You are on page 1of 16

Erick Adityawarman (07312060)

M.Fadil Solihin (07312)


Apa itu Batubara?
Beberapa ahli telah mencoba memberikan definisi batubara yaitu:
a. Menurut Spackman (1958) Batubara adalah suatu benda
padat karbonan berkomposisi maseral tertentu.
b. Menurut The lnternational Hand Book of Coal Petrography
(1963)Batubara adalah batuan sedimen yang mudah terbakar,
terbentuk dari sisa-sisa tanaman dalam variasi tingkat pengawetan,
diikat oleh proses kompaksi dan terkubur dalam cekungan-cekungan
pada kedalaman yang bervariasi, dari dangkal sampai dalam.
c. Menurut Thiessen (1974) Batubara adalah suatu benda padat yang
kompleks, terdiri dari bermacam-macam unsur kimia atau
merupakan benda padat organik yang sangat rumit.
d. Menurut Achmad Prijono, dkk. (1992) Batubara adalah bahan bakar
hydro karbon padat yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan
dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh temperatur
serta tekanan yang berlangsung sangat lama.
Dari beberapa sumber diatas, dapat dirangkum
suatu definisi yaitu: Batubara adalah berupa sedimen
organik bahan bakar hidrokarbon padat yang
terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah
mengalami pembusukan secara biokimia, kimia dan
fisika dalam kondisi bebas oksigen yang berlangsung
pada tekanan serta temperatur tertentu pada kurun
waktu yang sangat lama.
Sampai pada abad ke 20, para ahli kimia hanya
mengetahui sedikit tentang komposisi dan struktur
molekul dari beragam jenis batubara, dan hingga 1920,
mereka masih meyakini bahwa komposisi batubara
terutama didominasi oleh karbon yang dicampur
dengan hidrogen, dan dengan beberapa impurities(zat
pengotor.


Proses Terbentuknya Batubara
Batubara terbentuk dari tanaman yang telah tertimbun di dalam tanah dan terjaga pada
tekanan yang tinggi dan pemanasan dalam jangka waktu yang lama. Tanaman mengandung
kandungan selulosa yang tinggi. Setelah tanaman dan pepohonan tersebut tertimbun dalam jangka
waktu tertentu di dalam tanah akan terjadi perubahan kimia yang merendahkan kadar oksigen dan
hidrogen dari molekul selulosa tersebut . Para pakar geologis meyakini bahwa proses pengendapan
batubara di dalam tanah terbentuk sekitar 250- 300 juta tahun yang lalu, ketika sebagian besar
bumi masih dilapisi oleh hutan dan pepohonan yang lebat. Pohon dan tanaman tersebut akan
mengalami proses regenerasi dimana bagian dari tanaman yang berguguran akan tertimbun dalam
lapisan tanah, dan proses ini akan mengakibatkan penurunan kadar oksigen dan hidrogen secara
bertahap pada molekul.
Selama degradasi dari tanaman yang telah mati, dekomposisi dari protein, pati, dan selulosa
lebih cepat daripada dari bahan kayu. Pada berbagai tingkat, dan dengan berbagai kondisi iklim yang
berbeda, konstituen dari tanaman akan terdekomposisi dalam kondisi aerob membentuk karbon
dioksida, air, dan ammonia. Proses ini disebut humifikasi dan akan membentuk gambut. Gambut
ini kemudian tertutup oleh lapisan sedimen, tanpa adanya udara, dan karenanya tahap kedua dari
proses pembentukan batubara terjadi dalam kondisi anaerob. Pada tahap kedua, proses gabungan
antara temperatur, tekanan, dan waktu akan mengubah lapisan gambut menjadi brown coal ( lignit),
dan kemudian sub-bituminus, dan kemudian membentuk antrasit. Jenis-jenis batubara ini umumnya
disebut dengan batubara hitam ( black coals). Dalam kondisi yang paling basah ( lembab) akan
dihasilkan batubara dengan mutu yang paling rendah, batubara coklat ( lignit). Pada temperatur dan
tekanan yang lebih tinggi dan dengan waktu yang cukup, akan membentuk batubara subbituminus,
dan bahkan membentuk antrasit.

Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara (Krevelen, 1993) yaitu :
1. Teori In-situ
Pada Teori ini Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari
hutan dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai
dengan teori in-situ biasanya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-
pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam
rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara
sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen
organik. Batubara yang dihasilkan dari proses ini memiliki kualitas yang baik.
Penyebaran batubara jenis ini sifatnya merata dan luas, bisa dijumpai di wilayah
Muara Enim, Sumatera Selatan
2. Teori Drift
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang
bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk
sesuai dengan teori drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri
lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple
seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi). Proses pembentukan
batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap
geokimia (pembatubaraan). Kualitas batubara yang dihasilkan dari proses ini
tergolong kurang baik karena tercampur material pengotor pada saat proses
pengangkutan. Penyebaran batubara ini tidak begitu luas, namun dapat dijumpai
di beberapa tempat seperti di lapangan batubara delta Mahakam Purba,
Kalimantan Timur.
Setelah tumbuhan-tumbuhan pembentuk tadi mati, lalu berakumulasi maka
terjadilah proses pembentukan batubara melalui dua tahapan, yaitu:
1. Proses humification / peatification (humufikasi / penggambutan)
Pada daerah yang berkondisi basah, tumbuh-tumbuhan mati tersebut akan
mengalami dekomposisi dan pembusukan akibat adanya aktivitas berbagai
prganisme. Organisme yang berperan paling awal adalah organisme aerobik seperti
jamur, serangga dan bakteri aerobik, lalu bila tumbuhan mati tersebut terrimbun
sehingga organisme aerobik tidak dapat lagi bekerja, maka organisme anaerobik
mulai berperan sehingga akan terjadi proses perubahan menjadi gambut. Gambut
merupakan tahapan sebelum terbentuknya batubara. proses penggambutan
sebenarnya merupakan proses biokimia yang meliputi hidrolisis, oksidasi dan
reduksi oleh adanya bakteri dan jamur. Proses ini dimulai dengan teroksidasinya
tumbuhan mati oleh organisme aerobik. Lalu unsur-unsur hidrokarbon yang
terdapat pada tumbuhan mati tersebut akan terekstrasi sehingga akan tersisa suatu
zat / substansi yang memiliki kandungan karbon dan oksigen yang tinggi. Dengan
kata lain tahap penggambutan adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang
terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa
dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman
0,5 - 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan unsur H, N, O, dan C
dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya
oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Gambar 1.1) (Stach, 1982,
op cit Susilawati 1992).

