Professional Documents
Culture Documents
PEREDARAAN OBAT
Peredaran Obat menurut Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
penyaluran dan atau penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan baik dalam rangka
perdagangan, bukan perdagangan atau pemindahan tanganan. Melihat dari pengertian tersebut
maka dapatlah secara inti dikatakan peredaran terdiri dari 2 (dua) kegiatan penyaluran dan
penyerahan. Mengapa penyaluran dan penyerahan perlu diatur dalam P.P. No. 72 Tahun 1988,
yang menyatakan bahwa pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai salah satu
upaya dalam pembangunan kesehatan dilakukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang
disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak tepat, serta yang
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan, jadi dapatlah diartikan maksud
diaturnya peredaran obat tiada lain agar masyarakat atau konsumen dalam hal ini pasien akan
mendapatkan obat yang tepat, memenuhi syarat mutu, keamanan dan kemanfaatan dari setiap
obat yang beredar.
1. Penggolongan Obat
Mengingat peredaran obat saat ini jumlahnya lebih dari 5000 jenis obat, maka perlu
mengenal penggolongan obat yang beredar. Hal ini sangat diperlukan karena seperti yang
dikatakan dalam pengertian penggolongan obat yang menyatakan bahwa penggolongan obat
dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan
distribusi.
Pengertian tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
917/Menkes/Per/X/1999 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/VI/2000. Penggolongan obat ini terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas,
obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika.
Penandaan :
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K. Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983
tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas yaitu lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi
warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :
24
(b) Obat Bebas Terbatas
Pengertian
Obat bebas terbatas atau obat yang masuk dalam daftar “W”, menurut bahasa Belanda
“W” singkatan dari “Waarschuwing” artinya peringatan. Jadi maksudnya obat yang pada
penjualannya disertai dengan tanda peringatan.
Contoh :
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI ditetapkan sebagai obat bebas terbatas
sebagai berikut :
P No. 1 : 1 Anti Histamin
Sediaan anti histaminum yang nyata-nyata
dipergunakan untuk obat tetes hidung/semprot
hidung.
2 Chloroquinum
Sediaan Chloroquinum atau garamnya yang
dihitung sebagai basa tidak lebih dari 160 mg
setiap takaran dalam kemasan tidak melebihi 4
25
tablet tiap wadah atau 60 ml tiap botol.
Penandaan :
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/VI/83 tanda khusus
untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna
hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :
Tanda khusus harus dilekatkan sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah
dikenali.
Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk dipergunakan
secara parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan cara suntikan mupun
dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli dari jaringan.
26
Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah dinyatakan
secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan manusia.
Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras : obat itu sendiri dalam
substansi dan semua sediaan yang mengandung obat itu, terkecuali apabila di
belakang nama obat disebutkan ketentuan lain, atau ada pengecualian Daftar Obat
Bebas Terbatas.
Contoh :
1. Acetanilidum
2. Andrenalinum
3. Antibiotika
4. Anthistaminika
5. Apomorphinum, dan lain-lain.
Penandaan :
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G adalah “Lingkaran
bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang
menyentuh garis tepi”, seperti yang terlihat pada gambar berikut :
Tanda khusus dilekatkan sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenali.
Pertimbangan :
Peraturan tentang Obat Wajib Apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
347/Menkes/SK/VII/1990 yang telah diperbaharui dengan Keputusan Menteri Kesehatan
No. 924/Menkes/Per/X/1993, dikeluarkan dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Pertimbangan yang utama untuk obat wajib apotek ini sama dengan pertimbangan
obat yang diserahkan tanpa resep dokter, yaitu meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan,
dengan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.
2. Pertimbangan yang kedua untuk peningkatan peran apoteker di apotek dalam
pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan obat kepada
masyarakat.
3. Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk
pengobatan sendiri.
Pengertian :
Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa
resep dokter.
Kewajiban :
27
Pada penyerahan obat wajib apotek ini terhadap apoteker terdapat kewajiban-kewajiban
sebagai berikut :
1. Memenuhi ketentuan dan batasa tiap jenis obat perpasien yang disebutkan dalam
obat wajib apotek yang bersangkutan.
