Professional Documents
Culture Documents
dindaaniela
Sitokin IL-1 yang dihasilkan APC yang tadi teraktivasi (SINYAL II)
Sel Th
aktivasi makrofag , CTL, dan sel limfosit B
MEKANISME IMUNITAS PADA KEADAAN NORMAL Imunogen yang terikat pada reseptor antigen Limfokin BCDF (B Cell Differentiation Factor) SE LB
SEL PLASMA
ANTIBODI
IMUNODEFISIENSI
IMUNODEFISIENSI
Penurunan pada satu atau lebih komponenkomponen sistem imun tubuh. meningkatnya kemampuan terhadap infeksi. merupakan hasil : defek pada limfosit maturation atau aktivasi. defek pada mekanisme effektor pada innate dan adaptive immunity.
PRIMER
Eritrosit Megakaryocytes Nave mature Pre T cell NK cells Eosinophils B cell Basophils XLA (X-linked thymus Granulocytes agammaglobulinemia monocytes ) CGD(chronic DiGeorge Hyper IgM granulomatous disease) syndrome syndrome TLR4 (tool-like receptorSelective IgA Nave mature T cell 4) deficiency All leukocytes: Leukocyte adhesion defect SEKUNDER Antigen-presenting cell: bare lymphocyte syndrome Tuberculosis All cell : NFkB defect HIV Complement: terminal pathway component
PEMBAGIAN IMUNODEFISIENSI
DEFISIENSI IMUN NONSPESIFIK
Defisiensi komplemen
Kongenital Fisiologik Didapat
Defisiensi sel NK
Kongenital Didapat
Defisiensi C2 dan C4
Defisiensi C3
1.1 DEFISIENSI KOMPLEMEN KONGENITAL Defisiensi C5 Menimbulkan kerentanan terhadap infeksi bakteri yang berhubungan dengan gangguan kemotaksis
Menimbulkan kerentanan terhadap septikemi meningokok dan gonokok oleh karena lisis melalui jalur komplemen adalah mekanisme kontrol utama dalam imunitas terhadap neseria.
Defisiensi komplemen fisiologik hanya ditemukan pada neonatus yang disebabkan karena kadar C3, C5, dan faktor B yang masih rendah
Defisiensi C4 Defisiensi C2
Ditemukan defek netrofil, ketidakmampuan membentuk peroksid hidrogen atau metabolit oksigen toksik lainnya.
4.2.2 Defisiensi Glucose-6-phosphate dehydrogenase
Mempunyai gambaran klinik seperti CGD. Diduga akibat defisiensi generasi NADPH. Dalam keadaan normal, fagositosis akan mengaktifkan oksidase NADPH yang diperlukan untuk pembentukan peroksidase yang berguna untuk membunuh kuman intraselular.
4.2.3 Defisiensi Chediak-Higashi Jarang ditemukan. Netrofil mengandung lisosom besar abnormal yang dapat bersatu dengan fagosom tetapi terganggu dalam kemampuan melepas isinya, sehingga proses menelan dan menghancurkan menjadi terlambat. Aktivitas sel NK, enzim lisosom menurun. Konsumsi oksigen dan produksi peroksid hidrogen normal.
4.2.4 Sindrom Job Kemampuan netrofil untuk menelan/memakan tidak menunjukkan kelainan, tetapi kemotaksis terganggu. Kadar IgE serum sangat tinggi dan dapat ditemukan eosinofilia. 4.2.5 Sindrom Leukosit Malas (lazy leucocyte) Jumlah neutrofil menurun, respons kemotaksis dan respons inflamasi juga terganggu. 4.2.6 Defisiensi Adhesi Leukosit Ditemukan gangguan pada penyembuhan luka. Leukosit menunjukkan defek adhesi dengan permukaan endotel dan antar leukosit (agregasi), kemotaksis dan aktifitas fagositosis yang buruk. Efek sitotoksik neutrofil, sel NK, dan sel T juga terganggu.
1.1 defisiensi imun primer sel B Dapat berupa gangguan perkembangan sel B. Dapat ditemukan seperti tidak adanya semua Ig atau satu kelas atau subkelas Ig.
