You are on page 1of 16

BAB III

PEREDARAAN OBAT

A. Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

Peredaran Obat menurut Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
penyaluran dan atau penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan baik dalam rangka
perdagangan, bukan perdagangan atau pemindahan tanganan. Melihat dari pengertian tersebut
maka dapatlah secara inti dikatakan peredaran terdiri dari 2 (dua) kegiatan penyaluran dan
penyerahan. Mengapa penyaluran dan penyerahan perlu diatur dalam P.P. No. 72 Tahun 1988,
yang menyatakan bahwa pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai salah satu
upaya dalam pembangunan kesehatan dilakukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang
disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat, serta yang
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan, jadi dapatlah diartikan maksud
diaturnya peredaran obat tiada lain agar masyarakat atau konsumen dalam hal ini pasien akan
mendapatkan obat yang tepat, memenuhi syarat mutu, keamanan dan kemanfaatan dari setiap
obat yang beredar.

1. Penggolongan Obat

Mengingat peredaran obat saat ini jumlahnya lebih dari 5000 jenis obat, maka perlu
mengenal penggolongan obat yang beredar. Hal ini sangat diperlukan karena seperti yang
dikatakan dalam pengertian penggolongan obat yang menyatakan bahwa penggolongan obat
dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan
distribusi.
Pengertian tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
917/Menkes/Per/X/1999 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/VI/2000. Penggolongan obat ini terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas,
obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika.

(a) Obat Bebas


Pengertian
Dalam beberapa peraturan per UU an yang dikeluarkan oleh Depkes pengertian obat
bebas jarang didefinisikan, namun pernah ada salah satu Peraturan Daerah Tingkat II
Tangerang yakni Perda Nomor 12 Tahun 1994 tentang Izin Pedagang Eceran Obat
memuat pengertian obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa
resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas
terbatas dan sudah terdaftar di Depkes R.I.
* Contoh :
- Minyak Kayu Putih
- Obat Batuk Hitam
- Obat Batuk Putih
- Tablet Paracetamol
- Tablet Vitamin C, B Kompleks, E dan lain – lain.

Penandaan :
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K. Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983
tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas yaitu lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi
warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :

24
(b) Obat Bebas Terbatas
Pengertian
Obat bebas terbatas atau obat yang masuk dalam daftar “W”, menurut bahasa Belanda
“W” singkatan dari “Waarschuwing” artinya peringatan. Jadi maksudnya obat yang pada
penjualannya disertai dengan tanda peringatan.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-obatan ke dalam


daftar obat “W” memberikan pengertian obat bebas terbatas adalah Obat Keras yang
dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
 Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya atau
pembuatnya.
 Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda
peringatan yang tercetak sesuai contoh. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam,
berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih
sebagai berikut :

P No. 1 : Awas ! Obat Keras


Bacalah aturan memakainya

P No. 2 : Awas ! Obat Keras


Hanya untuk kumur jangan ditelan

P No. 3 : Awas ! Obat Keras


Hanya untuk bagian luar dari badan

P No. 4 : Awas ! Obat Keras


Hanya untuk dibakar

P No. 5 : Awas ! Obat Keras


Tidak boleh ditelan

P No. 6 : Awas ! Obat Keras


Obat wasir, jangan ditelan

Contoh :
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI ditetapkan sebagai obat bebas terbatas
sebagai berikut :
P No. 1 : 1 Anti Histamin
Sediaan anti histaminum yang nyata-nyata
dipergunakan untuk obat tetes hidung/semprot
hidung.

2 Chloroquinum
Sediaan Chloroquinum atau garamnya yang
dihitung sebagai basa tidak lebih dari 160 mg
setiap takaran dalam kemasan tidak melebihi 4

25
tablet tiap wadah atau 60 ml tiap botol.

3 Sulfaguanidinum, Phtalylsulfathiazolum dan


Succinylsulfa Thiazolum :
Tablet yang mengandung tidak lebih dari 600 mg
zat berkhasiat setiap tabletnya dan tidak lebih dari
20 tablet setiap bungkus atau wadah.

P No. 2 : - Kalii Chloras dalam larutan


- Zincum, obat kumur yang mengandung
persenyawaan Zincum

P No. 3 : - Air Burowi


- Mercurochromum dalam larutan

P No. 4 : - Rokok dan serbuk untuk penyakit bengek untuk


dibakar yang mengandung Scopolaminum

P No. 5 : - Amonia 10% ke bawah


- Sulfanilamidum steril dalam bungkusan tidak
lebih dari 5 mg bungkusnya.

