You are on page 1of 15

KOMUNIKASI

DOKTER - PASIEN
dr. Jojor Putrini, SpKJ

Pendahuluan
Hubungan dokter-pasien yang efektif memerlukan
pemahaman yang baik tentang perilaku manusia yang
sangat kompleks, memerlukan pendidikan yang terus-
menerus mengenai teknik berbicara dan mendengarkan
orang lain.

Untuk dapat mendiagnosis, menangani & mengobati
penyakit yang diderita pasien, seorang dokter harus
belajar untuk mendengarkan.

Pada saat terjadi komunikasi dokter-pasien, seorang
dokter harus peka terhadap apa yang terjadi ; seorang
dokter harus selalu memperhatikan interaksi antara
dirinya dengan pasien, dokter sebaiknya memperhatikan
perasaan-nya sendiri dan perasaan pasien & peka
terhadap segala hal yang mungkin tidak diungkapkan
secara verbal saat interaksi terjadi.




Pendahuluan (2)
Selain itu, seorang dokter yang baik, tidak hanya
memperhatikan keluhan fisik / status medis
pasien, tetapi juga memperhatikan dan
memahami dengan baik seluruh aspek yang
terjadi pada pasien, termasuk keluhan psikologis,
juga memperhatikan aspek kultural & lingkungan.

Menurut George Engel, penyakit pada manusia
didasari pada model biopsikososial.

Sistem biologis menekankan substrat anatomik,
struktural, & molekular penyakit dan efeknya
pada fungsi biologis pasien.




Pendahuluan (3)
Sistem psikologis menekankan faktor
psikodinamik, motivasi, kepribadian pada
pengalaman penyakit & reaksi
emosional/psikologis terhadap penyakit.

Sistem sosial menekankan pengaruh kultural,
lingkungan & keluarga pada ekspresi &
pengalaman penyakit.

Menurut George Engel, masing-masing sistem
saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tiap
sistem lainnya.

Model biopsikososial adalah komponen yang
penting dalam hubungan dokter-pasien.



Model hubungan dokter-pasien
1. Active-pasive model. Dokter berperan aktif, pasien
berperan pasif. Pasien tidak bertanggung jawab untuk
perawatan dirinya. Contoh pada pasien yang tidak
sadar, delirium.

2. Teacher-student model. Dokter mengontrol, dan
mendominasi.

3. Mutual participation model. Menyatakan persamaan
antara dokter-pasien. Peran serta aktif pasien sangat
diperlukan, terutama pada penyakit-penyakit kronis.

4. Friendship model. Dianggap disfungsional / kurang
etis. Seringkali mencerminkan masalah psikologis
dasar dokter yang mungkin mempunyai kebutuhan
emosional untuk mengubah masalah perawatan pasien
menjadi suatu hubungan yang lebih pribadi / cinta.



Melakukan wawancara
Salah satu alat yang penting dalam melakukan
hubungan dokter-pasien adalah wawancara.

Wawancara diperlukan untuk menggali data
untuk kepentingan mengetahui penyakit pasien.
Wawancara juga diperlukan untuk meningkatkan
pengertian & kepatuhan pasien terhadap
pengobatan & saran dokter.

Saat wawancara, dokter harus selalu berpatokan
pada kebutuhan-kebutuhan pasien.

Saat wawancara, jangan menghakimi, tunjukkan
sikap serius/menunjukkan minat mau
mendengarkan terhadap keluhan paisen, empati
dan sabar.



Faktor yang mempengaruhi isi & proses wawancara
Kepribadian, karakter pasien mempengaruhi konteks
emosional wawancara.

Situasi klinis : bangsal umum, ruang gawat darurat, tempat
praktek. Kondisi ini mempengaruhi jenis pertanyaan &
anjuran yang ditawarkan.

Faktor teknik, misalnya deringan / interupsi telepon,
memakai penterjemah, dokter yang selalu mencatat atau
memperhatikan, kenyamanan ruangan wawancara.

Kondisi penyakit pasien apakah sedang akut atau kronik.

Gaya, orientasi & pengalaman dokter. (termasuk pemilihan
kata & kalimat (misalnya menggunakan kata atau kalimat
yang menghakimi atau menyalahkan pasien), anggukan
kepala, dsb.



Fungsi / tujuan wawancara
1. Mengenal masalah yang terdapat pada
pasien.
2. Mengembangkan dan mempertahankan
hubungan terapeutik dokter-pasien.
3. Memberikan informasi dan menerapkan
rencana terapi.





1. Mengenal masalah yang terdapat
pada pasien
Memungkinkan dokter menegakkan
diagnosis atau menganjurkan prosedur
diagnostik lebih lanjut, meyarankan
terapi dan memperkirakan sifat penyakit.


2. Mengembangkan dan mempertahankan
hubungan terapeutik dokter-pasien
1. Kemauan pasien untuk memberikan
informasi untuk kepentingan diagnostik.
2. Menghilangkan penderitaan fisik &
psikologis pasien.
3. Kemauan pasien untuk menerima rencana
terapi atau proses negosiasi.
4. Kepuasan pasien.
5. Kepuasan dokter.



3. Memberikan informasi & menerapkan rencana
terapi.
1. Pengertian pasien tentang penyakitnya.
2. Pengertian pasien tentang prosedur
diagnostik yang dianjurkan.
3. Pengertian pasien akan kemungkinan
terapi.
4. Pencapaian kesepakatan antara dokter-
pasien tentang no 1- 3 di atas.
5. Informed consent.
6. Meningkatkan mekanisme coping pasien.
7. Perubahan gaya hidup.





Rapport
Arti kata ; hubungan.
Seorang dokter harus bisa mendapatkan
rapport dari pasien.
Mendapatkan rapport merupakan langkah
pertama dalam wawancara.
Untuk mendapatkan rapport, dokter harus
menggunakan sikap / respons empati kepada
pasien.
Tidak berhasilnya dokter dalam mendapatkan
rapport yang baik dengan pasien menyebabkan
banyak pengobatan / perawatan yang dilakukan
menjadi tidak efektif.
Adanya rapport menyatakan secara tidak
langsung adanya pengertian & kepercayaan
antara dokter-pasien.





Strategi untuk mendapatkan rapport
1. Tempatkan pasien dan pewawancara dalam
kondisi yang nyaman.
2. Cari / temukan rasa nyeri / tidak nyaman
pada pasien dan berikan respons yang
sesuai.
3. Nilai tilikan pasien dan jangan segera / buru-
buru melakukan sanggahan / bantahan
kepada pasien.
4. Tunjukkan sikap profesionalisme / tunjukkan
bahwa dokter cukup mengerti.
5. Tunjukkan wibawa sebagai dokter dan ahli
untuk melakukan terapi.
6. Membuat keseimbangan sebagai seorang
pendengar yang empati, seorang ahli dan
seorang yang memiliki wewenang.





Hal-hal yang dapat mempengaruhi
rapport
1. Perbedaan status sosial.
2. Intelektual.
3. Status pendidikan.
4. Pemakaian bahasa.
5. Keyakinan pasien.
6. Sikap dan pengetahuan pasien dan
dokter terhadap penyakit.

You might also like