You are on page 1of 102

ILMU KESEHATAN SARAF TUGAS UJIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2018


UNIVERSITAS PATTIMURA

Natalia J. Tetelepta
2016-84-033

Pembimbing :
dr. Semuel A. Wagiu, Sp.S, M.Ked

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura
Ambon
2018

14/2/2018 1
Pemeriksaan Motorik

14/2/2018 2
Cara Pemeriksan Motorik

■ Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan


dengan urutan urutan tertentu untuk menjamin
kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.

14/2/2018 3
Cara Pemeriksaan Motorik

1. Pengamatan
– Gaya berjalan dan tingkah laku
– Simetri tubuh dan ektremitas
– Kelumpuhan badan dan anggota gerak

2. Gerakan Volunter
■ Diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
– Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu
– Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti
– Mengepal dan membuka jari-jari tangan
– Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul
– Fleksi dan ekstensi artikulus genu
– Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki
– Gerakan jari- jari kaki
14/2/2018 4
Cara Pemeriksaan Motorik
3. Palpasi otot
– Pengukuran besar otot
– Nyeri tekan
– Kontraktur
– Konsistensi (kekenyalan)
– Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada
– Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP
– Kelumpuhan jenis UMN (spastisitas)
– Gangguan UMN ekstrapiramidal (rigiditas)
– Kontraktur otot

■ Konsistensi otot yang menurun terdapat pada


– Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot
– Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di ”motor end plate”

14/2/2018 5
Cara Pemeriksaan Motorik
4. Perkusi otot
– Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan
berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja
– Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi (biasanya
terdapat pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk)
– Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh
karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa

14/2/2018 6
Cara Pemeriksaan Motorik

5. Tonus otot
 Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian
ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku
dan lutut. Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.

– Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali


(dijumpai pada kelumpuhan LMN).
– Hipotoni : tahanan berkurang.
– Spastik : tahanan meningkat dan terdapat
pada awal gerakan , ini dijumpai pada
kelumpuhan UMN.
– Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan (Parkinson).

14/2/2018 7
14/2/2018 8
Cara Pemeriksaan Motorik

6. Kekuatan otot
■ Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot
ada dua cara:
– Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya
dan pemeriksa menahan gerakan ini.
– Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan
ia disuruh menahan.

14/2/2018 9
Cara menilai kekuatan otot :

■ Dengan menggunakan angka dari 0-5.


– 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
– 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan
gerakan pada persendiaan yang harus digerakkan oleh
otot tersebut.
– 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu
melawan gaya berat (gravitasi).
– 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
– 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.
– 5 : Tidak ada kelumpuhan (normal).

14/2/2018 10
Dengan menggunakan angka dari 0 – minus 4

– Nilai 0 -1 -2 -3 -4
– Gerakan bebas + + + + -
– Melawan gravitasi + + + - -
– Melawan pemeriksa + +/- - - -

Nilai O berarti normal, -1 = parese ringan, -2 = parese moderat, -3= parese


hebat, -4 paralisis.

14/2/2018 11
Cara Pemeriksaan S Motorik

7. Gerakan involunter
■ Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif
yaitu :
– Dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan
ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus
pengontrolnya.
– Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex ekstrapiramidalis, nuklues
kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi, substansia nigra,
nukleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia retikularis dan
serebelum.

14/2/2018 12
Cara Pemeriksaan Motorik

8. Fungsi koordinasi
■ Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum.
■ Serebelum adalah pusat yang paling penting untuk mengintegrasikan
aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan
korda spinalis.
■ Lesi organ akhir sensorik dan lintasan-lintasan yang mengirimkan
informasi ke serebelum serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan
gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut “Cerebellar sign“

14/2/2018 13
Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign”

 Test telunjuk hidung


 Test jari-jari tangan
 Test tumit-lutut
 Test diadokinesia berupa: pronasi-supinasi, tapping jari tangan
 Test fenomena rebound
 Test mempertahankan sikap
 Test nistagmus
 Test disgrafia
 Test romberg

14/2/2018 14
14/2/2018 15
14/2/2018 16
Cara Pemeriksaan Motorik
■ Test romberg positif: baik dengan mata terbuka maupun dengan mata
tertutup, pasien akan jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat kehilangan
kestabilan (bergoyang-goyang)
■ Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan
menunjukkan gejala jalan yang khas yang disebut “ celebellar gait “
■ Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter dengan tangan, lengan
atau tungkai dengan halus. Gerakannya kaku dan terpatah-patah.

