You are on page 1of 13

A.

Latar Belakang
 Telah diketahui bahwa pernikahan adalah merupakan
sunatullah, bahwa makhluk yang bernyawa itu diciptakan
berpasang-pasangan, baik laki-laki maupun perempuan
(Q.S.Dzariat :49).

“dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan, supaya


kamu mengingat akan kebesaran allah”.

 Pergaulan antara laki - laki dn perempuan yang diatur dengan


perkawinan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan
kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun perempuan, bagi
keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang
berada disekeliling kedua insan tersebut.
B. Pengertian Perkawinan
 Perkawinan dalam fiqh berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu
nikah dan zawaj. Kata na-kaha dan za-wa-ja terdapat dalam Al-Qur’an
dengan arti kawin yang berarti bergabung, hubungan kelamin, dan
juga berarti akad.

 Menurut Fiqh, nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling
utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan
itu bukan hanya untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan
keturunan, tetapi juga perkenalan antara suatu kaum dengan kaum
yang lainnya.

 Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian perkawinan


adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.

 Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu


pernikahan yang merupakan akad yang sangat baik untuk mentaati
perintah Allah dan pelaksanaanya adalah merupakan ibadah.
Hukum Perkawinan
 Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya
sehingga dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan - keperluan
lain yang mesti dipenuhi.

 Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak
menikah ia akan terjerumus dalam perzinaan.

 Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan


karena tidak mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan
lain lemah syahwat.

 Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya
atau menyia - nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang
tidak mampu memberi belanja kepada istrinya, sedang nafsunya tidak
mendesak.

 Mubah, bagi orang - orang yang tidak terdesak oleh hal - hal yang
mengharuskan segera nikah atau yang mengharamkannya.
Rukun perkawinan dan Syarat Perkawinan
 Calon suami
 Calon istri
 Wali nikah dari mempelai perempuan
 Saksi perkawinan
 Ijab dan Qabul
C. Dasar Hukum Perkawinan
 Menurut Fiqh Munakahat
a.Dalil Al-Qur’an
 Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3:

 ” Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap


anak yatim, maka kawinilah perempuan-perempuan lain
yang kamu senangi, dua, tiga atau empat dan jika kamu
takut tidak akan berlaku adil, cukup sayu orang.” (An - Nisa
: 3).
 B. Dalil As-Sunnah
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a. dari Rasulullah yang
bersabda,

“Wahai para pemuda, barangsiapa dioantara kalian memiliki


kemampuan, maka nikahilah, karena itu dapat lebih baik
menahan pandangan dan menjaga kehormatan. Dan siapa yang
tidak memiiki kemampuan itu, hendaklah ia selalu berpuasa,
sebab puasa itu merupakan kendali baginya. “(H.R.Bukhari-
Muslim).

C.Menurut Undang – Undang Perkawinan tahun 1974


Landasan hukum terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat
(2) UU Perkawinan yang rumusannya :[7]

“Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum


masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap – tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan – peraturan, pereundang
– undangan yang berlaku.”
D.Menurut Kompilasi Hukum Islam
Dasar perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam
Pasal 2 dan 3 disebutkan bahwa :

“Perkawinan menurut Hukum Islam adalah


pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
miitsaaqan ghaliizhan untuk mentaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan
bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.”
-Hikmah Perkawinan
1. Perkawinan dapat menentramkan jiwa dan
menghindarkan perbuatan maksiat.
2. Perkawinan untuk melanjutkan keturunan
3. Bisa saling melengkapi dalam suasana hidup dengan
anak – anak.
4. Menimbulkan tanggung jawab dan menimbulkan
sikap rajin dan sungguh – sungguh dalam
mencukupi keluarga.
5. Adanya pembagian tugas, yang satu mengurusi
rumah tangga dan yang lain bekerja diluar.
6. Menumbuhkan tali kekeluargaan dan mempererat
hubungan
D.Wanita yang dilarang dinikahi
 Ibu
 Putri
 Saudari
 Bibi Patriarkal
 Bibi Matriarkal
 Putrinya saudara
 Putrinya saudari
 Ibu Susu
 Saudari Susu
 Ibu Mertua
 Putri Tiri
 Menantu Putri
 ibu tiri
 Menghimpun dua saudari
 menghimpun wanita dengan bibinya
 Wanita yang telah bersuami
 Semua wanita yang ada hubungan
kekerabatan karena persusuan
Jazakumullah khair

You might also like