You are on page 1of 43

Gangguan Mental dan Perilaku

Akibat Penggunaan Alkohol


Keadaan Putus Zat

Oleh
Marini Tandarto
0910015036
Pembimbing:
dr. H. Jaya Mualimin, Sp.KJ,
M.Kes

Dipresentasikan pada
Kegiatan Kepaniteraan Klinik
Laboratorium Ilmu
Kesehatan Jiwa.
Pemeriksaan dilakukan pada
Hari Senin, 08 Desember
2014 pukul 14.00 WITA di
IGD. RSJD Atma Husada
Mahakam Samarinda.
Sumber Anamnesa :
autoanamnesa dan
heteroanamnesa.

LAPORAN
KASUS

RIWAYA
T
PSIKIAT
RI

1.1
DATA UMUM
Identitas Pasien
Nama
:Tn. R
Umur
:20 tahun
Jenis kelamin
:Laki-laki
Agama
:Islam
Status perkawinan :Belum Menikah
Pendidikan
:SMP
Pekerjaan
: Suku
:Jawa
Alamat
:Jl. Yos Sudarso III Gang SBY RT. 001 No. 21 Teluk
Lingga Sangatta
Pasien datang berobat ke IGD RSJD Atma Husada Mahakam
Samarinda diantar oleh keluarga pasien.

Nama
: Ny.J / Tn.B
Jenis Kelamin : Perempuan /
Laki-Laki
Usia
: 42 tahun / 48 tahun
Hub dengan pasien: Ibu / Ayah
Alamat
: Jl. Yos Sudarso III
Gang SBY RT. 001 No. 21 Teluk
Lingga Sangatta

Identitas
Keluarga

Anamnesis
Keluhan Utama : Pasien mengamuk
Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis
Pasien mengaku datang ke RSJD Atma Husada karena
keinginannya sendiri, ingin berobat dan bertobat. Pasien
mengaku pernah mendengar suara-suara dan bisikan. Pasien
juga mengaku pernah melihat bayangan berupa bayangan
hitam.
Pasien mengaku bahwa dirinya sudah mulai bermasalah
sejak usia 8 tahun. Dia mengaku bahwa dia mulai kecewa,
bingung, sedih dan terpukul karena mendengar kabar dari
tetangganya bahwa dia bukan anak dari orangtuanya.
Pasien kemudian mencari penjelasan dari orangtuanya
mengenai kebenaran hal ini namun tidak orangtuanya hanya
diam dan selalu menghindar. Setelah pasien usia SMP/SMA
barulah orang tuanya membenarkan kabar itu, dan kembali
berusaha menghindari pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Menurut pengakuan pasien, dirinya mulai nge-lem sejak SMP dan


berhenti 2 tahun yang lalu. Hal ini dikarenakan selain dirinya tidak
tahan dengan masalahnya ini, dan kebetulan diajak oleh temannya.
Pasien juga pernah mencoba ganja dan LL saat masih SMA, namun
hanya sekali.
Menurut pengakuan pasien, pasien mulai minum-minum sejak SMA
pula. Yang di minum bermacam macam, dia peroleh saat
nongkrong bersama teman-temannya. Pasien mengaku sering ingin
berhenti, namun tidak bisa. Pasien berhenti minum sejak 1
minggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan sulit tidur dimalam
hari, sering merasa cemas. Pasien merokok sejak SMA, sehari
biasanya menghabiskan 1 bungkus rokok.
Pasien juga mengaku pernah merasa sudah mati, lalu
menyetrumkan dirinya menggunakan kabel untuk mencoba apakah
benar dia sudah mati, dan dia tidak merasakan apapun. Pasien
mengaku sangat menyesal dan ingin bertobat, oleh karena itu dia
setuju dibawa ke RSJ.

