You are on page 1of 29

PEMBIAYAAN

KESEHATAN
PBL A-6
KETUA : A N N I S A N A D YA P R A D I TA (1102013037)
S E K R E TA R I S : IKE KUMALA SARI (1102013131)
A N G G O TA : HANNY ARDIAN CHOLIS (1102012107)
A B I R A F D I Z H A FA R I (1102013002)
ANNISA JEHAN KHAIRUNNISA (1102013040)
CI NDY JULIA AMANDA (1102013063)
D A R A L A L I TA D A R M E S TA R I (1102013068)
E L G A R I T Z A N A N I D E V I YA N T I (1102012249)
FRILI ADRIA (1102013115)
I R FA N A R I F Z U L F I K A R (1102013140)
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Prosedur
Pemeriksaan Standard Klinik Dokter Keluarga
Standar Pelayanan Medis (standard of medical care)
Anamnesis
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding
Prognosis
Konseling
Konsultasi
Rujukan
Tindak lanjut
Tindakan
Pengobatan rasional
Pembinaan keluarga
LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Manajemen
Klinik Dokter Keluarga
Struktur Organisasi Manajemen Klinik
Dokter Keluarga
Man Methode

Medis : Dokter Keluarga, Spesialis, Paramedis Organisasi : Struktur, job discription, alur kerja

Non Medis : Administrasi,Teknisi, Operator komputer, dll Standarisasi : Produk Yankes-dokter keluarga, Fasilitas-klinik DK, Prosedur-
pelayanan+rujukan+report, Sistem informasi-komunikasi/data, Biaya, Evaluasi,
Money Intervensi.

Sistem Pra Upaya Organisasi :

Sistem Sharing, individu, kolektif, dll Intraklinik

Sistem Fee for services Interklinik

Material Ekstra klinik : Dr. Spesialis, Rumah sakit/klinik rujukan, Apotik/Lab medis, Org. Profesi
kesehatan lain
Produk Pelayanan Dokkel : 10 paket pelayanan kesehatan dokter keluarga Standarisasi : Module, Form : Hidup sehat, panduan, SOP, Software.
Machine

Sentra :

a. Peralihan pelatihan/pendidikan dokter keluarga

b. Pelayanan kesehatan : sub klinik DK, klinik DK type I,II


LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Sistem
Pembiayaan Klinik Dokter Keluarga
Bentuk - Bentuk Pembiayaan Pra-Upaya
1. Sistem kapitasi (capitation system)
Yang dimaksud dengan sistem kapitasi adalah sistem pembayaran dimuka yang dilakukan oleh
badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga yang
dihitung untuk setiap peserta untuk jangka waktu tertentu.
2. Sistem paket (packet system)
yang dimaksud dengan sistem paket adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan oleh badan
asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga yang dihitung
untuk suatu paket pelayanan kesehatan tertentu.

3. Sistem anggaran (budget system)


Yang dimaksud dengan sistem anggaran adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan oleh
badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga, sesuai
dengan besarnya anggaran yang diajukan penyelenggara pelayanan kesehatan.
S UM B ER - SUM B ER DAN A PA DA KLIN I K KEDO KTER AN
KELUARGA
S UMBE R DANA B IAYA KESE HATAN BER BEDA PADA BEBE RA PA
N EGA R A , N A M U N S EC A R A GA R I S B ESA R B E R A SA L DA R I :

- BERS UMBER DARI ANGGA RAN PEME RIN TA H . PADA SI STE M


IN I, B IAYA DAN PEN YELEN GGARA AN PE LAYANAN KESE HATAN
S E PEN UHN YA D ITAN GGUN G OLEH PEMER IN TA H . UNTUK
NEGA RA YAN G KONDI S I KE UAN GANNYA BELU M BAIK, S ISTEM
IN I S ULIT DIL AKSANAK AN KA RENA ME MER LUKAN DAN A YAN G
SA N GAT B ESA R .