P No. 6 : - Suppositoria untuk wasir

Penandaan :
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/VI/83 tanda khusus
untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna
hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :

Tanda khusus harus dilekatkan sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah
dikenali.

(c) Obat Keras


Pengertian
Obat Keras atau obat daftar G menurut bahasa Belanda “G” singkatan dari “Gevaarlijk”
artinya berbahaya maksudnya obat dalam golongan ini berbahaya jika pemakaiannya
tidak berdasarkan resep dokter.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan / memasukkan obat-obatan
ke dalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat yang
ditetapkan sebagai berikut :
 Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa obat itu
hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.

 Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk dipergunakan
secara parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan cara suntikan mupun
dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli dari jaringan.

26
 Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah dinyatakan
secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan manusia.

 Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras : obat itu sendiri dalam
substansi dan semua sediaan yang mengandung obat itu, terkecuali apabila di
belakang nama obat disebutkan ketentuan lain, atau ada pengecualian Daftar Obat
Bebas Terbatas.

Contoh :
1. Acetanilidum
2. Andrenalinum
3. Antibiotika
4. Anthistaminika
5. Apomorphinum, dan lain-lain.

Penandaan :
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G adalah “Lingkaran
bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang
menyentuh garis tepi”, seperti yang terlihat pada gambar berikut :

Tanda khusus dilekatkan sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenali.

(d) Obat Wajib Apotek (OWA)

Pertimbangan :
Peraturan tentang Obat Wajib Apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
347/Menkes/SK/VII/1990 yang telah diperbaharui dengan Keputusan Menteri Kesehatan
No. 924/Menkes/Per/X/1993, dikeluarkan dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Pertimbangan yang utama untuk obat wajib apotek ini sama dengan pertimbangan
obat yang diserahkan tanpa resep dokter, yaitu meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan,
dengan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.
2. Pertimbangan yang kedua untuk peningkatan peran apoteker di apotek dalam
pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan obat kepada
masyarakat.
3. Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk
pengobatan sendiri.

Pengertian :
Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa
resep dokter.

Kewajiban :

27
Pada penyerahan obat wajib apotek ini terhadap apoteker terdapat kewajiban-kewajiban
sebagai berikut :
1. Memenuhi ketentuan dan batasa tiap jenis obat perpasien yang disebutkan dalam
obat wajib apotek yang bersangkutan.
2. Membuat catatan pasien serta obat yang diserahkan.
3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakai, kontra indikasi, efek
samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.

Contoh :
Contoh obat wajib apotek No. 1 (artinya yang pertama kali ditetapkan)
1. Obat kontrasepsi : Linestrenol
2. Obat saluran cerna : Antasid dan Sedativ/Spasmodik
3. Obat mulut dan tenggorokan : Hexetidine
Contoh obat wajib apotek No. 2
1. Bacitracin
2. Clindamicin
3. Flumetason, dll.

Obat Wajib Apotek No.3 :


1. Ranitidin
2.Asam fusidat
3.Alupurinol, dll

(e) Obat Golongan Narkotika


Pengertian :
Pengertian narkotika menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika,
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun
semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan I, II dan III.

Contoh :
1. Tanaman Papaver Somniferum
2. Tanaman Koka
3. Tanaman Ganja
4. Heroina (dalam keseharian yang dikenal sebagai “Putaw” sering disalah gunakan
oleh orang-org yang tidak bertanggung jawab)
5. Morfina
6. Opium
7. Kodeina

Penandaan :
Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat dalam Ordonansi Obat Bius
yaitu “Palang Medali Merah”

(f) Obat Psikotropika.

28
Pengertian :
Pengertian Psikotropika menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Ruang lingkup pengaturan Psikotropika dalam undang-undang ini adalah Psikotropika
yang mempunyai potensi sindroma ketergantungan, yang menurut undang-undang
tersebut dibagi kedalam 4 (empat) golongan yaitu : golongan I, II, III dan IV

Contoh :
1 Lisergida
2 M.D.M.A ( Dalam kesehariannya M.D.M.A sering
disalahgunakan oleh kawula muda atau para eksekutif
muda karena zat ini mempunyai efek stimulasi yang
amat tinggi, M.D.M.A yang sering disalah gunakan ini
mempunyai beberapa nama jalanan karena memang
sudah tidak diproduksi secara resmi oleh industri farmasi
di seluruh negara, nama jalanan yang sering ditemukan
adalah Ekstasi, pil Adam, pil Surga, pil Kupu-kupu, dll.
Obat-obatan tersebut sering diketemukan oleh POLRI
setelah dilakukan razia di tempat-tempat seperti nigh
club, diskotik, dan tempat pesta muda-mudi. Setelah
dilakukan pemeriksaan di laboratorium ternyata obat-
obatan tersebut mengandung MDMA).

