You are on page 1of 28

OBAT ANESTESI LOKAL

DISUSUN OLEH
Andik Subagiyo S.ked
111 2015 2215
PEMBIMBING
dr. Abdul Muthalib, Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
PENDAHULUAN

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunanian-


"tidak,tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk
merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan
dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa
sakit pada tubuh.
 Pengertian Anestesi Lokal

Anestesi lokal adalah obat analgesik yang dirancang untuk


digunakan secara klinis guna menghilangkan sensasi secara
reversible pada bagian tubuh tertentu.

Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel


penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan
lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-
gatal, panas atau dingin.
Klasifikasi
Anestesi local dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Neurological blockade perifer
 Topical
 Infiltration
 Field block
 Nerve block
 Intravena regional anestesia

2. Neurological blockade sentral


 Anesthesia spinal
 Anesthesia epidural
Anastesi lokal dapat digolongkan secara kelompok sebagai
berikut :
Klasifikasi Potensi Mula kerja Lama kerja Toksisitas
(infiltrasi,
menit)
ESTER
Prokain 1 (rendah) Cepat 45-60 Rendah
Kloroprokain 3-4 (tinggi) Sangat cepat 30-45 Sangat rendah
Tetrakain 8-16 (tinggi) lambat 60-180 Sedang
AMIDA
Lidokain 1-2 (sedang) Cepat 60-120 Sedang
Etidokain 4-8 (tinggi) Lambat 240-480 Sedang
Prilokain 1-8 (rendah) Lambat 60-120 Sedang
Mepivakain 1-5 (sedang) Sedang 90-180 Tinggi
Bupivakain 4-8 (tinggi) Lambat 240-480 Rendah
Ropivakain 4 (tinggi) Lambat 240-480 Rendah
Levobupivakain 4 (tinggi) Lambat 240-480
Topikal Infiltrasi Blok saraf ARIV Epidural Spinal
intratrakeal

ESTER
Prokain - + + - - +
Kloroprokain - + + - + -
Tetrakain + - - - - +

AMIDA + + +
Lidokain - + + + + +
Etidokain - + + - + -
Prilokain - + + + + -
Mepivakain - + + - + -
Bupivakain - + + - + +
Ropivakain - + + - + +
Levobupivakain - + + - + +
 Syarat ideal anestesi local :

 1. Tidak merusak jaringan secara permanen

 2. Batas keamanan lebar

 3. Onset cepat

 4. Durasi lambat

 5. Larut air

 6. Stabil dalam bentuk larutan

 7. Tidak rusak karena proses penyaringan


Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal,
yaitu:
 1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF
ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan
semakin tinggi potensi anestesi local.

 2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION.


Semakin tinggi ikatan dengan protein akan semakin lama
durasi nya.

 3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan


basa. Makin rendah pKa makin banyak basa, makin cepat
onsetnya.
 Secara umum mekanisme anestesi local dapat disimpulkan dalam
algoritma berikut ini:
Local anesthetic

Binds to receptor site

Na+ channel is blocked

↓ Sodium conductance

↓ Rate of membrane depolarization

No action potential

Conduction blockade
 Efek samping obat anastesi lokal
Obat – obatan anestesi lokal akan menyekat saluran cepat ion
natrium pada semua jaringan penghantar implus, yaitu :
a. System saraf pusat
tinnitus dan penglihatan kabur, depresi system saraf pusat ( bebicara cadel,
mengantuk, pingsan) berkedut otot pembawa timbulnya kejang tonik – klonik.
b. System pernafasan
Apneu, hasil dari kelumpuhan saraf frenik dan interkostal atau depresi pusat
pernafasan.
c. Jantung dan system kardiovaskuler
bradikardi, blok jantung, dan hipotensi dapat berujung pada serangan jantung.
d. Imunologi
Gejala Alergi yang timbul berupa kemerahan pada kulit, urtikaria hingga syok
anafilaktik.
e. Depresi Otot polos
Kontrasi uterus, usus dan kandung kemih akan tertekan oleh kerja obat – obat
anastesi lokal.
 Kewaspadaan dan kontraindikasi pada penggunaan obat
anastesi lokal :
a. tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat alergi terhadap
setiap obat anastesi.
b. tidak dianjurkan ibu hamil atau pasien baru saja mengalami
perdarahan karena respon kardiovaskuler terhadap kehilangan darah
tersebut akan terganggu.
c. harus diberikan dengan hati – hati sekali jika terpaksa digunakan
didaerah yang mengalami inflamasi.
d. harus digunakan dengan hati – hati pada : blok jantung atau
gangguan hantaran jantung, epilepsi, penyakit hati atau ginjal,
riwayat hipertermia, gangguan respirasi dan laktasi.
NAMA – NAMA OBAT DALAM ANASTESI
LOKAL
Prokain
a. Farmakodinamik
 Dosisi 100 – 800 mg : analgesic ringan efek maksimal 10 – 20 ‘
hilang setelah 60’
 Dhirolisis menjadi PABA ( para amino binzoic acid ) dapat
menghambat kerja sulfonamid.
b. Farmakokinetik
 Absorpsi PABA ( para amino binzoic acid ) dan dietilaminoetanol
Hidrolisisnya cepat oleh enzim plasma ( prokain esterase )
 PABA Di eksresikan dalam urin ( dalam bentuk utuh dan
tergonjugasi )
c. Indikasi
 Anastesi infitrasi, blok saraf, epidural, kaudal dan spinal

