You are on page 1of 26

Junaedi, S.H.,M.Si.,LL.M.

 Politik hukum kekuasaan kehakiman di Indonesia


semenjak kemerdekaan hingga berakhirnya pemerintahan
Orde baru tidak pernah bisa mengkonstruksikan kebijakan
hukum kekuasaannya sendiri secara merdeka, tetapi
berada di bawah bayang-bayang dan pengaruh ketat
kekuasaan eksekutif.
 Di era tersebut, politik hukum dikerangka sebagai bagian
dari kekuasaan politik. Menempatkan kekuasaan
kehakiman bagian dari instrumen penguatan eksekutif.
 Banyak contoh kasus, Presiden Soekarno dan Presiden
Soeharto melakukan intervensi terhadap kekuasaan
kehakiman.
 Kekuasaan kehakiman di era Orde Lama dan Orde Baru
adalah kekuasaan kosong, karena tidak ada independensi
dalam menjalankan kewenangan.
 Kalau ada hakim-hakim yang tidak bisa diintervensi, lebih
karena kuatnya personaliti hakim-hakim bersangkutan.
 Ketidakmandirian kekuasaan kehakiman selama Orde
Lama & Orde Baru telah melahirkan pelbagai masalah
dalam tubuh pengadilan, seperti korupsi (judicial
corruption), manipulasi, dan pelbagai penyalahgunaan
wewenang lainnya. Dampaknya sangat serius, berupa
meluasnya ketidakpercayaan masyarakat pada pengadilan.
 Karena itu, tumbangnya kekuasaan Orde Baru tahun 1998
mengakhiri otoritarianisme politik dan otoritarianisme
hukum.
 Perubahan UUD 1945 menggariskan kerangka besar
politik hukum baru di Indonesia, dengan meletakkan
empat pilar perubahan:
 Pertama, mengakhiri Konstitusi yang menyangga karakter
kekuasaan yang terpusat, personal, monopolistik, tidak
terbatas, yang telah melahirkan pelbagai bentuk
penyalahgunaan kekuasaan.
 Kedua, menghapus warna UUD 1945 yang memadukan
gagasan yang saling bertentangan antara faham kedaulatan
rakyat dengan faham negara integralistik, antara faham
negara hukum dengan faham negara kekuasaan.
 Ketiga, menyempurnakan aturan dasar mengenai: (1)
Tatanan negara, (2) Kedaulatan Rakyat, (3) Hak Asasi
Manusia, (4) Pembagian kekuasaan, (5) Kesejahteraan
Sosial, (6) Eksistensi negara demokrasi dan negara hukum.
 Keempat, mempertajam dan memperkuat sistem check and
balance diantara cabang-cabang kekuasaan negara, yaitu,
Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif.
 Politik hukum dengan empat pilar perubahan tersebut
dijadikan kerangka bagi perubahan politik dari otoritarian
ke demokrasi, serta perubahan kekuasaan kehakiman dari
instrumen kekuasaan politik ke instrumen kekuasaan
hukum itu sendiri.
 Politik hukum kekuasaan kehakiman yang dimuat
dalam bab IX UUD 1945 menegaskan jaminan
kemerdekaan kekuasaan kehakiman dengan pelbagai
konsekuensi turunannya, serta dibentuknya institusi
hukum baru dalam wilayah kekuasaan kehakiman,
yaitu Komisi Yudisial (KY).
 Komisi Yudisial dimuat dalam Pasal 24-B ayat 1 dengan
wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim.
25 BAB KEKUASAAN KEHAKIMAN
Mahkamah Agung
II

Calon hakim agung


Hakim agung harus
diusulkan oleh
memiliki integritas
Komisi Yudisial
dan kepribadian
yang tidak tercela,
MA kepada DPR untuk
mendapat per-
adil, profesional,
Pasal 24A *** setujuan dan
dan berpengalaman
Umum ditetap-kan sebagai
di bidang hukum
Agama hakim agung oleh
[Pasal 24A (2)***]
Militer Presiden [Pasal 24A
TUN (3)***]

Kewajiban dan Wewenang

1. berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-


undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang [Pasal 24A (1)***];
2. mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***];
3. memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
[Pasal 14 (1)*].
III
Ketua MA