14/2/2018 17
Cara Pemeriksaan Motorik

Gait dan Station


■ Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasien memungkinkan
untuk itu. Harus diperhitungkan adanya kemungkinan kesalahan
interpretasi hasil pemeriksaan pada orang orang tua/penyandang cacat
non neurologis. Pada saat pasien berdiri dan berjalan perhatikan posture,
keseimbangan, ayunan tangan dan gerakan kaki dan mintalah pasien
untuk melakukan.
■ Jalan diatas tumit
■ Jalan diatas jari kaki
■ Tandem walking
■ Jalan lurus lalu putar
■ Jalan mundur
■ Hopping
■ Berdiri dengan satu kaki
14/2/2018 18
Cara Pemeriksaan Motorik
Macam-macam Gait:
■ Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara
sirkumduksi.
■ Spastik (scissors gait): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya
spastik paraparese.
■ Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
■ Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau
paralisis n. Peroneus.
■ Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan,
khas untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.
■ Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua
tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan
setengah diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek.
14/2/2018 19
14/2/2018 20
14/2/2018 21
14/2/2018 22
Pemeriksaan Sensorik

14/2/2018 23
Cara Pemeriksaan Sensorik
Jenis-Jenis pemeriksaan sensorik yang sering digunakan
1. Sensibilitas eksteroseptif atau protopatik.
– Rasa nyeri
– Rasa suhu
– Rasa raba
2. Sensibilitas proprioseptif
- Rasa raba dalam.
3. Sensibilitas diskriminatif
– Daya untuk mengenal bentuk/ukuran
– Daya untuk mengenal/mengetahui berat sesuatu benda

14/2/2018 24
Tujuan Pemeriksaan Sensorik

– Menetapkan adanya gangguan sensorik


– Mengetahui modalitasnya
– Menetapkan polanya
– Menyimpulkan jenis dan lokasi lesi yang mendasari gangguan
sensorik yang akhirnya dinilai bersama sama dengan pemeriksaan
motorik, kesadaran, dll.

14/2/2018 25
Tahap Pemeriksaan Sensorik

1. Test untuk rasa raba halus.

 Alat pemeriksa : kapas


 Cara pemeriksaan:
 Permukaan disentuh dengan ujung-ujung kapas tersebut, dari
atas ke bawah/sebaliknya.
 Dibandingkan kanan dan kiri.

Yang perlu diingat:


 Daerah lateral kurang peka dari medial.
 Ada daerah-daerah erotogenik : leher, sekitar mammae, genetalia.

14/2/2018 26
2. Test untuk rasa nyeri superficial
 Alat pemeriksa : jarum bundel
 Cara pemeriksaan : jarum diletakkan tegak lurus dan cara sama spt diatas.

3. Test untuk rasa suhu


 Alat pemeriksa :
 Botol/tabung berisi air panas : suhu 40-45 derajat celcius
 Botol/tabung berisi air dingin : suhu 10-15 derajat celcius

 Cara pemeriksaan :
 Botol botol tersebut harus kering betul
 Bagian tubuh yang tertutup pakaian lebih sensitif dari bagian tubuh yang terbuka
 Pada orang tua sering dijumpai hipestesia yang fisiologik.

14/2/2018 27
4. Test untuk rasa sikap
 Alat pemeriksa: bagian tubuh pasien sendiri
 Cara pemeriksaan:
 Tempatkan salah satu lengan/tungkai pasien pada suatu posisi
tertentu, kemudian suruh pasien untuk menghalangi pada lengan
dan tungkai.
 Perintahkan untuk menyentuh dengan ujung ujung telunjuk
kanan, ujung jari kelingking kiri, dsb.