3 Psilosibina (Psilosibina dalam kandungan jamur juga


sering disalah gunakan oleh kawula muda karena
mempunyai efek halusinasi yang tinggi Jamur
Psilosibina ini banyak dijajakan/disalahgunakan di
tempat-tempat pesiar atau wisata di tepi pantai ).

4 Psilosina
5 Amphetamin (Amphetamin ini juga jenis psikotropika
yang sering disalahgunakan karena mempunyai efek
stimulasi. Penyalahgunaan sering terjadi di kalangan
olah-ragawan, yang dalam kesehariannya dikenal dengan
pemberian obat-obat doping atau perangsang. Para olah-
ragawan ketahuan menggunakan doping setelah
dilakukan penelitian melalui test urin yang bersangkutan
sebelum /sesudah dilakukan pertandingan).

6 Flunitrazepam (Flunitrazem juga sering disalahgunakan


oleh kawula muda karena efek yang didapat yaitu
menenangkan bagi pemakainya).

7 Diazepam
8 Nitrazepam (Diazepam, nitrazepam juga sering
disalahgunakan karena mempunyai efek yang dapat
menenangkan alam pikiran dan perasaan )

9 Fenobarbital (Fenobarbital sering disalahgunakan karena


mempunyai efek yang dapat menidurkan ).

29
10 Klordiazepoksida

Penandaan :
Untuk psikotropika penandaan yang dipergunakan sama dengan penandaan untuk obat
keras, hal ini mungkin karena sebelum diundangkannya UU RI No. 5 Tahun 1997
tentang Psikotrapika, maka obat-obat Psikotrapika termasuk obat keras yang
pengaturannya ada di bawah Ordonansi Obat Keras Stbl 1949 Nomor 419, hanya saja
karena efeknya dapat mengakibatkan sidroma ketergantungan sehingga dulu disebut
Obat Keras Tertentu.
Sehingga untuk Psikotrapika penandaannya : Lingkaran bulat berwarna merah, dengan
huruf K berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang berwarna hitam, seperti
berikut :

2. Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep Dokter


Pertimbangan :
Pertimbangan dikeluarkannya peraturan obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter
adalah dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya sendiri,
guna mengatasi masalah kesehatan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat
meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.

Kriteria :
Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter ini harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
 Tidak dikontra indikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah
umur 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
 Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan
penyakit.

 Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan.
 Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
 Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri.

3. Alat Kesehatan (Alkes) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)

Pengertian

Menurut Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, alat kesehatan


adalah bahan, instrumen, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan
untuk mencegah, mendiagnosa, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
Sedangkan pengertian perbekalan kesehatan rumah tangga, terdapat dalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 140/Menkes/Per/III/1991. Perbekalan kesehatan rumah
tangga (PKRT) adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk memelihara dan

30
perawatan kesehatan untuk manusia, hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat
umum.

Contoh :
Untuk alat kesehatan yang berupa perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT), misalnya :

1. Preparat untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan.


a. Kapas kecantikan
b. Toilet article tissue

c. Sabun cuci batangan, sabun cuci cream, detergent sabun cair


d. Pembersih alat rumah tangga seperti pembersih kamar mandi, pembersih kaca
dan lainnya.
e. Alat perawat bayi seperti botol susu dot, alat sterilisasi, teething ring dan alat
perawat bayi lainnya
f. Antiseptika seperti lysol kreolin, dan preparat pembunuh kuman lainnya.

2. Pestisida Rumah Tangga


a. Pembasmi kutu rambut
b. Pembasmi seranggga rumah
c. Obat nyamuk bakar, cair, erosol
d. Pembasmi tikus
e. Pembasmi kutu binatang piaraan
f. Pestisida dan insektisida pembasmi hama manusia dan binatang piaraan lainnya.