- BERS UMBER DAR I AN GGA RAN MA SYAR AK AT. DA PAT BER ASA L
DARI INDIV IDU ATAU PU N PE RU SA HA AN . SI STEM INI
MEN GHA RAPK AN AGAR MA SYARA KAT (SWASTA ) BER PER AN
A K TIF SEC AR A M ANDIRI DAL AM PEN YELEN GGAR AAN MAU PU N
PE M A N FA ATA NNYA .
Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri. Sumber pembiayaan kesehatan,
khususnya untuk penatalaksanaan penyakit-penyakit tertentu sering diperoleh
dari bantuan biaya pihak lain, misalnya dari organisasi sosial ataupun
pemerintah negara lain. misalnya untuk penanganan HIV dan virus H5N1.

Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat. Sistem ini banyak diambil


oleh negara-negara di dunia karena dapar mengakomodasi kelemahan-
kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya
Mekanisme Pembayaran
Penyelenggaraan Subsistem Pembiayaan Kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:

Jumlah dana untuk kesehatan harus cukup tersedia dan dikelola secara berdaya-
guna, adil dan berkelanjutan yang didukung oleh transparansi dan akuntabilitas
Dana pemerintah diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perorangan bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin
Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan yang
terorganisir, adil, berhasil-guna dan berdaya-guna melalui jaminan pemeliharaan
kesehatan baik berdasarkan prinsip solidaritas sosial yang wajib maupun sukarela,
yang dilaksanakan secara bertahap
Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui
penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau
memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana sosial
keagamaan) untuk kepentingan kesehatan
Pada dasarnya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan pembiayaan
kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun
untuk pemerataan pelayanan kesehatan, Pemerintah menyediakan dana
perimbangan (maching grant) bagi daerah yang kurang mampu
Secara universal, beberapa jenis asuransi kesehatan yang berkembang di
Indonesia :

Asuransi Kesehatan Sosial (Social Health Insurance)


Asuransi ini memegang teguh prinsipnya bahwa kesehatan adalah sebuah
pelayanan sosial, pelayanan kesehatan tidak boleh semata-mata diberikan
berdasarkan status sosial mayarakat sehingga semua lapisan berhak untuk
memperoleh jaminan pelayanan kesehatan.

Asuransi Kehatan Komersial Perorangan (Private Voluntary Health Insurance)


Model asuransi kesehatan ini juga berkembang di Indonesia, dapat dibeli
preminya baik oleh individu maupun segmen masyarakat kelas menengah ke
atas.
Asuransi Kesehatan Komersial Kelompok (Regulated Voluntary Health
Insurance)

Prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :

Keikutsertaannya bersifat sukarela tetapi berkelompok


Iuran / preminya dibayar berdasarkan atas angka absolut
Perhitungan premi bersifat community rating yang berlaku untuk kelompok
masyarakat
Santunan diberikan sesuai kontrak
Tidak diperlukan pemeriksaan awal
Peranan pemerintah cukup besar dengan membuat undang-undang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Pengertian BPJS adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi


anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan
tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari peristiwa-peristiwa tersebut yang
dapat mengakibatkan hilangnya atau turunya sebagian besar penghasilan, dan
untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap
konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk
tunjangan keluarga dan anak. Secara singkat jaminan sosial diartikan sebagai
bentuk perlindungan sosial yang menjamin seluruh rakyat agar dapat
mendapatkan kebutuhan dasar yang layak.

Di dalam program BPJS jaminan sosial dibagi kedalam 5 jenis program jaminan
sosial dan penyelenggaraan yang dibuat dalam 2 program penyelengaraan, yaitu :
1. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, dengan programnya adalah
Jaminan Kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari 2014.
2. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dengan programnya
adalah Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan
Kematian yang direncanakan dapat dimulai mulai 1 Juli 2015.
Peserta kelompok BPJS di bagi 2 kelompok yaitu:

PBI (yang selanjutnya disebut Penerima Bantuan Iuran) jaminan kesehatan,


yaitu PBI adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak
mampu sebagaimana diamanatkan Undang-undang SJSN yang iurannya
dibayarkan oleh pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan.
Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur
melalui Peraturan Pemerintah.

Bukan PBI jaminan kesehatan.


Visi dan Misi BPJS Program yang dijalankan oleh pemerintah ini mempunyai visi dan misi, visi dan misi dari
program BPJS Kesehatan adalah:

1. Visi BPJS Kesehatan : Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan
kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya.