14/2/2018 28
5. Test untuk rasa gerak/posisi sendi
 Alat pemeriksan: sendi sendi/jari jari tangan kaki pasien
 Cara pemeriksaan: pegang ujung jari jempol kaki pasien dengan jari
telunjuk dan jempol jari tangan pemeriksa dan gerakkan keatas
kebawah maupun kesamping kanan dan kiri, kemudian pasien diminta
untuk menjawab posisi ibu jari jempol nya berada diatas atau dibawah
atau disamping kanan/kiri.

14/2/2018 29
6. Test untuk rasa getar
 Alat pemeriksa: garpu tala
 Cara pemeriksaan: Garpu tala digetarkan dulu/diketuk pada meja
atau benda keras lalu letakkan diatas ujung ibu jari kaki pasien
dan mintalah pasien menjawab untuk merasakan ada getaran atau
tidak dari garputala tersebut.

14/2/2018 30
Test untuk Diskriminatif
 Alat pemeriksa : kunci, mata uang logam, kancing , jarum bundel.

Cara pemeriksaan :
 Rasa stereognosis: dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengenal benda – benda yang
disodorkan kepadanya
 Rasa Gramestesia: untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang digoreskan diatas kulit pasien,
misalnya ditelapak tangan pasien
 Rasa Barognosia : untuk mengenal berat suatu benda
 Rasa topognosia : untuk mengenal tempat pada tubuhnya yang disentuh pasien

14/2/2018 31
NYERI VAS
(VISUAL ANALOG SCALE)

14/2/2018 32
Definisi Nyeri

■ The International Association for the Study of Pain memberikan defenisi nyeri, yaitu:
suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat adanya kerusakan suatu jaringan yang nyata atau yang berpotensi rusak

14/2/2018 33
Tujuan Pengukuran Nyeri

■ Mengetahui kuantitas nyeri


■ Menuntun menyusun pemilihan modalitas dan metode fisioterapi nyeri
■ Alat evaluasi
■ Membantu menegakkan diganosa fisioterapi

14/2/2018 34
■ Intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan numerical rating scale (NRS),
verbal rating scale (VRS), visual analog scale (VAS) dan faces rating scale.

■ VAS (Visual Analogue Scale) telah digunakan sangat luas dalam beberapa
dasawarsa, dengan hasil yang handal, valid dan konsisten

14/2/2018 35
Visual Analog Scale

■ VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk menilai intensitas nyeri
dengan menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan pembacaan skala 0–
100 mm dengan rentangan makna:

14/2/2018 36
Cara Penilaian VAS
■ Penderita menandai sendiri dengan pensil pada nilai skala yang
sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakannya setelah diberi
penjelasan dari peneliti tentang makna dari setiap skala tersebut.
■ Penentuan skor VAS dilakukan dengan mengukur jarak antara ujung
garis yang menunjukkan tidak nyeri hingga ke titik yang ditunjukkan
pasien.

14/2/2018 37
Persyaratan Penilaian VAS

■ Penderita sadar atau tidak mengalami gangguan mental/kognitif


sehingga dapat berkomunikasi dengan fisioterapis
■ Penderita dapat melihat dengan jelas, sehingga penderita dapat
menunjuk titik pada skala VAS berkaitan dengan kualitas nyeri yang
dirasakannya
■ Penderita kooperatif, sehingga pengukuran nyeri dapat terlaksana.
Catatan: anak kecil, meskipun sadar, namun tidak kooperatif untuk
berkomunikasi.