1.1.1 X-linked hypogamaglobulinemia Hanya terjadi pada bayi laki-laki. Nampak pada usia 5-6 bulan sewaktu IgG asal ibu mulai menghilang. Kerusakan utama adalah oleh karena pre-sel B yang ada dalam kadar normal tidak dapat berkembang menjadi sel B yang matang.
1.1.2 Hipogamaglobulinemia yang sementara Terjadi pada bayi bila sintesis terutama IgG terlambat. Sebabnya tidak jelas, tetapi dapat berhubungan dengan defisiensi sementara dari sel Th. Kadang bayi tidak mampu memproduksi IgG dengan cukup meskipun kadar IgM dan IgA normal. Hal tersebut karena sel T yang belum matang. Pada beberapa bayi juga ditemukan kelebihan sel Ts. 1.1.3 Common Variable Hypogammaglobulinemia Menyerupai Hypogammaglobulinemia Bruton. Bedanya adalah bahwa penderita dengan CVH mengandung sel B tetapi tidak mampu berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi Ig.
1.1.4 defisiensi imunoglobulin yang selektif (disgamaglobulinemia) Adalah penurunan kadar satu atau lebih Ig, tetapi dengan kadar Ig yang lain normal atau meningkat.
1.3.3 Wiskott-Aldrich Syndrome Menunjukkan 3 gambaran berupa trombositopenia, eksim, dan infeksi rekuren oleh mikroba dengan kapsul(imunodefisiensi). IgM serum rendah, IgG normal, IgA dan IgE meningkat. Imunitas sel T biasanya baik pada fase dini, tetapi mengurang dengan progres penyakit. 1.3.4 Ataxia telangiektasi
Adalah penyakit autosomal resesif yang mengenai saraf, endokrin, dan sistem vaskular. Klinis ditemukan defisiensi selektif IgA dengan kelainan variabel yang mengenai imunoglobulin lain, ciri klinisnya berupa gerakan otot yang tidak terkoordinasi, dilatasi pembuluh darah kecil, limfopenia dan penurunan IgA, IgE dan kadang IgG
1.3.5Defisiensi Adenosin Deaminase Adenosin deaminase tidak ditemukandalam semua sel. Hal ini berbahaya karena kadar toksik berupa ATP dan deoxy-ATP dalam sel limfoid akan meningkat.
Kehamilan
Usia lanjut
3.3 Obat, trauma, tindakan kateterisasi dan bedah Imunosupresi merupakan efek samping steroid dan obat sitotoksik sudah sering digunakan pada penyakit autoimun dan pencegahan penolakan transplan. Obat imunosupresi dan antibiotik akan menekan sistem imun. Jumlah neutrofil yang berfungsi sebagai fagosit dapat menurun akibat pemakaian obat kemoterapi, analgesik, antihistamin, antitiroid, antikonvulsi, penenang dan antibiotik.
3.4 Penyinaran Dalam dosis tinggi penyinaran menekan seluruh jaringan limfoid, sedang dalam dosis rendah dapat menekan aktivitas sel Ts secara selektif. 3.5 Penyakit Berat Defisiensi imun didapat bisa terjadi akibat berbagai penyakit yang menyerang jaringan limfoid seperti penyakit Hodgkin, mieloma multiple, leukemia, limfosarkoma. Uremia menekan sistem imun dan menimbulkan defisiensi imun. Gagal ginjal dan Diabetes menimbulkan defek fagosit sekunder yang mekanismenya belum jelas.
3.6 Kehilangan imunoglobulin/leukosit Dapat terjadi karena tubuh kehilangan protein yang berlebihan seperti pada penyakit ginjal dan diare. 3.7 Stres Sistem imun berintegritas dengan stres. Rangsangan stres akut seperti bising, ansietas akut meningkatkan jumlah sel T dalam sirkulasi. Banyak faktor mempengaruhi jumlah sel CD4+ antara lain steroid endogen, mekanismenya belum jelas. Sekresi steroid yang normal dapat mempertahankan tekanan darah. Peningkatan sekresi steroid sebagai respons terhadap berbagai stres fisiologik seperti latihan jasmani yang berat dan lama atau emosi. Sistem imun nonspesifik juga dapat menginduksi sekresi steroid sebagai respons terhadap infeksi. Akibat kadar steroid yang tinggi adalah defisiensi imun.
