You are on page 1of 32

OLEH :

ASTRY AMELIA HARAHAP 120100007


ADRIANI SAKINAH 120100086
ANDREW TIMANTA BRAHMANA 120100284

PEMBIMBING :
dr. Wulan Fadinie, M.Ked(An), SpAn

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
2017
Definisi Sepsis

Sepsis adalah gangguan fungsi organ yang mengancam


jiwa akibat respon imun terhadap infeksi.1

Syok sepsis adalah gejala sepsis dengan gangguan fungsi


sirkulasi dan selular/metabolik yang berhubungan
dengan risiko tinggi mortalitas. 1

1Sumber: Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for the


Management of Sepsis and Septic Shock: 2016
Epidemiologi
Sepsis dan syok sepsis adalah masalah utama pada tenaga
medis, mempengaruhi jutaan orang di dunia setiap tahun, dan
membunuh 1 dari 4 orang (dan sering lebih), tercatat lebih dari
20 miliar dolar (5,2%) dari total pengeluaran rumah sakit di
Amerika Serikat pada tahun 2011

Di Indonesia tingkat penyebaran dari penyakit sepsis di Rumah


Sakit Dr. Sutomo ialah penderita yang jatuh dalam keadaan
sepsis berat sebesar 27,08%, syok septik sebesar 14,58%,
sedangkan 58,33% sisanya hanya jatuh dalam keadaan sepsis
Temperatur >38oC atau <36oC
Kriteria
Denyut jantung >90 kali/menit
SIRS
Laju pernapasan >20
kali/menit atau PaCO2 <32
mmHg
Sel darah putih >11900/mm3
atau <4000/mm . 3
Kriteria SOFA (Sequential [Sepsis-Related] Organ Failure Assessment Score) berdasarkan dari 2
atau lebih yang terdiri dari
Pengukuran terbaru, dinamakan qSOFA (quick SOFA) menyediakan
kriteria simpel untuk identifikasi pasien dewasa dengan kecurigaan infeksi
pada pasien yang kemungkinan akan memiliki prognosis yang buruk.
Kriteria qSOFA (quick Sequential Organ Failure Assessment) berdasarkan
dua atau lebih yang terdiri dari:

• Laju pernafasan 22 kali/menit atau lebih


• Gangguan kesadaran (GCS <15)

• Tekanan darah sistolik 100 mmHg atau kurang


Tatalaksana menurut Surviving Sepsis Campaign, 2016:
Resusitasi awal Antimikroba &Kultur

Kultur mikrobiologi rutin (termasuk darah) diambil sebelum


30 mL/kg cairan kristaloid secara IV dapat diberikan pada 3 jam
memulai terapi antimikroba pada pasien yang dicurigai sepsis
pertama.
dan syok sepsis

Cairan tambahan setelah cairan awal resusitasi dengan panduan Pemberian antimikroba intravena dimulai sesegera mungkin
dari penilaian status hemodinamik. setelah dikenali dan dalam 1 jam

Jika terapi kombinasi digunakan ketika syok sepsis,


Pemeriksaan lanjut hemodinamik untuk menentukan tipe syok direkomendasikan penurunan konsentrasi, dengan penghentian
kombinasi terapi dalam beberapa hari pertama

Tempat spesifik yang didiagnosis dari infeksi yang memerlukan


Target tekanan rata-rata arteri sebesar 65 mmHg pada pasien
kontrol dari sumber infeksi secepatnya, diidentifikasi atau
dengan syok sepsis diberikan vasopressor
dikeluarkan secepat mungkin

Target resusitasi untuk menurunkan tingkat asam laktat pada


Terapi spektrum luas empiris dengan satu atau lebih
pasien yang dimana berguna sebagai tanda dari hipoperfusi
antimikroba untuk pasien
jaringan

Terapi antimikroba dipersempit begitu identifikasi patogen dan


sensitivitas ditetapkan

Tidak direkomendasikan profilaksis antimikroba sistemik yang


berkelanjutan pada pasien dengan keadaan peradangan parah
akibat non-infeksi
Tatalaksana menurut Surviving Sepsis Campaign, 2016:

Cairan Vasopressor

Tidak direkomendasikan untuk penggunaan Hydroxyethyl starches


Direkomendasikan teknik fluid challenge diterapkan
(HES) untuk penggantian volume intravaskular

