Professional Documents
Culture Documents
Nadya Nuryati Azzahra Ayu Asih Pertiwi Nina Annisa Hidayati Aizar Agi Syahrial Adib Muntasir Inayaty Humairo Maya Sagita Feryra Putri Ayu Suma Yordan Kangsudarmanto Juli Harnida Purwaningayu
Problem Tree
Definisi
Prognosis
Etiologi
Komplikasi
Trauma Maksilofasial
Klasifikasi
Terapi
Pemeriksaan
Sasaran Belajar
1.
2.
Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan sekitarnya, mencakup jaringan lunak dan jaringan keras.
(Michael, 2004)
Kecelakaan lalu lintas Trauma karena perkelahian Trauma bermain di taman Kecelakaan saat bekerja/industri Kecelakaan saat berolahraga Fraktur patologis akibat ekspansi kista dan infeksi Kesalahan teknik operatif
Trauma maksilofasial
Trauma jar. lunak
Berdasarkan jenis luka, Dikaitkan dengan unit estetik Trauma pd gigi
Fraktur orofasial
Fraktur mandibula
(Pederson, 1996)
Avulsi
Trap door
Luka bakar
Kontusio
Abrasi
Menguntungkan
Tidak menguntungkan
(Pederson, 1996)
III
IV
Fraktur mandibula
Pemeriksaan
Pemeriksaan Klinis
Pernapasan dan perdarahan
Pemeriksaan tanda-tanda vital dan status
neurologis Pemeriksaan lokasi, panjang dan kedalaman luka-luka pd wajah serta kemungkinan terlibatnya struktur dibawahnya dengan cara Inspeksi : pemeriksaan deformitas angulasi medial, lateral, posterior/anterior, diskrepansi, rotasi, perpendekan/perpanjangan apakah ada bengkak/kebiruan pada luka yg mengarah ke fraktur terbuka
Pemeriksaan (lanjutan..)
Pemeriksaan wajah bagian tengah dengan palpasi dimulai dr
superior ke inferior utk mengetahui adanya nyeri tekan pada daerah faktur dan nyeri bila digerakkan. Pemeriksaan lokasi mandibula terhadap maksila dengan cara memerintahkan pasien melakukan gerakan-gerakan tertentu serta palpasi tepi inferior dan posterior mandibula dimulai dari proc condylaris sampai ke symphisis mandibulae. Pemeriksaan ekstraoral (ada trauma dental atau gigi dan tulang gigi palsu dan pecahan gigi harus dikeluarkan dari mulut untuk menghindari aspirasi), perioral (Rekonstruksi bibir di dareah vermilion harus ekstra hati-hati untuk mengembalikan fungsi estetik dan fonetik bibir), perinasal dan intraoral (oklusi) Pemeriksaan trauma di tempat lain (Ajmal et al, 2007; Budihardja et al, 2011; Marc & Marco, 2008; Pedersen 1996)
Pemeriksaan Penunjang
1.
Radiograf Panoramik Panoramik menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula/maksila dalam satu radiograf 2. CT scan Apabila terjadi fraktur multipel pd wajah perluasannya dan kemungkinan keterlibatannya struktur penting disekitarnya masih dipertanyakan. CT scan memiliki keunggulan dalam hal tidak adanya gambaran yg tumpang tindih dan bisa mempertahankan detail jar lunak.
(Pederson, 1996)
Tata Laksana
Penanganan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pertama
Mempertahankan Saluran Pernafasan Adekuasi dari ventilasi Kontrol Pendarahan Mengamati Tanda Vital Kontrol Rasa sakit Terapi Antibiotik (Pederson 1996)
Antibiotik Profilaksis
(Michael, 2004)
Perawatan orofasial
Integrasi/pentahapan perawatan Prinsip umum perawatan orofasial: hukum dari dalam keluar luka yg terletak lebih dalam dirawat terlebih dahulu Pertimbangan kosmetik Hasil yg paling baik akan dicapai apabila perawatan dilakukan 12-24 jam setelah kejadian
Persiapan Luka-luka dibersihkan menggunakan povidon iodin atau rivanol dan kapas diikuti larutan saline steril, apabila ada perdarahan kontrol dgn penekanan atau pengkleman kemudian diusap dgn lap bersih. Pembersihan dilakukan seminimal mungkin, hanya jaringan nekrotik yg dibuang dan eksisi jaringan yg nyata-nyata tdk mendapatkan suplai darah
atau secara terbuka (open reduction), fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi
Penutupan lapis demi lapis
Luka ditutup lapis demi lapis, dimulai dari bagian dlm dan berakhir
pd permukaan dgn setiap saat berusaha utk tdk membuat rongga dead space. Jahitan terputus (interrupted) bagian dlm dilakukan dgn benang yg mudah diabsorbsi ukuran 3-0 atau 4-0 (gut/polygly-colic acid) Penutupan subkutan dilakukan dgn benang yg tdk terabsorbsi dgn teknik jahitan interrupted terrbalik yakni simpul menjauhi kulit. Kulit ditutup dgn jahitan interrupted yg sedikit terbalik menggunakan benang yg tdk bisa diabsorbsi Jahitan pd kulit dilepas pd hari keempat atau kelima
(Ajmal et al, 2007; Pederson, 1996; Thapliyal et al, 2007)
Kontrol Rasa sakit Dengan pemberian analgetik (Kontra indikasi : analgesik narkotik) Kontrol infeksi Dengan pemberian antibiotik Praoperasi : Pemberian Profilaksis Pascaoperasi : Pemberian antibiotik; amoxisilin Pemberian cairan intravena (biasanya larutan elektrolit seimbang) Instruksi untuk menjaga OH Instruksi untuk menggerakan rahang dengan pelan Pasien diberi diet cairan, kadang ditambah protein atau vitamin Follow up
Komplikasi
1.
