You are on page 1of 45

 Background

Acute exacerbations adversely affect


patients with chronic obstructive pulmonary
disease (COPD). Macrolide antibiotics
benefit patients with a variety of
inflammatory airway diseases.
 eksaserbasi akut berdampak negatif
terhadap pasien dengan penyakit paru
obstruktif kronik Penyakit (PPOK). Antibiotik
golongan makrolida bermanfaat bagi
pasien dengan berbagai penyakit
peradangan saluran napas
 Study Design and Oversight
We used a prospective, parallel-group, placebo
controlled design. Participants were randomly
assigned, in a 1:1 ratio, to receive azithromycin,
at a dose of 250 mg orally, or an identical-
appearing placebo, once daily. Participants
were recruited from 17 sites associated with 12
academic health centers in the United States.
Written informed consent was obtained from all
participants
 Metode
 Studi Desain dan Pengawasan
 Kami menggunakan studi prospektif,
kelompok paralel, desain pengendalian
plasebo. Peserta secara acak ditugaskan,
dalam rasio 1:1, untuk menerima azitromisin,
pada dosis 250 mg per oral, atau pemberian
plasebo, sekali sehari. Peserta direkrut dari 17
situs yang terkait dengan 12 pusat akedemis
kesehatan di Amerika Serikat. Inform consent
tertulis diperoleh dari semua peserta.
 Study Participants
Eligible participants were at least 40 years of age, had a clinical diagnosis of
COPD (defined as having a smoking history of at least 10 pack-years, a ratio of
postbronchodilator forced expiratory volume in 1 second [FEV 1 ] to forced vital
capacity of <70%, and a postbronchodilator FEV 1 of <80% of the predicted
value), were either using continuous supplemental oxygen or had received
systemic glucocorticoids within the previous year, had gone to an emergency
room or had been hospitalized for an acute exacerbation of COPD, 19 and had
not had an acute exacerbation of COPD for at least 4 weeks before enrollment.

 Exclusion criteria were :


