You are on page 1of 17

Uji Ketoksikan Tak

Khas dan Khas


• Atika Rizki
• Marisa Kusuma Wariana

• Meta Ayu Masfiroh


• Muhammad Anwar Sidiq

• Mochammad Ulil Albab


• Nuuron Abdullah Ilham

• Sella Ayu Octarinda


• Hifi Rizki Ratnasari

• Mawaddah Warohmah
• Yulius Tri Handoko
Uji Ketoksikan Akut

• Tujuan uji toksisitas akut adalah untuk menetapkan potensi toksisitas


akut (LD50), menilai gejala kilinis, spectrum efek toksik, dan mekanisme
kematian

• LD50 (lethal dose 50) : menunjukkan dosis dalam miligram tiap


kilogram berat badan yang mengakibatkan kematian setengah (50%)
dari populasi hewan percobaan pada waktu tertentu.

• LC50 (lethal concentration 50) : menggambarkan jumlah konsentrasi


suatu zat, dalam satuan miligram tiap meterkubiknya.
Next !
 Perlakuan berupa pemberian obat pada masing-masing hewan coba
dengan dosis tunggal. Terkait dengan upaya mendapatkan dosis letal
pada uji LD50, pemberian obat dilakukan dengan besar dosis bertingkat
dengan kelipatan tetap. Penentuan besarnya dosis uji pada tahap awal
bertolak dengan berpedoman ekuipotensi dosis empiric sebagai dosis
terendah, dan ditingkatkan berpedoman ekuipotensi dosis empiric
sebagai dosis terndah, dan ditingkatkan berdasarkan factor logaritmik
atau dengan rasio tertentu sampai batas yang masih dimungkinkan untuk
diberikan. Cara pemberian diupayakan disesuaikan dengan cara
penggunaannya.
Next !

Pada uji toksisitas akut ditentukan LD50, yaitu besar


dosis yang menyebabkan kematian (dosis letal) pada 50%
hewan coba, bila tidak dapat ditentukan LD50 maka
diberikan dosis lebih tinggi dan sampai dosis tertinggi yaitu
dosis maksimal yang masih mungkin diberikan pada hewan
coba. Volume obat untuk pemberian oral tidak boleh lebih
dari 2-3% berat badan hewan coba.
*Nilai LD50 berguna dalam beberapa hal:
A. Klasifikasi zat kimia berdasarkan toksisitas relative.
Klasifikasi umum sebagai berikut:

Klasifikasi Cara masuk


Oral Dermal Inhalasi
LD50 (mg/kg BB) LD50 (mg/kg BB) LC50 (mg/m3)
Super toksik <5 < 250 200
Sangat toksik 5 – 50 250 – 1000 250 – 1000
Toksik 50 – 500 1000 – 3000 1000 – 10.000
Cukup toksik 500 – 5000 3000 – 10.000 10.000 – 30.000
Sedikit toksik > 5000 > 10.000 > 30.000
Next !

B. Pertimbangan akibat bahaya dari overdosis


C. Perencanaan studi toksisitas jangka pendek pada hewan
D. Menyediakan informasi tentang:
• Mekanisme keracunan
Pengaruh terhadap umur, seks, inang lain, dan faktor
lingkungaN
• Tentang respon yang berbeda-beda di antara spesies dan
galur.

E. Menyediakan informasi tentang reaktivitas populasi hewan-


hewan tertentu
F. Menyumbang informasi yang diperlukan secara menyeluruh
dalam percobaan-percobaan obat penyembuh bagi manusia
G. Kontrol kualitas. Mendeteksi kemurnian dari produk racun dan
perubahan fisik bahan-bahan kimia yang mempengaruhi
keberadaan hidup.
Uji Ketoksikan Subkronis

• Uji toksisitas subkronis adalah uji untuk mengetahui toksisitas


suatu senyawa yang dilakukan pada hewan coba dengan sedikitnya
tiga tingkat dosis, umumnya dalam jangka waktu 90 hari.

•Tujuan utama dari uji ini adalah untuk menentukan no-observed-


adverse-affect level (NOAEL) dan mengetahui lebih jauh
karakteristik pengaruh toksik spesifik dari senyawa kimia pada
organ atau jaringan.