Heteroanamnesis
Pasien mengamuk sejak 1 hari SMRS dan memecahkan
kaca. Menurut pengakuan keluarga, pasien tiba-tiba saja
mengamuk tanpa ada sebab yang jelas. Sebelumnya,
pasien juga pernah mengaku bahwa dirinya mendengar
suara-suara dan melihat bayangan hitam. Pasien juga
mengaku kepada orangtuanya bahwa pasien
mengonsumsi obat-obatan .Pasien juga menunjukkan
gejala selalu ketakutan karena merasa bersalah.
Sejak 5 hari yang lalu, pasien cenderung meminta maaf
terus, kepada siapa saja yang ia temui, terutama kepada
orangtuannya. Pasien juga cenderung berbicara
melantur. Ibu juga melihat bahwa pasien mencoba
menyetrumkan dirinya, sehingga ibu mematikan arus
listrik, namun pasien tidak mengetahui akan hal ini dan
heran mengapa tidak tersetrum.

mengganjal dari perkembangan pasien. Pertumbuhan


dan perkembangan pasien normal hingga remaja
seperti anak-anak lainnya. Pasien termasuk anak yang
normal di bidang akademiknya. Pasien tidak pernah
mendapatkan masalah disekolahnya. Setelah lulus SMP,
pasien disekolahkan di STM. Menurut pengakuan orang
tua, pasien tidak pernah mengalami perubahan tingkah
perilaku selama pasien dalam masa sekolah. Pasien
berhenti sekolah pada saat pasien berada di kelas II
STM.
Menurut ibu, pasien mengaku malas untuk
melanjutkan. Pasien seperti kehilangan minat disana
dan hanya mau dirumah, atau keluyuran nongkrong
bersama dengan teman-temannya. Pasien tidak pernah
cerita ataupun menunjukkan ada masalah di dalam
kesehariannya. Menurut ibu, pasien memiliki hubungan
sosial yang baik dengan teman dan lingkungannya,
sama sekali tidak pernah mengalami hal seperti ini
sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat KLL ringan 2 tahun yang lalu. Pasien hanya
mengalami luka ringan.
Pasien tidak memiliki riwayat demam tifoid, riwayat
malaria (-), kejang (-), trauma kepala (-).
Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini
sebelumnya.
Riwayat Keluarga
Hubungan pasien dengan kedua orang tua dan semua
keluarga lainnya baik.
Struktur keluarga yang tinggal serumah dengan
No.
Nama
L/P
Hub
Umur
Sifat
penderita hingga saat ini :
1.

Nenek

Nenek

69 tahun

2.

Baba

Ayah

48 tahun

3.

Juneda

Ibu

42 tahun

4.

Rahmat

Os

20 tahun

Peramah

Genogram
Keterangan :
: Laki-laki tanpa gangguan jiwa
: Laki-laki sudah meninggal
: Pasien
: Perempuan tanpa gangguan jiwa

Gambaran Premorbid
Pasien merupakan orang yang sedikit tertutup, namun
pasien juga merupakan orang yang ramah dan mudah untuk
bersosialiasi sehingga pasien memiliki banyak teman.
Riwayat Hidup Pasien
Masa Anak-Anak Awal (5 hari -3 Tahun)
Pasien merupakan anak yang di adopsi oleh kedua orang
tuanya. Pasien merupakan anak dari seorang kenalan
orangtuanya. Pasien diadopsi lantaran orangtuanya belum
juga mendapatkan anak sehingga memutuskan untuk di
adopsi. Pasien diberikan susu formula hingga usia 4 tahun.
Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Tidak ada
keterlambatan dalam proses tumbuh kembang. Pasien mulai
dilatih menggunakan toilet ketika berusia 2 atau 3 tahun.
Awalnya selalu ditemani, dan sejak usia 4 tahun, pasien
sudah berani sendiri ke toilet.

