Professional Documents
Culture Documents
Triptase Proteolysis
Goodpasture’s
nephritis
Treatment meliputi pemberian anti-inflamasi
dan senyawa imunosupresif.
Hipersensitivitas tipe III juga dikenal sebagai
hipersensitivitas imun kompleks.
Reaksi yang terjadi bersifat umum seperti
demam akibat pemberian serum (serum
sickness) atau reaksi pada organ yang
bersifat individual misal pada kulit (systemic
lupus erythematosus, reaksi Arthus), ginjal
(nefritis lupus), paru (Aspergillosis),
pembuluh darah (poliartritis), persendian
(arthritis rematik) atau organ lain.
Reaksi ini dapat menjadi mekanisme awal
munculnya patogen yang disebabkan
berbagai mikroorganisme.
Reaksi ini diperantarai oleh imun kompleks yang
larut. Umumnya kelas IgG, kadang IgM juga bisa.
Antigen dapat berupa senyawa eksogen (infeksi
bakteri kronik, virus atau parasit), atau senyawa
endogen (autoimunitas non-organ spesifik:
seperti, systemic lupus erythematosus, SLE).
Antigen terlarut dan tidak melekat pada organ
yang terkena reaksi.
Komponen primer adalah kompleks imun terlarut
dan komplemen (C3a, C4a dan C5a).
Kerusakan disebabkan oleh platelet dan neutrofil.
Lesi mengandung neutrofil primer dan tumpukan
imun kompleks dan komplemen. Makrofag
masuk pada tahap berikutnya untuk fungsi
perbaikan/penyembuhan.
Reaksi Arthus
Reaksi ini adalah reaksi alergi tipe III lokal.
Reaksi ini merupakan reaksi yang
diperantarai oleh imun kompleks dan
melibatkan adanya timbunan/agregat dari
kompleks antigen-antibodi khususnya yang
berada di dinding pembuluh darah, serosa
(pleura, perikardium, sinovium), dan
glomerulus.
Reaksi Arthus ditemukan oleh Nicolas
Maurice Arthus pada tahun 1903. Arthus
menyuntikkan secara berulang serum kuda
secara sub kutan ke dalam kelinci. Setelah
diinjeksi, ia menemukan adanya udem dan
serum diabsorbsi secara lambat. Kemudian di
tempat injeksi berkembang menjadi gangren.
Proses
Reaksi Arthus melibatkan reaksi
pembentukan kompleks in situ dari
antigen/antibodi pada lokasi injeksi
intradermal.
Jika hewan atau pasien disensitisasi reaksi
Arthus akan terjadi.
Manifestasi sebagai reaksi vaskulitis lokal
terjadi karena adanya deposisi imun
kompleks di dalam pembuluh darah dermal.
Aktivasi komplemen dan penarikan PMN,
menyebabkan respon inflamasi.
Reaksi Arthus dapat terjadi setelah vaksinasi
Reaksi ini jarang terjadi dan dapat terjadi
setelah pemberian vaksin yang mengandung
tetanus toksoid atau difteria toksoid.
Reaksi Arthus merupakan reaksi vaskulitis
lokal yang dihubungkan dengan deposit imun
kompleks dan aktivasi komplemen. Bentuk
imun kompleks pada konsentrasi tinggi dari
antigen vaksin yang terlokalisir dan yang
bersirkulasi.
Reaksi ini ditandai dengan nyeri berat,
swelling, induration, udema, pendarahan, dan
nekrosis. Gejala dan tanda terjadi 4-12 jam.
Vaksin berisi tetanus toksoid sebaiknya tidak
diberikan lagi bagi penderita reaksi Arthus
lebih dari 10 tahun, bahkan untuk
pencegahan tetanus pada penanganan luka.
Afinitas antibodi dan ukuran dari imun kompleks
penting dalam memicu penyakit dan menentukan
jaringan yang terlibat.
Diagnosis meliputi pemeriksaan jaringan hasil biopsi
untuk deposit Ig dan komplemen melalui
imunofluoresensi.
Pewarnaan imunofluoresen pada alergi tipe III
merupakan membentuk hasil/gambaran granular
(berlawanan dengan alergi tipe II seperti pada
sindroma Goodpasture). Adanya imun kompleks
dalam serum dan penurunan kadar komplemen juga
dapat didiagnosa.
Turbiditas (kekeruhan) yang disebabkan oleh
Polietilen glikol (PEG) (nefelometri), terikat pada
komplemen C1q dan tes sel Raji (Raji cell test) juga
digunakan untuk mendeteksi adanya imun kompleks.
Treatment meliputi pemberian anti-inflamasi.
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai
hipersensitivitas yang diperantarai sel atau
hipersensitivitas tipe lambat. Contoh klasik
reaksi ini adalah reaksi tuberkulin (Mantoux)
yang akan memuncak dalam waktu 48 jam
setelah injeksi antigen (PPD atau old
tuberculin). Lesi ditandai dengan induration
dan eritema.
Reaksi alergi tipe IV melibatkan patogenesis
beberapa penyakit autoimun dan penyakit
infeksi (tuberculosis, leprosy, blastomycosis,
histoplasmosis, toxoplasmosis, leishmaniasis,
dll.) dan granuloma terjadi karena infeksi dan
antigen asing. Bentuk lain alergi tipe lambat
adalah dermatitis kontak (poison ivy, bahan
kimia, logam berat dll) dimana lesi timbul
lebih bersifat papular. Klasifikasi alergi tipe IV
tergantung pada onset dan presentasi klinik
dan histologi
Mekanisme kerusakan pada alergi ini
melibatkan limfosit T dan monosit dan/atau
makrofag.
Sel T sitotoksik (Tc) menyebabkan kerusakan
langsung, sedang sel T helper (TH1)
mensekresi sitokin yang mengaktivasi Tc dan
menarik monosit / makrofag, yang
menyebabkan perluasan kerusakan.
Lesi pada alergi tipe lambat umumnya
mengandung monosit dan sedikit sel T.