•NOAEL adalah dosis terukur secara eksperimen yang tidak


menghasilkan efek merugikan.
Next !
Pengamatan dan pemerikasaan yang dilakukan dari uji
ketoksikan subkronis meliputi :

1. Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak tujuh hari


sekali.
2. Masukan makanan untuk masing-masing hewan atau
kelompok hewan yang diukur paling tidak tujuh hari sekali.
3. Gejala kronis umum yang diamati setiap hari.
4. Pemeriksaan hematologi paling tidak diperiksa dua kali pada
awal dan akhir uji coba.
5. Pemeriksaan kimia darah paling tidak dua kali pada awal dan
akhir uji coba.
6. Analisis urin paling tidak sekali.
7. Pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba
Tujuan
Tujuan utama dari uji ini adalah untuk
mengungkapkan dosis tertinggi yang diberikan tanpa
memberikan efek merugikan serta untuk mengetahui
pengaruh senyawa kimia terhadap badan dalam
pemberian berulang.
Pengamatan gejala toksis :
1. Pengamatan fisik, perilaku, saluran cerna, kulit dan
bulu.
2. Berat badan hewan uji.
3. Asupan makan atau minuman untuk masing-masing
hewan uji atau kelompok
Tata Cara Pelaksanaanya

 Pemilihan hewan uji, dapat digunakan roden (tikus) dan nirroden (anjing),

sebaiknya dipilih hewan uji yang peka dan memiliki pola metabolisme

terhadap senyawa uji yang semirip mungkin dengan manusia. Disarankan

paling tidak satu jenis hewan uji dewasa, sehat, baik jantan maupun betina.

 Pengelompokan, minimal ada empat kelompok uji yaitu 3 kelompok dosis

dan 1 kelompok kontrol negatif. Hal ini disebabkan karena untuk regresi

minimal digunakan 3 data sehingga dapat dianalisis hubungan dosis dengan

efek.
Next !
 Takaran dosis, bergerak dari dosis yang sama sekali tida

menimbulkan efek toksis sampai dengan dosis yang betul-betul

menimbulkan efek toksik yang nyata. Minimal digunakan 3

peringkat dosis degan syarat dosis yang tetinggi sebisa

mungkin tidak mematikan hewan uji tetapi memberi wujud efek

toksik yang jelas (nyata). Sedangkan dosis terendah yang

digunakan setingkat dengan ED50-nya.

 Pengamatan, berupa wujud efek toksik atau spektrumnya,

semua jenis perubahan harus diamati.


Uji Teratogenik

Teratogen adalah suatu obat atau zat yang


menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal. Kata
teratogen berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘teratos’, yang
berarti monster, dan ‘genesis’ yang berarti asal. Jadi
teratogenesis didefinisikan sebagai asalterjadinya monster
atau proses gangguan proses pertumbuhan yang
menghasilkan monster.
Bahan Penyebab Teratogenik
Ada sejumlah bahan yang/diduga bersifat teratogenik, antara lain:
 Radiasi ion (senjata atom, radioidine, dan terapi radiasi).
Infeksi cytomegalovirus, virus herpes, parvovirus B-19, virus
rubella, syphilis dan toksoplasmosis.
Ketidakseimbangan metabolisme, misalnya karena konsumsi
alkohol selama kehamilan, kretinisme endemic, diabetes,
defisiensi asam folat, hipertermia, fenilketonuria, reumatik dan
penyakit jantung bawaan.
Komponen kimia obat dan lingkungan seperti isotretionin,
aminopterin, hormone androgenic, busulfan, kaptoril, enalapril,
Penyebab Teratogenik

Faktor Faktor
genetis lingkungan

Mutasi Infeksi

Aberasi Obat

Radiasi

Defisiensi

Emosi
Penyebab Teratogenik

Faktor Genetis
Mutasi, yakni perubahan pada susunan
nukleotida gen (ADN). Mutasi menimbulkan
alel cacat, yang mungkin dominan atau resesif.
Aberasi, yakni perubahan pada sususnan
kromosom. Contoh cacat karena ini adalah
berbagai macam penyakit turunan sindroma.
Penyebab Teratogenik
Faktor Lingkungan
Infeksi, cacat dapat terjadi jika induk yang kena penyakit
infeksi, terutama oleh virus.
Obat, berbagai macam obat yang diminum ibu waktu hamil
dapat menimbulkan cacat pada janinnya.
Radiasi, ibu hamil yang diradiasi sinar-X , ada yang melahirkan
bayi cacat pada otak. Mineral radioaktif tanah sekeliling
berhubungan erat dengan lahir cacat bayi di daerah bersangku
Defisiensi, ibu yang defisiensi vitamin atau hormon dapat
menimbulkan cacat pada janin yang sedang dikandung.
Emosi, sumbing atau langit-langit celah, kalau terjadi pada
minggu ke-7 sampai 10 kehamilan orang, dapat disebabkan
emosi ibu.emosi itu mungkin lewat sistem hormon (Yatim,
1994).
UJI ROKOK & VAPE
TERHADAP MENCIT

You might also like