Wakil Ketua MA Yudisial Wakil Ketua MA Non Yudisial

1. Ketua Muda Perdata


2. Ketua Muda Perdata Khusus
3. Ketua Muda Pidana
4. Ketua Muda Pidana Khusus Ketua Muda Pembinaan Ketua Muda Pengawasan
5. Ketua Muda Urusan Peradilan
Agama
6. Ketua Muda Urusan Peradilan
TUN
7. Ketua MUda Urusan Peradilan
Militer

Panitera MA
Panitera MA
26 BAB KEKUASAAN KEHAKIMAN
Mahkamah Konstitusi
II

Hakim konstitusi harus


mempunyai sembilan
memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak
tercela, adil, negarawan MK orang anggota hakim
konstitusi yang ditetapkan
oleh Presiden, yang
yang menguasai konstitusi
diajukan masing-masing
dan ketatanegaraan, serta Pasal 24C ***
tiga orang oleh MA, tiga
tidak merangkap sebagai
orang oleh DPR dan tiga
pejabat negara
orang oleh Presiden
[Pasal 24C (5)***]
[Pasal 24C (3)***]

Kewajiban dan Wewenang

1. berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya


bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum [Pasal 24C (1)***];
2. wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-
Undang Dasar [Pasal 24C (2)***]. III
27 BAB KEKUASAAN KEHAKIMAN
Komisi Yudisial
II

Anggota Komisi Yudisial Anggota Komisi Yudisial


harus mempunyai
pengetahuan dan
pengalaman di bidang
KY diangkat dan
diberhentikan oleh
hukum serta memiliki Pasal 24B *** Presiden dengan
integritas dan kepribadian persetujuan DPR
yang tidak tercela [Pasal 24B (3)***]
[Pasal 24B (2)***]

Wewenang
1. mengusulkan pengangkatan hakim agung [Pasal 24B (1)***];
2. mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim [Pasal 24B (1)***].

III
 Pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan
keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung
jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan
 Profesi dibedakan atas dua hal yaitu ;
- Profesi Biasa
- Profesi Luhur (officium noble), dituntut moralitas
yang tinggi

Kuliah Perdana Mata Kuliah Tanggung Jawab


Profesi
12 May 2018 12
 Kaidah – kaidah Pokok
1. Profesi harus dipandang sebagai pelayanan dan oleh
karena itu sifat “tanpa pamrih” menjadi ciri khas
dalam mengembangkan profesi
2. Pelayanan Profesional dalam mendahulukan
kepentingan pencari keadilan mengacu pada nilai-
nilai luhur
3. Pengembangan Profesi harus selalu berorientasi
pada masyarakat secara keseluruhan
4. Persaingan dalam pelayanan berlangsung secara
sehat sehingga dapat menjamin mutu dan
peningkatan mutu pengemban profesi