Untuk alat kesehatan yang bukan PKRT misalnya,


1. Alat perawatan yang dipakai di salon kecantikan.
a. Pengeriting rambut
b. Masator
c. Vibrator
d. Pnemopator
e. Frimator
f. Alat lainnya.

2. Wadah dari plastik dan kaca untuk obat dan injeksi, ke rot tutup botol infus.
3. Peralatan obstetrik
4. Peralatan anestesiologi
5. Peralatan dan perlengkapan kedokteran
6. Peralatan gigi
7. Peralatan dan perlengkapan telinga, hidung, tenggorokan
8. Peralatan rumah sakit
9. Peralatan kimia
10. Peralatan hematologi, patalogi, ortopedi
11. Peralatan rehabilitasi
12. Peralatan bedah umum dan bedah plastik
13. Peralatan kardiologi, neurologi, gastro-enterologi dan urologi
14. Peralatan radiologi.

B. Sarana Distribusi

1. Pedagang Besar Farmasi (PBF)

31
Pengertian

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang pedagang


besar farmasi, memberikan bantuan tentang yang dimaksud dengan pedagang besar farmasi
adalah badan hukum perseroan terbatas atau koperasi yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan Per UU an
yang berlaku.
Dalam Permenkes tersebut juga memberikan batasan terhadap beberapa hal yang berkaitan
dengan kegiatan pedagang besar farmasi yaitu batasan mengenai :

- Perbekalan farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan obat dan alat
kesehatan.
- Sarana pelayanan kesehatan adalah apotik, rumah sakit atau unit kesehatan lainnya
yang ditetapkan Menteri Kesehatan, toko obat dan pengecer lainnya.

Mengingat pada batasan pedagang besar farmasi ditekankan pada badan hukum yang
mempunyai izin untuk pengadaan, penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmas, maka perlu
diketahui oleh Menteri Kesehatan, namun Menteri Kesehatan melimpahkan wewenang
pemberian izin usaha pedagang besar farmasi kepada Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan (baca Badan Pengawasan Obat dan Makanan).
Izin usaha pedagang besar farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan pedagang
besar farmasi yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan usahanya dan berlaku untuk
seluruh wilayah Republik Indonesia.

Persyaratan Pedagang Besar Farmasi

Pedagang besar farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :


1. Dilakukan oleh badan hukum, Perseroan Terbatas, Koperasi, perusahaan nasional,
maupun perusahaan patungan antara penanm modal asing yang telah memperoleh izin
usaha industrial farmasi di Indonesia dengan perusahaan nasional.
2. Memiliki nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
3. Memiliki Asisten Apoteker atau apoteker yang bekerja penuh.
4. Anggota direksi tidak pernah terlibat pelanggaran ketentuan per UU an dibidang
farmasi.

Tata Cara Penyaluran

Pedagang besar farmasi hanya dapat melaksanakan penyaluran obat keras kepada :
1. Pedagang besar farmasi lainnya.
2. Apotek.
3. Institusi yang diizinkan oleh Menteri Kesehatan.

Pedagang besar farmasi wajib membukukan dengan lengkap setiap pengadaan,


penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi sehingga dapat dipertanggung jawabkan setiap
saat dilakukan pemeriksaan.
Pembukuan yang dimaksud mencakup surat pesanan, faktur penerimaan, faktur
pengiriman dan penyerahan, kartu persediaan di gudang maupun di kantor pedagang besar
farmasi.
Pedagang besar farmasi dilarang :
 menjual perbekalan farmasi secara eceran, baik ditempat kerjanya atau ditempat lain.
 melayani resep dokter.

32
 melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran narkotika tanpa izin khusus dari
Menteri Kesehatan.

Dahulu pedagang besar farmasi dilarang menyalurkan psikotropika tanpa izin khusus dari
Menteri Kesehatan, tetapi sejak disyahkannya Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika maka pedagang besar farmasi yang menyalurkan psikotropika tidak memerlukan
izin khusus lagi.

Pencabutan Izin Usaha PBF

Izin usaha PBF beserta cabangnya dicabut dalam hal :


a.Tidak mempekerjakan Apoteker atau Asisten Apoteker Penanggung jawab memiliki
surat izin kerja atau
b. Tidak aktif lagi dalam penyaluran obat selama satu tahun atau
c.Tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana ditetapkan dalam peraturan, atau
d. Tidak lagi menyampaikan informasi Pedagang Besar Farmasi tiga kali berturut – turut
dan atau
e.Tidak memenuhi ketentuan tata cara penyaluran perbekalan farmasi sebagaimana yang
ditetapkan.