Komplikasi (lanjutan..)
2. Komplikasi lanjut a) Nonunion
Tidak menyambung/menyatu pada fraktur
b)
a)
Malunion reduksi atau imobilisasi yang tidak baik, atau fraktur yang belum benar benar sembuh. Delayed union Infeksi selama proses pembentukan kalus dan mobilisasi yang terlalu awal, sehingga penyambungan tertunda.
Prognosis
Faktor Penyebab Gangguan Penyembuhan Luka Endogen Koagulapati (perdarahan) Gangguan sistem imun (HIV, TBC) Hipoksia lokal (nekrosis, kelainan pendarahan, kelainan arteri) Gizi (malnutrisi) Malabsorbsi (penyakit saluran cerna, Eksogen Pascaradiasi (penghambatan angiogenesis dan proliferasi) Imunosupresi (obat-obat sitotastik, kortikosteroid, imunosupresi) Infeksi (TBC, sifilis, difteri) Jaringan mati (sekuester, nekrosis)
defisiensi, hipovitaminosis)
Gangguan metabolisme (hepatitis, DM) Neuropati (anestesia : lepra) Infeksi jamur Keganasan lokal (ulkus marjolin) Konstitusional (keloid) Keadaan umum kurang baik (usia lanjut, penyakit cushing atau Addison, Anemia)
Proses Penyembuhan
1.
Penyembuhan primer (healing by intention) segera setelah terjadi luka, tepi luka disatukan oleh bekuan darah yg fibrinnya bekerja seperti lem terjadi reaksi peradangan akut pd tepi luka dan sel-sel radang memasuki bekuan darah terjadi reaksi peradangan eksudatif dimulai pertumbuhan jar granulasi ke arah dalam pd daerah yg sebelumnya ditempati bekuan darah setelah bbrapa hari, luka tsb dijembatani oleh jar granulasi yg disiapkan utk menjadi sbuah parut epitel permukaan bagian tepi mulai melakukan regenerasi dan dlm waktu beberapa hari lap epitel yg tipis bermigrasi di atas permukaan luka seiring dgn jar parut dibawahnya matang, epitel ini jg menebal dan matang epitel menyerupai kulit didekatnya terbentuknya kembali permukaan kulit dan dasar jar parut yg tdk nyata atau hanya terlihat sbg satu garis tebal Pd luka lain, diperlukan jahitan utk mendekatkan kedua tepi luka sampai terjadi penyembuhan. Jahitan dpt diangkat jika sdh terjadi regenerasi epitel hingga suatu saat tepi luka tdk akan membuka lg jika benang dilepas
Penyembuhan terjadi jika kulit yg mengalami luka sedemikian rupa sehingga tepinya tdk dpt didekatkan selama proses penyembuhan Perbedaan dgn penyembuhan primer : lebih banyak jar granulasi yg terbentuk dan biasanya terjadi jar parut yg lebih luas serta penyembuhan yg lebih lama drpd penyembuhan primer Pd luka besar yg terbuka sering dpt terlihat jar granulasi yg menutupi dasar luka seperti sebuah karpet yg lembut, yg mudah berdarah jika disentuh. Pd keadaan lain, jar granulasi sebenarnya tumbuh di bawah keropeng dan regenerasi epitel tampaknya terjadi dibawah keropeng keropeng terlepas setelah penyembuhan lengkap Penyembuhan sekunder kurang diharapkan karena memerlukan waktu yg lebih lama dan jar parut yg terbentuk sangat buruk
(Price&Lorraine, 2006)
Fase Inflamatory
Segera setelah luka terjadi & berkahir 3-4 hari Terjadi proses hemostasis & pagositosis
Fase Proliferatif
Berlangsung pada hari ke 3 atau 4 21 hari. Fibroblast secara cepat mensintesis kolagen dan substansi protein ( 5
hari setelah terjadi luka). Bertambahnya kekuatan permukaan luka karena peningkatan jumlah kolagen sehingga kecil kemungkinan luka terbuka.