Penambahan vasopressin (hingga 0.03 U/menit) ke norepinefrine


Kristaloid sebagai cairan pilihan untuk resusitasi awal dan
dengan tujuan meningkatkan tekanan rata-rata arterial untuk
penggantian volume intravaskular berikutnya
mentargetkan atau menurukan dosis norepinefrine

Tidak direkomendasikan untuk penggunaan Hydroxyethyl starches


(HES) untuk penggantian volume intravaskular
Tatalaksana menurut Surviving Sepsis Campaign, 2016:

Steroid Transfusi darah

Transfusi sel darah merah dilakukan hanya jika


Direkomendasikan kortikosteroid tidak diberikan
konsentrasi hemoglobin turun menjadi < 7,0-7,5 g/ dL
untuk pengobatan sepsis tanpa adanya syok.
pada orang dewasa tanpa keadaan yang meringankan

Penggunaan eritropoietin untuk pengobatan anemia


yang terkait dengan sepsis
Tatalaksana menurut Surviving Sepsis Campaign, 2016:
Profilaksis Stres Ulkus
Glukosa
pada Lambung

Pendekatan terapi manajemen glukosa darah pada pasien ICU dengan sepsis,
mulai dosis insulin ketika dua pemeriksaan kadar glukosa darah berturut- Tidak direkomendasikan profilaksis stres ulkus lambung pada pasien tanpa
turut > 180 mg / dL. Pendekatan ini harus menargetkan kadar glukosa darah faktor risiko perdarahan pada saluran pencernaan
≤180 mg / dL daripada glukosa darah target ≤ 110 mg / dL

Nilai glukosa darah dipantau setiap 1 sampai 2 jam sampai nilai glukosa dan Pemberian profilaksis stres ulkus lambung pada pasien dengan sepsis atau
laju infus insulin stabil, kemudian setiap 4 jam setelahnya syok sepsis yang memiliki faktor risiko perdarahan saluran pencernaan

Dianjurkan penggunaan Proton Pump Inhibitor (PPIs) atau antagonis


Nilai glukosa darah dipantau setiap 1 sampai 2 jam sampai nilai glukosa dan
Histamine-2 reseptor (H2RAs) ketika profilaksis stres ulkus lambung
laju infus insulin stabil, kemudian setiap 4 jam setelahnya
diperlukan
Tatalaksana Kegawatdaruratan

• nilai pada keseluruhan bagian tubuh Buka pakaian


• Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log roll.
• Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat,
ruangan yang cukup hangat
• cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien
tidak hipotermia
Status Pasien
Identitas Pasien
• Nama : Tn. RAS
• Umur : 21 tahun
• Suku : Batak
• Agama : Kristen Protestan
• Pekerjaan : Petani
• Alamat : Tamba Saribu
• Tanggal Masuk IGD : 18 September 2017
• Tanggal Konsul Anastesi : 18 September 2017
• Berat Badan : 51 kg
• Tinggi Badan : 165 cm
Anamnesis
Keluhan utama
Sesak nafas

Telaah
Hal ini dialami os ± 1 jam sebelum masuk RSUP Haji Adam Malik Medan. Kejadian berawal dari os
mengalami kecelakaan lalu lintas, dimana os mengendarai sepeda motor, kemudian menabrak motor
yang lain. Mekanisme trauma tidak jelas. Riwayat muntah tidak dijumpai, riwayat kejang tidak
dijumpai, riwayat pingsan tidak dijumpai.
Time Sequences

Tanggal 18 November Tanggal 18 November 2017


Tanggal 18 November 2017 Tanggal 18 November 2017
2017
Pukul 05.10 WIB Pukul 15.00 WIB
Pukul 00.07 WIB Pukul 09.05 WIB
Pasien disorong ke KBE Operasi selesai, pasien
Pasien masuk IGD Adam Pasien dikonsulkan ke anastesi dipindahkan ke RR IGD
Malik. Pasien dengan untuk dilakukan tndakan Dilakukan Tindakan
debridement dan pemasangan Pukul 17.00 WIB
keluhan sesak napas dan debridement dan insisi chest
merupakan pasien bedah. tube. chest tube. Pasien diacc untuk pindah
ruangan ke Pasca bedah.
Primary Survey di IGD RSUP HAM (18 November 2017)

