Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya
yang normal melalui sebuah defek congenital atau yang didapat (long,
1996:246)
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati
dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut
(Nettina, 2001 : 253).
Hernia adalah suatu keadaan keluarnya jaringan/organ tubuh dari suatu
organ ruangan melalui suatu lubang/celah keluar dibawah kulit atau
menuju rongga lainnya (secara congenital)
Kelainan congenital misal : batang otak turun melalui foramen occipital
magnum. Berdasarkan definisi diatas, bila ada suatu organ yang keluar
sampai ke kulit disebut hernia.
Bagian-bagian Hernia :
Pintu Hernia = LMR yang dilalui kantong hernia
Kantong hernia = Peritoneum parietal (tidak semua mempunyai kantong)
Leher hernia = Bagian tersempit
Isi Hernia = Gaster, usus, ovarium, omentum
Anatomi Fisiologi
Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai dengan
kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan : cairan serebrospinal (+ 75
ml), dan darah (+ 75 ml), otak (1400 g).
Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) adalah cairan jernih yang mengelilingi otak dan korda
spinalis. CSS melindungi otak terhadap getaran fisik. Antara CSS dan jaringan
saraf terjadi pertukaran zat-zat gizi dan produk sisa. Walaupun CSS dibentuk dari
plasma yang mengalir melalui otak, konsentrasi elektrolit dan glukosanya berbeda
dari plasma.
CSS dibentuk sebagai hasil filtrasi, difusi, dan transport aktif melintasi kapiler-
kapiler khusus ke dalam ventrikel (rongga) otak, terutama ventrikel lateralis.
Jaringan kapiler yang berperan dalam pembentukan CSS disebut pleksus
koroideus. Setelah berada didalam ventrikel, CSS mengalir ke batang otak.
Melalui lubang-lubang kecil dibatang otak, CSS beredar ke permukaan otak dan
korda spinalis. Di permukaan otak, CSS masuk ke sistem vena dan kembali ke
jantung. Dengan demikian CSS terus-menerus mengalami resirkulasi melalui
susunan saraf pusat. Apabila saluran CSS diventrikel mengalami sumbatan, maka
dapat terjadi penimbunan cairan. Akibatnya akan terjadi peningkatan tekanan
didalam atau dipermukaan otak.
Sawar darah otak mengacu pada kemampuan sistem vaskular otak untuk
memanipulasi komposisi cairan interstisium sehingga berbeda dibandingkan
dengan cairan interstisium dibagian tubuh lainnya. Sawar darah otak terbentuk
dari sel-sel endotel yang saling berkaitan erat dikapiler otak, dan dari sel-sel yang
melapisi ventrikel yang membatasi filtrasi dan difusi. Fungsi transfor khusus
mengatur cairan apa yang keluar dari sirkulasi uum untuk membasahi sel-sel otak.
Sawar darah otak melindungi sel-sel otak yang halus dari pajanan bahan-bahan
yang potensial berbahaya. Banyak obat dan zat kimia tidak dapat menembus
sawar darah otak.
Otak menerima aliran darah sawar otak sekitar 15% curah jantung. Tingginya
tingkat aliran darah ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan otak yang terus-
menerus akan glukosa dan oksigen.
Otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh
tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa.
Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan oksigen dan glukosa melalui aliran
darah adalah kontan. Metabolisme otak merupakan proes tetap dan kontinu, tanpa
ada masa istirahat. Aktivitas otak yang tak pernah berhenti ini berkaitan dengan
fungsinya yang kritis sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik
dan system efektor perifer tubuh, dan fungsi sebagai pengatur informasi yang
masuk, simpan pengalaman, impuls yang keluar dan tingkah laku.
Otak terdiri dari batang otak, serebelum, diensefalon, sistim limbik dan sererum.
Peningkatan volume salah satu diantara ketiga unsur utama ini mengakibatkan
desakan pada ruangan yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan
intracranial.
B. Patofisiologi
Etiologi :
Tumor primer atau metastis
Hemoragia otak
Hematoma subdural
Abses otak
Hidrosefalus akut
Edema otak
Proses Terjadinya
Ruang intracranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal.
Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan
intracranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 5 mmHg.
Dalam keadaan normal, tekanan intracranial dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari
dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari
pada normal. Beberapa aktivitas tersebut adalah pernapasan abdominal dalam,
batuk, dan mengedan atau valsalva maneuver. Kenaikan sementara TIK tidak
menimbulkan kesukaran, tetapi kenaikan tekanan yang menetap mengakibatkan
rusaknya kehidupan jaringan otak.
Ruang intracranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai
kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan : otak (1400 g), cairan
serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada
salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang
ditempati oleh unsur lainnya dan menaikan tekanan intracranial. Hipotesis Monro-
Kellie memberikan suatu contoh konsep pemahaman peningkatan TIK. Teori ini
menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu
dari ketiga ruangannya meluas, dua ruang lainnya harus mengkompensasi dengan
mengurangi volumenya (apabila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi
intracranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural ini dapat menjadi parah
bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran CSF
kedalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa
meningkatkan TIK. Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan
akhirnya meningkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan aliran darah
otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan peningkatan PCo2),
Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah
penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah atau horizontal
(herniasi) bila TIK makin meningkat Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan
cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan
massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka
peningkatan tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena
posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke
bawah. Otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan
otak dengan batang otak, keadaan ini disebut herniasi. Sejenis herniasi serupa bisa
mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar tengkorak
(foramen magnum) ke dalam medula spinalis.
Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital
(denyut jantung dan pernafasan).
Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda manifestasi klinik peningkatan tekanan intracranial
banyak dan bervariasi dan dapat tidak jelas. Perubahan tingkat kesadaran
penderita merupakan indikator yang paling sensitive dari semua tanda
peningkatan tekanan intracranial.
Tanda-tanda herniasi yaitu :
Perubahan motorik dan sensorik
Perubahan berbicara
Kejang
Pingsan
Penurunan kesadaran
Dilatasi pupil
Bradikardi
Muntah
Hipertermi
Komplikasi
Defisit neurologi
Nyeri kepala
Kematian
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau
infark
MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya
struktur otak
Penatalaksanaan Medis
Tanda vital tidak selalu berubah, pada keadaan peningkatan TIK. Pasien
dikaji terhadap perubahan dalam tingkat responsivitas dan adanya syok,
manifestasi ini membantu dalam evaluasi.
4. Sakit kepala. Sakit kepala konstan, yang meningkat intensitasnya, dan
diperberat oleh gerakan atau mengejan.
5. Perubahan pupil dan ocular. Peningkatan tekanan atau menyebarnya bekuan
darah pada otak dapat mendesak otak pada saraf okulomotorius dan optikal, yang
menimbulkan perubahan pupil.
6. Muntah. Muntah berulang dapat terjadi pada peningkatan tekanan pada pusat
refleks muntah di medulla.
III. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a) Pengumpulan Data
1. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, alamat,
diagnosa medis, tanggal/jam MRS dan tanggal/jam pengkajian.
2. Riwayat Kesehatan
a.Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien dan
merupakan alasan pokok klien masuk RS (Keluhan utama saat
MRS). Keluhan utama yang lain adalah keluhan utama saat
dilakukan pengkajian (beberapa saat atau hari setelah klien
MRS). Keluhan ini biasanya berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial dan adanya gangguan fokal, seperti nyeri
kepala hebat, muntah – muntah, kejang, dan penurunan tingkat
kesadaran.
e.Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis pasien herniasi otak meliputi beberapa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh
persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien.
4. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan
persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan
B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan
dari klien.
Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami
gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan
pada tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi
bervariasi.
a.B1 (Breathing)
Inspeksi: pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya
kompresi pada medulla oblongata didapatkan
adanya kegagalan pernafasan.
b.B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada
medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi.
c.B3 (Brain)
Herniasi sering menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada gangguan fokal dan adanya peningkatan ICP.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
1. Pengkajian tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn klien herniasi biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika
klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
d.B4 (Bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
e.B5 (Bowel)
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut karena akibat rangsangan pusat muntah
pada medulla oblongata. Pola defekasi terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f.B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori, dan mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.
