Professional Documents
Culture Documents
1. Endotoksin
Endotoksin adalah komponen lipopolisakarida dinding sel bakteri gram negatif
yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darah setelah kematian dan lisis bakteri. Dalam
darah, endotoksin bekerja pada embuluh darah kecil dan menyebabkan vasodilatasi
perifer generalisata (yang dapat mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan syok),
kerusakan sel endotelium, dan aktifasi coagulation cascade (sehingga
mengakibatkan disseminated intravascular coagulation). Pengaruhnya pada
pembuluh darah kecil diperantarai oleh TNF (cachectin), yang diproduksi makrofag
yang diinduksi oleh endotoksin. Endotoksin juga mengakibatkan demam melalui
aksi IL-1 yang dihasilkan oleh makrofag teraktifasi dan aktifasi sistem komplemen.
Syok endotoksin (gram-negatif) sering menyertai infeksi saluran kemih atau setelah
pembedahan usus, tetapi keadaan ini bisa juga terjadi pada infeksi bakteri gram-
negatif lainnya. Berbagai dampak bakteremia meningococcal adalah akibat
endoktoksin
2. Eksotoksin-
Eksotoksin adalah substansi (biasanya adalah protein)
yang secara aktif disekresi oleh bakteri yang hidup
dan kadang-kadang berdampak pada tempat yang
jauh dari asal infeksi setelah tersebar melalui aliran
darah. Eksotoksin dapat menyebabkan berbagai
penyakit (Tabel 13-8) yang relatfi spesifik untuk
eksotoksin dan organisme yang terlibat. Eksotoksin
sangat antigenik, sehingga menginduksi pembentukan
antibodi spesifik (antitoksin). Eksotoksin biasanya
tidak stabil dalam keadaan panas dan rusak pada suhu
di atas 60°C. (Sebaliknya endotoksin relatif stabil
terhadap suhu tinggi).
3. Enterotoksin
Enterotoksin adalah eksotoksin yang bekerja pada sel
mukosa usus. Toksin in dikeluarkan pada waktu
multiplikasi bakteri baik dalam lumen usus (misalnya
Vibrio cholerae) atau di luar tubuh dalam makanan
(misalnya S aureus). Toksin melekat pada reseptor
permukaan pada sel mukosa usus dan menyebabkan
kerusakan struktural (misalnya enterotoksin C
difficile) maupun perubahan fungsional (misalnya
enterotoksin V cholerae; lihat Gambar 40-1)
PERUBAHAN JARINGAN AKIBAT RESPONS TUBUH TERHADAP
INFEKSI
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya (Gambar 13-4), multiplikasi kuman
infeksi di dalam jaringan menimbulkan respons radang dan respons imun
yang bertujuan untuk menginaktifkan atau menetralkan agen tersebut, atau
dengan kata lain melindungi tubuh.
Respons tubuh inilah yang menyebabkan berbagai gejala klinik, yang bisa
karena infeksi itu sendiri atau akibat kerusakan dan bahkan kematian
jaringan tersebut; misalnya, akumulasi eksudat radang pada perikarditis
akut bisa mengganggu fungsi jantung dan mengakibatkan kematian.
Bagaimana respons tubuh terhadap infeksi tergantung pada beberapa faktor,
yang terpenting di antaranya adalah tempat kuman infeksi bermutiplikasi di
dalam jaringan (Tabel 13-9). Identifikasi tipe respons seluler terhadap
infeksi bisa menjadi petunjuk kemungkinan organisme penyebabnya ¾
misalnya, neutrofil pada ceiran serebrospinal penderita meningitis
menunjukkan meningitis karena kuman ekstraseluler (biasanya bakteri);
kenaikan jumlah limfosit mengarah pada meningitis virus atau meningitis
tuberkulosis. Perubahan proporsi relatif jenis leukosit darah tepi juga bisa
membantu.
Jika informasi mengenai respons tubuh digabung dengan pengetahuan
kecenderungan kuman tertentu pada suatu jaringan, maka identitas
kemungkinan penyebab infeksi akan semakin dipersempit.