Airway Breathing Circulation Disability Eksposure

• Clear • Nafas spontan, • TD : 100/70 mmHg • Kesadaran : • Temperatur: 36,5ºC


• Snoring (-) / pergerakan thoraks • HR : 102 x/menit, CM, GCS 15 • Luka terbuka pada
Gargling (-) / kiri dan kanan reguler, t/v: cukup, (E4V5M6) dada kanan
Crowing (-) asimetris, terlihat sianosis (-) • AVPU : • Edema (-)
• C-Spine stabil ketinggalan • Akral Alert
bernafas pada dada Dingin/Pucat/Basah, • Pupil:isokor, Ø : 3
kanan, retraksi (+), CRT < 2 detik mm / 3 mm, RC
napas cuping hidung (+/+)
(+)
• Stem fremitus
kanan < kiri
• Hipersonor pada
paru kanan
• SP : vesikuler,
menghilang pada
paru kiri
• ST :-
• RR : 35 x/menit
Secondary Survey di IGD RSUP HAM (18 November 2017)

B1 (Breath) : Airway clear; RR: 30 x/menit; SP: Vesikuler / vesikuler menghilang; ST: -/-; S/G/C: -/-/-; SaO2: 95%,
suara serak (-)

B2 (Blood) : Akral: dingin, pucat, dan basah; TD: 100/70 mmHg; HR: 110x/menit, reguler, t/v: kuat/cukup;
CRT < 2 detik; Temperatur: 36,5°C, sianosis (-).

B3 (Brain) : Sensorium: compos mentis; GCS 15 (E4V5M6); pupil: isokor; Ø: ± 3 mm / 3 mm; RC +/+

B4 (Bladder) : UOP (+); volume residu: ± 120 cc warna: kuning jernih terpasang kateter urin.