5. Pemeriksaan Penunjang
1) Arterigrafi atau Ventricolugram
2) CT – SCAN
3) Radiogram
4) Elektroensefalogram (EEG)
5) Ekoensefalogram
6) Sidik otak radioaktif
b) Analisa Data
Data Objektif Data Subjektif Kesimpulan
- RR < 16 x/menit - Pasien merasa nyeri Perubahan perfusi
- Nadi < 60 x/menit kepala jaringan serebral
- Hipotermi
- Hipotensi
I. PERENCANAAN
a) Prioritas Masalah
1. Peningkatan TIK
2. Penurunan curah jantung
3. Perubahan perfusi jaringan serebral
4. Kerusakan pertukaran gas
5. Pola nafas tidak efektif
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
7. Nyeri
8. Kerusakan mobilitas fisik
9. Perubahan pola tidur
10. Perubahan persepsi sensori
11. Kerusakan komunikasi verbal
12. Perubahan proses berfikir
13. Defisit pengetahuan
14. Risiko cidera
b) Rencana Keperawatan
Dx.1 Peningkatan TIK b/d penekanan medulla oblongata
Tujuan: Setelah diberi askep selam 1 x 24 jam diharapkan pasien
mengalami penurunan TIK.
Kriteria:
1. klien tidak gelisah,
2. klien tidak mengeluh nyeri kepala,
3. mual-mual dan muntah,
4. TTV dalam batas normal
Intervensi :
1. Observasi faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab
koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan
TIK.
R/ : Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status
neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan
atau tindakan pembedahan.
2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam
R/ : Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik
atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari
outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi lokal
vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diastolik)
maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intrakranial. Adanya
peningkatan tensi, bradikardia, disritmia, dipsneu merupakan tanda
terjadinyapeningkatan TIK.
3. Evaluasi pupil.
R/ : Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda
dari gangguan nervous/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan
saraf antarasimpatis dan parasimpatis merupakan respons reflek nervous
kranial.
4. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit
bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
R/ : Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada
vena jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase
pada vena serebral), untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
5. Berikan perioede istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya
prosedur.
R/ : Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek
rangsangan komulatif
6. Kloborasi:Pemberian O2 sesuai indikasi dan Pemberian cairan intravena
sesuai dengan yang diindikasikan.
R/ : Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi
serebral dan volume darah serta kenaikan TIK.
Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk mengurangi edema serebral,
peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah, dan TIK.
Dx. 2Penurunan Cardiac Output berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas jantung
Intervensi
Intervensi :
1.Berikan klien (bed rest) total dengan posisi tidur terlentang tanpa
bantal.
Rasional : Perubahan tekanan pada intrakranial akan dapat
menyebabkan risiko untuk terjadinya herniasi otak.
2.Observasi tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
Rasional : Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
3.Observasi tanda-tanda vital seperti TD, nadi, suhu, respirasi, dan hati-
hati pada hipertensi sistolik.
Rasional : Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan
keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan
autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebral yang
dapat dimanifestasikan dengan meningkatkan sistolik dan diikuti
oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu
dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
4.Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk
mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
Rasional : Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan
intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau
mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.
5.Anjurkan klien untuk menggindari batuk dan mengejan berlebihan.
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intrakranial dan potensi terjadi pendarahan ulang.
6.Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan
untuk pencegahan terhadap perdarahan.
7.Kolaborasi dalam pemberian cairan per infus dengan perhatian ketat.
Rasional : Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan
intrakranial, retriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema
serebral.
8.Observasi AGD bila diperlukan pemberian osigen.
Rasional : Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan
oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik
serebral.
9.Berikan terapi sesuai instruksi dokter, seperti: Steroid, Aminofel,
Antibiotika.
