You are on page 1of 39

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker wanita di negara berkembang 75% dari jumlah penderita kanker ginekologik Dunia setiap 2 menit seorang wanita meninggal Indonesia : 40-45 kasus/hari, setiap satu jam seorang wanita meninggal RSCM : 250 kasus baru/tahun usia 30-45 th

Ada bibit penyakit seksual spesifik the seed Ada daerah metaplasia epitelium dari zona transformasi serviks the soil Ada kofaktor yang mempengaruhi imunitas epitelial spesifik the nutrients

30 tahun riset

Smegma, sperma, bacteria, protozoa dan virus 2 decades diduga penyebab adalah virus herpes simplex Saat ini infeksi virus Human Papilloma (tipe spesifik HPV) diduga kuat sebagai etiologi dari neoplasia serviks

Perubahan metaplasia skuamosa di daerah zona transformasi serviks merupakan daerah kritis dan potensial terjadi

perubahan seluler perkembangan ca serviks

Metaplasia Skuamosa dapat terjadi secara aktif pada saat fetus, pubertas /dewasa muda serta kehamilan pertama

1. Merokok - 2x beresiko lesi prakanker dan kanker serviks - menurunkan imunitas seluler serviks 2. Pil Kontrasepsi - pengguna OCP 6x beresiko HGSIL 3. Faktor Diet - defisiensi vit C dan asam folat 4. Sperma dan Plasma Seminal 5. Infeksi organisme lainnya : HIV , Klamidia, HSV

HPV (16,18) LIS derajat rendah --------> - merokok - imunologi - hormonal Kanker serviks - regresi - menetap - progresif

PERUBAHAN SEL NORMAL

DISPLASIA Lesi Pra kanker

KANKER

NATURAL HISTORY KANKER SERVIKS

Lesi Pra Kanker


Infeksi Displasia HPV ringan Displasia sedang Displasia berat KIS

Kanker
Karsinoma

3 tahun

3 - 20 tahun

Growth Stimulation

Regulation of Viral transcription & replication

E2 E4 E1
Regulation of viral replication

E5
Encodes for minor capsid protein

L2 HPV genome (-7815 base pairs)

Encodes for major capsid protein

E7

Transforming genes/ growth stimulation

L1
Late gene

E6
URR
( Upper regulatory regions )

Gambaran Skematik dari organisasi genome HPV

Karakteristik Human Papilloma Virus


Faktor inisiator gangguan sel serviks
Onkoprotein E6 dan E7 degenerasi keganasan E6 mengikat protein sel merusak tumor suppressor gene (TSG) p53 aktivitas henti sel dan apoptosis tidak terjadi siklus sel tidak terkontrol E7 mengikat TSG pRb faktor transkripsi sel terjadi terus menerus siklus sel tidak terkontrol Parasit obligasi intraseluler Infeksi lokal Tidak ada reaksi imun

Primer

hindari faktor resiko/faktor predisposisi vaksinasi skrining tes pap untuk menemukan lesi prakanker kontrol teratur

Sekunder

Sebaiknya diberikan pada keadaan tidak terinfeksi HPV 16 dan 18

Wanita yang belum/tidak terinfeksi HPV

Vaksin profilaksis Jenis quadrivalent dan bivalent Target usia 10-55 tahun Metode penapisan pravaksinasi -- pap smear Diberikan IM pada bulan 0, 1, 6

Pemeriksaan ini sangat sederhana, tidak sakit, memerlukan waktu tidak lebih dari 10 menit, serta relatif murah

Tujuan Tes Pap :

Penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan lesi prakanker

Hasil Tes Pap bukan merupakan suatu diagnosis Diagnosis pasti kelainan suatu lesi serviks adalah HISTOPATOLOGI Tes Pap abnormal kolposkopi (biopsi terarah) histopatologik

1943 1953 1967

Papanicolaou Displasia - Karsinoma Insitu (Reagan) Neoplasia Intraepitel Serviks (Richart RM)

1988
1990 1990

The Bethesda System


Modifikasi Neoplasia Intraepitel Serviks British Society for Clinical Cytology

1991
2001

The Bethesda System


The Bethesda System

Klasifikasi Papanicolau (1943)


Kelas I : Tidak ditemukan sel atipik atau sel abnormal : Sitologi atipik tetapi tidak ditemukan keganasan : Sitologi sugestif tetapi tidak konklusif keganasan : Sitologi sangat sugestif keganasan : Sitologi konklusif keganasan

Kelas II
Kelas III

Kelas IV Kelas V

Meliputi kriteria

Negatif (tidak ditemukan sel ganas) Inkonklusif (spesimen tidak memuaskan) Displasia (didapatkan sel-sel diskariotik)

Positif (didapatkan sel-sel ganas)

