1. PRA BENCANA


3.1.a. PENCEGAHAN
1. Menyusun peraturan dan menertibkan daerah bantaran sungai
2. Membangun, meningkatkan, memperbaiki atau normalisasi, dan memelihara sungai,
tampungan air dan drainase beserta peralatan dan fasilitas penunjangnya
3. Menegakkan hukum terhadap pelanggaran pengelolaan daerah aliran sungai
4. Membuat sumur resapan
5. Merevisi tata ruang propinsi maupun kota secara terkoordinasi dan terintegrasi
6. Mengendalikan perkembangan lingkungan dan pengembangan daerah hulu
7. Membuat penampungan air berteknologi tinggi
8. Menerapkan pengelolaan sungai terpadu berdasarkan satuan wilayah sungai (SWS) dan
memberdayakan kelembagaan pengelolaan SWS
9. Membangun fasilitas pengolah limbah dan sampah
6
10. Mereboisasi kota dan daerah hulu
3.1.b. MITIGASI
1. Membuat peta rawan bencana
2. Mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk mengungsi.

3. Memperbaharui rencana kegawatdaruratan dengan informasi, penyuluhan dan pelatihan


penyelamatan dan tanggap darurat yang melibatkan masyarakat.

4. Membuat peta daerah genangan banjir, daftar sarana kesehatan dan tenaga kesehatan,
jumlah lansia, balita dan ibu hamil daerah setempat serta buat penilaian skala resiko
bencana.
5. Sosialisasi dan pelatihan prosedur tetap penanggulangan dan kesiapsiagaan banjir
6. Mendirikan Posko banjir di wilayah RT/ RW
7. Penyebarluasan peraturan perundang-undangan atau informasi-informasi, baik dari
Pemerintah maupun pemerintah daerah, berkaitan dengan masalah banjir
8. Penyebarluasan informasi daerah rawan banjir, ancaman/bahaya, dan tindakan yang harus
diambil oleh masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana
9. Pemantauan lokasi-lokasi rawan (kritis) secara terus-menerus
10. Optimasi pengoperasian prasarana dan sarana pengendali banjir
11. Persiapan evakuasi ke lokasi yang lebih aman
12. Penyediaan peralatan berat (backhoe, excavator, truk, buldozer, dan lain-lain) dan
disiapsiagakan pada lokasi yang strategis, sehingga sewaktu-waktu mudah dimobilisasi;
13. Penyiapan peralatan dan kelengkapan evakuasi, seperti: speed boat, perahu, pelampung,
dan lain-lain.

3.1.c. KESIAPSIAGAAN
1. Peningkatan kesiapsiagaan organisasi dan manajemen pengendalian banjir dengan
menyiapkan dukungan sumber daya yang diperlukan dan berorientasi kepada
pemotivasian individu dalam masyarakat setempat agar selalu siap sedia mengendalikan
ancaman/bahaya
2. Penyediaan bahan-bahan banjiran untuk keadaan darurat, seperti: karung plastik,
bronjong kawat, dan material-material pengisinya (pasir, batu ,dan lain-lain), dan
disediakan pada lokasi-lokasi yang diperkirakan rawan/kritis
3. Peramalan banjir dapat dilakukan dengan cara:

 analisa hubungan hujan dengan banjir (rainfall – runoff relationship),


 metode perambatan banjir (flood routing),
 metode lainnya.
7
4. Simak informasi terkini melalui TV, radio, atau peringatan tim warga tentang curah hujan
dan kondisi air.
5. Menyediakan cadangan pangan dan sandang serta peralatan darurat banjir lainnya, antara
lain radio baterai, senter, korek gas, dan lilin.
6. Siapkan bahan makanan mudah saji dan persediaan air bersih.
7. Siapkan obat-obatan darurat.
8. Amankan dokumen penting.

3.2. SAAT TERJADI BENCANA


TANGGAP DARURAT
1. Mendata lokasi dan jumlah korban bencana.
2. Pencarian dan penyelamatan korban bencana
3. Pelayanan kesehatan darurat kepada korban bencana
4. Pengoperasian sistem peringatan banjir (flood warning system), pemberitahuan dini
kepada masyarakat tentang kondisi cuaca
5. Mengevakuasi dan mengungsikan penduduk ke daerah aman, sesuai yang telah
direncanakan
6. Menempatkan petugas pada pos-pos pengamatan, penyelenggaraan piket banjir di
setiap posko
7. Memberikan bantuan pangan, pakaian, dan peralatan kebutuhan lainnya, serta
pelayanan
8. Pemantauan tinggi muka air dan debit air pada setiap titik pantau.
9. Melaporkan hasil pemantauan pada saat mencapai tingkat siaga kepada dinas/instasi
terkait, untuk kemudian diinformasikan kepada masyarakat sesuai dengan Standar
Prosedur Operasional Banjir.
10. Gawar/Pemberitaan Banjir (Pemberitaan)  dilakukan dengan sirine, kentongan,
dan/atau sarana sejenis lainnya dari masing-masing pos pengamatan berdasarkan
informasi dari posko banjir.

3.3. PASCA BENCANA


3.3.a. REHABILITATIF
Fase rehabilitasi umumnya berlangsung selama 1 bulan dan diikuti fase rekontruksi
selama 6 bulan.Tahapan pada fase ini adalah,
a. inventarisasi dan dokumentasi kerusakan sarana dan prasarana sumber daya air, kerusakan
lingkungan, korban jiwa, dan perkiraan kerugian yang ditimbulkan;
b. merencanakan dan melaksanakan program pemulihan, berupa: rehabilitasi, rekonstruksi atau
pembangunan baru sarana dan prasarana sumber daya air; dan memperbaiki prasarana dan
pelayanan dasar fisik, pendidikan, kesehatan, kejiwaan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan,
8
lingkungan, prasarana transportasi, penyusunan kebijakan dan pembaharuan struktur
penanggulangan bencana di pemerintahan.
3.3.b. REKONSTRUKSI
Fase ini meliputi pembangunan prasarana dan pelayanan dasar fisik, umum, pendidikan,
kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan, pembaharuan rencana tata ruang
wilayah, sistem pemerintahan dan lainnya yang memperhitungkan faktor risiko bencana.

You might also like