14/2/2018 38
■ VAS merupakan metode pengukuran intensitas nyeri yang sensitif,
murah dan mudah dibuat
■ VAS lebih sensitif dan lebih akurat dalam mengukur nyeri
dibandingkan dengan pengukuran deskriptif, mempunyai korelasi
yang baik dengan pengukuran yang lain
■ VAS dapat diaplikasikan pada semua pasien, tidak tergantung bahasa
bahkan dapat digunakan pada anak-anak di atas usia 5 tahun
■ VAS dapat digunakan untuk mengukur semua jenis nyeri namun VAS
juga memiliki kekurangan yaitu: VAS memerlukan pengukuran yang
teliti untuk memberikan penilaian, pasien harus hadir saat dilakukan
pengukuran, serta secara visual dan kognitif mampu melakukan
pengukuran

14/2/2018 39
PEMERIKSAAN MMSE
(MINI MENTAL STATE EXAM)

14/2/2018 40
■ Status mental dan emosi merupakan data yang diperlukan perawat
untuk mengetahui kondisi kognitif klien.

■ Terdapat alat pengkajian khusus yang dirancang untuk mengkaji


status mental klien. Kuesioner status mental Kahn (1960) adalah
instrumen yang terdiri dari sepuluh soal dan merupakan alat yang
banyak digunakan. Folstein et al (1975) membuat Mini-Mental State
(MMS) untuk mengukur orientasi dan fungsi kognitif.

14/2/2018 41
MMSE

14/2/2018 42
14/2/2018 43
14/2/2018 44
14/2/2018 45
 Interpretasi:
 27-30 : Normal
 22-26 : Curiga Demensia
 < 21 : Demensia

14/2/2018 46
PEMERIKSAAN
KETAJAMAN PENGLIHATAN

14/2/2018 47
Optotip Snelen
Teknik Pemeriksaan :
■ Pasien duduk menghadap optotipe Senllen dengan jarak 6m
■ Pasang trial frame pada mata
■ Satu mata ditutup dengan occuler. Biasanya yang diperiksa mata kanan terlebih
dhulu
■ Pasien diminta membaca huruf pada optotip Snellen dimulai dari huruf yang
terbesar sampai ke huruf yang terkecil pada baris – baris selanjutnya yang masih
dapat terbaca

14/2/2018 48
14/2/2018 49
Menilai hasil pemeriksaan:
■ Tajam penglihatan dicatat sebagai AV OD (acuity visual ocular dextra)/UVA
(uncorrected visual acuity) untuk tajam penglihatan mata kanan AV OS/UVS
untuk mata kiri.
■ Bila huruf terkecil yang masih dapat dibaca pada baris dengan tanda 6,
dikatakan tajam penglihatan 6/6.
■ Bila dalam membaca huruf terdapat kesalahan menyebut 2 huruf maka ditulis
6/6 false 2 (F2)
■ Bila huruf terkecil yang masih dapat dibaca pada baris 30, dikatakan tajam
penglihatan adalah 6/30 tanpa koreksi (sine correction / SC).
■ Bila Pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada optotipe Snellen, maka
pemeriksaan dilanjutkan dengan uji hitung jari.

14/2/2018 50
Uji Hitung Jari

Teknik Pemeriksaan :
■ Pasien duduk
■ Mata diperiksa satu persatu
■ Pasien diminta untuk menghitung jumlah jari dari pemeriksa yang dimulai dari
jarak 6 m hingga jarak terdekat 1m dengan pasien

14/2/2018 51
14/2/2018 52
Hasil Pemeriksaan :
■ Bila jari yang terlihat dan dapat dihitung jumlahnya tanpa salah pada jarak 3
m maka tajam penglihatan pasien adalah 3/60
■ Bila pasien tetap tidak bias melihat dan menghitung jari hingga jarak 1 m
maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji lambaian tangan

14/2/2018 53
Uji Lambaian Tangan

Teknik Pemeriksaan :
■ Pasien duduk
■ Pemeriksa duduk / berdiri didepan pasien pada jarak 1 m
■ Mata diperiksa satu persatu
■ Pemeriksa melambaikan tangan dari jarak 1 m dengan pasien dan pasien
diminta menyebutkan arah lambaian keatas - kebawah atau kekanan - kekiri

14/2/2018 54
Hasil Pemeriksaan :

- Bila Pasien dapat melihat lambaian tangan dan dapat menentukan


arah lambaian tangan, maka visusnya adalah 1/ 300
- Bila dengan uji lambaian tangan, pasien masih belum bias melihat
maka dilanjutkan dengan pemeriksaan proyeksi sinar.

