You are on page 1of 22

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

STIKES MANDALA WALUYA KENDARI


2016

A
ER

FA

RM

T
O
K
I
A
S

P
E

P
E
L
I

I
P

KELOMPOK III
ULFI DWICAHYANI
KHARISMA ANDI PARAJA
AMELINDA
ELISA
ADE SAFITRI
ANGGUN SRI RAMADANI
AULIA AGUSMIN
WINDA SRI WULAN

Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada


dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat
(SSP) yang timbul akibat adanya ketidak seimbangan polarisasi
listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi
akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga
menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari
sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak.
Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala
akibat cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak
beraturan. Cetusan tersebut dapat melibatkan sebagian kecil otak
(serangan parsial atau fokal) atau yang lebih luas pada kedua
hemisfer otak (serangan umum).

ETIOLOGI
1.Idiopatik.
2.Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
- trauma lahir
- trauma kepala
- tumor otak
- stroke
- cerebral edema
- hypoxia
- keracunan
- gangguan metabolik
- infeksi.

PATOFISIOLOGI
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari
sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara
berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang
disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik
yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian
dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah
disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas
listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber
gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas
listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya
dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat
mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian
akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke
bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas
listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang
selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan
dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai
penurunan kesadaran.

KLASIFIKASI DAN GAMBARAN KLINIS


Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan
epilepsi dan klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma
epilepsi berdasarkan faktor-faktor tipe bangkitan (umum atau
terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia dan situasi
yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi epilepsi
menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan
elektroensefalogram.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif
serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak
yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI)
maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah
antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
4. mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
menilai fungsi hati dan ginjal
menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi).
fungsi lumbal untuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

TATA LAKSANA TERAPI

Tujuan terapi epilepsi adalah untuk mengontrol atau


mengurangi frekuensi kejang dan memastikan kepatuhan pasien
terhadap pengobatan,dan memungkinkan pasien dapat hidup
dengan normal. Khusus untuk status epileptikus, terapi sangat
penting untuk menghindarkan pasien dari keparahan akibat
serangan kejang yang berlangsung lama

TERAPI NON-FARMAKOLOGI

Terapi nonfarmakologis untuk epilepsi meliputi diet, operasi dan Vagal


Stimulasi Saraf( VNS), yang merupakan implantasi dari saraf vagal
stimulator. Sebuah stimulator saraf vagus adalah perangkat medis
implant disetujui untuk digunakan pada epilepsi. System NCP (Neuro
Cybemetic Prosthesis) diindikasikan untuk digunakan sebagai terapi
tambahan dalam mengurangi frekuensi kejang pada orang dewasa dan
remaja yang lebih tua dari 12 tahun usia dengan kejanh parsial onset
yang tahan untuk AED.

TERAPI FARMAKOLOGI
Penanganan yang optimal terhadap epilepsi memerlukan terapi anti
epilepsi yang disesuaikan untuk masing-masing individu khususnya
pada kelompok pasien tertentu (seperti anak, wanita yang beresiko
melahirkan dan orang tua). Terapi lebih diutamakan dengan satu
jenis obat berdasarkan pada tipe kejang dan resiko terjadinya efek
samping obat.

OBAT-OBAT ANTIEPILEPSI
1. Carbamazepine
Farmakologi dan mekanisme kerja:
Mekanisme nyata Carbamazepine menakan kejang belum jelas, walaupun
CBZ

diyakini dapat menghambat channel Na.

Farmakokinetika:
Absorpsi CBZ dalam bentuk tablet lambat dan tidak teratur karena
memiliki

kelarutan yang rendah. CBZ tidak melewati firs past metabolism.

Makanan

dapat meningkatkan bioavailabilty dari obat. Bentuk suspense

lebih cepat

diabsorpsi dari pada bentuk tablet. CBZ juga tersedia dalam

bentuk tablet lepas

lambat dan lepas control. CBZ lebih bersifat lipofil.

2. Phenobarbital
Mekanisme kerja: Menghentikan kejang dengan menurunkan eksitasi
postsinaptik, kemungkinan melalui respon stimulasi inhibitor GABAergic

post

sinaptik
3. Ethosuximide
Mekanisme kerja:
Menghambat enzim NHDPH aldehyd reductase, inhibisi sistem Na K
menurunkan aktivasi arus Na menghambat channel Ca2+ yang

ATPase,

tergantung pada

channel K+, inhibisi arus Ca2+ tipe T9.


Farmakokinetik:
Metabolisme terjadi di hati melalui hidroksilasi, menghasilkan metabolit
inaktif

4. Felbamate
Mekanisme kerja:
Bekerja sebagai antagonis reseptor glisin pada reseptor Nmethyl D-

aspartat (NMDA). Aksi ini menghambat inisiasi dan

perkembangan kejang.

Obat ini juga menghambat peningkatan

stimulasi NMDA/glycine pada

Ca2+ intrasel.

