Professional Documents
Culture Documents
Jenis
Pasal 19
1) Berdasarkan jenis pel. Yg diberikan,
RS dikategorikan dalam RSU & RSK
2) RSU sbgmn dimksd pd ayat (1)
memberikan pelayanan kesehatan pd
semua bidang & jenis penyakit
3) RSK sbgmn dimksd pd ayat (1)
memberikan pel utama pd satu bidang
atau jenis penyakit tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur, organ, jenis penyakit, atau
kekhususan lainnya.
Pasal 20
1) Berdasarkan pengelolaanyaRS dpt
dibagi menjadi RS publik & RS privat
2) RS publik sbgmn dimksd pd aya (1)
dpt dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan badan hukum
yg bersifat nirlaba
3) RS publik yg dikelola Pemerintah &
Pemerintah Daerah diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan
Layanan Umum atau Badan Layanan
Umum Daerah sesuai dgn ketentuan
peraturan perUUan
4) RS publik yg dikelola Pemerintah &
Pemerintah Daerah sbgmn dimksd pd
ayat (2) tdk dpt dialihkan menjadi RS
privat
Pasal 21
RS privat sbgmn dimaksd dlm Pasal
20 ayat (2) tdk dpt dialihkan
menjadi RS privat
Pasal 22
1) RS dpt ditepatkan menjadi RS
pendidikan setelah memenuhi
persyaratan & standar RS
pendidikan
2) RS pendidikan sbgmn dimksd pd
aya (1) ditetapkan oleh Menteri
yg membidangi urusan
pendidikan
Pasal 23
1) RS pendidikan sbgmn dimksd
dlm pasal 22 merupakan RS yg
menyelenggarakan pendidikan &
penelitian secara terpadu dlm
bidang pendidikan profesi
kedokteran, pendidikan
kedokteran berkelanjutan, &
pendidikan tenaga kesehatan
lainya
2) Dlm penyelenggaraan RS
pendidikan dpt dibentuk Jejaring
RS pendidikan
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
RS pendidikan diatur dgn
Peraturan Pemerintah
1)
2)
a.
b.
c.
d.
3)
a.
b.
c.
d.
4)
1)
2)
3)
4)
5)
Pasal 24 klasifikasi
Dlm penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang
& fungsi rujukan, RSU & RSK diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas & kemempuan pelayanan RS
Klasifikasi RSU sbgmn dmksd pd ayat (1) terdiri atas:
RSU kelas A
RSU kelas B
RSU kelas C
RSU kelas D
Klaifikasi RSK sbgmn dmksd pd ayat (1) terdiri atas :
RSK kelas A
RSK kelas B
RSK kelas C
RSK kelas D
Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi sbgmn dmksd pd
ayat (1) diatur dgn Perturan Menteri
Pasal 25 perizinan
Setiap penyelenggaraan RS wajib memiliki izin
Izin sbgmn dmksd pd ayat (1) terdiri dari izin mendirikan &
izi operasional
Izinmendirikan sbgmn dmksd pd ayat (2) diberikan untuk
jangka waktu 2 (dua) tahun & dapat diperpanjang untuk 1
(satu) tahun
Izin operasional sbgmn dmksd pd ayat (2) diberikan untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun & dapat diperpanjang kembali
selama memenuhi persyaratan
Izin sbgmn dmksd pd ayat (2) diberikan setelah memenuhi
persyaratan sbgmn diatur dlm UU ini.
1)
Pasl 26 periziznan
Izin RS kelas A RS penanganan modal asing atau penanaman
modal dlm negeri diberikan oleh Menteri setelah
mendapatkan rekomendasi dari pejabat yg berwenang di
bidang kesehatan pd Pemerintah Daerah Provinsi
2)
Izin RS penanaman modal asing atau penanaman modal dlm
negeri sbgmn dmksd pd ayat (1) diberikan setelah mendpt
rekomendasi dari instansi yg melaksanakn urusan penanaman
modal asing atau penanaman modal dlm negeri
3)
Izin RS kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yg berwenang
dibidang kesehatan pd Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
4)
Izin RS kelas C & kelas D diberikan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat
yg berwenang dibidang kesehatan pd Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota
Pasal 27
Izin RS dpt dicabut jika :
a.
Habis masa berlakunya
b.
Tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar
c.
Terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perUUan
dan /atau
d.
Atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum
Pasl 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai periziznan diatur dgn Peraturan
Menteri
2)
a.
b.
c.
