You are on page 1of 20

hasil yang kita peroleh di

Data lapangan, tanpa adanya


pengolahan terlebih
dahulu

suatu fakta-fakta ataupun rincian


peristiwa yang sifatnya masih mentah
dan juga belum diolah
• Data, terdiri atas beberapa bentuk data tunggal
atau datum yang dihimpun dari fakta suatu
peristiwa, baik dari pengamatan (observasi)
ataupun wawancara
• Data tidak dapat memiliki arti apapun, sebelum
diolah sedemikian rupa
• Seberapa banyak dan seberapa lengkap pun data
yang dimilki, apabila belum diolah, maka data
tersebut belum dapat menjadi alat bukti yang sah
mengenai kejelasan suatu peristiwa
Ciri-Ciri Informasi
• Informasi adalah data yang sudah diolah dengan berbagai
metode dan teknik
• Informasi sudah pasti akan bermanfaat bagi satu orang,
dan lebih
• Informasi mampu menjawab dugaan, hipotesis,
keyakinan, dan juga memastikan suatu hal dari sebuah
periwtiwa
• Dengan adanya informasi, maka suatu fakta dan juga
peristiwa akan menjadi jelas
• Dibutuhkan kemampuan khusus dalam memperoleh
informasi, seperti kemampuan analisa, berpikir kritis,
kemampuan logika, dan kemampuan statistika
Pengertian Bukti
Berdasarkan PER - 47/PJ/2009,
Bahan Bukti adalah benda berupa bukutermasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau secara program aplikasi on-line, catatan,
dokumen, keterangan dan/atau benda lainnyayang
menjadi dasar, sarana dan/atau hasil pembukuan,
pencatatan, atau pembuatandokumen, termasuk
dokumen perpajakan yang berhubungan langsung
maupun tidaklangsung dengan usaha atau pekerjaan
Wajib Pajak atau orang lain yang diduga melakukan tindak
pidana dibidang perpajakan. Bahan bukti itu diperoleh
pada saatpemeriksaan bukti permulaan. Bahan bukti ini
diperlukan untuk melaksanakan kepentingan pembuktian
dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan
Berdasarkan KEP - 272/PJ/2002,

Barang Bukti adalah bahan bukti yang telah


disortir menurut macam, jenis, maupun
jumlahnya,yang dapat digunakan sebagai
sarana pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan, danperadilan. Dari definisi di
atas, kita ketahui bahwa barang bukti
adalah hasil atau produklanjutan dari
bahan bukti
Menurut Andi Hamzah,

Alat Bukti adalah upaya pembuktian


melalui alat-alat yang diperkenankan
untuk dipakai membuktikan dalil-dalil atau
dalam perkara pidana dakwaan di sidang
pengadilan misalnya keterangan terdakwa,
saksi, ahli, surat dan petunjuk,
dalam perkara perdata termasuk
persangkaan dan sumpah.
Menurut UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, alat
bukti dapat berupa:

 Surat atau Tulisan.Surat atau Tulisan yang dimaksud di sini


adalah:
1. akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan
seorang pejabatumum, yang menurut peraturan perundang-
undangan berwenang membuat
surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukt
i tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum
didalamnya.
2. akta di bawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan
ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan
maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang
peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum didalamnya.
3. surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh
Pejabat yangberwenang.
4. surat-surat lain atau tulisan yang ada kaitannya dengan
banding atau Gugatan.
 Keterangan Ahli.
Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah
dalampersidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan
pengetahuannya.

 Keterangan Para Saksi.


Keterangan saksi dianggap sebagai alat atau bukti apabila keterangan itu
berkenaandengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh
saksi.

 Pengakuan Para Pihak.


Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan
alasan yangkuat dan dapat diterima oleh Majelis atau Hakim Tunggal.

