You are on page 1of 33

P NIGGEMANN, MD, J KUCHTA, MD, D GROSSKUTH, MD, H K BEYER, MD, J HOEFFER, MD, and K S DELANK, MD Privatpraxis fu r Upright MRT,

, Cologne, Germany, Media Park Klinik, Cologne, Germany, and University Hospital of Cologne, Clinic for Orthopaedics and Traumatology, Cologne, Germany

Oleh ; ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA
Stase Radiologi, Rumah Sakit Islam Jakarta, Pondok Kopi

Spondilosis didefinisikan sebagai defek pada pars inter articularis, jadi spondylolisthesis artinya tergelincirnya suatu vertebra dari posisinya terhadap vertebra lainnya. Spondylolisthesis dapat terjadi akibat komplikasi dari spondylolysis akibat hilangnya stabilisasi posterior yang berdampak terhadap segmen. Selanjutnya hal ini dikenal dengan isthmic spondylolysis dan biasanya tidak terlalu beda dengan bentuk lain dari sponylolisthesis, seperti spondylolisthesis degeneratif

Pengukuran spondylolisthesis berdasarkan metode yang diusulkan meyerding. Meyerding mendefinisikan the slippage pada foto polos x-ray berdasarkan susunan vertebra dibawahnya. Caudal vertebra dibagi menjadi 4 bagian. Grade I mengartikan cranial vertebra hingga lebih dari 25 %, Grade II hingga lebih dari 50 %, Grade III lebih dari 70 %, Grade IV hingga 100 %, Grade V akan ditambahkan nanti, yang menggambarkan ptosis dari cranial vertebra. Klasifikasi lain juga ada, namun pengukuran slip tetap sama walau menggunakan pengukuran lain.

Diagnostik work-up umum terdiri dari foto x-ray konvensional posisi lateral, anteroposterior dan oblique. MRI atau CT tidak selalu dilakukan; bagaimanapun, keunggulan gambaran cross-sectional pada spodylolisthesis dan spondylolysis sudah diketahui. MRI merupakan alat yang paling baik untuk mendiagnosa spondylolysis dan spondylolisthesis. Defek pada spondylolytic hampir selalu dapat diidentifikasi dengan MRI.ciri khas dari gambaran istmic spondylolisthesis adalah adanya pelebaran dari kanalis spinalis yang berhubungan dengan pendesakan dari vertebra cranial. Frank dkk melaporkan bahwa hipoplasia pada spondylolytic vertebra ini sangat umum pada pencitraan x-ray konvensional dan bisa mirip dengan spondylolisthesis.

Pengukuran dan penilaian spondylolisthesis sangat penting sejak diagnostik work-up dan follow-up bergantung pada gejala klinis serta tingkatan atau grade spondylolisthesis. Spondylolisthesis merupakan gangguan yang tidak membutuhkan follow-up secara pencitraan saja, namun secara klinis dan pencitraan sinar X-ray.

Kami menyampaikan suatu penelitian mengenai MRI dengan jumlah terbesar yang belum pernah dilaporkan dari pasien dengan spondylolysis, yang ditekankan pada keunggulan pencitraan cross-sectional pada diagnosis serta penilaian spondylolisthesis. Penelitian menunjukkan bahwa hipoplasia berdampak terhadap klasifikasi meyerding dan hal itu dipertanyakan mengenai kelengahan penggunaan klasifikasi Meyerding tanpa memperhitungkan hipoplasia vertebral untuk menilai suatu slip pada MRI. Kami mengusulkan suatu cara untuk mengukur slip vertebra dan hipoplasia vertebra juga untuk menilai pasien ini dengan benar.

Tahun 2008 scan MRI spinal lumbal telah terkumpul dengan berbagai macam alasan dimulai dari Maret 2006 hingga May 2009 dengan fasilitas yang kami miliki, dan kami kumpulkan secara retrospektif. 140 pasien dengan spondylolysis atau isthmic spondylolisthesis dapat diidentifikasi dan termasuk dalam penelitian. Pasien yang lain dikeluarkan dari penelitian.

Menggunakan fonar upright H multi posisi TM MRI (Fonar, Melville, NY) berikut urutan MRI dari spinal lumbal dari posisi duduk menggunakan gulungan 2 chanel; sagital T2 weighted scan (echo time [TE], 140 ms, repetition time [TR], 1445 ms, matrix, 256x256 atau 320x320; lapang pandang , 36x36 cm), sagital T1 weighted sequence (TE, 15 ms; TR, 420 ms; matrix 320x320; lapang pandang 36x36cm)axial T2 weighted sequence (TE, 120 ms; TR, 1245 ms; matrix 256x256 atau 288x288; lapang pandang 20x20 atau 30x30 cm). Gambar dianalisa secara digital menggunakan gambar dalam arsip dengan software (jiveX; Visus, Bochum, Germany). Semua gambar telah divisualisasi oleh neuroradiologis senior dan neurosurgeon senior.