 asthma,
 a resting heart rate greater than 100 beats per minute,
 a prolonged corrected QT (QTc) interval (>450 msec),
 the use of medications that prolong the QTc interval or are associated with
torsades de pointes (with the exception of amiodarone), 33 and hearing
impairment documented by audiometric testing.
 Peserta studi
 Peserta yang memenuhi syarat setidaknya 40 tahun, telah
diagnosis klinis PPOK (didefinisikan sebagai memiliki riwayat
merokok sedikitnya 10 bungkus pertahun, rasio dari setelah
penggunaan bronchodilator volume ekspirasi paksa 1 detik [FEV 1]
untuk kapasitas vital paksa <70%, dan setelah penggunaan
bronchodilator FEV 1 dari <80% dari nilai prediksi), Penggunaan
oksigen terus menerus atau telah menerima glukokortikoid sistemik
dalam tahun sebelumnya, telah pergi ke ruang gawat darurat
atau dirawat di rumah sakit untuk eksaserbasi akut PPOK, dan tidak
memiliki eksaserbasi akut PPOK selama minimal 4 minggu sebelum
pendaftaran.
 Kriteria eksklusi adalah asma, frekuensi denyut jantung lebih dari
100 denyut per menit, sebuah interval perpanjangan QT terkoreksi
(QTc) (> 450 msec), penggunaan obat yang memperpanjang
interval QTc atau berhubungan dengan torsades de pointes
(dengan pengecualian amiodaron), dan penurunan pendengaran
yang telah dilakukan pengujian audiometri.
 Outcomes
The primary outcome was the time to the first acute
exacerbation of COPD, with acute exacerbation of
COPD defined as “a complex of respiratory symptoms
(increased or new onset) of more than one of the
following: cough, sputum, wheezing, dyspnea, or chest
tightness with a duration of at least 3 days requiring
treatment with antibiotics or systemicsteroids.” At each
clinic visit and telephone contact, study personnel
determined whether an acute exacerbation of COPD
had occurred in the previous month. The date of each
acute exacerbation was taken as the date treatment
was prescribed.
 Hasil
 Hasil utama waktu untuk eksaserbasi akut pertama
dari COPD, dengan COPD eksaserbasi akut
didefinisikan sebagai sebuah kompleks gejala
pernapasan (meningkat atau onset baru) dengan
lebih dari satu gejala berikut: batuk, dahak, mengi,
dyspnea, atau dada tampak sesak dengan durasi
minimal 3 hari memerlukan pengobatan dengan
antibiotik atau sistemik steroid. Pada setiap
kunjungan klinik dan kontak dengan telepon, subjek
studi ditentukan apakah PPOK dengan eksaserbasi
akut terjadi di bulan sebelumnya. Waktu setiap
eksaserbasi akut diambil sebagai waktu pengobatan
yang ditetapkan
 Statistical
Analysis
We estimated that with enrollment of 1130
subjects, the study would have 90% power
to show a significant difference between
the two groups in the time to the first acute
exacerbation of COPD,
 Analisis statistik
 Kami memperkirakan bahwa dengan
pendaftaran 1130 subjek, penelitian ini
akan memiliki kekuatan sebesar 90%
untuk menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara kedua kelompok
dimsatu waktu untuk eksaserbasi akut
pertama dari COPD
 Study Participants
The screening, randomization, and follow-
up of patients are shown in Figure 1 . The
first site started enrolling participants in
March 2006, and the last patient finished
the 1-year follow-up assessment on June 30,
2010. The characteristics of the participants
at the time of enrollment are summarized in
Table 1 .
 Hasil
 Pesertastudi Skrining, pengacakan, dan
follow up dari pasien ditunjukkan pada
Gambar 1. Situs pertama dimulai
mendaftarkan peserta pada Maret 2006,
dan pasien terakhir selesai penilaian
follow up 1 tahun pada 30 Juni, 2010.
Karakteristik dari peserta pada saat
pendaftaran dirangkum dalam Tabel 1 .
Gambar 1. Skrining, Pengacakan, dan Follow up. Pasien yang telah
menyelesaikan 12 bulan studi obat diminta untuk kembali 1 bulan
kemudian untuk kunjungan. FEV 1 menandakan volume ekspirasi paksa
dalam 1 detik, dan FVC menandakan kapasitas vital paksa.
Secondary Outcomes
 The effect of azithromycin on the
secondary outcomes is summarized in
Table 2 .
 Pengaruh azitromisin pada hasil sekunder
dapat dilihat dalam Tabel 2.
 Subgroup Analyses
Analyses were performed according to 22
subgroups; the results are provided in Section I
in the Supplementary Appendix. The subgroup
analyses showed that the response to
azithromycin seemed to vary according to age
(≤65 vs. >65 years), smoking status (former
smoker vs. current smoker), use or non use of
oxygen, GOLD stage, and use or non use of
inhalers.
 Analisis subkelompok
 Analisis dilakukan sesuai dengan 22
subkelompok; hasil dpat dilihat pada bagian I
di Lampiran tambahan. analisis subkelompok
menunjukkan bahwa respon terhadap
azitromisin tampak bervariasi menurut umur
(≤65 vs> 65 tahun), Status merokok (mantan
perokok vs perokok saat ini), penggunaan
atau tidak memakai oksigen, derajat GOLD,
dan penggunaan atau tidak menggunakan
inhaler.
Gambar 2. Proporsi dari Peserta Bebas dari eksaserbasi akut dari penyakit
paru obstruktif kronis(COPD) untuk 1 Tahun, Berdasarkan Study Group.
Analisis didasarkan pada peserta yang secara acak ditugaskan untuk
kelompok minus yaitu mereka yang tidak kembali untuk setiap penilaian
tindak lanjut , 558 peserta dalam kelompok azitromisin, di antaranya 317
(57%) memiliki akut eksaserbasi, dan 559 pada kelompok plasebo, di
antaranya 380 (68%) memiliki eksaserbasi akut.
 Adverse Events
The rate of death from any cause was 3% in the azithromycin group
and 4% in the placebo group (P = 0.87). The rate of death from
respiratory causes was 2% and 1% in the two groups, respectively (P =
0.48), and the rate of death from cardiovascular causes was 0.2% in
both groups (P = 1.00) (see Section H in the Supplementary Appendix).
No significant differences were observed in the frequency of serious
adverse events or of adverse events leading to discontinuation of the
study drug, but an audiogram-confirmed hearing decrement