3)
1)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
2)
3)
1)
2)
Pelanggaran atas kewajiban sbgmn dimksd pd ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:
Teguran
Teguran tertulis atau
Denda & pencabutan izin RS
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban rs sbgmn dmksd pada ayat (1) diatur dgn Peraturan Menteri
pasal 3o hak RS
Setiap RS mempunyai hak :
Menetukan jumlah, jenis, & kualifikasi SDM sesuai dgn klasifikasi RS
Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi(imbalan atau gaji) , insentif, & penghargaan sesuai dgn ketentuan
peraturan perUUan
Melakukan kerja sama dgn pihak lain dlm rangaka mengembangkan pelayanan
Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dgn ketentuan peraturan perUUan
Menggugat pihak yg mengakibatkan kerugian
Mendapatkan perlindungan hukum dlm melaksanakan pelayana kesehatan
Mempromosikan layanan kesehatan yg ada di RS sesuai dgn ketentuan peraturan perUUan dan
Mendapatkan insentif pajak bagi RS publik & RS yg ditetapkan sbg RS pendidikan
Ketentuan lebih lanjut mengenai promosi layanan kesehatan sbgmn dmksd pd ayat (1) huruf g diatur dgn Peraturan Menteri
Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif pajak sbgmn dmksd pada ayat (1) huruf h diatur dgn Peraturan pemerintah
Pasal 31 kewajiban pasien
Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap RS atas pelayanan yg diterimanya
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan Peraturan Menteri
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
BAB IX
1)
Pasal 33 penyelenggaraan
Setiap RS harus memiliki organisasi yg efektif,
efesien, & akuntabel
2) Organisasi RS paling sedikit terdiri atas Kepala RS
atau Direktur RS unsur pelayanan medis, unsur
keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis,
satuan pemeriksaan internal, serta administrasi
umum & keuangan.
Pasal 34
1) Kepala RS harus seorang tenaga medis yg
mempunyai kemampuan & keahlian dibidang
perumahsakitan
2) Tenaga struktural yg menduduki jabatan sbg
pimpinan harus berkwarganegaraan Indonesi
3) Pemilik RS tdk boleh merangkap menjadi Kepala RS
Pasal 35
Pedoman organisasi RS ditetapkan dgn Peraturan Presiden
1)
2)
1)
2)
3)
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
1)
2)
1)
2)
3)
1)
2)
3)
4)
5)
Pasal 40 akreditasi
Dlm upaya peningkatan mutu pelayanan RS wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali
Akreditasi RS sbgmn dmksd pada ayat (1) dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari
luar negeri berdasarkan standar akreditasi yg berlaku
Lembaga independen sbgmn dmksd pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri
Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi RS sbgmn dmksd pada ayat (1) & ayat (2) diatur dgn peraturan Menteri
Pasal 41 jejaring & sitem rujukan
Pemerintah & asosiasi RS membentuk jejaring dlm rangka peningkatan pelayanan kesehatan
Jejaring sbgmn dmksd pada ayat (1) meliputi informasi, sarana prasarana, pelayanan, rujukan penyediaan alat, &
pendidikan tenaga
Pasal 42
Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yg mengatur pelimpahan tugas & tanggung jawab secara
timbal balik baik vertical maupun hirizontal maupun struktural & fungsional terhadap kasus penyait atau masalah
penyakit atau permasalahan kesehatan
Setiap RS mempunyai kewajiban merujuk pasien yg memerlukan pelayanan RS
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem rujukan sbgmn dimksd pada ayat (1) diatur dgn peraturan Menteri
Pasal 43 keselamatan pasien
RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
Standar keselamatan pasien sbgmn dimksd pada ayat (1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, &
menetapkan pemecahan masalah dlm rangka menurunkan angka kejadian yg tdk diharapkan