Setelah mengidentifikasi spondylolysis, tingkatannya dicatat. Pasien dengan segmen transisi dimasukkan dalam penelitian, dengan menandai vertebra yang bebas terakhir dengan S1. Jika terdapat spondylolisthesis, the slippage pada spondylolyic vertebra diukur sesuai dengan gambaran pada gambar 1. Untuk itu, sebuah garis yang ditarik dari garis tengah gambaran sagital menunjukkan delineasi yang jelas pada struktur tulang yang menghubungkan antara tepi atas dan bawah vertebra kranial. Garis paralel kedua ditarik setelah menandai tepi upper dorsal pada vertebra kaudal. Jarak antara 2 garis setara dengan slip dan diukur dengan milimeter. (gambar 1) Titik cut-of sepanjang 3 mm dipilih, mengartikan slip yang lebih kecil dari 3mm tidak terhitung. Titik cut-of ini dipilih berdasarkan rresolusi gambar. The slip telah diukur dalam milimeter dan diklasifikasikan menuru klasifikasi meyerding. (tabel 1)

Gambar 1

Kemudian perbedaan panjang antara kranial, spondylotic vertebra, dan vertebra kaudal yang berdekatan diukur (gambar 2). Perbedaan panjang antara dua vertebra tersebut sudah dicatat. Hanya dengan perbedaan 3 mm yang dicatat. Dengan mempertimbangkan adanya hipoplasia, klasifikasi meyerding mulai dimodifikasi, dengan mengurangi hipoplasia dari pengukuran slip. The slippage yang sebenarnya didefinisikan sebagai hasil dari presentasi dengan vertebra dibawahnya (tabel 2)

Untuk membandingkan hasil temuan pada pasien tanpa spondylolysis atau spondylolisthesis, kelompok kontrol telah dibentuk berjumlah 141 pasien. Untuk kelompok kontrol hanya pasien tanpa spondylolysis atau spondylolisthesis saja yang dimasukkan.Spondylolisthesis didefinisikan sebagai suatu gangguan pada alignment ventral dari spinal lumbal. Kelompok kontrol direkrut secara acak dari pasien yang telah menjalani MRI-scan lumbal dengan berbagai macam alasan, kebanyakan dengan nyeri tidak spesifik pada punggung bawah antara Oktober 2008 dan May 2009. Panjang dari batas terbawah L5 dibandingkan dengan batas teratas S1 (gambar 3).

Data yang telah dicatat dalam datasheev menggunakan Excel (Microsoft, Redmond, WA). Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan tes paired x2 (Statview; SAS, Cary, NC). Hipotesa yang diuji, mengenai tidak adanya perbedaan panjang antara kranial, spondylolytik vertebra dan kaudal vertebra dalam dua kelompok. Hipotesa dapat ditolak dengan nilai p < 0,001 menggunakan tes x2.

140 pasien dengan spondylolysis atau isthmic spondylolisthesis dimasukkan dalam penelitian. Dari jumlah tersebut 102 pria dan 38 wanita. Usia rata-rata 49 tahun (dengan kisaran 11-18 tahun). Pada satu pasien mempunyai spondylolysis dua level karena itu ada total 141 level spondylolysis telah dianalisa. Level spondylolysis pada level L5/S1 pada 122 kasus, L4/5 pada 14 kasus, L3/4 pada 4 kasus, dan L2/3 pada 1 kasus. Spondylolysis bersifat unilateral pada 8 kasus, dan bilateral pada 133 kasus. Spondylolisthesis telah didiagnosa pada 120 pasien. Range ratarata slip pada gambaran sagital midline adalah 9mm, dengan range slip 3-17mm (grade meyerding I-IV). Distribusi pasien berdasarkan klasifikasi meyerding ditunjukkan pada tabel 1

Pada 50 pasien didapatkan korpus vertebra pada spondylolytik vertebra memendek digambaran sagital midline dibandingkan dengan bagian bawah vertebra yang berdekatan. Range dari hipoplasia bervariasi antara 3 dan 13 mm dengan rata-rata 5 mm. Hipoplasia hanya dapat diobservasi pada level L5. Tidak ada satupun dari kelompok kontrol dengan vertebra memendek atau hipoplasia. Vertebra cenderung mempunyai ukuran yang sama(perbedaan rata-rata < 1mm) (gambar 3). Pemendekan hanya ditemukan pada pasien dengan spondylolysis (P<0,001)