occurred in 142 of the participants receiving azithromycin (25%), as
compared with 110 of those receiving placebo (20%) (P = 0.04). A
small but significant between-group difference was observed in the
mean age-adjusted hearing thresholds for the four sound frequencies
from enrollment to month 3, with patients in the azithromycin group
having more pronounced hearing decrements (see Section F in the
Supplementary Appendix).
 Tingkat kematian dari setiap penyebab sebanyak 3% di Kelompok
azitromisin dan 4% pada kelompok placebo (P = 0,87). Tingkat
kematian dari penyebab pernafasan
 adalah 2% dan 1% dalam dua kelompok, masing-masing (P = 0,48),
dan tingkat kematian dari penyebab cardiovascular adalah 0,2%
pada kedua kelompok (P = 1.00) (Lihat bagian H dalam lampiran
tambahan). Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati dalam
frekuensi efek samping yang serius atau merugikan yang
mengarah ke penghentian dilakukakanya studi obat ini, tapi
dengan konfirmasi audiogram menunjukkan penurunan
pendengaran terjadi pada 142 peserta yang menerima azitromisin
(25%), dibandingkan dengan 110 dari mereka yang menerima
plasebo (20%) (P = 0,04). Perbedaan Kecil namun signifikan antara
kelompok diamati dalam rata-rata usia yang disesuaikan dengan
ambang pendengaran untuk empat frekuensi suara dari
pendaftaran untukbulan 3, dengan pasien dalam kelompok
azitromisin memiliki penurunan pendengaran yang lebih jelas (lihat
bagian F dalam lampiran tambahan).
In 80 participants receiving azithromycin and in 45 receiving
placebo, the hearing decrement occurred before the 12-
month visit, providing the opportunity to determine whether
hearing returned within a minimum of 1 month after
discontinuation of the study drug. Although all of these
participants should have had their study drug discontinued,
the drug was discontinued in only 61 participants in the
azithromycin group (76%) and 37 in the placebo group (82%),
owing to protocol errors. Subse-quent audiograms showed
that hearing improved to the baseline level in 21 of the 61
participants (34%) who discontinued azithromycin and in 6 of
the 19 (32%) who did not, as well as in 14 of the 37 participants
(38%) who discontinued placebo and in 2 of the 8 (25%) who
did not.
 Pada 80 peserta yang menerima azitromisin dan di 45
peserta yang menerima plasebo,menunjukkan penurunan
pendengaran terjadi sebelum kunjungan 12 bulan,
memberikan kesempatan untuk menentukan apakah
fungsi pendengaran akan kembali dalam minimal 1 bulan
setelah penghentian dari studi obat. Meskipun semua
peserta ini harus dihentikan studi obat mereka, namun
pemberian obat hanya dihentikan pada 61 peserta pada
kelompok azithromycin (76%) dan 37 di kelompok placebo
(82%), karena adanya kesalahan protokol. Audiogram
menunjukkan bahwa pendengaran meningkat ke tingkat
dasar di 21 dari 61 peserta (34%) yang dihentikan
azitromisin dan 6 dari 19 (32%) yang tidak dihentikan
pemberian azitromisin, serta 14 dari 37 peserta (38%) yang
dihentikan plasebo dan dalam 2 dari 8 (25%) yang tidak
dihentikan pemberian plasebo.
 Discussion
Among subjects at increased risk for acute
exacerbations of COPD who received azithromycin,
at a dose of 250 mg once daily, for 1 year in addition
to their usual care, the frequency of acute
exacerbations was decreased. This decrease was
accompanied by a decrease in the incidence of
colonization with selected respiratory pathogens
and improved quality of life, but also an increase in
the incidence of colonization with macrolide-
resistant organisms and an excess rate of hearing
decrements of approximately 5%.
Diskusi
 Di antara subjek dengan peningkatan risiko untuk
eksaserbasi akut PPOK yang menerima azitromisin,
dengan dosis 250 mg sekali sehari, selama 1 tahun
di samping perawatan biasa mereka,
menunjukkan frekuensi eksaserbasi akut menurun.
Penurunan ini disertai dengan penurunan kejadian
kolonisasi dengan patogen pernapasan selektif
dan meningkatkan kualitas hidup, tetapi juga
terjadi peningkatan kejadian kolonisasi dengan
organisme yang resisten terhadap macrolide dan
terjadinya penurunan fungsi pendengaran sekitar
5%.
 The frequency of acute exacerbations
and incidence of colonization with
selected respiratory pathogens were
decreased
 Excess rate of hearing decrements of
approximately 5%
 Frekuensi eksaserbasi akut dan kejadian
kolonisasi patogen pernapasan menurun
 penurunan pendengaran sekitar 5%
 Improved quality of life, but also an
increase in the incidence of colonization
with macrolide-resistant organisms
 Seven previous studies have evaluated
whether macrolide antibiotics decrease
the risk of acute exacerbations of COPD
 Two the studies showed no effect, but one
of these used a retrospective desig
 Peningkatan kualitas hidup, tetapi juga
terjadi peningkatan kejadian kolonisasi
organisme resisten terhadap macrolide
 Tujuh studi sebelumnya telah dievaluasi
apakah antibiotik macrolide menurunkan
risiko eksaserbasi akut PPOK
 Dua studi menunjukkan tidak
berpengaruh, tapi salah satu dari ini
menggunakan design retrospektif
 Five studies have reported that
macrolides decrease acute exacerbation
of COPD, but one of these was not a
blinded study, two did not include
concurent controls, and one involved
only 35 patients
 Seemungal and colleagues performed a
well designed, randomized, 1-year trial of
erythromycin, at a dose of 250mg twice
daily, in 109 patients
 Lima penelitian melaporkan bahwa
makrolida menurunkan eksaserbasi akut
PPOK, tapi salah satu dari ini bukanlah
studi buta, dua tidak termasuk kontrol
yang sama dan satu hanya melibatkan
35 pasien
 Seemungal dan rekan merancang
dengan baik, secara random, selama 1
tahun percobaan eritromisin, dengan
dosis 250mg dua kali sehari, di 109 pasien
 The
relative rate of acute exacerbations of COPD
among the treated participants was 0.65