Masa Anak-Anak Pertengahan (3-11 tahun)


Tumbuh kembang anak dalam batas normal. Pasien tergolong orang
yang sedikit tertutup, namun memiliki banyak teman. Prestasi
akademis di sekolah cukup, tidak pernah mengalami konflik dan
tidak pernah tinggal kelas. Pada masa ini, pasien mengaku bahwa
dirinyamulai mengalami depresi karena mengetahui bahwa dirinya
bukan anak kandung dari orangtuanya saat ini.
Masa Anak-Anak Akhir (Pubertas sampai Remaja)
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan teman sebayanya.
Pasien tidak pernah putus sekolah atau tinggal kelas. Prestasi
akademis cukup. Tidak ada masalah/kemunduran dalam fungsi
kognitif dan motorik. Tidak ada masalah fisik, emosi pasien
cenderung stabil. Pasien cukup taat beribadah. Pada masa ini
pasien dan orangtuanya mulai sering bersitegang lantaran pasien
terus berusaha menanyakan soal orangtuanya, namun hanya
sesaat dan tidak mempengaruhi hubungan mereka dalam
kesehariannya. Pasien termasuk dekat dengan ibunya, namun
menurut pengakuan ibu, pasien jarang bercerita ada masalah
sehingga ibu mengira bahwa pasien tidak memiliki masalah hingga
saat ini.

Masa Dewasa
Pasien termasuk orang yang mudah bergaul. Pasien putus sekolah pada
saat pasien kelas II STM dengan alasan pasien malas untuk melanjutkan.
pasien hanya dirumah tanpa pekerjaan, terkadang membantu orang
tuanya ataupun keluarganya, selebihnya hanya di rumah atau
nongkrong dengan temannya. Orang tua sama sekali tidak tau bahwa
pasien sempat mengalami depresi dan mengalami penyalahgunaan zat.
Faktor Pencetus
Pencetus pertama episode depresif yakni ketika pasien mengetahui
bahwa dirinya adalah anak angkat. Hal ini lah yang menjadi pencetus
pasien mengalami penyalahgunaan zat.
Riwayat Pekerjaan
Pasien belum bekerja
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki gangguan seperti yang dialami
oleh pasien.
Hubungan Dengan Keluarga Dan Lingkungan
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan anggota keluarga. Pasien
juga memilik hubungan yang baik dengan tetangga dan lingkungan
sekitar.

Status Internus
Keadaan Umum
: Sakit Ringan
Kesadaran : Composmentis, GCS E4 V5
M6
Status Gizi
Berat Badan
: 54 Kg
Tinggi Badan : 165 cm
BMI
: 19.4 Kg/m2

Pemeriksaan
Fisik

Tanda Vital
Tekanan Darah
: 110/80mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu
: 36,50C
Kepala
Bentuk normal
Konjungtiva anemis (-/-)
Pupil isokor, OD/OS 3 mm,refleks cahaya (+/+)
Bibir sianosis (-)
Leher
Pembesaran KGB (-)
Trakea teraba di tengah

Thoraks
Paru

Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris, retraksi ICS (-).


Palpasi : Pelebaran ICS (-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi: Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak


Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dbn
Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Bentuk flat
Palpasi : Soefel, nyeri tekan epigastrium (-), organomegali (-), Massa (-),
Jejas/Bekas Trauma (-)
Perkusi
: Timpani di seluruh abdomen
Auskultasi
: Bising usus normal
Ekstremitas atas dan bawah
Akral hangat, Oedem (-).

Status Neurologikus
Kesadaran

Kompos mentis, GCS 15 (E4V5M6)

Kepala

Bentuk normal, simetris. Nyeri tekan (-)

Leher

Sikap tegak, pergerakan baik.

Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal

Kaku Kuduk (-)


Brudzinsky I Sign (-/-)
Brudzinsky II Sign (-/-)
Lasseque Sign (-/-)
Kernig Sign (-)

Pemeriksaan Motorik, Sensorik dan Refleks


Anggota gerak atas: Dalam batas normal, refleks fisiologis
(+), reflesk Patologis (-)
Anggota gerak bawah: Dalam batas normal, refleks
fisiologis (+), reflesk Patologis (-)