Farmakokinetik:
Absorbsi felbamate cepat dan baik. Absorbsi tidak dipengaruhi
oleh

makanan dan antasid

DESKRIPSI KASUS

An. Manis berusia 8 tahun, berat badan 40 kg, tiba-tiba teejatuh, kehilangan
kesadaran dan mengalami kejang disekolahnya. Kejang terjadi kurang
lebih 5 menit setelah An. Manis bermain kejar-kejaran dengan teman
sekelasnya. Ibu guru langsung membawa An. Manis ke ruang kesehatan.
15 menit kemudian An. Manis kembali kejang dan segera An. Manis
dilarikan ke rumah sakit. Berdasarkan informasi dari orang tua An. Manis 2
tahun lalu An Manis mengalami kejang akibat demam tinggi. Tetapi kejang
terjadi hantya beberapa detik saja, hampir 3 bulan terakhir kejang sudah
tidak lagi terjadi sehinggaorang tua An.Manis tidak memberikan obat yang
biasa diminumnya (Dilantin 300 mg/hari) untuk mengontrol kejangnya.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN KASUS DENGAN METODE SOAP

1. Subjektif
Nama pasien
Umur

: An.Manis

: 8 tahun

Berat Badan

: 40 kg

Keluhan
: Tiba-tiba terjatuh, hilang kesadaran, dan
mengalami kejang
disekolahnya kurang lebih 5 menit,
dan kejang kembali setelah
15 menit.
Riwayat penyakit
akibat
Riwayat pengobatan

: 2 tahun yang lalu sudah mengalami kejang


demam tinggi selama beberapa detik saja.
: Dilatin 300 mg/kg

2. Objektif
3. Assesment
Berdasarkan keluhan pasien, diduga pasien bernama An.Manis
menderita status epileptikus. Hal ini dapat dilihat dari keadaan
An.Manis yang tibaa-tiba terjatuh lalu kehilangan kesadaran dan
mengalami kejang lebih kurang 5 menit, dimana 15 menit kemudian
An.Manis kembali mengalami kejang. Hal ini dapat menunjukkan
bahwa pasien terkena bangkitan status epileptikus, karena adanya
dua rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesdaran diantara
kejang, dan kesadarannya belum pulih setelah 5 menit.
Setelah epileptikus yang dialami An.Manis dapat disebebkan oleh
faktor pencetus yang diduga disebabkan oleh pengobatan yang
tiba-tiba dihentikan 3 bulan terakhir dan kejang akibat demam
tinggi. Hal ini dapat menimbulkan bangkitan epilepsi yang lama
bahkan menjadi buruk.

4. Plan
Terapi non-farmakologi

Pembedahan

Diet ketogenik

Terapi Farmakologi

Prehospital
Pada kasus diatas, dapat diberikan diazepam rectal 10 mg yang merupakan terapi utama
dan pertahanan patensi jalan napas, berikan oksigen, periksa fungsi kardiorespirasi.

In Hospital
Lorazepam 0,1 mg/kg intravena diberikan 4 mg bolus, diulang satu kali setelah 10-20
menit jika tidak ada dapat diberikan diazepam intravena 0,5 mg/kg. berikan obat
antiepilepsi yang biasa digunakan bila pasien sudah pernah mendapat terapi obat
antiepilepsi. Terapi obat darurat tambahan mungkin tidak diperlukan jika kejang berhenti
dan penyebab status epileptikus cepat diperbaiki.
Obat- obat diatas diberikan dengan alasan dimana mekanisme kerjanya memberikan
hambatan dari GABA oleh ikatan pada benzodiazepine GABA dan kompleks resptor
barbiturate. Sehingga kejang berhenti.
Ketika kejamg sudah tidak kambuh lagi dapat diberikan obat antiepilepsi yang bisa
digunakan untuk mengontrol epilepsinya dan mengatasi serangan primer maupun
sekunder, yaitu fenitoin Na dosis 300 mg/hari 3 kali sehari dalam dosis terbagi.
Jika sudah bebas kejang selama 2 tahun pengobatan yang bisa dibuktikan secara klinis
melalui EEG dengan hasil baik. Penghentian dilakukan secara bertahap, setidaknya
selama 3 bulan dengan cara menurunkan dosisnya. Tidak boleh dihentikan secara
mendadak karena akan menyebabkan terjadinya kejang hebat pada pasien.

PEMILIHAN OBAT RASIONAL


Pemilihan obat rasional dilakukan dengan menganalisis obat-obat
yang digunakan dengan lima kategori yaitu tpat indikasi, tepat obat,
tepat pasien, tepat dosis dan waspadah terhadap efek samping obat
(4H1W).

a. Tepat Indikasi

Nama Obat
Diazepam
Feniton

Indikasi
Status
epileptikus
semua jenis
kecuali petit
mal dan status
epileptikus

Mekanisme
Keterangan
Aksi
Menigkatkan
Tepat indikasi
hambatan dari
GABA oleh
ikatan pada
benzodiazepine
GABA dan
kompleks
resptor
barbiture.
Sehingga
kejang
berhenti.
Inaktivasi kanal
NA sehingga
menurunkan
kemampuan
syaraf untuk
menghangtarka
n muatan listrik

b. Tepat Obat
Nama obat
Diazepam
Fenitoin

Alasan sebagai drug of choice


Keterangan
Dapat menobati serangan status Tepat obat
epileptikus dan banyak digunakan
dalam pengobatan.merupakan
OAE yang pernah digunakan
untuk terapi pemeliharaan dan
pengontroalan

c. Tepat Pasien
Nama obat
Diazepam
Fenitoin

Kontra indikasi
Hipersensitif dengan
diazepam dan fenitoin

Keterangan
Tepat pasien tidak ada
riwayat alergi

Tepat Dosis
Nama
Obat
Diazepam
Fenitoin

Dosis Standar

Dosis yang
diberikan
mg/kg 0,5 mg/kg i.v

keterangan

0,3-0,5
i.v
200-300
mg/hari

Tepat dosis

300 mg/hari

Waspada Efek Samping


Nama Obat

Efek Samping
Obat
Diazepam Fenitoin Menimbulkan rasa
kantuk, konsentrasi
berkurang, mual,
edema. Nyeri
kepala, insomnia,
ruam, akne demam
efek hematologic

Saran
Beristrahat yang
cukup dan jangan
melakukan aktifitas
diluar rumah. Untuk
mengatasi demam
yang bila timbul
dapat diberikan
ibuprofen sirup. Dan
berikan vit B
complex jika efek
samping fenitoin
anemia terjadi

You might also like