Dengan mempertimbangkan hipoplasia, harus disesuaikan dengan 33 pasien dari 50 pasien dengan hipoplasia (tabel 2). Pada 19 pasien dengan hipoplasia yang diobservasi, pengukuran slip tergantung pada pengukuran kependekan. 17 pasien sebelumnya dinilai dengan penilaian meyerding grade I, dan 2 pasien dengan penilaian meyerding grade II telah direklasifikasikan menjadi grade 0. pada 14 pasien, penilaian slip menurut meyerding harus disesuaikan dengan mempertimbangkan hipoplasia. 13 pasien sebelumnya dinilai dengan meyerding grade II telah direklasifikasikan sebagai grade I dan 1 pasien dengan meyerding grade III menjadi grade II. Karenanya 66 % pasien dengan hipoplasia diklasifikasikan terlalu tinggi saat menggunakan klasifikasi meyerding yang belum dimodifikasi

Hasil dari pertanyaan penelitian kami mengenai bagaimana isthmic spondylolisthesis didefinisikan dan diukur. Penilaian klasifikasi meyerding original spondylolisthesis vertebra kranial yang berkaitan dengan vertebra dibawahnya tampaknya tidak berlaku untuk isthmic spondylolisthesis pada MRI, sejak hipoplasia atau pemendekan kranial, spondylolytik vertebra menjadi tidak diperhitungkan. Gambaran temuan spondylolisthesis dibandingkan spondylolysis tidak hanya terdapat suatu pertanyaan taxologi, namun juga mengartikan suatu keadaan serius dari penyakit tersebut. Karena itu istilah spondylolisthesis harus diberikan pada pasien dengan slip yang jelas atau nyata bukan slip yang diserupai oleh pemendekan atau hipoplasia.

Hipoplasia merupakan temuan yang umum pada 50 (42%) dari 120 pasien dengan isthmic spondylolisthesis ( sesuai definisi meyerding) yang terdapat pemendekan corpus vertebra. Dari 19 pasien diluar dari 50 pasien tersebut dengan hipoplasia yang tidak jelas atau tidak nyata terdapat spondylolisthesis dan pemendekan yang sesuai dengan pengukuran slip. Bahkan penilaian yang lebih tinggi dari meyerding grade II dan III berpengaruh terhadap pemendekan sehingga untuk penilaian hipoplasia membutuhkan penyesuaian.

MRI memungkinkan pengukuran jarak yang sebenarnya tanpa penyimpangan dan penjumlahan dengan struktur diatasnya. Ketika melakukannya, bagaimanapun resolusi gambar harus diperhitungkan karena ukuran lapang pandang dan resolusi yang dipilih, diskriminasi point-to point hanya mungkin pada jarak 3 mm. Karena itu slip atau hipoplasia yang kurang dari 3 mm harus disingkirkan karena tidak pasti patologis atau tidak. Saat menggunakan MRI dengan high-field unit yang dapat memperhitungkan matriks yang keras, serta diskriminasi point-to-point meningkat. Karena itu jumlah pasien dengan hipoplasia mungkin lebih tinggi 3mm dibandingkan penelitian lainnya. Jumlah hipoplasia vertebra ditemukan sesuai dengan temuan kelompok lain.

Pada pasien dengan suspek spondylolisthesis, hubungan antara corpus spondylolytic vertebra dengan vertebra dibawahnya harus dipertimbangkan saat pengukuran slip. Alignment columna vertebra anterior harus tercatat dan alignment yang reguler pada kasus, keberadaan spondylolisthesis perlu dipertanyakan. Metode meyerding dalam mendefinisikan slip pada vertebra yang berkaitan dengan vertebra dibawahnya tampaknya sesuai.

Meskipun metode meyerding tampaknya sesuai, namun permasalahan bukan pada klasifikasi tanpa penyesuaian. Awalnya klasifikasi digambarkan untuk pencitraan X-ray konvensional, saat itu hipoplasia pada isthmic spondylolisthesis dan spondylolysis tidak diketahui. Bahkan saat menggunakan pencitraan X-ray konvensional, seseorang harus menyadari adanya kemungkinan hipoplasia. Sejak MRI dapat mengukur jarak yang sebenarnya, maka jarak sebenarnya harus diukur. Gambaran pada slip harus termasuk kemungkinan hipoplasia dan sisim penilaian harus diperbaiki. Sisim penilaian tidak harus dibuang semuanya, karena terbukti kegunaannya secara klinis pada praktek sehari-hari dan berguna untuk membandingkan kelompok pasien.

Hipoplastik corpus vertebra pada pasien dengan spondylolysis telah digambarkan sebelumnya, namun sesuai pengetahuan kami tidak hanya sebatas definisi dan pengukuran slip. Elongasi pars interarticularis pelebaran kanal sign atau pengganjalan corpus vertebra juga digambarkan pada pasien dengan hipoplastik spondylolytic vertebra.

