You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

Oleh:

XXXXXXXXXXXX

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012
EFUSI PLEURA
A. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari  dalam
kavum pleura  diantara  pleura  parietalis  dan  pleura  viseralis  dapat berupa cairan transudat
atau cairan eksudat (www.google.com).
Pleura   adalah   membrane   tipis   terdiri   dari   2   lapisan   yaitu   pleura viseralis dan
pleura parietalis.(Sudoyo, Aru W. 2006)
Efusi  pleura  adalah  istilah  yang  di  gunakan  bagi  penimbunan  cairan dalam rongga
pleura. (Price, 2005)
Efusi  pleura  adalah  adanya  cairan  yang  berlebih  dalam  rongga  pleura baik transudat
maupun eksudat.(Davey, 2005).
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000).

B. ETIOLOGI
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat
dan hemoragis
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior,
tumor, sindroma meig.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, infark paru,
radiasi, penyakit kolagen.
3. Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.
4. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral.
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit
dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
C. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah
cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm
H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun
misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada
proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan
jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A,
1995, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari
rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer
menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam
rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga
memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab
peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran
kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara
cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi kinik yang muncul (Tierney, 2002 dan Tucker, 1998) ) adalah
1. Sesak nafas
2. Nyeri dada
3. Kesulitan bernafas
4. Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
5. Keletihan
6. Batuk

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya
sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
 Ultrasonografi: USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
 Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan
posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak),
berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa
mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
 Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel
malignan, dan pH.
 Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

F. PENATALAKSANAAN
 Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis).
 Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
 Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari
tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan
elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase
water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan
paru.
 Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih
lanjut.
 Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,
bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian .
a) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan
ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang
jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi
di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita
diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut
egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
b) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan
sistem transport O2.
c) Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium
 Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak
bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan
kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari
300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk
memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral
dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit
(Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
 Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui
biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel
ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan
tumor pleura) (Soeparman, 1990, 788).
 Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
1) Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat

Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3

Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5

Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200

Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6

Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016

Rivalta Negatif Positif


Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga
cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
2) Analisa cairan pleura
- Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : berbau busuk
- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
3) Perhitungan sel dan sitologi
 Leukosit 25.000 (mm3) : empiema
 Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
 Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
 Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
 Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak
kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila
erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan
keganasan.
 Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
 Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel
ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura
lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood,
1995 : 147,148)
4) Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo
cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB
kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang
positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).
2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi pleura
antara lain :
a. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin
Tucleer, dkk, 1998).
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat
sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).
c. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
d. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
e. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan
kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)
3. Perencanaan
a. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.
Rencana tindakan :
1) Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi
pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
3) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala
tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal.
4) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
5) Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
6) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
7) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O 2 dan obat-obatan serta foto
thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat
sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil
laboratorium dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1) Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi
tubuh.
2) Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi pencernaan.
3) Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
4) Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
5) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan
memudahkan reflek.
6) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP
Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan
antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
7) Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity,
ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam
lemak dalam tubuh.
c. Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan:Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi
kecemasan.
Kriteria hasil :Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan
frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Rencana tindakan :
1) Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak
kerjasama dalam perawatan.
2) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
3) Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat
bermanfaat dalam mengatasi stress.
4) Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
5) Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi
klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
6) Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi
dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
d. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
nyeri pleuritik.
Tujuan :Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil: Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa
mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan
pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
1) Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar
peredaran O2 dan CO2.
2) Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien
sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
mengganggu proses tidur.
3) Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
4) Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.

Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999

Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997

Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.

Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.

Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8.
Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.

Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.

Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan
evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.

You might also like