STATUS PSIKIATRIK
Kesan umum : Rapi, tenang, kooperatif
Kontak
: Verbal (+), visual (+)
Kesadaran : Compos mentis, atensi(+), orientasi tempat, waktu
dan ruang baik, Daya ingat (+)
Emosi / afek : Labil , Afek Sesuai
Proses berpikir : Normal, Koheren, waham (-)
Intelegensi : cukup
Persepsi
: Halusinasi auditori (+) visual (+), ilusi (-)
Psikomotor : Dalam batas normal
Kemauan : ADL mandiri

Pemeriksaan Penunjang
Lab Darah
Leukosit : 7.200
Hb : 14.6
Hct : 47.8
Trombosit :234.000
LED : 4mm / jam
GDS : 89
Kreatinin : 0,71
Ureum : 21
SGOT : 30
SGPT : 23

Pemeriksaan urine Narkoba


Morfin : Negatif
Amphetamine : Negatif
Met Amphetamine : Negatif
Maryuana/THC: Negatif
Benzodiazepine : Positif

DIAGNOSA MULTIAKSIAL
Diagnosis Multiaksial
Aksis I
: Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat
Penggunaan Zat Psikoaktif, Dengan Gejala Psikotik
Aksis II : Tidak terdapat diagnosis
Aksis III : Tidak terdapat diagnosis
Aksis IV : Masalah Psikososial
Aksis V : GAF 61-70

Rekomendasi Diagnosis Dokter Muda


Aksis I : Gangguan Mental Dan Perilaku
Akibat Penggunaan Alkohol
DD:
Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol,
Keadaan Putus Zat
Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol Dengan
Gejala Psikosis predominan Halusinasi
Gangguan Suasana Perasaan Episode Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik

Aksis II : Tidak terdapat diagnosis


Aksis III : Tidak terdapat diagnosis
Aksis IV : Masalah psikososial
Aksis V : GAF 70-61 Beberapa gejala ringan dan
menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara
umum masih baik

PENATALAKSANAAN
Psikoterapi
Memberi dukungan dan motivasi pada pasien agar dapat
menahan keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali
dan mencari teman yang dapat membawa kepada arah
yang lebih baik dan menjauhi NAPZA.
Menyarankan kepada pasien untuk menjauhi temanteman pasien yang cenderung untuk mengajak pasien
menggunakan NAPZA kembali.
Memberikan informasi kepada keluarga terhadap
pentingnya dukungan keluarga dalam membantu
kesembuhan pasien.
Psikofarmakologi IGD:
Risperidone 2 x 2 mg
Diazepam 5 mg 0-0-1
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

Alkohol merupakan substansi


yang paling banyak digunakan di
dunia, dan tidak ada obat lain
yang dipelajari sebanyak alkohol.
Dari segi kimiawi, alkohol
merupakan suatu senyawa kimia
yang mengandung gugus OH.
Alkohol dalam masyarakat
umum mengacu kepada etanol
atau grain alkohol. Etanol dapat
dibuat dari fermentasi buah atau
gandum dengan ragi.

Tinjauan
Pustaka

Alkohol bersifat depresan terhadap sistem


saraf pusat dengan menghambat aktivitas
neuronal. Ini berakibat hilangnya kendali diri
dan mengarah kepada keadaan
membahayakan diri sendiri maupun orang
disekitarnya. Diperkirakan alkohol menjadi
penyebab 25% kunjungan ke Unit Gawat
Darurat rumah sakit. Alkohol dapat
menyebabkan komplikasi yang serius dalam
menangani dan mengobati pasien trauma

Farmakokinetik Alkohol
Absorpsi
Setelah diminum, alkohol kebanyakan diabsorpsi di
duodenum melalui difusi. Kecepatan absorpsi bervariasi,
tergantung beberapa faktor:
Volume, jenis, dan konsentrasi alkohol yang dikonsumsi.
Alkohol dengan konsentrasi rendah diabsorpsi lebih lambat.
Namun alkohol dengan konsentrasi tinggi akan
menghambat proses pengosongan lambung. Selain itu,
karbonasi juga dapat mempercepat absorpsi alkohol.
Kecepatan minum, semakin cepat seseorang meminumnya,
semakin cepat absorpsi terjadi.
Makanan. Makanan memegang peranan besar dalam
absorpsi alkohol. Jumlah, waktu, dan jenis makanan sangat
mempengaruhi. Makanan tinggi lemak secara signifikan
dapat memperlambat absorpsi alkohol. Efek utama
makanan terhadap alkohol adalah perlambatan
pengosongan lambung.
Metabolisme lambung, seperti juga metabolisme hati, dapat
secara signifikan menurunkan bioavailabilitas alkohol
sebelum memasuki sistem sirkulasi.