Kuliah Perdana Mata Kuliah Tanggung Jawab


Profesi
12 May 2018 13
 sistem common law, hakim biasanya adalah pejabat
atau aparaturnegara tersendiri -terpisah dari pegawai
eksekutif- yang statusnya biasa disebut sebagai aparat
yudisial (judicial officer).
 Sedangkan di negara yang menganut sistem civil law,
status hakim umumnya adalah civil service/civil
servant, atau pegawai yang diadministrasikan oleh
pihak eksekutif.
 Di Indonesia terminologi ini lebih dekat untuk
ditafsirkan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
 Tanggung Jawab Moral; Tanggung jawab yang bisa
bersifat pribadi maupun kelembagaan yang
terangkum dalam Kode Etik
 Tanggung Jawab Teknis Profesi; melaksanakan tugasa
secara profesional sesuai dengan kriteria teknis. Jika
bertentangan maka disebut sebagai unprofessional
conduct
 Tanggung Jawab Hukum; tidak melanggar rambu
rambu hukum, wujud pertanggung jawabannya sanksi
(majelis kehormatan)
 Dari Penguasa (politik)
 Dari atasan langsung
 Dari Masyarakat, Demo
 Dari Pihak Berperkara
 Dari diri sendiri
1. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup yang sepadan bagi dirinya beserta
keluarga, sehingga dapat hidup dengan tenang dan mempunyai daya tahan
terhadap godaan.
2. Norma-norma yang baku dan ketentuan-ketentuan mengenai hak dan
kewajiban. Sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung
pelaksanaan tugas.
3. Pendidikan dan pembinaan yang cukup, sehingga dapat menjadi seorang
profesional yang handal.
4. Perlindungan atas pelecahan terhadap tugas hakim dan perlindungan atas
ancaman physik dan teror, serta perlindungan atas intevensi terhadap
kemandirian.
5. Pengawasan sebagai suatu sistem kontrol untuk mencegah terjadinya
penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan.
6. Pembebasan dari tuntutan ganti rugi karena adanya kesalahan dalam
perbuatan yang merupakan pelaksanaan tugasnya dalam bidang peradilan.
7. Penghargaan bagi yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik dan sanksi
bagi yang melakukan pelanggaran.
8. Meningkatkan budaya hukum masyarakat
1. Kartika : Bertaqwa
Kepada Tuhan Yang
Maha Esa
2. Cakra : Berlaku Adil
3. Candra : Bijaksana
4. Tirta : Jujur
5. Sari : Berbudi Luhur /
Berkelakuan Tidak
Tercela
 Bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi citra,
wibawa dan martabat Hakim Indonesia.
 Bahwa saya dalam menjalankan jabatan berpegang
teguh pada Kode Kehormatan Hakim Indonesia.
 Bahwa saya menjunjung tinggi dan memperhatikan
Jiwa Korps Hakim Indonesia. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa selalu membimbing saya di jalan yang
benar.”
 4 commandments for judges (Socrates)
 To Hear Courteously (Mendengarkan dengan baik)
 To Answer Wisely (menjawab dengan bijak)
 To Consider Soberly (Bijaksana menimbang)
 To Decide Impartially (Memutus dengan Adil)
 Standard Ethics oleh Maurice Rosenberg
1. Moral courage: pray for God’s guidance
2. Decisiveness: punctual and correct
3. Fair and upright
4. Patience: able to listen with mouth closed and mind open
5. Healthy; physical and mental
6. Consideration for others: kind and understanding
7. Industrious, serious not lazy, no unimportant cases;
8. Professional: neat personal appearance;
9. Dignity: honorable;
10. Dedicated, devotion as a lifetime job;
11. Loyal to courts /judiciary;
12. Active in work and professional activities’;
13. Knowledge of community and resources: guidance of society;
14. Sense of humor (not depressive);
15. Above average law school record;
16. Above average reputation for professional ability;
17. God family situation
 Pengawasan terhadap sekitar 8.500 hakim di
Indonesia sebelum adanya KY dilakukan secara
internal oleh MA.
 Tetapi karena pengawasan internal ini tidak berjalan
dengan fair, maka Komisi Yudisial diberi wewenang
untuk juga melakukan pengawasan.
 Pengawasan oleh KY dikatagorikan sebagai
pengawasan eksternal dengan fokus pada pengawasan
perilaku dalam sidang, di luar sidang dan
penyimpangan wewenang dalam putusan.
 Dalam pengawasan, Komisi Yudisial menerapkan prinsip
independensi kekuasaan kehakiman bukanlah
kewenangan absolut, tetapi relatif yang harus bisa
dipertanggungjawabkan secara hukum, moral, dan etika.
 Kemandirian kekuasaan kehakiman harus berjalan seiring
dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
 Keberadaan akuntabilitas adalah untuk memastikan bahwa
kewenangan kekuasaan kehakiman dilaksanakan dengan
baik, sumber daya dipakai secara patut, sekaligus untuk
mencegah timbulnya “tirani yudisial” yang pada akhirnya
akan menghancurkan prinsip independensi kekuasaan
kehakiman itu sendiri.
 Pedoman Pengawasan mengacu pada 10 Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim, yaitu:
1. Berperilaku adil
2. Berperilaku jujur
3. Berperilaku arif dan bijaksana
4. Bersikap mandiri
5. Berintegritas tinggi
6. Bertanggungjawab
7. Menjunjung tinggi harga diri
8. Berdisiplin Tinggi
9. Berperilaku rendah hati
10. Bersikap Profesional

You might also like