2. Membuat catatan pasien serta obat yang diserahkan.
3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakai, kontra indikasi, efek
samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
Contoh :
Contoh obat wajib apotek No. 1 (artinya yang pertama kali ditetapkan)
1. Obat kontrasepsi : Linestrenol
2. Obat saluran cerna : Antasid dan Sedativ/Spasmodik
3. Obat mulut dan tenggorokan : Hexetidine
Contoh obat wajib apotek No. 2
1. Bacitracin
2. Clindamicin
3. Flumetason, dll.
Contoh :
1. Tanaman Papaver Somniferum
2. Tanaman Koka
3. Tanaman Ganja
4. Heroina (dalam keseharian yang dikenal sebagai “Putaw” sering disalah gunakan
oleh orang-org yang tidak bertanggung jawab)
5. Morfina
6. Opium
7. Kodeina
Penandaan :
Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat dalam Ordonansi Obat Bius
yaitu “Palang Medali Merah”
28
Pengertian :
Pengertian Psikotropika menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Ruang lingkup pengaturan Psikotropika dalam undang-undang ini adalah Psikotropika
yang mempunyai potensi sindroma ketergantungan, yang menurut undang-undang
tersebut dibagi kedalam 4 (empat) golongan yaitu : golongan I, II, III dan IV
Contoh :
1 Lisergida
2 M.D.M.A ( Dalam kesehariannya M.D.M.A sering
disalahgunakan oleh kawula muda atau para eksekutif
muda karena zat ini mempunyai efek stimulasi yang
amat tinggi, M.D.M.A yang sering disalah gunakan ini
mempunyai beberapa nama jalanan karena memang
sudah tidak diproduksi secara resmi oleh industri farmasi
di seluruh negara, nama jalanan yang sering ditemukan
adalah Ekstasi, pil Adam, pil Surga, pil Kupu-kupu, dll.
Obat-obatan tersebut sering diketemukan oleh POLRI
setelah dilakukan razia di tempat-tempat seperti nigh
club, diskotik, dan tempat pesta muda-mudi. Setelah
dilakukan pemeriksaan di laboratorium ternyata obat-
obatan tersebut mengandung MDMA).
4 Psilosina
5 Amphetamin (Amphetamin ini juga jenis psikotropika
yang sering disalahgunakan karena mempunyai efek
stimulasi. Penyalahgunaan sering terjadi di kalangan
olah-ragawan, yang dalam kesehariannya dikenal dengan
pemberian obat-obat doping atau perangsang. Para olah-
ragawan ketahuan menggunakan doping setelah
dilakukan penelitian melalui test urin yang bersangkutan
sebelum /sesudah dilakukan pertandingan).
7 Diazepam
8 Nitrazepam (Diazepam, nitrazepam juga sering
disalahgunakan karena mempunyai efek yang dapat
menenangkan alam pikiran dan perasaan )
29
10 Klordiazepoksida
Penandaan :
Untuk psikotropika penandaan yang dipergunakan sama dengan penandaan untuk obat
keras, hal ini mungkin karena sebelum diundangkannya UU RI No. 5 Tahun 1997
tentang Psikotrapika, maka obat-obat Psikotrapika termasuk obat keras yang
pengaturannya ada di bawah Ordonansi Obat Keras Stbl 1949 Nomor 419, hanya saja
karena efeknya dapat mengakibatkan sidroma ketergantungan sehingga dulu disebut
Obat Keras Tertentu.
Sehingga untuk Psikotrapika penandaannya : Lingkaran bulat berwarna merah, dengan
huruf K berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang berwarna hitam, seperti
berikut :
Kriteria :
Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter ini harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :
Tidak dikontra indikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah
umur 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan
penyakit.
Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan.
Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri.
Pengertian
30
perawatan kesehatan untuk manusia, hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat
umum.