 Geriatric : perbaikan aktivitas seksual dan fungsi kelenjar


endokrin
d. Kontra indikasi
 Pemberian intravena untuk penderita miastenia gravis karena
prokain menghasilkan derajat blok neuromuskuler.
e. Dosis : 15 mg/kg BB
 Untuk infitrasi : larutan 0.25 – 0.5 % dosis maksimumnya 1000
mg.
 Onset : 2- 5 menit, durasi 30 – 60 menit.

 Bisa ditambah adrenalin ( 1 : 100.000 atau 1 : 200.000)

 Dosis untuk epidural ( maksimum ) 25 ml larutan 1.5% . Untuk


kaudal 25 ml larutan 1.5%. spinal analgesia 50 – 200 mg.
tergantung efek yang diinginkan lamanya 1 jam.
Lidokain ( lignocain, xylocain, lidonest )
a. Farmakodinamik
 Anestesi lokal kuat. Terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan
lebih ekstensif dari pada prokain.
 Larutan lidokain o.5 % adalah anastesi infiltrasi, 1 – 2 % ; nastesi
blok dan topical.
 Efektif tanpa vasokontraktor, kcepatan absorpsi dan toksitas, masa
keja lebih pendek.
b. Farmakokinetik
 Absorpsinya mudah diserap dari tempat ijeksi
 Dapat tembus sawar darah otak
 Metabolism : di hati , eksresinya di urin
 Awita aksi : IV (efek anti aritmik), 40-90 detik ; intra trakeal (efek
anti aritmik), 10-15 detik ; infiltrasi 0,5-1 menit; epidural 5-15
menit.
 Efek puncak : IV (efek anti aritmik), 1-2 menit ;infiltrasi epidural,
<30 menit.
 Lama aksi : IV (efek anti aritmik), 10-20 menit ; intra trakeal (efek
anti aritmik), 30-50 menit ; infiltrasi 0,5-1 jam; epidural 1-3 jam.
c. Indikasi
Anastesi infitrasi, blok saraf,Anestesi permukaan.
d. Kontra indikasi
 Iritabilitas jantung, hiper sensitivitas terhadap anestetika
lokal tipe hamida
e. Efek samping
 Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efek
terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia,
gangguan mental, koma, dan seizures. Lidokain dosis
berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi
ventrikel, atau oleh henti jantung.
Anastesi lokal :
 Topikal 0,6-3 mg/kgBB (larutan 2%-4%)
 Blok saraf tepi/infiltrasi, 0,5-5 mg/kgBB (larutan 0,5-2%)
 Transtrakhea, 80-120 mg (2-3 ml larutan 4%)
 Nervus laringeus superior : 40-60 mg (2-3 ml larutan 2% pada
setiap sisi)
 Regional IV :
 Ekstremitas atas 200-250 mg (40-50 ml larutan 0,5%)
 Ekstremitas bawah 250-300 mg (100-120 ml larutan 0,25%)
Antiaritmik :
 Bolus IV lambat 1 mg/kgBB (larutan 1%-2%) di ikuti oleh 0,5
mg/kgBB setiap 2-5 menit (hingga maksimal 3 mg/kg/jam)
 Infus ( larutan 0,1%-0,4%), 1-4 mg/menit (20-50
µg/kg/menit)
 IM 4-5 mg/menit ; dapat diulangi 60-90 menit kemudian.
 Kurangi dosis pada manula, pasien dengan gagal ginjal,
jantung atau penyakit hati.
Bupivakain (marcain)
A. Farmakologi
 Anastesi lokal amino amida ini menstabilisasi membran
neuron dengan menginhibisi perubahan ionik terus menerus
yang diperlukan untuk memulai dan menghantarkan impuls.
 Penambahan epinefrin memperbaiki kualitas analgesik dan
meningkatkan lama efek konsentrasi bupivakain >0,5% secara
marginal.
B. Farmakokinetik
 Awitan aksi : infiltrasi 2-10 menit ; epidural 4-17 menit ;
spinal, 2-10 menit.
 Efek puncak : infiltrasi dan epidural 30-45 menit ; spinal 15
menit.
 Lama aksi : infiltrasi, epidural dan spinal 200-400 menit
(diperpanjang dengan epinefrin) , intra pleura 12-48 jam.
 Interaksi/toksisitas : kejang, depresi pernafasan, penggunaan
obat beta bloker secara bersamaan dapat meningkatkan
ambang kejang, dan pengurangan dosis pada ibu hamil.
C. Indikasi
 Penggunaan : anastesi regional.