2. Misi BPJS Kesehatan :


a. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan mendorong partisipasi masyarakat dalam
perluasan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
b. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu
kepada peserta melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas kesehatan.
c. Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS Kesehatan secara efektif, efisien,
transparan dan akuntabel untuk mendukung kesinambungan program.
d. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang baik dan
meningkatkan kompetensi pegawai untuk mencapai kinerja unggul.
e. Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan evaluasi, kajian, manajemen mutu dan
manajemen risiko atas seluruh operasionalisasi BPJS Kesehatan.
f. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung operasionalisasi
BPJS Kesehatan.3
LI. 4. Memahami dan Menjelaskan Peran
Dokter dan Mitra Kerja dalam Pelayanan Klinik
Dokter Keluarga
Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK)
Merujuk pasien
Bekerjasama dengan sejawat
Bekerja dalam tim
Mengatur dokter pengganti.
Mematuhi tugas
Pendelegasian wewenang
LI. 5. Memahami dan Menjelaskan Sistem
Rujukan pada Klinik Dokter Keluarga
Rujukan adalah upaya melimpahkan wewenang dan
tanggung jawab penanganan kasus penyakit yang sedang
ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lain yang
sesuai.

Macam-macam Rujukan : Menurut tata hubungannya:

1. Rujukan Medik 1. Rujukan internal


Rujukan kasus 2. Rujukan eksternal
Rujukan spesimen
Rujukan ilmu pengetahuan

2. Rujukan Kesehatan
Rujukan tenaga
Rujukan sarana dan logistik
Rujukan operasional
Pembagian Wewenang dan Tanggung Jawab
1. Interval referral
2. Collateral referral
3. Cross referral
4. Split referral
LI. 6. Memahami dan Menjelaskan Adab dan
Tata Cara dokter Muslim dalam
Pengobatan/Menangani Pasien dalam
Pandangan Islam
Adab-adab yang bersifat khusus diantaranya:
a. Berusaha menjaga kesehatan pasien sebagai konsekuensi amanah dan tanggung jawabnya dan
berusaha menjaga rahasia pasien kecuali dalam kondisi darurat atau untuk tindakan preventif
bagi yang lainnya.
b. Senantiasa menyejukkan hati pasien, menghiburnya dan mendo'akannya.
c. Hendaknya memberitahukan kepada pasien bahwa yang menyembuhkan hanya Allah Ta'ala
sehingga hatinya bergantung kepada Allah, bukan kepada dokter.
d. Seorang dokter tidak boleh membohongi pasiennya.
e. Seorang dokter, perawat, mantri, bidan, apoteker dan petugas kesehatan lainnya hendaknya
betul-betul meningkatkan dan menekuni pekerjaanya.
f. Memberikan keringanan biaya pasien yang kurang mampu.
Adapun adab dan akhlak yang bersifat umum yang harus dimiliki seorang dokter adalah :
Tidak boleh berduaan dengan pasien wanita dalam satu ruangan tanpa ditemani mahram sang
perempuan. Minimal pintu ruangan harus terbuka sehingga terlihat oleh keluarganya.
Seorang dokter tidak boleh menyalami perempuan yang bukan mahramnya atau memperbanyak
pembicaraan dengannya kecuali untuk kepentingan pengobatan.
Hendaknya tetap menjaga shalatnya, kecuali dalam kondisi genting maka tidak mengapa ia menjama'
dua shalat.
Hendaknya menjauhi syiar-syiar dan gaya orang kafir, seperti mencukur jenggot, memanjangkan
kumis, isbal, bebas bercakap-cakap dengan dokter atau perawat wanita.
Di samping adab-adab tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh para petugas
kesehatan tentang rumah sakit, klinik, apotek maupun tempat praktiknya, yaitu :
Hendaknya mengkhususkan satu ruangan untuk shalat, baik bagi laki-laki maupun perempaun,
mengingat pentingnya masalah sahalat.
Menjadi kewajiban dan PR kita bersama untuk menjadikan rumah sakit terhindar dari ikhtilath
(bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram).
Tidak diperkenankan menggantung gambar makhluk bernyawa di tembok atau dinding.