Contoh :
Untuk alat kesehatan yang berupa perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT), misalnya :
2. Wadah dari plastik dan kaca untuk obat dan injeksi, ke rot tutup botol infus.
3. Peralatan obstetrik
4. Peralatan anestesiologi
5. Peralatan dan perlengkapan kedokteran
6. Peralatan gigi
7. Peralatan dan perlengkapan telinga, hidung, tenggorokan
8. Peralatan rumah sakit
9. Peralatan kimia
10. Peralatan hematologi, patalogi, ortopedi
11. Peralatan rehabilitasi
12. Peralatan bedah umum dan bedah plastik
13. Peralatan kardiologi, neurologi, gastro-enterologi dan urologi
14. Peralatan radiologi.
B. Sarana Distribusi
31
Pengertian
- Perbekalan farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan obat dan alat
kesehatan.
- Sarana pelayanan kesehatan adalah apotik, rumah sakit atau unit kesehatan lainnya
yang ditetapkan Menteri Kesehatan, toko obat dan pengecer lainnya.
Mengingat pada batasan pedagang besar farmasi ditekankan pada badan hukum yang
mempunyai izin untuk pengadaan, penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmas, maka perlu
diketahui oleh Menteri Kesehatan, namun Menteri Kesehatan melimpahkan wewenang
pemberian izin usaha pedagang besar farmasi kepada Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan (baca Badan Pengawasan Obat dan Makanan).
Izin usaha pedagang besar farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan pedagang
besar farmasi yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan usahanya dan berlaku untuk
seluruh wilayah Republik Indonesia.
Pedagang besar farmasi hanya dapat melaksanakan penyaluran obat keras kepada :
1. Pedagang besar farmasi lainnya.
2. Apotek.
3. Institusi yang diizinkan oleh Menteri Kesehatan.
32
melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran narkotika tanpa izin khusus dari
Menteri Kesehatan.
Dahulu pedagang besar farmasi dilarang menyalurkan psikotropika tanpa izin khusus dari
Menteri Kesehatan, tetapi sejak disyahkannya Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika maka pedagang besar farmasi yang menyalurkan psikotropika tidak memerlukan
izin khusus lagi.
2. Apotek
Pengertian
33
Apoteker Pendamping : Apoteker yang bekerja di apotik
disamping apoteker pengelola apotik
dan atau menggantikannya pada jam
– jam tertentu pada hari buka apotik
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah :
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan.
b. Sarana farmasi yang melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan
penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan
masyarakat secara meluas dan merata.
Tugas dan fungsi apotek ini dijabarkan lebih lanjut dalam Permenkes RI Nomor
922/Menkes/Per/X/1993 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotik dalam bab Pengelolaan
Apotik.
34
Pelayanan informasi dan pelaporan tersebut wajib didasarkan pada kepentingan
masyarakat.
Salinan Resep
35
c. Apoteker tidak menjalankan tugasnya dengan baik seperti dalam hal melayani resep,
memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman dan
rasional atau
d. Bila apoteker berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun berturut – turut atau
e. Bila apoteker melanggar perundang – undangan narkotika, obat keras dan ketentuan
lainnya atau
f. SIK APA dicabut atau
g. PSA terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang – undangan dibidang obat atau,
Pengertian :
Toko Obat Berizi menurut Permenkes RI Nomor 167/Kab/B.VII/1972, tanggal 28
Agustus 1972 diberikan batasan penamaan dengan sebutan Pedagang Eceran Obat ( PEO)
Berizin.
Pedagang eceran obat berizin adalah orang atau badan hukum Indonesia yang memiliki
izin untuk meyimpan obat-obat bebas dan obat bebas terbatas (daftar “W”) untuk dijual secara
eceran di tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat izin.
Persyaratan
36
Jenis-jenis Obat yang Dijual :
- Semua obat yang termasuk dalam obat bebas
- Semua obat yang termasuk dalam daftar Obat Bebas Terbatas
1. Gudang Farmasi
Pengelolaan obat di gudang farmasi di tingkat kabupaten atau kota dilakukan sebagai
berikut :
a. Melakukan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian obat, alat
kesehatan dan perbekalan farmasi.
b. Melakukan penyiapan penyusunan rencana pencatatan dan pelaporan mengenai
persediaan dan penggunaan obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi.
c. Melakukan pengamatan terhadap mutu dan khasiat obat secara umum dan baik yang
ada dalam persediaan maupun yang akan didistribusikan.
d. Melakukan urusan tata usaha, keuangan, kepegawaian dan urusan dalam.