D. Kontra indikasi
 Pada pasien hipersensitivitas terhadap anastesi lokal tipe hamida,
hipovolemia, gagal jantung kongestive berat, syok, dan semua bentuk blok
jantung.
D. Efek samping
 Hipotensi, aritmia, henti jantung, depresi pernafasan, kejang,
kelumpuhan saraf cranial.
E. Dosis
 Infiltrasi blok saraf tepi : < 150 mg (larutan 0,25%-0,5%)

 IV regional

• Ekstremitas atas : 100-125 mg (40-50 ml larutan 0,25%)

• Ekstremitas bawah : 125-150 mg (100-120 ml larutan 0,125%)

• Spinal : bolus/infus 7-15 mg (larutan 0,75%) ; anak-anak 0,5 mg/kgBB,


dengan minimum 1 mg.
 Epidural :

• Bolus 50-150 mg (larutan 0,25%-0,75%) ; anak 1,5-2,5 mg/kgBB


(larutan 0,2-0,35%)
• Infus larutan 6-12 ml/jam (larutan 0,0625-0,125% dengan atau tanpa
narkotik epidural) anak 0,2-0,35 ml/kgBB/jam.
 Dosis aman maksimum : 2 mg/kgBB tanpa epinefrin, 2-3 mg/kgBB
dengan epinefrin.
Mepivakain (carbocain,polocain)
A. Farmakologi
 Anastesi lokal amino amida ini menstabilisasi membran
neuron dan mencegah awal dan tranmisi dari impuls.
 Mempunyai lama aksi yang sedikit lebih lama dan tidak
mempunyai aktivitas vasodilator..
B. Farmakokinetik
 Awitan aksi : infiltrasi 3-5 menit ; epidural 5-15 menit.
 Efek puncak : infiltrasi dan epidural 15-45 menit
 Lama aksi : infiltrasi 0,75-1,5 jam, dengan epinefrin 2-6 jam;
epidural 3-5 jam/ diperpanjang dengan epinefrin.
 Interaksi/toksisitas : kejang, depresi pernafasan, penggunaan
obat beta bloker secara bersamaan dapat meningkatkan
ambang kejang, dan pengurangan dosis pada ibu hamil.
C. Indikasi
 Penggunaan : anastesi regional.
D. Kontra indikasi
 Pada pasien hipersensitivitas terhadap anastesi lokal tipe hamida,
hipovolemia, gangguan ritme jantung, syok, dan blok jantung berat.
E. Efek samping
 Hipotensi, bradikardi, henti jantung, depresi pernafasan, kejang,
kehilangan pendengaran, urtikaria.
F. Dosis
 Infiltrasi : 50-400 mg (larutan 0,5-1%)

 Blok pleksus brachialis 300-750 mg (30-50 ml larutan 0,5-1%) anak 0,5-


0,75 ml/kgBB.
 Epidural :

 Bolus 150-400 mg ( 15-20 ml larutan 1%-2%)

 Infus larutan 6-12 ml/jam (larutan 0,25-0,5% dengan atau tanpa narkotik
epidural)
 Dosis aman maksimum : 4 mg/kgBB tanpa epinefrin, 7 mg/kgBB dengan
epinefrin 1:200.000.
Ropivakain
A. Farmakologi
 Anastesi lokal amino amida ini menstabilisasi membran neuron
dengan menginhibisi perubahan ionik terus menerus yang diperlukan
untuk memulai dan menghantarkan impuls.
B. Farmakokinetik
 Awitan aksi : infiltrasi 2-10 menit ; epidural 4-15 menit ; spinal, 5-15
menit.
 Efek puncak : infiltrasi dan epidural 30-45 menit ; spinal 15 menit.