2. Apotek

Pengertian

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang


Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik, memberikan batasan tentang apotik yaitu suatu
tempat tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi
kepada masyarakat.
Beberapa pengertian :

Apotik : Suatu tempat tertentu, tempat


dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran perbekalan farmasi
kepada masyarakat.

Apoteker : Mereka yang berdasarkan peraturan


perundang – undangan yang berlaku
berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai
apoteker

Surat Izin Apotik : Surat izin yang diberikan oleh


(SIA) Menteri Kesehatan kepada apoteker
atau Apoteker bekerjasama dengan
pemilik sarana untuk
menyelenggarakan apotik di suatu
tempat tertentu.

Apoteker Pengelola : Apoteker yang telah diberi Surat isin


Apotik (APA) Apotik (SIA)

33
Apoteker Pendamping : Apoteker yang bekerja di apotik
disamping apoteker pengelola apotik
dan atau menggantikannya pada jam
– jam tertentu pada hari buka apotik

Apoteker Pengganti : Apoteker yang menggantikan


apoteker pengelola apotik selama
APA tersebut terus menerus tidak
bertugas, telah memiliki surat izin
kerja dan tidak bertindak sebagai
APA di apotik lain.

Asisten Apoteker : Mereka yang berdasarkan peraturan


perundang – undangan yang berlaku
berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian sebagai Asisten
Apoteker.

Perbekalan Farmasi : Obat, bahan obat, obat asli Indonesia


(obat tradisional) alat kesehatan dan
kosmetika.

Perlengkapan Apotik : Semua peralatan yang dipergunakan


untuk melaksanakan pengelolaan
apotik.

Tugas dan Fungsi Apotek

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah :
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan.
b. Sarana farmasi yang melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan
penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan
masyarakat secara meluas dan merata.
Tugas dan fungsi apotek ini dijabarkan lebih lanjut dalam Permenkes RI Nomor
922/Menkes/Per/X/1993 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotik dalam bab Pengelolaan
Apotik.

Pengelolaan apotik meliputi :


a. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan,
dan penyerahan obat atau bahan obat.
b.Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.

Pelayanan informasi yang dimaksud meliputi :


a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik
kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
b. Pelayanan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat serta
perbekalan farmasi lainnya.

34
Pelayanan informasi dan pelaporan tersebut wajib didasarkan pada kepentingan
masyarakat.

Jenis-jenis Pelayanan di Apotek :

Selain pelayanan seperti tersebut di atas, pelayanan lain di apotek yaitu :


a.Apotik wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.
b. Pelayanan resep dimaksud sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola
apotek.

Dalam melayani resep tersebut apoteker wajib :


a.Melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi
pada kepentingan masyarakat.
b. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan
obat paten.
c.Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam resep, apoteker
wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
d. Apoteker wajib memberikan informasi :
 Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien.
 Penggunaan obat secara tepat, aman, resional atas permintaan masyarakat.

Bila terjadi kekeliruan resep, hal ini diatur sebagai berikut :


a. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan
resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep.
b. Apabila dalam hal dimaksud karena pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap
dalam pendiriannya, dokter wajib menyatakan secara tertulis atau membubuhkan
tanda tangannya yang lazim atas resep.

Salinan Resep

Dalam hal salinan resep terdapat beberapa pengaturannya, sebagai berikut :


a.Salinan resep harus ditanda tangani oleh apoteker.
b. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dalam jangka waktu 3 tahun.
c.Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau
yang merawat penderita, penderita bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain
yang berwenang menurut undang-undang yang berlaku.