14/2/2018 55
Uji Proyeksi Sinar
Teknik Pemeriksaan:

- Pasien duduk
- Pemeriksa duduk/berdiri didepan pasien
pada jarak 1m
- Mata diperiksa satu persatu
- Senter diarahkan kedepan mata pasien
yang akan diperiksa dan pasien diminta
menyatakan melihat sinar atau tidak serta
menyatakan arah datangnya sinar.

14/2/2018 56
Hasil Pemeriksaan:

- Bila Pasien dapat melihat sinar maka visusnya 1/ ~ dan bila mampu
menyatakan arah datangnya sinar dengan baik, maka visusnya 1/ ~
dengan proyeksi baik.
- Bila Pasien tetap tidak dapat melihat sinar maka visusnya adalah 0
atau No light perception/NLP (buta total)

14/2/2018 57
FAKTOR RESIKO STROKE

14/2/2018 58
Faktor Resiko Stroke

■ Faktor genetika/keturunan
■ Pembuluh darah rapuh, mudah pecah, kelainan
■ Sistem darah (hemofilia, thalassemia)
■ Malas olahraga & bergerak
■ Banyak minum alkohol

14/2/2018 59
Faktor Resiko Stroke

■ Sering makan makanan dengan kadar kolesterol jahat (Low Density


Lipoprotein) yang tinggi. Misal : junk food, fast food
■ Merokok
■ Pengunaan narkotika & zat aditif
■ Kurang istirahat
■ Stress berkepanjangan

14/2/2018 60
PERBEDAAN
SH (STROKE HEMORAGIK)
DAN
SNH (STROKE NON HEMORAGIK)

14/2/2018 61
Stroke Hemoragic
■ Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh daah di otak pecah sehingga
menyebabkan iskemia (penurunan aliran) dan hipoksia. Penyebabnya
ialah hipertensi, pecahnya aneurisma atau malformasi arteriovenosa.

14/2/2018 62
Stroke Non Hemoragic

■ Strok Trombotik
 Terjadi akibat oklusi alian darah, biasanya karena ateroskleosis berat.
Sering kali individu mengalami satu atau lebih serangan iskemik
sementara (transient ischemic attack, TIA) sebelum stroke trombotik
terjadi.
 TIA merupakan gangguan fungsi otak singkat yang reversible akibat
hipoksia serebral.
 TIA berlangsung kurang dari 24 jam.

14/2/2018 63
■ Stroke Embolic
 Terjadi setelah oklusi arteri oleh embolus yang terbentuk diluar otak.
 Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke yaitu pada jantung
yang mengalami infark miokardium atau fibrilasi atrium , dan embolus
yang merusak arteri karotis komunis atau aorta.

14/2/2018 64
Perbedaan SH dan SNH

14/2/2018 65
PENTINGNYA PEMERIKSAAN
PENUNJANG PADA STROKE

14/2/2018 66
CT-Scan dan MRI

■ Untuk membedakan jenis patologis stroke (perdarahan atau iskemik atau


infark), dapat dilakukan segera mungkin pemeriksaan CT-Scan.
■ Pemeriksaan CT-Scan adalah mutlak dilakukan apabila akan dilakukan
pengobatan dengan pengobata trombolitik (rtPA intravenus).
■ Kalau keadaan memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan MRI. Dengan
pemeriksaan MRI dapat dilihat lesi kecil (yang tidak terlihat dengan
pemeriksaan CT-Scan) di kortikal, subkortikal, batang otak dan serebelum.
Juga dapat terlihat lesi teritori vaskuler dan iskemik akut lebih awal.