Rasional : Terapi yang diberikan dengan tujuan : menurunkan
permeabilitas kapiler, menurunkan edema serebri, menurunkan
metabolik cell/konsumsi dan kejang.
Intervensi :
Intervensi :
1. Ajarkan teknik napas dalam.
Rasional : Teknik nafas dalam dapat dilakukan dengan menarik nafas
sekuat- kuatnya lewat hidung kemudian di tahan dan dikeluarkan lewat
mulut, sehingga ekspansi paru lebih maksimal dan mengurangi rasa
nyeri.
2. Awasi perubahan status pola pernapasan
Rasional : Perubahan pola pernapasan dapat terjadi sewaktu – waktu
sehingga perlu pengawasan yang intensif
3. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat
tidur.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi
paru
4. Pantau kedalaman pernapasan dan ekspansi dada.
Rasional : Kedalaman pernapasan dan ekspansi dada menandakan
kefektifan pola pernapasan
5. Auskultasi bunyi napas, misal krekels, mengi, ronchi
Rasional : Kelainan bunyi nafas menandakan adanya suatu gangguan
pada paru – paru dan saluran pernapasan
6. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan.
Rasional : Memberikan oksigen yang adekuat
7. Kolaborasi dalam pemberian fisioterapi dada, misal drainase postural
dan perkusi area yang tak sakit.
Rasional : Memberikan kenyamanan pada pasien dan mempercepat
proses penyembuhan
Intervensi :
1. Observasi kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan
mengatasi sekresi.
Rasional : Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan
sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi.
2. Timbang berat badan
Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah
pemberian nutrisi.
3. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti tinggikan
kepala tempat tidur selama makan atau selama pemberian makan lewat
NGT.
Rasional : Menurunkan resiko regurgitasi dan atau terjadi aspirasi.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan yang adekuat.
Rasional : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi
kebutuhan kalori/nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh,
keadaan penyakit sekarang.
5. Pantau pemeriksaan laboratorium.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi nutrisi, fungsi organ, dan respon
terhadap terapi nutrisi tersebut.
6. Berikan makan dengan cara yang sesuai, seperti melalui selang NGT.
Rasional : Pemilihan rute pemberian tergantung pada kebutuhan dan
kemampuan pasien.
Kriteria hasil :
1. Pasien tidak merasakan nyeri lagi
2. Pasien tidak meringis
3. Pasien tidak gelisah
4. Pasien dalam keadaan tenang
Intervensi :
1. Ajarkan tehnik relaksasi dengan menarik nafas panjang.
Rasional : membantu mengurangi rasa nyeri yang dialami klien.
2. Observasi penyebab timbulnya nyeri (takut, marah, cemas)
Rasional : dengan mengetahui faktor penyebab nyeri menentukan
tindakan untuk mengurangi nyeri.
3. Monitor karakteristik nyeri melalui respon verbal dan hemodinamik.
Rasional : perubahan respon verbal dan dan hemodinamik dapat
mendeteksi adanya perubahan kenyamanan.
4. Observasi adanya gambaran nyeri yang dialami klien meliputi
tempatnya, intensitas, durasi, kualitas dan penyebarannya.
Rasional : nyeri merupakan perasaan subyektif yang dialami dan
digambarkan sendiri oleh klien dan harus dibandingkan dengan gejala
penyakit lain sehingga didapatkan data yang akurat.
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman, kurangi aktivitas, batasi pengunjung.
Rasional : membantu mengurangi rangsangan dari luar yang dapat
menambah ketenangan sehingga pasien dapat beristirahat dengan tenang
dan daya kerja jantung tidak terlalu keras.
6. Observasi tanda – tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat
narkotik.
Rasional : obat jenis narkotik dapat menyebabkan depresi pernafasan
dan hipotensi.
Kriteria hasil :
1. Pasien mempertahankan posisi optimal
2. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
terkena atau kompensasi
3. Mendemonstrasikan tehnik/perilaku yang memungkinkan melakukan
aktivitas
4. Mempertahankan integritas kulit
5. Pasien tidak merasa lemas lagi
Intervensi :
1. Observasi kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur. Klasifikasikan melalui skala 0-4.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap
intervensi, sebab tehnik yang berbeda digunakan untuk paralisis spesifik
dengan flaksid.