Pencabutan Izin Apotek :


Izin apotek dapat dicabut dalam hal :
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan seperti ijazah yang
tidak terdaftar pada Departemen Kesehatan, melanggar sumpah / janji sebagai apoteker,
tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental dalam menjalankan tugasnya, bekerja
sebagai penanggung jawab pada apotek atau industri farmasi lainnya atau

b. Apoteker tidak menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang


bermutu dan terjamin keabsahannya atau

35
c. Apoteker tidak menjalankan tugasnya dengan baik seperti dalam hal melayani resep,
memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman dan
rasional atau

d. Bila apoteker berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun berturut – turut atau

e. Bila apoteker melanggar perundang – undangan narkotika, obat keras dan ketentuan
lainnya atau
f. SIK APA dicabut atau

g. PSA terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang – undangan dibidang obat atau,

h. Apotik tidak lagi memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

3. Toko Obat Berizin (TOB)

Pengertian :
Toko Obat Berizi menurut Permenkes RI Nomor 167/Kab/B.VII/1972, tanggal 28
Agustus 1972 diberikan batasan penamaan dengan sebutan Pedagang Eceran Obat ( PEO)
Berizin.
Pedagang eceran obat berizin adalah orang atau badan hukum Indonesia yang memiliki
izin untuk meyimpan obat-obat bebas dan obat bebas terbatas (daftar “W”) untuk dijual secara
eceran di tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat izin.

Persyaratan

Persyaratan TOB sebagai berikut :


a.TOB dapat diusahakan oleh perusahaan negara, perusahaan swasta atau perorangan.
b. Penanggung jawab teknis farmasi terletak pada seorang asisten apoteker.
c.Setiap pergantian penanggung jawab harus segera dilaporkan kepada Kanwil Depkes
setempat (sekarang Dinas Kesehatan).
d. Untuk mendirikan Pedagang Eceran Obat Berizin harus ada izin dari kepala daerah
setempat dengan memperhatikan saran-saran Kepala Dinas Kesehatan sesuai bunyi
pasal 6 Ordonansi Obat Keras.
e.Pada setiap pengeluaran izin satu lembar turunan izin harus dikirimkan kepada Ditjen
POM (sekarang Badan POM ), dan satu lembar dikirim kepada Kanwil Depkes
setempat ( sekarang DinKes ).
f. Permohonan izin toko obat berizin harus diajukan secara tertulis dengan disertai :
- alamat dan daerah tempat usaha
- nama dan alamat pemohon
- nama dan alamat asisten apoteker
- salinan ijazah dan surat izin kerja asisten apoteker
- surat pernyataan kesediaan bekerja asisten apoteker.

Permohonan secara tertulis tersebut diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan


setempat.

36
Jenis-jenis Obat yang Dijual :
- Semua obat yang termasuk dalam obat bebas
- Semua obat yang termasuk dalam daftar Obat Bebas Terbatas

Kewajiban-Kewajiban Toko Obat Berizin

Toko Obat Berizin dalam pelaksanaan penjualan obat mempunyai kewajiban-kewajiban


sebagai berikut :
a. Toko Obat Berizin harus memasang papan dengan tulisan “Toko Obat Berizin”, tidak
menerima resep dokter dan papan nama di depan tokonya.
b. Tulisan harus berwarna hitam di atas warna dasar putih, tinggi huruf 5 cm dan
tebalnya paling sedikit 5 mm.
c. Ukuran papan tersebut paling sedikit lebar 40 cm dan panjang 60 cm.
d. Toko Obat Berizin dilarang menerima atau melayani resep dokter.
e. Toko Obat Berizin dilarang membuat obat, membungkus atau membungkus kembali
obat.
f. Obat-obat yang masuk dalam daftar obat bebas terbatas harus disimpan dalam almari
khusus dan tidak boleh dicampur dengan obat-obat atau barang-barang lain.
g. Di depan tokonya, pada iklan dan barang-barang cetakan toko obat tidak boleh
memasang nama yang sama atau menyamai nama apotik, pabrik obat atau pedagang
besar farmasi, yang dapat menimbulkan kesan seakan-akan toko obat tersebut adalah
sebuah apotik atau ada hubungannya dengan apotik, pabrik farmasi, atau pedagang
besar farmasi.
h. Setiap Pedagang Eceran Obat Berizin harus selalu tunduk pada semua peraturan yang
berlaku.
C. Pengelolaan Obat

1. Gudang Farmasi
Pengelolaan obat di gudang farmasi di tingkat kabupaten atau kota dilakukan sebagai
berikut :
a. Melakukan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian obat, alat
kesehatan dan perbekalan farmasi.
b. Melakukan penyiapan penyusunan rencana pencatatan dan pelaporan mengenai
persediaan dan penggunaan obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi.
c. Melakukan pengamatan terhadap mutu dan khasiat obat secara umum dan baik yang
ada dalam persediaan maupun yang akan didistribusikan.
d. Melakukan urusan tata usaha, keuangan, kepegawaian dan urusan dalam.