RS melaporkan kegiatan sbgmn dmksd pada ayat (2) kepada komite yg membidangi keselamatan pasien yg
ditetapkan oleh Menteri
Pelapor insiden keselamatan pasien sbgmn dmksd pada ayat (2) dibuat secara anonim & ditunjuk untuk mengoreksi
sistem dlm rangka meningkatkan keselamatan pasien
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien sbgmn dmksd pada ayat (1) & ayat (2) diatur dgn
peraturan Menteri
Perlindungan hukum RS
Pasal 44
1) RS dpt menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik yg berkaitan dgn rahasia
kedokteran
2) Pasien dan/atau keluarga yg menuntut RS & menginformasikannya melalui media masa, dianggap
telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum
3) Penginformasian kepada media masa sbgmn dimksd pada ayat (2) memberikan kewenangan kepada
RS untuk mengungkapakan rahasia kedokteran pasien sbg hak jawab RS
Pasal 45
1) RS tdk bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau
menghentikan pengobatan yg dpt berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yg
komprehensif
2) RS tdk dpt dituntut dlm melaksanakan tugas dlm rangka menyelamatkan nyawa manusia
Pasal 46 tanggungjawab hukum
RS bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugia yg ditimbulkan atas kelalaian yg dilakukan
oleh tenaga kesehatan di RS
Pasal 47 bentuk
1) RS dpt berbentuk RS statis, RS bergerak, & RS lapangan
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sayrat & tata cara penyelenggaraan RS bergerak & RS lapangan
sbgmn dmksd pada ayat (1) diatur dgn peraturan Menteri
Pembiayaan
1)
Pasal 48
Pembiayaan RS dpt bersumber dari penerimaan RS, anggaran pemerintah, subsidi pemerintah, anggaran Pemerintah
Daerah, subsidi Pemerintah Daerah, atau sumber lainya yg tidk mengikat sesuai dgn ketentuan peraturan perUUan
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai subsidi atau bantuan pemerintah & pemerintah daerah sbgmn dmksd pada ayat (1)
diatur dgn peraturan Pemerintah
Pasl 49
1) Menteri menerapkan pola tarif nasional
2) Pola tarif nasional sbgmn dmksd pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan komponen biaya satuan pembiayaan & dgn
memperhatikan kondisi regional
3) Gubernur menetapkan pagu sbgmn dmksd pada ayat (1) yg berlaku untuk RS di provinsi yg bersangkutan
4) Penetapan besaran tarif RS harus berdasarkan pola tarif sbgmn dmksd pada ayat (1) & pagu tarif maksimal sbgmn
dimksd pada ayat (3)
Pasal 50
1) Besaran tarif kelas III RS yg dikelola pemerintah ditetapkan oleh menteri
2) Besaran tarif kelas III RS yg dikelola pemerintah daerah ditetapkan dgn peraturan daerah
3) Besaran tarif kelas III RS selain RS sbgmn dmksd pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh pimpinan RS dgn
memperhatikan besaran tarif sbgmn dimksd pd ayat (2)
Pasal 51
Pendapatan Rs publik yg dikelola pemerintah & pemerintah daerah digunakan seluruhnya secara langsung untuk biaya
operasional RS & tdk dpt dijadikan pendapatan negara atau pemerintah daerah
BAB XI
Pencatatan & pelaporan
1)
2)
1)
2)
pasal 52
Setiap RS wajib melakukan pencatatan dan pelaporan ttg semua kegiatan
penyelenggaraan rs dlm bentuk sistem informasi manajemen RS
Pencatatan & pelaporan terhadap penyakit wabah atau penyakit tertentu lainnya yg
dpt menimbulkan wabah, & pasien penderita ketergantungan narkotika &/atau
psikotropika dilaksanakan sesuai dgn ketentuan peraturan perUUan
Pasal 53
RS wajib melaksanakan menyelenggarakan penyimpanan terhadap pencatatan &
pelaporan yg dilakukan untuk jangka waktu tertentu sesuai dgn ketentuan peraturan
perUUan
Pemusnahan atau penghapusan terhadap berkas pencatatan & pelaporan sbgmn
dimksd pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dgn ketentuan peraturan perUUan
1)
2)
a.
b.
c.
d.
e.
3)
4)
5)
a.
b.
c.
