You are on page 1of 14

BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA

Oleh :
Kelompok 5

Acih (17344014)
Sri Kumala Dewi (17344019)
Widia Adriyanti (17344020)
Nurmila (17344025)
Wilutami Rahayu Tyas Suci (17344007)
Armyta Agustina (17344028)
Ryan Bagus Sulistya (17344026)
Pengertian
Benigna BPH (prostat hyperplasia) adalah
pembesaran atau hypertrofi jinak. Kelenjar
prostatnya mengalami perbesaran,
memanjang ke atas ke dalam kandung kemih
dan menyumbat aliran dengan menutupi
orifisium uretra.

BPH adalah penyakit yang disebabkan oleh


penuaan.
Etiologi
Penyebab BPH kemungkinan berkaitan dengan
penuaan dan disertai dengan perubahan
hormon. Dengan penuaan, kadar testosteron
serum menurun, dan kadar estrogen serum
meningkat. Terdapat teori bahwa rasio estrogen
/androgen yang lebih tinggi akan merangsang
hyperplasia jaringan prostat.
Lanjutan
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
hormonal,yaitu antara hormone testosterone dan hormone estrogen.
Karena produksi testoteron menurun dan terjadi konversi testoteron
menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer,dengan pertolongan
enzim aromatase,dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya
hyperplasia pada stroma,sehingga timbul dugaan bahwa testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel,tetapi kemudian
estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan
lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan
menyebabkan produksi dan potensiasi factor pertumbuhan lain yang
dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Lanjutan
Pada keadan normal hormone gonadotropin hipofise akan
menyebabkan produksi hormone androgen testis yang akan
mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan bertambahnya usia
akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler
(spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang
progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan
hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi
hormone estrogen oleh sel sertoli,dilihat dari fungsional
histologist,prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar
uretra yang beraksi terhadap estrogen dan bagian perifer
yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
Manifestasi Klinik
Gejala obstruktif dan iritatif (disebut prostatisme) mencakup
peningkatan frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin
berkemih, abdomen tegang, volume urin menurun dan harus
mengejan saat berkemih, aliran urin tidak lancar, dribbling
(dimana urin terus menetes setelah berkemih), rasa seperti
kandung kemih tidak kosong dengan baik, retensi urin akut,
dan kekambuhan infeksi saluran kemih. Pada akhirnya, dapat
terjadi azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan
gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang
besar. Gejala generalisata, mual dan muntah, dan rasa tidak
nyaman pada epigastrik.
Lanjutan
Walaupun benigna prostat hipertropi selalu terjadi pada
orangtua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini
terjadi karena dua hal yaitu:
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi
kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan BPH
yaitu retensi urin, kurangnya atau lemahnya pancaran kencing,
miksi yang tidak puas, frekuensi kencung bertambah terutama
malam hari (nocturia), pada malam hari miksi harus mengejan,
terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
Lanjutan
Komponen hormonal pada hyperplasia prostatic jinak, salah
satu metode pengobatan mencakup manipulasi hormonal
dengan preparat antiandrogen seperti finasteride (Proscar.
Pada penelitian klinis, inhibator 5 -reduktase seperti
finasteride terbukti efektif dalam mencegah perubahan
testosterone menjadi hidrotestosteron. Menurunnya kadar
hidrotestosteron menunjukkan supresi aktivitas sel glandular
dan penurunan ukuran prostat. Efek samping dari medikasi
ini termasuk ginekomastia, disfungsi erektil, dan wajah
kemerahan.
Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium meliputi ureum (BUN), kreatinin, elektrolit,


dan tes sensitivitas.
2. Radiologis intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograde,
USG, CT Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen.
3. Prostatektomi retro pubis pembuatan insisi pada abdomen
bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik
dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi
pada anterior kapsula prostat.
4. Protatektomi parineal yaitu pembedahan dengan kelenjar
prostat dibuang melalui perineum
Pengobatan
Non farmakologi

1. Menghindari konsumsi kafein pada teh dan kopi


2. Mengindari konsumsi alcohol
3. Tidak menahan buang air kecil
4. Mengindari obat obat yang dapat memperburuk gejala
penyakit
5. Surgical intervention (pembedahan)
Farmakologi

Antagonis Adrenergik
Mekanisme kerjanya dapat merelaksasikan otot polos
pada kelenjar prostat dan leher kandung kemih serta
mengurangi volume residu urin walaupun dapat
meningkatkan urinary flow rate hingga 2 -3ml/detik.
Tamsulosin dan doxazosin memiliki respons yang
sangat baik dan dapat digunakan hingga 6-10 tahun
Efek samping berupa pusing, hipotensi, bahkan
pingsan
Alfuzosin paling jarang digunakan karena efek
sampingnya pada jantung
Lanjutan
Terapi obat harus di-tapering (bertahap) dan diminum
pada saat menjelang tidur untuk mengurangi efek
hipotensi dan pingsan pada saat pertama kali
pemberian
Tamsulosin merupakan pilihan obat terbaik untuk
pasien yang tidak dapat toleransi dengan efek
hipotensi, komplikasi penyakit jantung seperti jantung
koroner dan aritmia, liver, ataupun pasien yang
sedang mendapatkan multiterapi obat antihipertensi.
Obat ini juga dapat digunakan tanpa di-tapering.
Interaksi obat : tamsulosin dapat mengurangi
metabolisme simetidin dan diltiazem. Karbamazepin
dan fenitoin dapat meningkatkan katabolisme
antagonis -adrenergik
Inhibitor 5--Reduktase

Contoh obat Dutasteride dan Finasteride


Mekanisme kerjanya dapat mengganggu efek
stimulator testosterone sehingga dapat
memperlambat progresivitas penyakit dan
mengurangi resiko komplikasi penyakit
Pengobatan dengan tepai obat ini
membutuhkan waktu 6 bulan untuk
mendapatkan terapi pengobatan yang optimal.
Golongan obat ini juga cenderung dapat
menyebabkan disfungsi sexual pada beberapa
pasien
Lanjutan

Dutasteride memiliki kerja yang lebih cepat dibandingkan finasteride


dalam menekan dihidrotestosteron (DHT) serta mekanisme kerjanya yang
dapat menghambat tipe I dan II 5-reduktase dimana finasteride hanya
dapat menghambat tipe II saja.
Golongan obat ini lebih digunakan untuk pasien yang memiliki komplikasi
penyakit tidak terkontrol seperti aritmia, angina pectoris, pasien yang
mendapkan multiterapi obat anti hipertensi, dan pasien yang tidak dapat
mentoleransi efek hipotensi dari golongan obat antagonis adrenergic
Golongan obat ini dapat mengurangi level PSA hingga 50% yang harus
selalu dimonitor setiap 6 bulan. Jika level PSA tidak berkurang hingga
50% setelah 6 bulan terapi, maka pasien harus dievaluasi atas
kemungkinan komplikasi penyakit seperti kanker prostat.
Menurut FDA obat ini termasuk kategori X, tidak boleh digunakan oleh
ibu hamil dan menyusui, termasuk tida boleh berhungan seks dengan
lelaki yang mendapatkan terapi obat ini.

You might also like