14/2/2018 67
Pemeriksaan ECG

■ Pemeriksaan kardiovaskuler klinis dan pemeriksaan 12-lead ECG harus


dikerjakan pada semua penderita stroke.
■ Biasanya dilakukan selama 48 jam sejak kejadian stroke. Kelainan jantung
sering terjadi pada penderita stroke dan penderita dengan kondisi
gangguan jantung akut harus segera ditanggulangi.

14/2/2018 68
Pemeriksaan Laboratorium
■ Beberapa pemeriksaan rutin darah dikerjakan untuk mengindetifikasi kelainan sistemik yang
dapat menyebabkan terjadi stroke atau untuk melakukan pengobatan spesifik pada stroke.
Pemeriksaan tersebut adalah :
1. Kadar gula darah
2. Elektrolit
3. Hemoglobin
4. Angka eritosit
5. Angka leukosit
6. KED, angka platelet
7. Waktu protrombin
8. Activated partial thrombopalstin time
9. Fungsi hepar dan fungsi ginjal

14/2/2018 69
■ Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan apabila dicurigai ada
hipoksia.
■ Pemeriksaan cairan otak dilakukan apabila dicurigai stroke
perdarahan subarakhnoid dan pada pemeriksaan CT-Scan tidak
terlihat ada perdarahan subarachnoid.

14/2/2018 70
BELL’S PALSY

14/2/2018 71
Definisi Bell’s Palsy

Kelumpuhan atau paralisis wajah unilateral karena gangguan nervus


fasialis perifer yang bersifat akut dengan penyebab yang tidak
teridentifikasi dan dengan perbaikan fungsi yang terjadi dalam 6 bulan

14/2/2018 72
Etiologi Bell’s Palsy

 Inflamasi saraf fasialis pada ganglion genikulatum, yang menyebabkan kompresi,


iskemia dan demielinasi. Ganglion ini terletak didalam kanalis fasialis pada
persambungan labirin dan segmen timpani, dimana lengkungan saraf secara
tajam memasuki foramen stylomastoideus.
 Infeksi virus, yang secara langsung merusak fungsi saraf melalui mekanisme
inflamasi, yang kemungkinan terjadi pada seluruh perjalanan saraf dan bukan
oleh kompresi pada kanal tulang.
 Peran genetik juga telah dikemukakan sebagai penyebab Bell’s palsy, terutama
kasus Bell’s palsy yang rekuren ipsilateral atau kontralateral, terpusat pada
sistem Human leucocyte antigen (HLA), yang memiliki hubungan objektif yang
kuat dengan berbagai penyakit autoimun

14/2/2018 73
Gejala Klinis
Tergantung lokasi
a. Lesi setinggi foramen stilomastoideus
 Kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi
 Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
 Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
 Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
b. Lesi setinggi antara korda timpani - n.stapedius
Gejala (a) + gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan gangguan salivasi
c. Lesi setinggi diantara n.stapedius – ganglion genikulatum
Gejala (b) + pendengaran (hiperakusis)
d. Lesi setinggi ganglion genikulatum
Gejala (c) + gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan lakrimasi
e. Lesi di porus akustikus internus
Gejala (d) + gangguan N.VIII

14/2/2018 74
Penegakan Diagnosis

■ Anamnesis:
1. Nyeri postauricular
2. Aliran air mata
3. Perubahan rasa
4. Mata kering
5. Hyperacusis
■ Pemeriksaan fisik
■ Pemeriksaan laboratorium (tidak spesifik)
■ Pemeriksaan radiologi

14/2/2018 75
Penatalaksanaan
■ Terapi medikamentosa:
1. Agent antiviral  Acyclovir
2. Kortikosteroid  Prednisone
■ Perawatan mata
■ Konsultasi:
1. Ahli neurologi
2. Ahli penyakit mata
3. Ahli otolaryngologi
4. Ahli bedah

14/2/2018 76
DIABETES MELLITUS
(DM)

14/2/2018 77
Definisi Diabetes Melitus
■ Diabetes Melitus merupakan kelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
■ Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
■ Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa darah akibat kekurangan insulin baik
absolut maupun relative.