B5 (Bowel) : Abdomen: simetris (+); soepel; peristaltik (+) normal

B6 (Bone) : Fraktur (+) pada clavicula, iga 1,2,3 anterior dextra; edema (-)
Riwayat Penilaian Nyeri
• Allergies : Tidak ada • P (Provokes / Palliates) : Ketika
• Medication : Tidak jelas bergerak terutama menarik napas
• Past Illness : Tidak jelas • Q (Quality) : Nyeri seperti tertusuk
• Last Meal : 20.00 WIB (17 • R (Regio) : Di dada kanan.
November 2017) • S (Severity) : Numeric Scale 7
• Event : Kecelakaan 1 jam • T (Time) : Terus menerus.
sebelum masuk rumah sakit
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Rujukan Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi ELEKTROLIT
Hemoglobin (HGB) 9,2 g/dL 13 – 18 g/dL Natrium (Na) 137 mEq/L 135 – 155 mEq/L
Eritrosit 3,11 jt/µL 4,50-6,50 jt/µL Kalium (K) 3,5 mEq/L 3,6 – 5,5 mEq/L
Leukosit (WBC) 19,420 /µL 4,0 – 11,0 x 103/µL Klorida (Cl) 106 mEq/L 96 – 106 mEq/L
Hematokrit 28% 39 – 54 %
METABOLISME KARBOHIDRAT
Trombosit (PLT) 213.000/µL 150 – 450 x 103/µL Gula Darah (Sewaktu) 283 mg/dl <200mg/dl
Hitung Jenis GINJAL
Neutrofil 77,20% 50 – 70% BUN 14 mg/dL 9– 21mg/dL
Limfosit 12,70% 20 – 40%
Ureum 30 mg/dL 19-44 mg/dL
Monosit 9,30% 2 – 8%
Kreatinin 1,10 mg/dL 0,7-1,3 mg/dL
Eosinofil 0,70% 1 – 3%
Basofil 0,10% 0 – 1%
AGDA
Pemeriksaan Hasil Rujukan
pH 7,260 7,35- 7,45
Presentasi AGDA
pCO2 35 mmHg 38 - 42 mmHg
pO2 198 mmHg 85 - 100 mmHg Asidosis metabolik
kompensasi respiratorik
Bikarbonat (HCO3) 15.7 mmol/L 22-26 mmol/L
Total CO2 16.8 mmol/L 19 – 25 mmol/L
Kelebihan basa (BE) -10.5 mmol/L (-2) – (+2) mmol/L
Saturasi O2 100% 95 – 100
Hasil : Pneumothoraks kanan + kolaps paru kanan + fraktur multipel kosta 1 sampai 4 posterior +
fraktur midklavikula dan scapula kanan
Rencana
• Debridement,
insersi chest tube
dan ORIF di Kamar
Diagnosis Bedah Emergensi
• Open pneumothorax IGD.
dextra + (R) Posterior
1,2,3,4 Rib Fracture
+ (R) Clavicula
Fracture
19 November 2017
S Sesak napas
O  Airway clear, ETT terpasang, S/G/C: -/-/-, SP: vesikuler/ vesikuler menghilang di lapangan paru kanan, ST: (-/-), RR : 24x/i
 TD: 140/80 mmHg, HR: 100x/i reguler t/v: kuat/cukup, akral H/M/K, CRT < 2”, T : 37,5 oC
 Sensorium : somnolen
 UOP (+) 250 cc, warna kuning, kateter (+)
 Abdomen soepel, peristaltik (+)N
 Thorax drain : hemorage vol 300 cc, undulasi (+)
A Post chest tube (R) d/t open (R) open pneumothorax + post debridement + Post Orif clavicula d/t fraktur clavicula
P Bed rest + Head up 30°
IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1 g/12 jam/IV
Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam/IV
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Fentanyl 300 mcg/ 50 cc NaCl 0,9% : 5 cc/jam
Inj. Rocuronium 40 mg/jam
Inj. Miloz 15 mg/ 50 cc NaCl 0,9% : 3 cc/jam
20 November 2017
S Sesak napas
O  Airway clear , ETT terpasang, ventilator terpasang modus SIMV, S/G/C: -/-/-, SP: vesikuler/ vesikuler melemah pada
lapangan paru kanan, ST: (-/-), RR : 24x/i
 TD: 120/80 mmHg, HR: 110x/i reguler t/v: kuat/cukup, akral H/M/K, CRT < 2”, T: 38,2 oC
 Sensorium : apatis
 UOP (+) 200 cc, warna kuning, kateter terpasang
 Abdomen soepel, peristaltik (+)N
 Thorax drain : hemorage vol 200 cc, undulasi (+)
A Post chest tube (R) d/t open (R) open pneumothorax + post debridement + Post Orif (R) clavicula d/t fraktur clavicula
P Bed rest + Head up 30°
Pantau drain
IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1 g/12 jam/IV
Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam/IV
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Paracetamol 1 gr/8 jam/IV
Inj. Fentanyl 300 mcg/ 50 cc NaCl 0,9% : 5 cc/jam
Inj. Rocuronium 40 mg/jam
Inj. Miloz 15 mg/ 50 cc NaCl 0,9% : 3 cc/jam
21 November 2017
S Kesadaran menurun
O  Airway clear , ETT terpasang, ventilator terpasang, S/G/C: -/-/-, SP: vesikuler/ melemah pada lapangan paru kanan, ST: (-/-), SaO2 : 92%,
RR : 30x/i
 TD: 90/44 mmHg, HR: 158x/i reguler t/v: kurang/lemah, akral H/M/K, CRT < 2”, T : 38,7 oC
 Sensorium coma
 UOP (+) 150 cc, warna kuning, kateter terpasang
 Abdomen soepel, peristaltik (+)N
A Post chest tube (R) d/t open (R) open pneumothorax + post debridement + Post Orif (R) clavicula d/t fraktur clavicula
P Bed rest + Head up 30°
IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1 g/12 jam/IV
Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam/IV
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Paracetamol 1 gr/8 jam/IV
Inj. Fentanyl 300 mcg/ 50 cc NaCl 0,9% : 5 cc/jam
Inj. Rocuronium 40 mg/jam
Inj. Miloz 15 mg/ 50 cc NaCl 0,9% : 3 cc/jam
Inj. Norephinephrin 8 mg/ 50cc NaCl 0,9% : dosis titrasi
21 November 2017 (19.30)
S Kesadaran menurun

O  Airway clear , ETT terpasang, ventilator terpasang, S/G/C: -/-/-, SaO2: 90% SP: vesikuler/vesikuler menghilang di lapangan paru kanan,ST:(-)
 TD: 70/30 mmHg, HR: 144 x/i reguler t/v: kurang/lemah, akral D/P/B, CRT < 2”, T: 40oC
 Sensorium coma
 UOP (+) 50 cc, warna kuning, kateter terpasang
 Abdomen soepel, peristaltik (+) N
 Luka post-op tertutup verban

A Post chest tube (R) d/t open (R) open pneumothorax + post debridement + Post Orif (R) clavicula d/t fraktur clavicula

