Kelompok 4 Sita Maning Wismi (201610210311114) M. Aldo Taufan (201610210311129) Karisma Tri Azmi (201610210311140) Reza Fauzi (201610210311146) Lingkungan Solusional Gunungkidul merupakan salah satu kebupaten di DIY yang hampir semua wilayahnya termasuk ke dalam topografi karst. Adanya topografi ini menjadikan gunungkidul lebih dikenal dengan sebutan daerah kapur nan gersang. Namun di balik itu semua, ternyata kawasan Gunungkidul yang mempunyai topografi karst menyimpan potensi yang besar bagi kehidupan manusia. Potensi yang dimiliki kawasan karst di Gunungkidul perlu digali agar dapat memberikan sumbangan yang besar bagi kehidupan manusia, khususnya masyrakat setempat. Penggalian potensi perlu diimbangi dengan adanya norma terhadap lingkungan. Pengertian Topografi Karst Istilah karst yang dikenal di Indonesia sebenarnya diadopsi dari bahasa Yugoslavia/Slovenia. Istilah aslinya adalah ‘krst / krast’ yang merupakan nama suatu daerah di perbatasan antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Slain itu ada pula yang menyebutkan bahwa istilah karst berasal dari bahasa Slovenia, terdiri dari kar (batuan) dan hrast (oak), dan digunakan pertama kali oleh pembuat peta- peta Austria mulai tahun 1774 sebagai suatu nama untuk daerah berbatuan gamping berhutan oak di daerah yang bergoa di sebelah Barat laut Yugoslavia dan sebelah Timur Laut Italia.Istilah karst akhirnya dipakai untuk menyebut semua daerah berbatuan gamping di seluruh dunia yang mempunyai keunikan dan spesifikasi yang sama, karena proses pelarutan (solusional), bahkan berlaku pula untuk fenomena pelarutan pada batuan lain seperti gypsum, serta batuan garam dan anhidratnya. Berdasarkan pengertian dalam ketentuan umum Kepmen ESDM nomor 1456 K/20/MEM/2000 tentang pedoman pengelolaan kawasan karst disebutkan bahwa yang dimaksud kasrt adalah bentuk bentang alam pada batuan karbonat yang bentuknya sangat khas berupa bukit lembah dolian dan goa. Syarat-syarat berkembangnya topografi karst antara lain : • Terdapat batuan yang mudah larut (dolomit dan batu gamping), • Batu gamping dengan kemurnian tinggi, • Lapisan batuan yang tebal, • Terdapat banyak retakan (diaklas), • Berada pada daerah dengan curah hujan tinggi (tropis basah), • Memiliki vegetasi penutup lahan dengan kerapatan tinggi. Potensi dan Pemanfaatan Topografi Karst di Gunungkidul a. Potensi Mineral Batuan karbonat (batu gamping) merupakan salah satu dari sumber mineral terbesar di daerah karst. Batuan ini sering digunakan sebagai ornamen/hiasan, campuran pembuatan semen, serta bahan baku industri-industri seperti untuk bahan pemutih, penjernih air dan bahan pestisida. b. Potensi Air Pada dasarnya, karena merupakan batuan yang kompak, batugamping bersifat impermeabel. Adanya sistem rekahan atau rongga-rongga pelarutan di dalamnya, menyebabkan batugamping dapat bertindak sebagai akifer yang cukup baik. Potensi air di permukaan lebih banyak diwujudkan dalam bentuk danau dolin (sering disebut telaga). Selain sungai bawah tanah, potensi air di daerah karst juga dapat diperoleh melalui mata air-mata airnya. Keunggulan mata air karst adalah waktu tundanya yang panjang antara hujan hingga keluar ke mata air karena sifat batuannya yang impermeabel. Bila waktu tunda mata air empat bulan, hujan maksimum yang jatuh Januari akan menghasilkan debit maksimum bulan Mei. Dengan demikian beberapa mata air karst justru debitnya besar saat kermarau. C. Potensi Wisata dan Ilmu Pengetahuan Keunikan daerah karst sebenarnya juga dapat dimanfaatkan sebagai daerah tujuan wisata. Apalagi, Gunung Kidul juga masih memiliki potensi wisata keindahan pantainya yang cukup terkenal (pantai Baron dan Kukup) yang bisa dijadikan ajang sebagai “teman promosi” wisata karst. Daerah karst memiliki keunikan-keunikan tersendiri yang tidak ada di daerah lain. Sebagai contoh di bawah permukaan karst, sering terdapat goa-goa beserta ornamennya yang begitu eksotis. Goa di sini tidak hanya goa horisontal, namun adapula goa vertikal yang cocok untuk para pecinta caving. Gua terbentuk pada dasarnya karena masuknya