Median time to Out study Seemungal and


the first acute (hasilnya pada rtc (penelitian
exacerbation penelitian ini  seemeggul)
(rata-rata waktu azitromicin)
yang diperlukan
pada
eksasebasi akut
pertama)
Erytromycin 266 days 271 days
group
Placebo group 174 days 89 days
 None of the previous studies of the effect of
macrolide on acute exacerbations of COPD eithe
assessed or reported hearing problems as a
complication
 We found that more participants receiving
azithromycin met the criteria for devel-opment of
a hearing decrement than did those receiving
placebo, but the improvements in hearing that
occurred on repeat testing, regardless of whether
the study drug was discontinued, suggest that our
criteria were too stringent and that the incidence
of hearing decrements was overestimated in both
groups.
 Tak satu pun dari penelitian sebelumnya dari efek
macrolide pada eksaserbasi akut PPOK dinilai atau
melaporkan adanya masalah pendengaran sebagai
komplikasi

 Kami menemukan bahwa banyak peserta yang menerima


azitromisin yang memenuhi kriteria untuk pengembangan
mengalami penurunan pendengaran daripada mereka
yang menerima placebo, tetapi terdapat perbaikan
dalam fungsi pendengaran yang terjadi pada tes ulangan,
terlepas dari apakah studi obat dihentikan, menyarankan
bahwa kriteria kami terlalu ketat dan bahwa Insiden
penurunan fungsi pendengaran itu berlebihan pada
kedua kelompok.
 Sputum sampels are preferred for the
assesment of bacterial colonization
 We obtained both expectorated sputum
samples and nasopharyngeal swabs
 Pemeriksaan sampel sputu (dahak) lebih
dianjurkan untuk menilai kolonisasi bakteri.
 Kami melakuakan pemeriksaan sampel
sputum dan juga melakukan penyeka
nasofaring oleh karena dahak kadang
susah keluar
 Pateland collegues found that 52% of
patients with frequent acute
exacerbations of COPD hadincluced
sputum
 That was most commonly colonized with
 Haemophilus influenza
 S. pneumoniae
 H. parainfluenzae
 Moraxella catarrhalis
 Although we found a much lower rate of
nasopharyngeal colonization than did patel
at the timeof enrollment
 The most common phatogens were similar
 We cannot comment on the safety profile of
azithromycin when it is taken for longer than 1
year
 We have no information to effects of long
term macrolide administration on bacterial
resistance patterns in the community
 Meskipun kami menemukan Tingkat kolonisasi
nasofaring yang jauh lebih remdah
dinbandingkan daripada Patelet al. (Kira-
kira 15% dari pasien pada saat pendaftaran),
patogen yang paling sering dijumpai adalah
patogen umum (dengan pengecualian S.
aureus yang telah dikultur lebih sering dalam
penelitian kami, seperti yang diharapkan dari
sampel nasofaring), dan pengaruh makrolid
pada kolonisasi dengan resistensi macrolide
patogen pernapasan masih muncul dengan
jelas.
 Kita tidak bisa menjamin keamanan
azitromisin ketika digunakan lebih dari 1
tahun
 Kami tidak memiliki informasi untuk efek
administrasi macrolide jangka panjang
pada pola resistensi bakteri di masyarakat
 Azithromycin, at a dose of 250mg daily,fo 1
year
 Decreased the frequency of acute
exacerbations of COPD
 Decrease the incidence of colonization with
selected respiratory pathogens
 Improved quality of life
 Increased the incidance of colonization with
macrolide resistant organism
 Long term effect of the tratment on microbial
resistance in the community are not known
 Azitromisin, dengan dosis 250mg setiap hari,
selama 1 tahun
 Penurunan frekuensi eksaserbasi akut PPOK
 Mengurangi kejadian kolonisasi patogen
pernapasan selektif
 Peningkatan kualitas hidup
 Meningkatkan incidance dari patogen dengan
organisme resisten terhadap macrolide
 Efek jangka panjang dari tratment pada resistensi
mikroba di masyarakat tidak diketahui pasti
Thank you 

You might also like