Radang Akut
Nyeri, merah, hangat, dan
pembengkakan yang berhubungan
dengan infeksi terjadi karena
reaksi radang akut.
Demam
merupakan respons kompleks yang
diperantarai oleh pirogen eksogen (faktor
yang dikeluarkan kuman) dan pirogen
endogen (misalnya IL-1). Radang akut
yang disebabkan oleh suatu kuman secara
klinik tidak bisa dibedakan yang
disebabkan oleh kuman lain.
Kuman ekstraseluler
(kebanyakan bakteri) menimbulkan
respon tubuh yang khas, yakni
kenaikan jumlah neutrofil ,Neutrofil
datang karena faktor kemotaktik
yang dikeluarkan di tempat infeksi.
Pada darah tepi terjadi leukositosis
neutrofilik.
Kuman intraseluler fakultatif
jarang menimbulkan respons radang akut, dan
jika ada (misal pada demam tifoid yang
disebabkan Salmonella typhi) tanda khasnya
adalah infitrat makrofag dengan beberapa
neutrofil( sifatnya dapat dipulas dengan zat
warna). Pada darah tepi penderita demam
tifoid juga terjadi neutropenia ( penurunan
jumlah leukosit neutrofil )
Kuman intraseluler obligat
(terutama virus dan riketsia) menimbulkan
respons seluler akut yang ditandai oleh adanya
limfosit, sel plasma, dan makrofag dengan
hanya beberapa neutrofil (artinya tidak ada
faktor kemotaktik (untuk neutrofil dan respons
imun lebih menonjol) (Gambar 13-15). Darah
tepi akan menunjukkan kenaikan limfosit
tetapi jumlah neutrofil mungkin justru
menurun.
Radang Supuratif
Supurasi (pernanahan = pembentukan nanah) yang
menjadi komplikasi radang akut akibat nekrosis
liquifaktif; abses adalah suatu area supurasi yang
berdinding. Supurasi terjadi jika kuman (biasanya
bakteri atau jamur) bermultiplikasi ekstraseluler.
Keadaan ini lebih sering terjadi jika resolusi suatu
radang akut terhambat oleh kelainan anatomik di
jaringan. Obstruksi brokus, saluran kencing, atau
apendiks sering mengakibatkan komplikasi radang
supuratif. Bakteri penyebab pada keadaan ini
beragam; sering terjadi infeksi kombinasi berbagai
kuman anaerob (infeksi polimikrobial
1. Supurasi Akut
Supurasi akut terjadi pada infeksi bakteri
tertentu yang relatif resistan terhadap
fagositosis, misalnya S aureus, basil gram-
negatif berkapsul seperti Klebsiella,
Pseudomonas, dan spesies Escherichia, serta
pneumokokus tipe 3. Ketebalan kalsul
pneumokokus berbanding lurus dengan
resistensi kuman terhadap pemusnahan
fagositik. Pneumokokus tipe 1 dan 2, yang
berkapsul tipis, menyebabkan pneumonia akut
tanpa supurasi; sebaliknya, pneumokokus tipe
3, yang berkapsul mukoid tebal, menimbulkan
pneumonia supuratif.
2. Supurasi Kronis
Supurasi kronis bisa terjadi karena radang akut supuratif
yang persisten (menetap) atau fenomena primer yang
ditimbulkan oleh infeksi bakteri filamentosa (spesies
Actinomyces dan Nocardia) atau jamur miselial
tertentu (misalnya spesies Madurella dan
Streptomyces). Infeksi ini ditandai oleh kerusakan
jaringan yang progresif, fibrosis, dan abses multipel
(Gambar 13-16). Abses ini sering menimbulkan sinus
yang bermuara di kulit dan mengeluarkan nanah yang
mengandung koloni kuman kekuningan (granula
sulfur). Aktinomikosis, disebabkan oleh spesies
Actinomyces, terjadi pada rahang bawah, paru, dan
daerah coecum. Keadaan ini sering disebut dengan
nama umumnya, Misetoma.
Radang kronis