Alasan mengapa hal tersebut jarang digambarkan dalam penelitian mengenai pencitraan mungkin disebabkan karena tampak tidak menonjol pada posisi berbaring atau berdiri. Saat berbaring sebagaimana posisi berdiri, spinal lumbal dalam posisi lordosis sehingga ukuran corpus vertebra yang berhubungan dengan vertebra lain semakin sulit dinilai tanpa pengukuran. Pada sosisi duduk, spinal lumbal menjadi lurus, karena itu, menurut pendapat kami, perbedaan ukuran pada corpus vertebra menjadi lebih jelas. Posisi duduk yang memungkinkan perbandingan ukuran corpus vertebra menjadi lebih jelas, bagaimanapun mendiagnosa suatu spinal kanal atau penyempitan neuroforaminal sangat tidak cocok karena posisi tersebut.

Patogenesa spondylolysis dan spondylolisthesis komplek dan faktor yang menyebabkan spondylolysis dan spondylolisthesis tidak sepenuhnya dipahami. Isthmic spondylolisthesis merupakan gangguan umum yang terjadi pada 6 % populasi kaukasian. Sebuah investigasi terbaru menemukan prevalensi sebesar 11,5 % dari suatu komunitas yang secara acak di USA. Predisposisi keluarga diketahui meningkat hingga lebih dari 70 % prevalensi. Olahraga yang menyebabkan hiperlordosis spinal diketahui dapat memicu perkembangan spondylosis.

Pertanyaan yang muncul saat melihat hipoplasia pada spondylolytik corpus vertebra adalah apakah kelainan tersebut bawaan sejak lahir atau didapat. Faktanya bahwa perubahan ini hanya terjadi pada level L5/S1 bisa menjadi indikator adanya kelainan bawaan. Varian bawaan seperti apa yang mungkin menjadi predisposisi untuk spondylolysis yang dapat menjelaskan insidensi spondyloliysis pada relasi derajat awal, keluarga atau beberapa populasi yang spesifik. Sejak tidak adanya pemendekan pada vertebra terakhir pada kelompok kontrol, pemendekan tersebut dapat menyebabkan fraktur walau jarang pada populasi umum. Pada kasus ini hipoplasia merupakan penyebab spondylollysis dan isthmic spondylolisthesis.

Bagaimanapun, argumen sudah cukup kuat. Satu follow-up pada penelitian dengan Xray konvensional menunjukkan perkembangan hipoplasia dari waktu ke waktu dan tidak ada ditemukan saat awal. Dikatakan (oleh Wlliam dkk) hipoplasia mungkin disebabkan oleh peningkatan tekanan pada bagian dorsal pada spondylolytic corpus vertebra akibat dari gangguan mekanik setelah terjadi spondylolysis, dan ini mungkin yang memicu perkembangan spondylolisthesis. Kemungkinan lain adalah saat terjadi fraktur tulang, pertumbuhan yang berlebih cenderung terjadi, khusunya jika tulang yang patah tidak diberikan istirahat. Jika spondylolytik vertebra tidak diistirahatkan, maka pertumbuhan berlebih dapat terjadi, yang menghambat pertumbuhan normal dari corpus vertebra. Mungkin saja akibat dari biodinamik pada setiap segmen berbeda pertumbuhan berlebih dapat terjadi dengan mudah pada segmen spinal terakhir. Saat fraktur pars interarticularis mungkin juga sama. Karena pertumbuhan berlebih yang menghalangi pertumbuhan normal corpus vertebra. Hipoplasia kemudian akan disebabkan oleh spondylolysis.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan titik ini. Seorang anak dengan pars interarticularis yang memanjang dan tidak terputus akan menjadi laporan yang bernilai untuk mengklarifikasikan masalah ini. Masalah penting yang tidak diketahui lainnya adalah apakah pasien dengan spondylolysis dan hipoplasia lebih rentan terjadi peningkatan slip dibanding dengan pasien dengan spondylolysis tanpa hipoplasia. Disini penelitian lebih jauh diperlukan. Pemendekkan pada gambaran midline sagital dapatdianggap sebagai ciri khas spondylolysis dan istilah pemendekan atau hipoplasia harus diganti dengan istilah pengganjalan atau pelebaran kanal.

Penelitian ini menawarkan sebuah pandangan yang baru dalam cara mendefinisikan dan mengukur spondylolisthesis. Pemendekan sangat umum pada spondylolytic vertebra dan isthmic spondylolisthesis. Maka istilah spondylolisthesis harus diberikan pada pasien dengan perbedaan yang sebenarnya antara pemendekan hipoplastic vertebra dan pengukuran slip. Saat pasien terdiagnosa spondylolisthesis, pencitraan crosssectional harus dilakukan untuk membantu diagnosa. Pencitraan cross-sectional memungkinkan dilakukan pengukuran dalam ukuran milimeter tanpa distorsi. Slip dan hipoplasia harus dinyatakan dalam ukuran milimeter dan klasifikasi meyerding harus diubah sesuai pembahasan.

You might also like