14/2/2018 78
Etilogi
■ Genetik
■ Virus Hepatitis B
■ Penyakit Pankreas
■ Gaya Hidup
■ Kelainan Hormon

14/2/2018 79
Jenis-Jenis DM

■ DM tipe 1 : autoimun, idiopatik


■ DM tipe 2 : resistensi insulin
■ Gestasional
■ Juvenil/senilis

14/2/2018 80
Manifestasi Klinis
■ Polidipsi (rasa haus yang berlebih, walaupun cuaca tidak panas)
■ Poliuria (sering kencing terutama malam hari)
■ Polifagia (cepat lapar)
■ Glukosuria
■ Berat badan menurun secara drastis
■ Badan lemah dan cepat lelah
■ Nafas Bau keton
■ Kesemutan pada jari-jari tangan dan kaki serta gatal-gatal
■ Penglihatan kabur
■ Luka sulit sembuh
■ Gairah seks menurun
14/2/2018 81
Hasil Laboratorium DM
Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) DM BUKAN DM BELUM PASTI DM

Palasma vena >200 <110 110-199


Darah
kapiler

Darah kapiler >200 <90 90-199

Kadar glukosa darah puasa (mg/dl) DM BUKAN DM BELUM PASTI DM

Plasma vena >126 <110 110-125

Darah kapiler >110 <90 90-109

14/2/2018 82
Tes Diagnostik
■ Diagnosa DM ditegakkan berdasarkan kadar glukosa darah berikut yaitu :
Glukosa plasma puasa > 126 pada 2 x pemeriksaan.
Glukosa plasma random (acak) > 200 dengan gejala hiperglikemia.
Glukosa plasma > 200 pada 2 jam posprandial.

■ Kegagalan toleransi glukosa yang ditunjukan dengan :


Glukosa plasma puasa > 126.
Glukosa 2 jam PP > 126 dan < 200.

14/2/2018 83
Tes Diagnostik
■ Glucosylated Hemoglobin (HbA1c). Normalnya 4,0- 6,0 dimonitor secara rutin setiap
3 bulan.
■ Elektrolit, BUN jika diduga hiperglikemia atau dehidrasi.
■ Serum Kreatinin
■ Urin 24 jam untuk mengatasi mikroalbuminuria.

14/2/2018 84
Penatalaksanaan

■ Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan keluhan atau


gejala DM. Sedangkan tujuan jangka panjang adalah untuk mencegah komplikasi.
■ Pengobatan primer untuk DM meliputi: diet, olahraga dan obat obatan misalnya agen
hipoglikemik oral, insulin, atau keduanya. Dari semua pengobatan ini yang paling penting
adalah diet. Strategi diet diperlukan untuk mencapai euglikemia, mempertahankan berat
badan ideal dan memaksimalkan status nutrisi.

14/2/2018 85
GOUTH ATRITIS (GA)

14/2/2018 86
Gouth Atritis

 Gout sekumpulan penyakit pada manusia tdd:


 Hiperurisemia, artritis pirai, pembentukan tofus
 Kelainan ginjal,pembentukan batu ginjal
 Kejadian gout bervariasi
 Gout berkomplikasi :
 Kelainan ginjal, dll.
 Kematian karena gagal ginjal.