Distribusi
Alkohol didistribusikan melalui cairan
tubuh. Terdapat perbedaan komposisi
tubuh antara pria dan wanita, dimana
wanita memiliki proporsi cairan tubuh yang
lebih rendah dibandingkan pria, meskipun
mereka memiliki berat badan yang sama.
Karena itu, meskipun seorang wanita
dengan berat badan yang sama,
mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang
sama dengan pria, wanita tersebut akan
memiliki kadar alkohol darah yang lebih
tinggi

Metabolisme
Metabolisme primer alkohol adalah di hati, dengan melalui 3 tahap.
Pada tahap awal, alkohol dioksidasi menjadi acetaldehyde oleh
enzim alkohol dehydrogenase (ADH). Enzim ini terdapat sedikit
pada konsentrasi alkohol yang rendah dalam darah.
Kemudian saat kadar alkohol dalam darah meningkat hingga tarap
sedang (social drinking), terjadi zero-order kinetics, dimana
kecepatan metabolisme menjadi maksimal, yaitu 7-10 gram/jam
(setara dengan sekali minum dalam satu jam).
Namun kecepatan metabolisme tersebut sangat berbeda antara
masing-masing individu, dan bahkan berbeda pula pada orang yang
sama dari hari ke hari.

Tahap kedua reaksi metabolisme, acetaldehyde


diubah menjadi acetate oleh enzim aldehyde
dehydrogenase. Dalam keadaan normal,
acetaldehyde dimetabolisme secara cepat dan
biasanya tidak mengganggu fungsi normal.
Namum saat sejumlah besar alkohol di konsumsi,
sejumlah acetaldehyde akan menimbulkan gejala
seperti sakit kepala, gastritis, mual, pusing, hingga
perasaan nyeri saat bangun tidur.

Tahap ketiga merupakan tahap akhir, terjadi


konversi gugus acetate dari koenzim A menjadi
lemak, atau karbondioksida dan air.6 Tahap ini
juga dapat terjadi pada semua jaringan dan
biasanya merupakan bagian dari siklus asam
trikarbosilat (siklus Krebs). Jaringan otak dapat
mengubah alkohol menjadi asetaldehid, asetil
koenzim A, atau asam asetat.
Pada peminum alkohol kronis dapat terjadi
penumpukan produksi lemak (fatty acid). Fatty acis
akan membentuk plug pada pembuluh darah
kapiler yang mengelilingi sel hati dan akhirnya sel
hati mati yang akan berakhir dengan cirrosis
hepatis.

Farmakodinamik Alkohol
Alkohol lebih banyak bekerja pada sistem saraf,
terutama otak. Pada otak, alkohol mengakibatkan
depresi yang menyerupai depresi akibat narkotik,
kemungkinan melalui gangguan pada transmisi
sinaptik, dimana impuls saraf akan mengalami
inhibisi. Terjadi pembebasan pusat otak yang lebih
rendah dari kontrol pusat yang lebih tinggi dan
inhibisi.
Efek pada sistem GABA
Alkohol menimbulkan efek seperti kerja GABA-A
dengan berinteraksi dengan GABA-A reseptor, namun
melalui tempat yang berbeda dari tempat
berikatannya GABA ataupun benzodiazepine.
Interaksi ini akan mengaktifkan neuron DA di sistem
mesolimbik. Akibatnya muncul efek sedatif,
anxiolytic, dan hyperexcitability.