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara
2. Proses coalification (Pembatubaraan)
Proses pembatubaraan dimulai setelah gambut telah terbentuk
tertimbun oleh lapisan-lapisan sedimen. Proses ini terbagi menjadi
dua tahapan, yaitu tahapan biokimia dan geokimia. Dengan kata lain
proses ini merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang
terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya,
temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari
gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase
karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen
akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Temperatur dan
tekanan berperan penting karena kenaikan temperatur akan
mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi
dan menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur
dan tekanan) ini terjadi karena penimbunan material pada suatu
kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi secara terus-
menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi. Proses ini akan
menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material
organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit,
antrasit, hingga meta antrasit.

Gambar 1.2 Skema Pembentukan Batubara
Berdasarkan skema tersebut, Batubara dapat digolongkan menjadi empat jenis
tergantung dari umur dan lokasi pengambilan batubara, yakni lignit,
subbituminous, bituminous, dan antrasit, dimana masing- masing jenis
batubara tersebut secara berurutan memiliki perbandingan C : O dan C : H
yang lebih tinggi. Antrasit merupakan batubara yang paling bernilai tinggi,
dan lignit, yang paling bernilai rendah (Gambar 1.2).
1. Lignit
Disebut juga brown-coal, merupakan tingkatan batubara yang paling rendah,
dan umumnya digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik.
2. Subbituminous
Umum digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga uap. Subbituminous juga
merupakan sumber bahan baku yang penting dalam pembuatan hidrokarbon
aromatis dalam industri kimia sintetis .
3. Bituminous
Mineral padat, berwarna hitam dan kadang coklat tua, sering digunakan dalam
pembangkit listrik tenaga uap (Tabel 1.1).
4. Antrasit
Merupakan jenis batubara yang memiliki kandungan paling tinggi dengan
struktur yang lebih keras serta permukaan yang lebih kilau dan sering
digunakan keperluan rumah tangga dan industri (Tabel 1.1).

Komposisi Elemen dari Beberapa tipe Batubara
Persentase Massa
Jenis Batubara %C %H %O %H2O % Volatile
matter
Lignit 60-75 5-6 20-30 50-70 45-55
Subbituminous 75-80 5-6 15-20 25-30 40-45
Bituminous 80-90 4-5 10-15 5-10 20-40
Antrasit 90-95 2-3 2-3 2-5 5-7
Tabel 1.1 Komposisi Elemen dari Beberapa tipe Batubara
Batubara di Indonesia
Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan
tersier, yang terletak di bagian barat paparan Sunda (Pulau Sumatera dan
Kalimantan). Pada umumnya endapan batu bara dapat dikelompokkan sebagai
batu bara berumur Eosen atau sekitar tersier bawah, kira-kira 45 juta tahun
yang lalu dan Miosen atau sekitar tersier atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu.
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar garis
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tergolong
kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim
basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada
kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke
dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur
rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu
bara miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis,
berkadar abu dan sulfur tinggi.
Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin,
dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang
terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.

Endapan batubara Eosen
Pada endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai
sekitar tersier bawah atau paleogen pada cekungan - cekungan sedimen di
Sumatera dan Kalimantan. Ekstensi batubara berumur Eosen ini terjadi
sepanjang tepian paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan
bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah
ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai
terjadipada eosen tengah. Pemekaran tersier bawah yang terjadi pada paparan
Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang disebabkan
terutama oleh gerak lempeng Indo-Australia.
Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar Eosen
tengah atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen atas hingga
Oligosen bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada
fase awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin). Berbeda
dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara dimana endapan fluvial
kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang terjadi pada dataran pantai
yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin
berumur Eosen Atas.
Endapan batu bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan
berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan danTimur), Barito
(Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan
Ketungau (Kalimantan Barat),Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin
(Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).

Endapan batubara Miosen
Pada Miosen awal, pemekaran regional tersier bawah - tengah pada
paparan Sunda telah berakhir. Pada kala Oligosen hingga awal Miosen
ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas dimana
terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen
batu gamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang
umum pada tektonik Neogen di Kalimantanmaupun Sumatera.
Endapan batu bara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di
cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), cekungan Barito
(Kalimantan Selatan) dan cekungan Sumatera bagian selatan. Batu
bara Miosen juga secara ekonomis ditambang di cekungan Bengkulu.
Batu bara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan
dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat
ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan
belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batu bara
Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga kurang
ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya
menguntungkan. Namun batu bara Miosen di beberapa lokasi juga
tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima
(PT KPC), endapan batu bara di sekitar hilir Sungai Mahakam,
KalimantanTimur dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim,
Cekungan Sumatera bagian selatan.

You might also like