 Pengetahuan Hakim.
Pengetahuan Hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan dinyakini
kebenarannya.
1) BUKTI kompeten adalah BUKTI yang valid dan relevan.
a. Validitas BUKTI dipengaruhi oleh tiga hal di bawah ini:
1. Independensi dan kualifikasi sumber diperolehnya
BUKTI.
Definisi bukti tidak akan kita dapati di Pasal
Meskipun sumber informasi independen, BUKTI tidak
1 UU KUP maupun di PMK No. valid jika orang yang menyediakan informasi tidak
199/PMK.03/2007 jo PMK No. mempunyai kualifikasi untuk melakukan hal tersebut.
82/PMK.03/2011, namun jejak-jejak Sebagai contoh, penyedia informasi yang dapat diakui
pengaturan tentang bukti dan pembuktian adalah DJBC, Bapepam, dan lain-lain.
dalam pemeriksaan pajak dapat kita awali 2. Kondisi di mana BUKTI diperoleh.
dari Perdirjen Pajak No. Per-9/PJ/2010 Pasal BUKTI yang dihasilkan oleh entitas yang memiliki sistem
pengendalian internal kuat memiliki validitas lebih tinggi
5 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan. dibandingkan BUKTI yang dihasilkan oleh entitas yang
Kutipan Pasal 5 sebagai berikut: memiliki sistem pengendalian internal lemah.
Temuan pemeriksaan harus didasarkan 3. Cara BUKTI diperoleh.
pada BUKTI kompeten yang cukup dan BUKTI yang diperoleh secara langsung oleh Pemeriksa
berdasarkan ketentuan peraturan Pajak (misalnya observasi persediaan lebih handal
perundang-undangan perpajakan. dibandingkan BUKTI yang diperoleh secara tidak langsung
(misalnya hasil wawancara dengan Wajib Pajak).
b. Relevan berarti bahwa BUKTI pemeriksaan harus
berkaitan dengan pos-pos yang akan diperiksa
sebagaimana tercantum dalam Program Pemeriksaan.
Pembicaraan tentang bukti dalam pemeriksaan
Hasil penelaahan dokumen yang dilakukan oleh pajak mencuat di Pasal 12 ayat 3 UU KUP yaitu
Pemeriksa membawa pada penyimpulan bahwa “Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan
transaksi pembayaran royalti yang dilakukan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat
oleh Wajib Pajak tidak dapat diakui dan harus Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikoreksi positif. Alasan koreksi adalah adanya tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah
dokumen perjanjian induk yang sudah pajak yang terutang.” Ayat ini dalam memori penjelasan
dijabarkan bahwa apabila berdasarkan hasil pemeriksaan
daluwarsa dan adanya dokumen perjanjian
atau keterangan lain, pajak yang dihitung dan dilaporkan
lanjutan yang tidak diberi tanggal mulai berlaku. dalam Surat Pemberitahuan yang bersangkutan tidak
Padahal berdasar bukti dokumen lain yaitu benar, misalnya pembebanan biaya ternyata melebihi yang
dokumen finansial (sumber dokumen dalam sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak menetapkan
proses akuntansi), transaksi-transaksi besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya
pembayaran tersebut adalah transaksi yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
validitas dan reliabilitasnya dapat dibuktikan perpajakan. Berawal dari pasal inilah kita dapat
memahami bahwa pemeriksaan menjadi alat untuk
dengan sumber-sumber dokumen yang
mendapatkan bukti yang bisa mengubah penetapan
memadai. Berdasar hasil penyimpulan ini, hal pajak yang telah dilakukan Wajib Pajak secara self
menarik yang pantas dikaji adalah apakah suatu assesment. Kembali kepada kasus diatas, persoalannya
temuan dalam pemeriksaan pajak didasarkan adalah bukti apakah yang mesti diperoleh Pemeriksa
kepada bukti berbasis akuntansi atau berbasis sehingga dapat dijadikan dasar untuk menerbitkan
selain akuntansi misalnya berbasis hukum Surat Ketetapan Pajak (dan yang terpenting Wajib
(pidana/perdata) ? Pajak tidak dapat menolak bukti tersebut) ?
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan yang dimuat dalam
Perdirjen Pajak No. Per-9/PJ/2010 ini juga tidak menyebutkan secara
definitif bukti seperti apakah yang harus diperoleh Pemeriksa agar
mempunyai “keyakinan yang memadai” untuk melakukan koreksi
fiskal. Peraturan ini hanya menjelaskan karakteristik bukti yang
diperlukan dalam pemeriksaan pajak, bukan jenis bukti yang harus
dikumpulkan. Lain halnya jika kita membicarakan Bukti Permulaan, di
Perdirjen Pajak No. Per-47/PJ/2009 Pasal 1 angka 7 definisi BUKTI
Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau BUKTI berupa
keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk
adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak
pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. pada
dasarnya jenis bukti yang dapat dipakai untuk menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak tidak dipersoalkan dalam pemeriksaan pajak
sepanjang bukti itu kompeten dan cukup sesuai ketentuan perpajakan
yang berlaku
Contoh :
Formulir 1721-A1 dan A2 adalah bukti bahwa seseorang yang berstatus
pegawai/pensiunan telah membayar pajak dari penghasilan yang diperoleh setiap bulan
dalam satu tahunnya melalui pemotongan pemberi kerja atau bendahara. Formulir tersebut
wajib diberikan oleh pemotong pajak/bendahara dan akan dipergunakan salah satunya
untuk keperluan pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi pegawai/karyawan tersebut.