2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan sebagainya
dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi
bagian yang terganggu.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemi jaringan. Daerah
yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan
menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada
kulit/dekubitus.
3. Tinggikan tangan dan kepala.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah
terjadinya edema.
4. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan dudukl (seperti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi
tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan unruk
menyokong berat badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki
yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam
berdiri.
Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan
respon proprioseptik dan motorik.
5. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau tanda lain
dari gangguan sirkulasi.
Rasional : Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami
trauma dan penyembuhannya lambat.
6. Bangunkan pasien dari kursi sesegera mungkin setelah tanda-tanda vital
stabil kecuali pada hemoragik serebral.
Rasional : Membantu menstabilkan tekanan darah (tonus vasomotor
terjaga), meningkatkan keseimbangan ekstremitas dalam posisi normal
dan pengosongan kandung kemih/ginjal, menurunkan risiko terjadinya
batu kandung kemih dan infeksi karena urine yang statis.
7. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk
menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Rasional : Dapat berespon dengan baik jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu dan memerlukan dorongan serta latihan aktif
untuk ”menyatukan kembali” sebagai bagian dari tubuhnya sendiri.
8. Kolaborasi:
1) Berikan tempat tidur dengan atras bulat, tempat tidur air, alat flotasi,
atau tempat tidur khusus (seperti tempat tidur kinetik) sesuai
indikasi.
Rasional : Meningkatkan distribusi merata berat badan yang
menurunkan tekanan pada tulang-tulang tertentu dan membantu
untuk mencegah kerusakan kulit/terbentuknya dekubitus. Tempat
tidur khusus membantu dengan letak pasien obesitas (kegemukan),
meningkatkan sirkulasi dan menurunkan terjadinya vena statis untuk
menurunkan risiko terhadap cedera pada jaringan dan komplikasi
seperti pneumonia ortostatik.
2) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif,
dan ambulasi pasien.
Rasional : Program yang khusus dapat dikembangkan untuk
menemukan kebutuhan yang berarti/menjaga kekurangan tersebut
dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
3) Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperti TENS sesuai indikasi.
Rasional : Dapat membantu memulihkan kekuatan otot
danmeningkatkan kontrol otot volunter.
4) Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi, seperti
baklofen, dantrolen.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas
pada ekstremitas yang terganggu.
Kriteria hasil :
1. Pasien dapat tidur minimal 8 jam di malam hari
2. Mampu mengambarkan factor yang mencegah atau menghambat tidur.
Intervensi :
1. Lengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur. Katakan pada pasien
bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur.
Rasional : Penguatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan
kesetabilan lingkungan.
2. Berikan makanan kecil sore hari, dan mandi masase punggung.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
3. Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum
tidur.
Rasional : Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi ke kamar
mandi/berkemih selama malam hari.
4. Putarkan musik yang lembut.
Rasional : Menurunkan stimulus sensori dengan menghambat suara-
suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur nyenyak.
Kriteria hasil :
1. Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual
2. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residual
3. Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap
defisit/hasil
Intervensi :
1. Lihat kembali proses patologis kondisi individual.
Rasional : Kesadaran akan tipe/daerah yang terkena membantu dalam
mengkaji/mengantisipasi defisit spesifik dan perawatan.
2. Evaluasi adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang
pandang, perubahan ketajaman persepsi (bidang horizontal atau
vertikal), adanya diplopia (pandangan ganda).
Rasional : Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negatif
terhadap kemampuan pasien untuk menerima lingkungan dan
mempelajari kembali keterampilan motorik dan meningkatkan risiko
terjadinya cedera.
3. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal. Biarkan lampu
menyala, letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang
normal. Tutup mata yang sakit jika perlu.
Rasional : Pemberian pengenalan terhadap adanya orang/benda dapat
membantu masalah persepsi; mencegah pasien dari terkejut. Penutupan
mata mungkin dapat menurunkan kebingungan karena adanya
pandangan ganda.
4. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang
membahayakan.
Rasional : Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang
mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi
lingkungan; menurunkan resiko terhadap terjadinya kecelakaan.
5. Observasi kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian.
Rasional : Penurunan kesadaranterhadap sensorik dankerusakan perasaan
kinetik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/ posisi tubuh dan
kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan
risiko terjadinya trauma.
6. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, meraba. Biarkan pasien
menyentuh dinding/batas-batas yang lainnya.
Rasional : Membantu melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan interpretasi stimulasi. Membantu pasien
untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan penggunaan dari
daerah yang terpengaruh.
7. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang
membahayakan. Rekomendasikan pemeriksaan terhadap suhu air dengan
tangan yang normal.
Rasional : Meningkatkan keamanan pasienyang menurunkan risiko
terjadinya trauma.
8. Hilangkan kebisingan/swtimulasi eksternal yang berlebihan sesuai
kebutuhan.
Rasiuonal : Menurunkan ansietas dan respons emosi yang
berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebihan.
9. Bicara dengan tenang, perlahan, dengan menggunakan kalimat yang
pendek. Pertahankan kontak mata.
Rasional : Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang
perhatian atau masalah pemahaman. Tindakan ini dapat membantu
pasien dalam berkomunikasi.
Dx11. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penekanan
pada jaringan otak.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien dapat berkomunikasi dengan baik, mampu
mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria hasil :
1. Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi
2. Pasien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isyarat
Intervensi :
1. Observasi tipe disfungsi, misalnya klien tidak mengerti tentang kata-kata
atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri.
Rasional : Membantu menentukan kerusakan area pada otak dan
menentukan kesulitan klien dengan sebagian atau seluruh proses
komunikasi, klien mungkin mempunyai masalah dalam mengartikan
kata-kata (afasia, Wernicke, area dan kerusakan pada area Broca).
2. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan
klien untuk mengklarifikasi.
Rasional : Klien dapat mengalami kehilangan kemampuan untuk
memonitor ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan
melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan dapat
mengklarifikasi percakapan.
3. Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti ”tutup
matamu” dan ”lihat ke pintu”.
Rasional : Untuk menguji afasia reseptif.
4. Instruksikan klien untuk menyebutkan nama suatu benda yang
diperlihatkan.
Rasional : Menguji afasia ekspresif, misalnya klien dapat mengenal
benda tersebut tetapi tidak mampu menyebutkan namanya.
5. Dengarkan bunyi yang sederhana seperti ”sh...cat”.
Rasional : Mengidentifikasi disatria komponen berbicara (lidah,
gearakan bibir, kontrol pernapasan dapat mempengaruhi artikulasi dan
mungkin tidak terjadinya afasia ekspresif).
6. Instruksikan klien untuk menulis nama atau kalimat pendek, bila tidak
mampu untuk menulis instruksikan klien untuk membaca kalimat
pendek.
Rasional : Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia) dan defisit
membaca (alexia) yang juga merupakan bagian dari afasia reseptif dan
ekspresif.
7. Berikan peringatan bahwa klien di ruang ini mengalami gangguan
berbicara, sediakan bel khusus bila perlu.
Rasional : Untuk kenyamanan berhubungan dengan ketidakmampuan
berkomunikasi.
8. Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis,
menggambar, dan mendemonstrasikan secara visual gerakan tangan.
Rasional : Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu.
9. Antisipasi dan bantu kebutuhan klien.
Rasional : Membantu menurunkan frustasi karena ketergantungan atau
ketidakmampuan berkomunikasi.
10. Ucapkan langsung kepada klien berbicara pelan dan tenang, gunakan
pertanyaan dengan jawaban ’ya’ atau ’tidak’ dan perhatikan respons
klien.
Rasional : Mengurangi kebingungan atau kecemasan terhadap
banyaknya informasi. Memajukan stimulasi ingatan dan kata-kata.
11. Berbicara dengan nada normal dan hindari ucapan yang terlalu cepat.
Berikan waktu klien untuk berespons.