Hendaknya tidak menyediakan asbak bagi para pengunjung rumah sakit karena itu adalah bentuk
ta'awun dalam kejelekan.
Hendaknya memisahkan antara ruangan pasien yang berpenyakit menular dengan yang tidak
menular, demikian pula agar para pengunjung tidak kontak langsung dengan si pasien tersebut
sehingga penyakitnya tidak menular- dengan izin Allah- kepada yang lainnya.
Hendaknya kamar mandi atau WC tidak menghadap ke arah kiblat atau membelakanginya,
sebagaimana sabda Nabi sholallohu 'alaihi wasalam : "Jangan menghadap kiblat tatkala buang air
besar dan kencing dan jangan pula membelakanginya." (HR. al-Bukhari 144, Muslim 264, at-Tirmidzi
8, Abu Dawud 9).
Dianjurkan untuk mengubah kantornya ke arah kiblat dan duduk menghadap kiblat, berdasarkan
hadits Abu Hurairah, bahwa Rowulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Sesungguhnya segala
sesuatu memiliki tuan, dan tuannya majelis adalah arah kiblat." (HR. ath-Thabrani dalam al-Ausath
2354, dan dihasankan Syaikh al-Haitsami 8/114, as-Sakhawi (102) dan Syaikh al-albani dalam ash-
Shahiihah (2645) dan Shahiih at-Targhib (3085) ).
Adab pemeriksaan terhadap pasien
Jika dokter laki-laki (dikarenakan tidak terdapat dokter perempuan) dengan dalih mengobati dan
atau pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan di atas (memandang dan menyentuh)
seperti; mendeteksi denyut nadi, mengambil darah dan memijit, dimana dokter tidak memiliki cara
lain kecuali terpaksa memandang badan yang bukan mahramnya atau menyentuh badannya (dan
tidak memungkinkan dia menggunakan kaos tangan atau semacamnya, dengan maksud menyentuh
secara tidak langsung), dalam hal ini menyentuh dan memandang tidak ada masalah.
Akan tetapi jika dalam masalah ini dokter mampu mengobati hanya dengan memandang saja dan
atau hanya dengan menyentuh pasien yang bukan mahramnya tersebut maka dokter harus
mencukupkan dengan memandang saja atau menyentuh saja (itupun sebatas darurat) dan lebih
daripada itu tidak boleh. Dokter perempuan dalam hal memandang dan menyentuh pasien laki-laki
yang bukan mahramnya juga berlaku hukum demikian. Begitu para ulama mengatakan.
Karena orang yang sakit sengaja menemui dan menaruh kepercayaan terhadap dokter, para terapis
atau ahli medis harus memberikan pelayanan dan perlindungan yang terbaik bagi pesiennya. Namun
harus tetap menjaga syariat. Misalnya tidak boleh memberikan obat yang haram. Juga harus menjaga
hubungan lawan jenis. Jika pasiennya bukan muhrimnya, hendaklah ada pihak ketiga yang
menemani. Jangan hanya berdua didalam kamar pengobatan.
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti rambu-rambu
yang wajib untuk ditaati. Tidak berlaku secara mutlak. Keberadaan mahram adalah keharusan, tidak
bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang muslim/muslimah terpaksa harus bertemu dan berobat
kepada dokter yang berbeda jenis, ia harus didampingi mahramnya saat pemeriksaan. Tidak
berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau ruang periksa.
DAFTAR PUSTAKA
Anies. 2006. Kedokteran Keluarga & Pelayanan Kedokteran yang Bermutu. Semarang.
Departemen Kesehatan RI (1986): Survai Nasional Kesehatan Rumah Tangga tahun 1985/1986, DEPKES
RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI (1989): Sistem Kesehatan Nasional, DEPKES RI, Jakarta.
Gani A. Pembiayaan Kesehatan. FKM UI. 1996
Prasetyawati AE. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya.. Diakses melalui:
http://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/BUKU_KEDOKTERAN_KELUARGA_.pdf
Sistem Pembiayaan Kesehatan Indonesia. 2010
Sulastomo (1984), Bunga Rempa Pelayanan Kesehatan, Jakarta.
Sudjoko Kuswadji (1996), Penjaminan Mutu Praktek Dokter Keluarga, Widya Medika, Jakarta.
Tristantoro L. Prinsip-Prinsip Asuransi Kesehatan Untuk Mahasiswa Kedokteran Dan Residen. FK UGM.

You might also like