 Lama aksi : infiltrasi, epidural dan spinal 200-400 menit


Interaksi/toksisitas : kejang, depresi pernafasan, penggunaan obat
beta bloker secara bersamaan dapat meningkatkan ambang kejang.
C. Indikasi
 Anestesi lokal: Epidural, termasuk. untuk operasi caesar, kabel (termasuk
saraf utama dan pleksus), infiltrasi; menghilangkan nyeri akut (termasuk.
analgesia pasca operasi dan pengiriman anestesi).
D. Kontra indikasi
 Pada pasien hipersensitivitas terhadap anastesi lokal tipe hamida , gagal
jantung kongestive berat, syok, dan semua bentuk blok jantung.
E. Efek samping
 Hypo- atau hipertensi, Jenggot- atau takikardia, sakit kepala, pusing,
parestesia, sakit saraf, disfungsi sumsum tulang belakang (sindrom arteri
spinalis anterior, araxnoidit), mual, muntah, demam, retensi urin, reaksi
alergi (termasuk. syok anafilaktik).
F. Dosis
 0,2% larutan. Menghilangkan nyeri akut: tingkat lumbal epidural - bolus
- 10-20 ml (20-40 Mg); administrasi intermiten (nyeri saat melahirkan) -
10-15 ml (20-30 Mg) Interval minimum 30 m; infus kontinu untuk
analgesia persalinan - 6-10 ml / jam (12-20 Mg / h); pasca operasi
administrasi - 6-14 ml / jam (12-28 Mg / h); Thoracic analgesia epidural:
Infus kontinu setelah operasi - 6-14 ml / jam (12-28 Mg / h); konduksi
dan infiltrasi anestesi - 1-100 ml (2-200 Mg).
 0,75% larutan. Anestesi untuk operasi. Sesar bagian - 15-20 ml (113-150
Mg); Anestesi epidural thoraks untuk nyeri pasca operasi - 5-15 ml (38-
113 Mg); tingkat lumbal epidural - 15-25 ml (113-188 Mg); konduksi
dan infiltrasi anestesi - 1-30 ml (7,5-225 Mg); utama blokade pleksus
saraf (brachial) - 10-40 ml (75-300 Mg).
 1% larutan. Anestesi untuk operasi: tingkat lumbal epidural - 15-20 ml
(150-200 Mg).
Pencegahan terhadap toksisitas
 Gunakan dosis anjuran (hafal dosis maksimal).
 Aspirasi berulang-ulang setiap obat disuntikkan.
 Gunakan test dose yang mengandung epinefrin.
 Jika dibutuhkan obat dalam dosis besar atau jika obat
diberikan secara IV, (misalnya untuk anestesi regional IV)
gunakan obat dengan toksisitas rendah, dan berikan
secara bertahap dan gunakan waktu yang lebih lama
sampai mencapai dosis total.
 Obat harus selalu disuntikkan secara perlahan-lahan
(jangan lebih cepat dari 10 ml/menit)
Penanganan Reaksi Toksik pada Anestesi Lokal
 menjamin oksigenasi adekuat dengan pernafasan buatan
menggunakan oksigen
 Tremor atau kejang diatasi dengan dosis kecil “ short
acting barbiturate “ seperti penthotal ( 50-150 mg ), atau
dengan diazepam ( valium ) 5 -10 mg intravena
 Depresi sirkulasi diatasi dengan pemberian vasopressor
secara bolus dilanjutkan dengan drip dalam infuse (
efedrin, nor adrenalin, dopamine dsb. ).Pemberian bolus
efedrin 5-10 mg iv.
 Bila dicurigai adanya henti jantung ( cardiac arest )
resusitasi jantung paru harus segera dilakukan.
 Laju IVFD ditingkatkan sampai dua kali lipat sampai 0,5
mL/kg/min jika tekanan darah tetap rendah.
 Lanjutkan IVFD ± 10 menit setelah sirkulasi stabil
 Lanjutkan monitoring (>12 jam) setelah terjadi toksisitas
sistemik anestesi lokal karena depresi kardiovaskular bisa
terulang setelah pengobatan.
TERIMAKASIH 

You might also like