2. Rumah Sakit
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 085/Menkes/Per/I/1989 tentang
kewajiban menuliskan resep dan/atau menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah, telah memberikan batasan-batasan mengenai instalasi farmasi kesehatan
adalah instalasi rumah sakit yang mempunyai tugas menyediakan, mengelola, memberi
penerangan dan melaksanakan penelitian tentang obat-obatan.
Pengelolaan obat di rumah sakit (instalasi farmasi) dilakukan sebagai berikut :
a. Instalasi farmasi rumah sakit diwajibkan mengelola obat rumah sakit secara berdaya
guna dan berhasil guna.
b.Instalasi farmasi rumah sakit diharuskan membuat prosedur perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian dan pemantauan obat yang digunakan rumah sakit.
c. Instalasi rumah sakit berkewajiban melaporkan kepada direktur rumah sakit atas
penyimpangan penulisan resep yang dilakukan oleh dokter.
3. Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) Dan Balai Pengobatan (BP).

37
Pengelolaan obat pada dasarnya mencakup kegiatan perencanaan, penyimpanan, distribusi,
penggunaan, pencatatan dan pelaporan, demikian pula yang terdapat pada Puskesmas dan Balai
Pengobatan.

(a) Perencanaan
Dalam penyusunan kebutuhan obat di Puskesmas baik untuk pelayanan rutin,
program-program, PHB, dan lain-lain yang bersumber dari INPRES, APBD, PHB,
program lain yang harus didasarkan pada buku pedoman Pengobatan, Pedoman
Pengelolaan Obat di Puskesmas, serta didasarkan pada Daftar Obat Esensial (DOEN).
Daftar kebutuhan obat puskesmas dikirim ke Dinas Kesehatan Dati II, oleh Dati II
daftar ini menjadi masukan penyusunan kebutuhan obat Dati II.

(b) Pengadaan
Pada dasarnya untuk pelayanan pengobatan di Puskesmas tidak mengadakan obat
sendiri tetapi menerima obat-obatan dari Dinas Kesehatan Dati II sesuai dengan
pengajuan frekuensi penerimaan disesuaikan kesepakatan daerah.

(c) Penggunaan
Untuk pelayanan penderita umum maupun gigi digunakan obat-obat yang diterima
dari Dati II. Dalam memudahkan monitoring pelayanan obat dilakukan melalui satu
pintu (kamar obat) baik untuk penderita umum, gigi, dan lain-lain. Pelayanan obat
menggunakan resep sesuai jenis obat yang akan diambil di kamar obat.

(d) Pencatatan dan Pelaporan


Semua penggunaan obat dicatat sesuai dengan pedoman pengelolaan obat pada akhir
bulan penggunaan obat baik jenisnya maupun jumlahnya dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Dati II. Laporan harus di lampiri daftar resep, nama obat, jumlah masing-
masing obat serta nama dokter yang menulis resep keluar.

D. Sanksi - Sanksi Yang Terkait Dengan Profesi Kefarmasian

Terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan profesi kefarmasian dan makanan seperti :

a. Barang siapa mengedarkan makanan dan atau minuman yag dikemas tanpa
mencantumkan tanda atau label.
b. Menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan atau tidak
memiliki izin.
Dikenakan sanksi berupa pidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau
pidana denda paling banyak Rp.15.000.000,- ( Lima belas juta rupiah).
c. Mengedarkan makanan dan atau minuman yang tidak memenuhi standar dan atau
persyaratan dan atau membahayakan kesehatan.
d. Memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat dan atau bahan obat
yang tidak memenuhi syarat Farmakope Indonesia dan atau buku standar lain.
Dipidana dengan pidana penjara 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp.300.000.000,- (Tiga ratus juta rupiah).

e. memproduksi dan atau megedarkan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau
persyaratan.
f. Mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa izin

38
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp.140.000.000,- (Seratus empat puluh juta rupiah).

g. Memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa Obat Tradisional yang tidak
memenuhi syarat
h. Memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa kosmetika yang tidak
memenuhi syarat
i. Memproduksi dan atau mengedarkan alat kesehatan yang tidak memenuhi syarat
j. Memproduksi dan atau mengedarkan bahan yang mengandung zat adiktif yang tidak
memenuhi syarat
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp.100.000.000,- (Seratus juta rupiah).

39

You might also like