Malnutrisi
Mikroba imunosupresif
Tumor
Efek direk dari tumor terhadap sistem imun melalui pelepasan molekul imunoregulatori imunosupresif (TNF-)
Trauma
Infeksi meningkat, diduga berhubungan dengan pelepasan molekul imunosupresif seperti glukokortikoid.
Diabetes sering berhubungan dengan infeksi, tetapi mekanisme belum jelas
HIV/AIDS
Struktur HIV Struktur virus HIV-1 terdiri atas 2 untaian RNA yang identik dan berhubungan dengan p17 dan p24 berupa inti polipeptida. Semua komponen diselubungi envelop membran fosfolipid dari sel pejamu. Protein gp120 dan gp41 ditemukan dalam envelop.
Makrofag :
fungsi fagositosis dan kemotaksis menurun, termasuk kemampuannya menghancurkan organisme intraseluler (mis: candida albican dan Toksoplasma gondii)
Sel Tc :
kmampuannya utk menghancurkan sel yg terinfeksi virus menurun,shgga terjadi reaktivasi virus yg tadinya laten (co: HZ & renitis sitomegalo). Sering terjadi diferensiasi sel ke arah keganasan.
Sel NK :
kmampuan utk menghancurkan sel scara langsung antigen asing & sel yg terinfeksi virus juga menurun.
EPIDEMIOLOGI
Di RSCM hingga tahun 2006 150 pasien (anak < 15 tahun) & 100 anak terpapar HIV tetapi tidak tertulari September 2005 8.165 pasien dewasa (usia subur) Dengan kemampuan reproduksi penderita dewasa, akan lahir anak-anak yang mungkin tertular HIV
EPIDEMIOLOGI DI INDONESIA
FAKTOR RISIKO
Transmisi seksual : homoseksual/heteroseksual dengan orang yang terinfeksi Transmisi darah dan produk darah : transfusi darah yang pengaruhi HIV Transmisi HIV terhadap pekerjaan : pekerja laboratorium Transmisi maternal-infant/infant : secara perinatal Transmisi dengan cairan tubuh lain : gigitan manusia (jarang)
Patogenesis AIDS
Siklus hidup HIV Siklus hidup HIV terdiri dari : 1. Infeksi sel 2. Produksi DNA virus 3. Integrasi ke dalam genom 4. Ekpresi gen virus 5. Produksi partikel virus Virus menginfeksi sel dengan menggunakan gp120 yang terutama mengikat sel CD4+ dan reseptor kemokin (CXCR4 dan CCR5) dari sel manusia. Oleh karena itu virus dapat menginfeksi efisien sel CD4+. Makrofag dan sel dendritik juga dapat diinfeksinya.
Kontrol parsial infeksi virus Infeksi kronik & mikrobial lainnya Peningkatan replikasi virus Penghancuran jaringan limfoid; deplesi CD4+
DIAGNOSIS
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1. Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat. * Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS * Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas yang berulang * Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis. * Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang saat ini sering digunakan adalah tes antibodi, tes ini mudah dilaksanakan dan biayanya murah. Bila pada tes antibodi ditemukan hasil yang positif, maka pemeriksaan harus diulang. Bila masih positif dilakukan tes konfirmasi dengan tes Western Blot. Bila Western Blot tidak tersedia, maka hasil dinyatakan positif bila tes antibodi menunjukkan tiga kali hasil yang positif. Sebaliknya, hasil yang negatif dapat berarti seseorang tidak terinfeksi HIV atau masih berada dalam periode jendela.
Penatalaksanaan
Terapi kausal
antiretroviral (ARV) :
inhibitor reverse transcriptase (Zidovudin, retrovir, avirzid, didanosin, stavudin, lamivudin) Inhibitor enzim protease (saquinavir, indinavir, ritonavir)
PROGNOSIS
Waktu median dari infeksi HIV primer 10 tahun Mortalitas : 5 orang/tahun dari 100.000 Kira-kira 60% kematian pasien dengan AIDS hasil infeksi lain (hepatitis virus)