14/2/2018 87
Diagnosis GA
■ Kriteria the American Rheumatism Association, Sub Committee on
Classification Criteria Gout
1. Terdapat kristal urat pada cairan sendi
2. Terdapat kristal urat pada topi yang secara kimiawi atau secara
mikroskop cahaya dengan tehnik polarisasi
3. Memenuhi paling sedikit 6 butir dari 12 kriteria :

14/2/2018 88
■ 12 Kriteria :

1. Peradangan memuncak dalam sehari


2. Serangan artritis akut lebih dari satu kali
3. Artritis monoartikuler
4. Kemerahan pada sendi
5. Nyeri/pembengkakan sendi MTP
6. Serangan sendi MTP-I unilateral
7. Serangan sendi tarsal unilateral
8. Dugaan adanya topi
9. Hiperurisemia
10. Foto sendi terlihat pembengkakan asimetris
11. Foto sendi terlihat kista subkortikal erosi
12. Kultur cairan sendi tanpa pertumbuhan kuman

14/2/2018 89
Artritis pirai akut pada MTP I (Metatarsofalageal 1)

14/2/2018 90
Gambaran radiologis : erosi pada MTP I

14/2/2018 91
PEMBERIAN
ANTIHIPERTENSI DAN ANTIGOUTH

14/2/2018 92
■ Hipertensi merupakan salah satu komorbiditas gout. Menurut data US National Health
and Nutrition Examination Survey tahun 20072008, 74% pasien gout menderita
hipertensi.
■ Gangguan yang bersamaan ini diperkirakan disebabkan patogenesis yang terjadi
bersamaan, atau karena perubahan pada ginjal akibat tekanan darah yang mengarah
pada penurunan ekskresi urat melalui urin.
■ Penelitian-penelitian memperlihatkan adanya hubungan antara risiko kejadian gout
dengan tekanan darah tinggi, peningkatan resistensi vaskular sistemik dan penurunan
ekskresi urat melalui ginjal.

14/2/2018 93
■ Terapi obat antihipertensi golongan CCB (calcium channel blockers) dan
losartan menurunkan risiko gout pada pasien-pasien hipertensi.
■ Sedangkan obat antihipertensi golongan lainnya seperti diuretik, beta-
blockers, angiotensin converting enzyme inhibitors dan obat golongan ARB
non-losartan disertai dengan peningkatan risiko gout

14/2/2018 94
ANAMNESIS TEPAT PAD
STROKE

14/2/2018 92
Anamnesis
■ Tanda kardinanya adalah onset mendadak (biasanya dalam detik) dari deficit
neurologis (misalnya lemas, baal, disfasia, dsb).
■ Kapan pertama kali memperhatkan adanya deficit neurologis ? Apakah timbul
mendadak atau bertahap?
■ Gejala apa saja yang teramati : lmas, baal, diplopia, disfasia, atau jatuh?
■ Adakah pengabaian sensoris?
■ Adakah gejala penyerta berikut : nyeri kepala, mual, muntah, atau kejang?
■ Adakah defek neurologis: (TIA atau amaurosis fugax)
■ adakah masalah selanjutnya (misalnya aspirasi, kerusakan akibat jatuh)?
■ Pernahkah pasien mengalami trauma kepala (pertimbangkan hematoma
subdural/ekstradural)?
■ Nilailah aktivitas kehidupa sehari-hari (Barthel’s Index of Day Living).
Riwayat penyakit dahulu
■ Adakah riwayat stroke sebelumnya, TIA, amaurosis, fugax, kolaps,
kejang, atau perdarahan subaraknoid?
■ Adakah riayat penyakit vascular yang diketahui (missal stenosis
karotis, aterosklerosis coroner, penyakit vascular perifer)?
■ Adakah riwayat perdarahan atau kecenderungan pembekuan?
■ Adakah kemungkinan sumber emolik (missal, fibrilasi atrium, katup
buatan, stenosis karotis, diseksi karotis )?
■ Adanya riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, atau merokok?
Obat-obatan

■ Apakah pasien mengkonsumsi antikoagulan (missal warfarin) atau


obat antiplatelet (misalnya aspirin)?
■ Apakah baru-baru ini pasien mengkonsums trombolitik?
Riwayat keluarga dan sosial

■ Adakah riwayat stroke dalam keluarga?


■ Adakah riwayat merokok dan mengkonsumsi alcohol pada pasien?
TERIMA KASIH

You might also like