Fase Maturasi
Terjadi pada hari ke 21 dan berlangsung terus hingga berakhir 1 2
tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen, sehingga struktur kolagen semakin kuat menyebabkan bekas luka semakin kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih. (dudley & Eckersley, 2000)
Repair : Penyembuhan terjadi dengan mengganti jaringan yg rusak dengan jaringan kolagen
(Doherty, 2010)
Stage of hematoma (pendarahan) terjadi beberapa detik setelah fraktur, kerusakan pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya pendarahan baik di sekitar tulang maupun di ujungujung fragmen fraktur. Terjadi proses inflamasi
2. Stage of Subperiosteal dand endosteal (jaringan granulasi) Terjadi 5 hari setelah tahapan hematoma terbentuk jaringan granulasi yang dapat terjadi karena terbentuknya kapiler-kapiler baru dan proliferasi fibroblast. Patah tulang telah terselubung oleh sambungan serabut-serabut fibrin, tp penyambungan belum dalam bentuk tulang.
3. Stage of Callus Pada tahap ini jaringan tulang yang terbentuk sudah memiliki kekuatan. Hal ini dapat terjadi karena aktifitas endosteum dan periosteum menyebabkan osteblast berubah menjadi osteocit, kemudian menempati jar granula sehingga terbentuk callus. Kumpulan jar2 tersebut disebut primary callus, tp bentuk anatominya tidak sama dengan tulang normal. Terjadi selama 3-4 minggu
4. Stage of Consolidation (oosifikasi) Pada tahap ini terjadi mineralisasi pada callus. Bentuk strukturnya primary callus diubah oleh aktivitas osteoblast menjadi struktur tulang yang sama dengan tulang biasa. Terjadi selama 2-3 minggu 5. Stage of Remodelling Tulang- tulang yang menonjol (tidak normal) oleh karena kontraksi otot-otot akan hilang dan tulang kembali pada keadaan normal. Proses ini berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun tahun. (Lukman, 2005)
Daftar Pustaka
Ajmal S, Khan M. A, Jadoon H, Malik S. A. (2007). Management protocol of mandibular ractures at Pakistan Institute of Medical sciences, Islamabad, Pakistan. J Ayub Med Coll Abbottabad. Volume 19, issue 3 Black & hawks.medical-surgical nursing,clinical management for positive outcomes 7th ed. elsavier saunders. Missouri. USA. 2005 Budihardja AS dan Rahmat M. Trauma Oral dan Maxillofacial. Jakarta. EGC; 2011, p 17-23 Doherty, 2010. Wound Healing incurret diagnosis and treatment : surgery, 13 edition the Mc. Graw hill Companies, USA. Elidasari, Monika. Pramono coen. Penatalaksanaan fraktur bilateral pada angulus mandibula, dalam majalah PABMI, persatuan ahli bedah mulut Indonesia. Bandung. 2004, 241-245. Lukman K, dr, MSc. Penyembuhan patah tulang ditinjau dari sudut ilmu molekuler. Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran UNPAD, RS Hasan Sadikin. Bandung. 2005
Rabi AG, Khateery SM. Maxillofacial Trauma in Al Madina Region of Saudi Arabia: A 5-year Retrospective Study. J Oral Surg. 2002 Marc wrobel,Marco werth.pokok-pokok anestesi,penerbit buku kedokteran EGC.Homburg 2008 Black & hawks.2005.medical-surgical nursing,clinical management for positive outcomes 7th ed. Missourl,elsavier saunders Michael Miloro. Petersons Principle of Oral and Maxillofacial Surgery. BC Decker Inc. Hamilton. London. 2004 Pederson Gordon., Bedah Mulut, Alih Bahasa Purwanto, EGC, Jakarta, 1996, 236-248 Price SA & Lorraine MW. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Edisi 6. EGC. Jakarta. Indonesia. 2006 Sjamsuhidajat, Jong W D. Buku Ajar ilmu bedah. Edisi 3. EGC. Jakarta. Indonesia. 2007