air ke dalam tanah. Di samping potensi wisata, daerah karst juga berpotensi untuk memajukan kecerdasan bangsa melalui keunikan-keunikannya yang diteliti oleh para ilmuan. Karst termasuk salah satu obyek kajian berbagai disiplin ilmu, seperti geomorfologi, hidrologi, biospeleologi, geologi, arkeologi, dan karstologi. D. Potensi Organik Meski jumlahnya kian menurun, populasi fauna-fauna daerah karst sebenarnya sangat menguntungkan manusia. Fauna-fauna yang sering dijumpai di daerah karst diantaranya, ular, walet, dan kelelawar. Keberadaan (paling tidak) tiga hewan tersebut secara tidak langsung juga mempengaruhi produksi tanaman-tanaman pangan. Sebagai contoh ular. Ular merupakan salah satu predator tikus (yang merupakan golongan hama tanaman). Menurunnya populasi ular dapat mengakibatkan menaikkan bahkan meledakkan populasi tikus yang akhirnya dapat menimbulkan kegagalan panen. E. Potensi Sosial Nilai sosial-budaya kawasan karst selain menjadi tempat tinggal juga mempunyai nilai spiritual/religius, estitika, rekreasional dan pendidikan. Banyak tempat di kawasan karst yang digunakan untuk kegiatan spiritual/religius. Banyak aspek hubungan antara manusia dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat spiritual khususnya dengan keyakinan masyarakat dengan fenomena alam di sekitarnya seperti halnya gua. Hubungan antara manusia dan alam disekitarnya pada dasarnya akan memberikan pelajaran kepada manusia bagaimana melestarikan alam dan dekat dengan Sang Penciptanya. Kendala yang Dihadapi dalam Pemanfaatan Potensi Karst Pemanfaatan potensi-potensi di atas tentunya membutuhkan modal yang tidak kecil. Potensi yang sebenarnya besar namun sulit untuk dimanfaatkan secara optimal adalah potensi air. Modal untuk memanfaatkan sungai bawah tanah secara optimal tampaknya cukup besar. Hal ini belu ditambah mulai adanya degradasi penggunaan lahan di daerah karst. Daerah karst dikenal sebagai daerah yang rentan terhadap kerusakan lahan. Hal ini disebabkan banyaknya rekahan yang menjadikan polutan sekecil apapun dapat masuk melalui pori-pori tanah dan bercampur dengan sistem sungai bawah tanah. Beberapa kegiatan seperti pertambangan, alih fungsi lahan, dan pemanfaatan potensi-potensi yang tidak berorientasi lingkungan akan memperparah degradasi lahan di daerah karst. Di dalam Karst Kelas I tidak boleh ada kegiatan usaha pertambangan, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan penelitian yang tidak merubah atau merusak bentuk-bentuk morfologi dan fungsi Kawasan Karst. Karst kelas ini merupakan kawasan yang perlu dikonservasi. Berdasarkan aturan tersebut di atas, seharusnya karst di Gunung Kidul juga harus mulai diklasifikasikan agar bagian-bagian yang harus dikonservasi maupun bagian yang dapat dimanfaatkan dapat terkontrol. Adanya pengklasifikasian diharapkan dapat mengurangi degradasi lingkungan yang mulai terjadi di daerah Karst Gunung Kidul., dari tahun 1990 sampai 2006 terjadi kerusakan setidaknya terhadap 50 bukit karst di sana. Ditengarai usaha penambangan yang tidak mengenal lagi aspek lingkungan menjadi tersangkanya. Selain penambangan, pemanfaatan lain seperti untuk tempat wisata juga perlu diperhatikan. Pemanfaatan tersebut bisa saja akan merusak ekosistem yang telah terbentuk yang selama ini sebenarnya justru menguntungkan manusia meski secara tidak langsung. Lepas dari itu semua, kunci berbagai masalah dalam pemanfaatan potensi karst dan kendalanya ini adalah kesadaran akan lingkungan dan adanya rantai kemiskinan yang telah melingkar. Kesadaran lingkungan yang kurang sebenarnya adalah dampak ketidaktahuan masyarakat terhadap suatu hal. Akibatnya dia tidak tahu apakah yang diperbuatnya itu merugikan atau tidak. Sumber ketidaktahuan tersebut adalah lingkaran kemiskinan yang melingkar di beberapa wilayah tidak hanya di Gunung Kidul, tetapi juga di berbagai wilayah di negeri ini. Agar pemanfaatan potensi topografi karst di Gunungkidul dapat berjalan maksimal, maka diperlukan bantuan berbagai pihak dalam rangka memaksimalkan potensi yang ada namun tetap mengikuti norma lingkungan.