Efek pada sistem Dopamin dan Opioid


Alkohol tidak bekerja secara langsung pada
reseptor DA, namun secara tidak langsung dengan
meningkatkan kadar DA pada sistem
mesocorticolimbic. Peningkatan ini memiliki efek
terhadap penguatan efek alkohol dalam tubuh.
Interaksi alkohol dengan sistem opioid juga tidak
langsung dan mengakibatkan pengaktifan sistem
opioid. Interaksi ini bersifat menguatkan
(kemungkinan melalui reseptor MU). Sistem opioid
juga terlibat dalam munculnya kecanduan alkohol.

hormone)
Alkohol menghambat reseptor NMDA, tidak dengan
berikatan langsung pada glutamate binding site,
namun dengan mengubah jalan glutamate menuju
tempatnya berikatan pada reseptor (allosteric
effect). Interaksi ini juga memfasilitasi munculnya
efek sedatif/hypnotic alkohol, seperti halnya
neuroadaptation.
Sistem serotonin juga berperanan dalam
farmakologi alkohol. Meskipun mekanisme kerja
belum jelas, namun membantu dalam pelepasan
DA. Peningkatan kadar serotonin pada sinap
menurunkan pengambilan alkohol.
Konsumsi alkohol akut juga memiliki efek terhadap
hypothalamic-pituitary axis, kemungkinan dengan
melibatkan hormone CRF (corticotrophin releasing
factor). Kerja pada tempat ini kemungkinan
mendasari efek penekanan stress pada alkohol.

Interaksi alkohol dengan obat lain

Obat Anestesi
Konsumsi alkohol secara kronik meningkatkan dosis propofol yang
diperlukan untuk menurunkan kesadaran pasien. Konsumsi alkohol dalam
jangka lama akan meningkatkan risiko kerusakan hati oleh pemakaian gas
anestesi seperti enflurane dan halotan.
Antikoagulan
Adanya konsumsi alkohol akut mengubah kemampuan warfarin,
menyebabkan pasien berpeluang mengalami pendarahan yang mengancam
nyawa. Konsumsi alkohol secara kronik menurunkan kerja warfarin,
menimbulkan gangguan pembekuan darah.
Antidepressant
Alkohol meningkatkan efek sedasi dari tricyclic anti-depressant seperti
amitriptyline, menurunkan kemampuan yang diperlukan dalam mengemudi.
Konsumsi alkohol kronic meningkatkan kerja beberapa tricyclic dan
menurunkan kerja tricyclic lainnya. sebuah substansi kimia yang disebut
tyramine terdapat dalam beberapa bir dan wine, berinteraksi dengan
beberapa antidepresan, seperti monoamine oxidase (MAO) inhibitor
menyebabkan peningkatan tekanan darah yang berbahaya.
Antihistamin
Alkohol bersifat meningkatkan efek sedasi pada antihistamin. Obat ini
menyebabkan kelebihan sedasi dan nyeri kepala pada orang tua. Efek
kombinasi dengan alkohol akan sangat signifikan berbahaya pada kelompok
ini.