P Bed rest + Head up 30°


IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1 g/12 jam/IV
Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam/IV
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Drip Paracetamol 1000 mg/ IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Fentanyl 300 mcg/ 50 cc NaCl 0,9% : 5 cc/jam
Inj. Rocuronium 40 mg/jam
Inj. Miloz 15 mg/ 50 cc NaCl 0,9% : 3 cc/jam
Inj. Norephinephrin 8 mg/ 50cc NaCl 0,9% : dosis titrasi
Inj. Dobutamin 4 mg/ 50cc NaCl 0,9% : dosis titrasi
21 November 2017 (21.00)
Pasien mengalami henti jantung dan informed consent dilakukan pijat jantung luar dan pemberian bantuan nafas, CPR dilakukan
selama 5 siklus dengan epinefrin 2 amp/IV setiap 3-5 menit.
Pasien ROSC (+), a. Carotis teraba, RR bagging manual.
TD : 100/50 tersupresi levosol, dobutamin, vasopresin, SaO2 : 65%

21 November 2017 (23.10)


Pasien mengalami arrest kedua kali. Dilakukan RJPO 5 siklus dengan epinefrin. ROSC (-), pupil midriasis, refleks kornea (-), refleks
cahaya (-), dolls eye phenomone (-), gag refleks (-).
Pasien dinyatakan EXIT
DISKUSI KASUS
Prinsip penatalaksanaan dari pneumothoraks adalah untuk menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan udara
dari rongga pleura.

Manajemen definitif pada open pneumothorax adalah menutup luka dengan


menggunakan kasa steril ataupun kain yang bersih yang ditutup pada tiga
sisinya dan segera memasang intercostal chest drain.

Oksigen 100% harus diberikan melalui facemask. Intubasi harus


dipertimbangkan bila oksigenasi atau ventilasi tidak adekuat. Intubasi tidak
boleh menunda pemasangan chest tube dan penutupan luka.
Penanganan nyeri • Menurut literatur, rasa nyeri pada saat istirahat
pada pasien trauma bersifat sedang hingga berat
ditangani dengan dapat ditangani dengan NSAID dengan atau
pemberian ketorolac. tanpa adjuvan dan opiat potensi sedang.

• Pemberian antibiotik bertujuan pencegahan


Pasien diberikan infeksi akibat kontaminasi bakteri yang terjadi
baik saat awal trauma atau setelah tindakan
antibiotik ceftriaxone invasif chest tube.
Kesimpulan
Telah dilaporkan suatu kasus pasien dengan keluhan sesak nafas. Kejadian berawal karena os
mengalami kecelakaan lalu lintas dengan mekanisme trauma tidak jelas. Pasien tiba di IGD RSUP HAM
pada tanggal 18 September 2017 pukul 00.07 WIB dan dikonsulkan ke anestesi pukul 05.10 WIB untuk
dilakukan tindakan debridement dan pemasangan chest tube. Operasi dimulai pukul 09.05 WIB dan
selesai pukul 15.00 WIB dan dipindahkan ke ruangan pasca bedah pukul 17.00 WIB.
Pasien diberikan penatalaksanaan awal dengan
• Pastikan jalan napas bebas
• Bed rest + Head up 30°
Setelah dilakukan primary survey dan
• Pasang oksigen 10 L/I via NRM
secondary survey serta penegakan diagnosis • Kateter urin terpasang
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan • Pantau hemodinamik
penunjang, pasien didiagnosis dengan Open • Pasang double IV line ukuran 20 G dan threeway serta pastikan lancar
pneumothorax dextra + (R) Posterior 1,2,3,4 • IVFD RL 2 liter (rehidrasi)
Rib Fracture + (R) Clavicula Fracture. • Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV
• Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam IV
• Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam IV
• Pasang verban 3 sisi dan Informed Consent untuk tindakan anastesi
Pasien dilakukan tindakan debridement dan insersi chest tube di Kamar
Bedah Emergensi RSUP HAM dengan teknik anestesi GA-ETT. Setelah
operasi pasien diberikan terapi
• Bed rest + Head up 30°
• IVFD RL 20 gtt/i
• Inj Ranitidine 50 mg/8 jam
• Inj. Ceftriaxon 1 g/12 jam
• Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam/IV
• Inj. Fentanyl 300 mcg/ 50 cc NaCl 0,9% : 5 cc/jam
• Inj. Rocuronium 40 mg/jam
• Inj. Miloz 15 mg/ 50 cc NaCl 0,9% : 3 cc/jam dengan rencana monitoring kesadaran, RR, HR,
TD, SpO2, UOP selama di ruang Pemulihan.

You might also like