2. Rumah Sakit
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 085/Menkes/Per/I/1989 tentang
kewajiban menuliskan resep dan/atau menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah, telah memberikan batasan-batasan mengenai instalasi farmasi kesehatan
adalah instalasi rumah sakit yang mempunyai tugas menyediakan, mengelola, memberi
penerangan dan melaksanakan penelitian tentang obat-obatan.
Pengelolaan obat di rumah sakit (instalasi farmasi) dilakukan sebagai berikut :
a. Instalasi farmasi rumah sakit diwajibkan mengelola obat rumah sakit secara berdaya
guna dan berhasil guna.
b.Instalasi farmasi rumah sakit diharuskan membuat prosedur perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian dan pemantauan obat yang digunakan rumah sakit.
c. Instalasi rumah sakit berkewajiban melaporkan kepada direktur rumah sakit atas
penyimpangan penulisan resep yang dilakukan oleh dokter.
3. Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) Dan Balai Pengobatan (BP).
37
Pengelolaan obat pada dasarnya mencakup kegiatan perencanaan, penyimpanan, distribusi,
penggunaan, pencatatan dan pelaporan, demikian pula yang terdapat pada Puskesmas dan Balai
Pengobatan.
(a) Perencanaan
Dalam penyusunan kebutuhan obat di Puskesmas baik untuk pelayanan rutin,
program-program, PHB, dan lain-lain yang bersumber dari INPRES, APBD, PHB,
program lain yang harus didasarkan pada buku pedoman Pengobatan, Pedoman
Pengelolaan Obat di Puskesmas, serta didasarkan pada Daftar Obat Esensial (DOEN).
Daftar kebutuhan obat puskesmas dikirim ke Dinas Kesehatan Dati II, oleh Dati II
daftar ini menjadi masukan penyusunan kebutuhan obat Dati II.
(b) Pengadaan
Pada dasarnya untuk pelayanan pengobatan di Puskesmas tidak mengadakan obat
sendiri tetapi menerima obat-obatan dari Dinas Kesehatan Dati II sesuai dengan
pengajuan frekuensi penerimaan disesuaikan kesepakatan daerah.
(c) Penggunaan
Untuk pelayanan penderita umum maupun gigi digunakan obat-obat yang diterima
dari Dati II. Dalam memudahkan monitoring pelayanan obat dilakukan melalui satu
pintu (kamar obat) baik untuk penderita umum, gigi, dan lain-lain. Pelayanan obat
menggunakan resep sesuai jenis obat yang akan diambil di kamar obat.
Terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan profesi kefarmasian dan makanan seperti :
a. Barang siapa mengedarkan makanan dan atau minuman yag dikemas tanpa
mencantumkan tanda atau label.
b. Menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan atau tidak
memiliki izin.
Dikenakan sanksi berupa pidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau
pidana denda paling banyak Rp.15.000.000,- ( Lima belas juta rupiah).
c. Mengedarkan makanan dan atau minuman yang tidak memenuhi standar dan atau
persyaratan dan atau membahayakan kesehatan.
d. Memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat dan atau bahan obat
yang tidak memenuhi syarat Farmakope Indonesia dan atau buku standar lain.
Dipidana dengan pidana penjara 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp.300.000.000,- (Tiga ratus juta rupiah).
e. memproduksi dan atau megedarkan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau
persyaratan.
f. Mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa izin
38
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp.140.000.000,- (Seratus empat puluh juta rupiah).
g. Memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa Obat Tradisional yang tidak
memenuhi syarat
h. Memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa kosmetika yang tidak
memenuhi syarat
i. Memproduksi dan atau mengedarkan alat kesehatan yang tidak memenuhi syarat
j. Memproduksi dan atau mengedarkan bahan yang mengandung zat adiktif yang tidak
memenuhi syarat
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp.100.000.000,- (Seratus juta rupiah).
39