Rasional : Klien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak menyebabkan
klien marah, dan tidak menyebabkan rasa frustasi.
12. Anjurkan pengunjung untuk berkomunikasi dengan klien misalnya
membaca surat, membicarakan keluarga.
Rasional : Menurunkan isolasi sosial dan menefektifkan komunikasi.
13. Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi.
Rasional : Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk
mempraktikkan keterampilan praktis dalam berkomunikasi.
14. Perhatikan percakapan klien dan hindari berbicara secara sepihak.
Rasional : Memungkinkan klien dihargai karena kemampuan
intelektualnya masih baik.
15. Kolaborasi: konsul ke ahli terapi berbicara.
Rasional : Mengkaji kemampuan verbal individual dan sensori motorik
dan fungsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit dan kebutuhan terapi.
Kriteria hasil :
1. Mempertahankan orientasi mental dan realitas budaya
2. Konsentrasi baik
Intervensi :
1. Berikan isyarat lingkungan untuk orientasi terhadap waktu,
tempat dan orang (gambar, foto, jam, kalender dengan penanda silang
untuk hari yg telah di lewati, lorong dan pintu yg menggunakan kode
warna).
Rasional : isyarat lingkungan akan meningkatkan orientasi terhadap
waktu, tempat dan individu akan mengisi kesenjangan ingatan dan
berfungsi sebagai pengingat.
2. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang
Rasional : Kebisingan, keramaian, orang banyak biasanya merupakan
sensori yang meningkatkan gangguan neuron.
3. Bantu menemukan atau membetulkan hal-hal yang salah
dalam penempatannya. Berikan label gambar-gambar/hal yang dimiliki
pasien. Jangan melawan/menantang pasien.
Rasional : dapat menurunkan defensive pasien jika pasien mempercayai
ia sedang ada dalam tempat yang salah, tersimpan atau tersembunyi.
Membantah hal yang keliru dari pasien tidak akan mengubah
kepercayaan dan mungkin juga akan menimbulkan kemarahan.
4. Evaluasi pola dan kecukupan tidur/istirahat. Catat adanya
letargi, peningkatan peka rangsang, sering ”menguap”, adanya garis
hitam di bawah mata.
Rasional : kekurangan tidur dapat mengganggu proses pikir dan
kemampuan koping pasien
Kriteria hasil :
1. Pasien mengerti tentang penyakitnya dan apa yang mempengaruhinya
2. Pasien dapat mengungkapkan pentingnya fungsi otak dengan mematuhi
program yang diharuskan.
Intervensi :
1. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka pendek dan jangka panjang
Rasional : Menyiapkan pasien untuk mengatasi kondisi serta
memperbaiki kualitas hidup
2. Jelaskan klien tentang pengobatan dan mengapa terjadi kanker lambung.
Rasional : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
3. Ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya
Rasional : Mengajarkan pasien tentang kondisinya adalah salah satu
aspek yang paling penting dari perawatannya
4. Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran, sediakan materi
pengajaran/instruksi tertulis
Rasional : Membantu meningkatkan pengetahuan dan memberikan
sumber tambahan untuk referensi perawatan di rumah.
Intervensi :
1. Pantau adanya kejang/kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot
wajah yang lain.
Rasional : Mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang
memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk
mencegah komplikasi.
2. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantalan pada
penghalang tempat tidur, pertahankan penghalang tempat tidur tetap
terpasang.
Rasional : Menghindarkan cidera pada pasien.
3. Mempertahankan tirah baring
Rasional : Menurunkan risiko terjatuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito-Moyet, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa
Keperawartan. 2006. Jakarta : EGC
2. Doenges, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan.
2000. Jakarta : EGC
3. Santosa, Budi. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. 2006.
Jakarta : Prima Medika
4. Price, Sylvia A. Pathofisiologi vol 2. 2006. Jakarta : EGC
5. Smeltzer, Suzanne C, dkk. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2.
2001. Jakarta : EGC
6. HTTP//Google.com