Formulir 1721-A1 adalah bukti


pemotongan Pajak Penghasilan bagi
Pegawai Tetap atau Penerima
Pensiun atau Tunjangan Hari
Tua/Jaminan Hari Tua Berkala

Formulir 1721 A2 adalah bukti


pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 bagi Pegawai Negeri
Sipil atau Anggota Tentara
Nasional Indonesia atau
Anggota Polisi Republik
Inonesia atau Pejabat Negara
Atau Pensiunannya
Dalam dunia perpajakan, aktivitas Pemeriksaan pada
dasarnya adalah aktivitas normal yang muncul sebagai konsekuensi
dari penerapan self assesment system dalam mekanisme pemajakan
di Indonesia. Self assesment system memberikan keleluasaan kepada
Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri pajak-pajak yang terutang olehnya. Secara
yuridis, negara memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk
menilai dirinya sendiri sesuai ketentuan perundangan yang berlaku
terkait dengan kewajibannya di bidang perpajakan. Jadi, pada saat
Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan/SPT Masa sebagai
sebuah bentuk pertanggungjawaban penyampaian kewajiban
perpajakan yang melekat padanya maka SPT tersebut harus
dianggap benar isi dan perhitungannya oleh fiskus, kecuali fiskus
bisa membuktikan sebaliknya. Inilah prinsip dalam pengawasan
pajak atau yang lebih dikenal dengan istilah hukum formil sebagai
pemeriksaan pajak.
Hukum pajak formil telah mengaturnya di Pasal 29, yaitu “Direktur
Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajakdan untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan”. Memori penjelasan Pasal 29 tersebut menyatakan bahwa
Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat
Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup pemeriksaannya
dapat meliputi satu jenis pajak, beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis
pajak, baik untuk tahun-tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan.
Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk terhadap
instansi pemerintah dan badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong
pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran
Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan
kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan
usaha sebenarnya dari Wajib Pajak. Dengan pengaturan di Pasal 29 ini,
Pemeriksaan adalah hak dari Direktur Jenderal Pajak yang dijamin secara
hukum.
Sumber
• https://dosenit.com/kuliah-it/sistem-informasi/perbedaan-
data-dan-informasi-beserta-contohnya
• https://kpppratamamaros.com/2015/01/20/tahukah-
formulir-1721-a1-dan-a2-terbaru/
• http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-
artikel-pajak/14636-lagi-lagi-tentang-pembuktian-dalam-
pemeriksaan-pajak-bukti-akuntansi-atau-bukti-non-akuntansi

You might also like