Penghilang rasa nyeri golongan narkotik


Yang termasuk dalam golongan ini antara lain morfin, codein, propoxyphene, dan
meperidine. Kombinasi alkohol dengan opioid meningkatkan efek sedasi kedua
substansi tersebut, meningkatkan risiko kematian akibat overdosis. Satu dosis
alkohol dapat meningkatkan kemampuan kerja propoxyphene, dan meningkatkan
efek samping sedasi. opioid merupakan agen yang memiliki efek seperti opium
(sedatif, penghilang nyeri, dan euphoria) yang digunakan untuk pengobatan.
Overdosis alkohol dan opioid sangat berbahaya karena mereka dapat
menurunkan reflek batuk dan fungsi pernafasan, sehingga berpotensi untuk
terjadinya regurgitasi maupun sumbatan jalan nafas.
Penghilang Nyeri golongan non-Narkotik
Aspirin paling sering dipergunakan oleh orang tua. Beberapa obat jenis ini dapat
menyebabkan pendarahan lambung dan menghambat pembekuan darah. Alkohol
dapat memperparah efek ini. Aspirin juga meningkatkan kerja alkohol. Konsumsi
alkohol secara kronis mengaktifkan enzim yang mengubah acetaminophen
menjadi substansi kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati, meskipun
acetaminophen dipergunakan dalam kadar therapeutic.
Relaksasi Otot
Beberapa obat relaksasi (carisoprodol, cyclobenzaprine, dan baclofen), saat
digunakan bersama alkohol dapat menimbulkan reaksi seperti narkotik, seperti
kelemahan pada alat gerak, pusing, euphoria, dan kebingungan. Carisopodol
dikenal sebagai obat narkotik yang dijual di jalanan. Campuran carisoprodol
dengan bir merupakan bahan adiktif yang popular di masyarakat jalanan untuk
mendapatkan keadaan euphoria secara cepat.

Sedatif dan Hipnotik


Interaksi farmakodinamik antara dosis kecil diazepam denga alkohol
telah diteliti dengan menggunakan double blind randomized study.
Diazepam yang diberikan sebanyak 5 mg dengan pemberian oral pada
pasien yang telah disuntikkan alkohol intravena hingga kadar dalam
darah 0,5 gram. Dari penelitian ini didapatkan bahwa kombinasi
diazepam dan alkohol kebanyakan bersifat addictive tanpa interaksi
sinergis yang signifikan.
Benzodiazepines seperti diazepam (Valium) pada umumnya
digunakan untuk mengobati kecemasan dan insomnia. Karena
keamanannya, mereka telah menggantikan barbiturates, yang sebagian
besar digunakan untuk perawatan darurat untuk kejang. Dosis
Benzodiazepines yang diberikan secara berlebihan sebagai obat
penenang disertai dengan adanya alkohol dapat menyebabkan rasa
kantuk yang hebat, meningkatkan risiko kecelakaan rumah tangga dan
lalu lintas.
Lorazepam telah digunakan untuk anticemas dan obat penenang.
Kombinasi dari alkohol dan lorazepam dapat menyebabkan peningkatan
tekanan pada jantung dan fungsi pernafasan, oleh karena itu
Lorazepam sebaiknya tidak diberikan kepada pasien mabuk

Gejala Klinis
Penyalahgunaan atau ketergantungan alcohol ini dapat dimenimbulkan
gangguan mental organic yaitu gangguan dala fungsi berpikir,
perasaan dan perilaku. Berikut geala-gejala gangguan mental organic
yang terjadi pada seseorang :
Terdapat dampak perubahan beruba perubahan perilaku, misalnya
berkelahi, atau tindak kekerasan lain.
Terdapat gejala fisiologik sebagai berikut: pembicaraan cadel.
Ganggua koordinasi, cara berjalan yang tidak mantap, mata jereng,
muk merah.
Tampak gejala psikologik sebagai berikut : perubahan alam perasaan
(euphoria atau disforia), mudah marah dan tersingga, banyak bicra,
gangguan perhtian atau konsentrasi
Bagi mereka yang sudah ketagihan akan menimbulkan sindrom putus
alcohol, ditandai gejala-gejala tersebut antara lain :
Gemetaran (tremor), kasar pada tangan, lidah dan kelopak mata.
Ampak gejala fisik sebagai berikut, yaitu mual muntah, lemah letih
lesu, hiperaktif saraf otonom, hipotensi ortostatik.
Tampak gejala psikologik sebagai berikut: kecemasan dan ketakutan,
perubahan alam perasaan, mengalami halusinsi dan delusi.

Putus Alkohol
Diagnosis dan Gambaran Klinis
Kriteria DSM-IV untuk putus alkohol memerlukan
dihentikannya atau penurunan penggunaan
alkohol yang sebelumnya adalah berat dan lama,
dan juga adanya gejala fisik atau neuropsikiatrik
spesifik. Diagnosis DSM IV juga memungkinakna
untuk menentukan dengan gangguan persepsi.
Tanda Klasik dari putus alkohol adalah gemetar,
walaupun spectrum dari gejala dapat meluas
sampai termasuk gejala psikotik dan persepsi (cth:
waham dan halusinasi), kejang, dan gejala
delirium tremens, atau delirium putus alkohol.