NIS 1 sesuai displasia ringan NIS 2 sesuai displasia sedang NIS 3 sesuai displasia berat dan karsinoma insitu Karena secara biologik tidak ditemukan perbedaan antara displasia dan karsinoma insitu, keduanya dianggap satu kesatuan penyakit yang hanya berbeda tingkatannya

Class I

Class II

Class III Mild Mod

Class IV Sev

Class V

Normal

Inflam

Dysplasia CIN I CIN II

Cancer
CIS CIN III Cancer

Normal

Atypia

Koilocytosis

WNL

Benign Cellular Changes

AS CUS

LGSIL

HGSIL

HGSIL

Carcinoma

NEGATIF

AS CUS

LGSIL

HGSIL

HGSIL

Carcinoma

Follow-up hasil sitologi LGSIL tanpa kolposkopi

LGSIL
Ulang Tes Pap 4-6 bulan
Bila hasil Tes Pap ulang abnormal/ SIL Kolposkopi Bila hasil Tes Pap normal Setelah 3 kali normal kembali Tes Pap annual

LGSIL
Kolposkopi Bila kolposkopi normal dan memuaskan , kembali follow up Tes Pap secara annual

HGSIL
Kolposkopi
Bila kolposkpi memuaskan lesi dilakukan biopsi terarah untuk pemeriksaan patologi anatomi Bila kolposkopi tampak lesi dan tidak memuaskan dilakukan tindakan konisasi / LLETZ

AGUS
Farvoring neoplasia Tanpa kualifikasi

Kolposkopi/ kuret endoserviks Positif

Kolposkopi/ kuret endoserviks

Negatif Negatif
Konisasi kecuali kanker

Positif
Konisasi kecuali kanker Tes Pap 4-6 bln sampai 4x dbn, kemudian annual Negatif

Persisten AGUS: konisasi

Keputusan merujuk pasien KOLPOSKOPI berdasarkan hasil tes pap abnormal Hasil tes Pap bukan merupakan DIAGNOSIS !!! Diperlukan biopsi terarah HISTOPATOLOGI
Hasil SITOLOGI-KOLPOSKOPI-HISTOPATOLOGI TERAPI DEFINITIF

Komunikasi dan Bahasa yang sama

Sitologi

Klinikus/Kolposkopi

Patologi Anatomi

Penetapan stadium dengan pemeriksaan klinik. Pemeriksaan ginekologi dalam narkose mempunyai akurasi tinggi. Tujuan penetapan stadium klinik ini adalah untuk menetapkan jenis pengobatan dan meramalkan prognosis. Stadium klinik yang digunakan berdasarkan FIGO

Pada umumnya penyebaran melalui pembuluh getah bening (limfogen) Umumnya terbatas di daerah panggul parametrium dan dinding panggul Penyebaran jauh pada stadium lanjut : paru, ginjal, hati, tulang dan otak Biasanya penderita sudah meninggal lebih dulu disebabkan perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun, akibat uremia (obstruksi ureter)

Stadium 0 : karsinoma in situ Stadium I : proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus Stadium II : keganasan ke luar dari serviks, menjalar ke 2/3 bag. atas vagina dan/atau ke parametrium, belum mencapai dinding panggul Stadium III : penyebaran sampai 1/3 distal vagina dan/atau ke parametrium sampai ke dinding panggul Stadium IV : penyebaran ke mukosa rektum atau VU, atau penyebaran jauh

Gejala paling sering : keputihan, berbau busuk akibat infeksi dan kerusakan jaringan Perdarahan kontak (pasca sanggama) : 75-80% Perdarahan akibat terbukanya pemb, darah makin lama makin sering terjadi, juga di luar sanggama (spontan). Perdarahan spontan pada umumnya pada tingkat klinik lanjut (II atau III), terutama pada tumor eksofitik.

Perdarahan spontan saat defekasi (buang air besar) Bau busuk yang khas Anemia akibat perdarahan berulang Nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf Gejala akibat metastasis jauh bergantung organ yang terkena

Terapi dilakukan setelah diagnosis dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker/onkologi) Penanganan sangat bervariasi, bergantung pada tingkat keganasan, penyebaran sel kanker, karakteristik penderita : elektrokoagulasi, bedah krio, biopsi kerucut (Konisasi), pembedahan pengangkatan rahim (simpel maupun radikal)

Tingkat klinik Ia : umumnya dianggap sbg kanker invasif LEEP dan Konisasi Tingkat Ib dan IIa histerektomi radikal dgn limfadenektomi panggul dan penyinaran pasca bedah. Radiasi dan kemoterapi pada stadium inoperabel (IIb, III dan IV) Pengamatan lanjutan thd kemungkinan kekambuhan dan perlunya terapi lanjutan

Prognosis ditentukan oleh beberapa faktor :


Umur penderita Keadaan umum Tingkat klinik keganasan Ciri-ciri histologik sel tumor Kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani Sarana pengobatan yang ada

Terimakasih

You might also like