6)
1)
2)
3)
Pasal 54
Pemerintah & pemerintah daerah melakukan pembinaan & pengawasan terhadap RS dgn melibatkan organisasi profesi, asosiasi
perumahsakitan, & organisasi kemasyarakatan lainnya sesuai dgn tugas & fungsi masing-masing
Pembinaan & pengawasan sbgmn dimksd pada ayat (1) diarahkan untuk:
Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yg terjangkau oleh masyarakat
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan
Keselamatan pasien
Pengembangan jangkauan pelayanan &
Peningkatan kemampuan kemandirian RS
Dalam melakukan tugas pengawasan, pemerintah & pemerintah daerah mengankat tenaga pengawas sesuai kompetensi & keahliannya
Tenga pengawas sbgmn dimksd pada ayat (3) melaksanakan pengawasan yg bersifat teknis medis & teknis perumahsakitan
Dalam rangka pembinaan & pengawasan sbgmn dimksd pada ayat (1) & ayat (2) pemerintah & pemerintah daerah dpt mengambil
tindakan administratif berupa
Teguran
Teguran tertulis dan/atau
Denda & pencabutan izin
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan & pengawasan sbgmn dmksd pada ayat (1) & ayat 2, ayat 3, ayat 4, ayat 5 diatur dgn
peraturan Menteri
Pasal 55
Pembinaan & pengawasan nonteknis perumahsakitan yg melibatkan unsur masyarakat dpt dilakukan secara internal & eksternal
Pembinaan & pengawasan secara internal sbgmn dmksd pada ayat (1) dilakukan oleh Dewan Pengawas RS
Pembinaan & pengawasan secara eksternal sbgmn dmksd pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Pengawas RS Indonesia
Dewan Pengawas RS
Pasal 56
1) Pemilik RS dpt membentuk Dewan Pengawas RS
2) Dewan pengawas RS sbgmn dmksd pada ayat (1) merupakan suatu unit nonstruktural yg bersifat
independen & bertanggung jawab kepada pemilik RS
3) Keanggotaan Dewan Pengawas RS terdiri dari unsur pemilik RS, organisasi profesi, asosiasi
perumahsakitan, & tokoh masyarakat
4) Keanggotaan dewan pengawas RS berjumlah maksimal 5 terdiri dari 1 orang ketua merangkap
anggota & 4 orang anggota
5) Dewan pengawas RS sbgmn dmksd pada ayat (1) bertugas
a. Menentukan arah kebijakan RS
b. Menyetujui & mengawasi pelaksaan rencana strategis
c. Menilai & menyetujui pelaksaan rencana anggaran
d. Mengawasi pelaksaan kendali mutu & kendali biaya
e. Mengawasi & menjaga hak & kewajiban pasien
f. Mengawasi & menjaga hak & kewajiban RS &
g. Mengawasi keputusan penerapan etika RS, etika profesi, & peraturan perUUan
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai dewan pengawas RS dgn peraturan Menteri
1)
2)
3)
4)
5)
Pasal 59
Badan pengawas RS Indonesia dpt dibentuk di
ditingkat provinsi oleh Gubernur &
bertanggungjawab kepada Gubernur
Badan pengawas RS provinsi merupakan unit
nonstruktural pd Dinas Kesehatan Provinsi & dlm
menjalankan tugasnnya bersifat independen
Keanggotaan Badan pengawas RS provinsi terdiri
dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi
perumahsakitan, & tokoh masyarakat
Keanggotaan Badan pengawas RS provinsi
berjumlah maksimal 5 terdiri dari 1 orang ketua
merangkap anggota & 4 orang anggota
Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Badan
pengawas RS provinsi dibebankan kepada anggaran
pendapatan dan belanja daerah
1)
PASAL 60
Badan pengawas RS provinsi sbgmn dimksd dlm
pasal 59bayat (1) bertugas:
a. Mengawasi dan menjaga hak & kewajiaban pasien
diwilayahnya
b. Mengawasi dan menjaga hak & kewajiaban RS
diwilayahnya
c. Mengawasi & penerapan etika RS, etika profesi &
peraturan perUUan
d. Melakukan pelaporan hasil pengawasan kepada
badan pengawas RS Indonesia
e. Melakukan analisis hasil pengawasan & memberikan
rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk
digunakan sbg badan pembinaan dan
f. Menerima pengaduan & melakukan upaya
penyelesaian sengketa dgn cara mediasi
Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pengawas RS
Indonesia & Badan Pengawas RS provinsi diatur dgn
peraturan pemerintah
Pasal 63
1) Dlm hal tindak pidana sbgmn
dimksd dlm pasal 62 dilakukan
oleh korporasi, selain pidana
penjara & dendan terhadap
pengurusnya, pidana yg dpt
dijatuhkan terhadap korporasi
berupa pidana denda sbgmn
dmksd dalam pasal 62
2) Setiap pidana dendan sbgmn
dimksd pada ayat (1) korporasi
dpt dijatuhi pidana tambahan
berupa
a. Pencabutan ijin usaha
b. Pencabutan status badan
hukum.