Medikasi utama untuk mengendalikan gejala putus alkohol adalah


benzodiazepine. Banyak penelitian telah menemukan bahwa
benzodiazepine membantu mengntrol aktivitas kejang, delirium,
kecemasan, takikardia, hipertensi, dan tremor yang berhubungan
dengan putus alkohol. Benzodiazepine dapat diberikan peroral
maupun parenteral; tetapi baik diazepam maupun chlordiazepoxide
tidak boleh diberikan secara intramuscular karena adanya absorbs
yang tidak menentu bila diberikan dengan cara tersebut.
Selain itu, dapat juga diberikan obat lain secara simptomatik sesuai
dengan keluhan pasien, misalnya anti psikotik bila pasien memiliki
gejala psikosis.

Pembagian GMP akibat penggunaan


zat psikoaktif menurut PPDGJ III
F. 10. GMP
F. 11. GMP
F. 12. GMP
F. 13. GMP
F. 14. GMP
F. 15. GMP
kafein
F. 16. GMP
F. 17. GMP
F. 18. GMP
menguap
F. 19. GMP
lainnya

akibat
akibat
akibat
akibat
akibat
akibat

alkohol
opioida
kanabinoida
sedativa atau hipnotika
kokain
penggunaan stimulansia lain termasuk

akibat halusinogenika
akibat tembakau
akibat penggunaan pelarut yang mudah
akibat penggunaan zat multipel dan psikoaktif

Axsis I
BAB II3 : PEMBAHASAN
Axsis
Untuk Axsis II, berdasarkan anamnesia tidak
didapatkan kelainan.
Axsis III : Untuk Axsis III, berdasarkan anamnesa tidak
didapatkan kelainan.
Axsis IV
Untuk Axsis IV, berdasarkan anamnesa didapatkan bahwa
terdapat masalah dari psikososial pasien yaitu permasalahan
bahwa pasien bukan anak kandung membuat pasien menjadi
terpukul dan depresif
Axsis V
Pada pasien terlihat gejala yang muncul seperti mendengar
bisikan-bisikan, melihat bayangan, berbicara melantur, dan
pernah mengamuk sekali. Gejala lain yang terlihat juga
bahwa pasien tampak gelisah, terutama saat malam hari
pasien tidak bisa tidur. Oleh karena itu GAF Scale : 70-61,
Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan
dalam fungsi, secara umum masih baik

Pedoman Diagnostik

Pada
pasie

Penghentian atau penurunan pemakaian alkoho yang telah lama

n
x

dan berat

Dua

atau

lebih

tanda

berikut

ini,

yang

berkembang

dalam

beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria pertama:

Hiperaktivitas otonomik ( cth: berkeringat, atau kecepatan denyut

nadi lebih dari 100x/i)

Peningkatan tremor tangan

Insomnia

Mual dan muntah

Halusinasi atau ilusi lihat, raba, atau dengar yang transien

Agitasi psikomotor

Kecemasan

Kejang grand mal

Gejala dalam kriteria kedua menyebabkan penderitaan yang serius

secara klinis atau gangguan dalam fungsi social, pekerjaan, atau


fungsi penting lainnya.

Penatalaksa
naan
Pada penatalaksanaan pasien dengan
gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan alkohol, dengan sindroma
putus zat, selain psikoterapi, medikasi
utama untuk mengendalikan gejala putus
alkohol adalah benzodiazepine. Selain itu
bila pasien dengan gejala psikotik dapat
diberikan obat antipsikotik. Oleh karena itu,
kami merekomendasikan untuk pemberian
Risperidon 2 mg 2x1 dan Diazepam 5 mg 00-1.

Terima Kasih

You might also like