Pajakkel 2

You might also like

You are on page 1of 16

REKONSIALISASI LAPORAN KEUANGAN

KOMERSIAL KE LAPORAN KEUANGAN FISKAL


Disusun Oleh :
Ersa Kusumawardani 0115103003
Devi Paramita 0115103057
Nani Sumarni 0115104005
Gregorius Angga A 0117124056
REKONSILIASI FISKAL
• Pengertian
• Rekonsiliasi fiskal adalah suatu mekanisme penyesuaian
pelaporan keuangan wajib pajak badan menurut ketentuan
komersial diubah menjadi menurut ketentuan perpajakan
atau fiskal. Rekonsiliasi fiskal pada hakikatnya adalah
merupakan proses untuk mendapatkan angka laba fiskal atau
laba kena pajak dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian
terhadap laba komersial atau laporan laba rugi. Proses
rekonsiliasi fiskal ini umumnya dilakukan oleh Wajib Pajak
yang berbentuk perusahaan. Rekonsiliasi yang dilakukan akan
menghasilan koreksi fiskal yang akan mempengaruhi besarnya
laba kena pajak serta Pajak Penghasilan (PPh) terutang.
REKONSILIASI FISKAL
• Rekonsiliasi dilakukan terhadap pos-pos biaya dan pos-pos
penghasilan dalam Laporan keuangan Komersial, antara lain
:
1.Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang dikenakan PPh Final.
2.Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang bukan merupakan
objek pajak.
3.Wajib Pajak mengeluarkan biaya-biaya yang sebenarnya tidak
boleh menjadi pengurang penghasilan bruto.
4.Wajib pajak menggunakan metode pencatatan yang berbeda
dengan ketentuan pajak.
5.WP mengeluarkan biaya-biaya yang dikeluarkan bersama-
sama untuk mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan
PPh Final atau pendapatan yang bukan Objek Pajak serta
pendapatan yang dikenakan PPh non Final.
LAPORAN KEUANGAN FISKAL
• Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai
peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan penghitungan
pajak.
• Pendekatan penyusunan laporan keuangan fiscal sebagai solusi antara
ketentuan akuntansi dan pajak yaitu :
1.Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktek akuntansi, Dalam
pendekatan ini laporan keuangan fiscal murni disusun atas dasar perpajakan.
Dengan demikian dalam melakukan pembukuan perusahaan menyusun
laporan harus menurut ketentuan perpajakan dan menurut praktek
pembukuan.
2.Ketentuan pajak untuk tujuan penyusunan laporan keuangan merupakan
standar indepensi dari prinsip akuntansi, dalam pendekatan ini perusahaan
bebas untuk menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsif dan metode
akuntansi.
3.Ketentuan pajak merupakan sisipan terhadap standar akuntansi,
pendekatan ini laporan keuangan atas dasar standar akuntansi. Tetapi
preferensi di berikan kepada ketentuan pajak apabila tidak sesuai dan
sejalan dengan standar akuntansi.
SUSUNAN LAPORAN KEUANGAN FISKAL

1.Input berupa dokumen dasar

2.Dicatat dalam buku harian jurnal

3.Diklasifikasikan dengan pencatatan posting pada buku


besar

4.Untuk pengawasan, konfirmasi, dan klarifikasi maka di


buat buku tambahan, seperti piutang, hutang dll

5.Akhir periode akuntansi di susun neraca percobaan yang


di sesuaikan terhadap fakta pada akhir tahun dan catatan
penutup.
LAPORAN KEUANGAN FISKAL

6.Dari neraca percobaan tersebut


dibuat laporan keuangan komersial

7.Rekonsiliasi antara laporan keuangan


komersial dan fiscal di atur dalam
ketentuan perpajakan

8.Setelah laporan keuangan diatur


dalam kketentuan perpajakan akan
menghasilkan laporan keuangan fiscal.
KEBIJAKAN FISKAL
• Kebijakan fiscal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah
untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan
pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Pemerintah menjalankan
kebijakan fiskal adalah dengan maksud untuk mempengaruhi
jalannya perekonomian atau dengan perkataan lain, dengan
kebijakan fiskal pemerintah berusaha mengarahkan jalannya
perekonomian menuju keadaan yang diinginkannya.

• Dengan melalui kebijakan fiskal, antara lain:


1.Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional,
2.Dapat mempengaruhi kesempatan kerja,
3.Mempengaruhi tinggi rendahnya investasi nasional,dan dapat me
mpengaruhi distribusi penghasilan nasional.
JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
• Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan
baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi
komersial dengan perpajakan (fiskal) yang
menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu:
• 1. Beda Tetap (Permanen)
• 2. Beda Waktu (Temporer)
BEDA TETAP (PERMANEN)
• Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara
akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya permanen artinya koreksi
fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :
• A. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh
bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau
Badan Usaha Milik Daerah
• B. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh
telah dikenakan PPh Final, contohnya:
• Bunga Deposito dan Tabungan lainnya, Penghasilan berupa hadiah undian, dll.
• C. Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena menurut akuntansi
komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan biaya yang
dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya:
• Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ;
• - yang bukan objek pajak
• - yang pengenaan pajaknya bersifat final
• - yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan
• Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan, Pajak Penghasilan, dll.
BEDA TETAP (PERMANEN)
“Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi
negatif atau koreksi positif. Koreksi negatif artinya penghasilan
yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus
dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun
karena telah dikenakan PPh final, menyebabkan laba kena
pajak berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh
terutang lebih kecil. Sedangkan koreksi atas beda tetap biaya
akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang diakui oleh
akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi, akan
menyebabkan laba kena pajak bertambah yang akhirnya akan
menyebabkan PPh terutang menjadi lebih besar.”
BEDA WAKTU (TEMPORER)
• Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi
komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal
yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.

• Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena : Penerimaan
penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun.Secara akuntansi komersial penghasilan tersebut
harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with
revenue.Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus
pada saat diterima.

• Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
• a) Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penyusutan
yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
• b) Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh metode
penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO
• c) Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang tak
tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu dan sebagainya
BEDA WAKTU (TEMPORER)
• Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan
koreksi positif pada saat penghasilan diterima dan akan
menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun
berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba
kena pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif
tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena
pajak akan berkurang. Koreksi atas beda waktu biaya
dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi
negatif tergantung dari metode yang digunakan.
KOREKSI FISKAL
Koreksi Positif Koreksi Negatif
• Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang • Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang
mengakibatkan adanya pengurangan biaya mengakibatkan adanya penambahan biaya
yang telah diakuai dalam laporan laba rugi yang telah diakui dalam laporan laba rugi
secara komersial menjadi semakin kecil secara komersial sehingga semakin besar
apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan
mengakibatkan adanya penambahan mengakibatkan adanya pengurangan
Penghasilan Kena Pajak. Koreksi fiskal positif Penghasilan Kena Pajak.Koreksi fiskal negatif
diantaranya: diantaranya:

• Biaya yg dikeluarkan untuk kepentingan • Penyusutan/amortisasi


pemegang saham • Penghasilan yang ditangguhkan
• Pembentukan atau pemupukan dana pengakuannya
cadangan • Dan lain - lain
• dll • Penyusutan bisa menimbulkan koreksi
negatif atau positif tergantung hasil
perhitungan apa lebih besar atau malah lebih
kecil.
TEKNIK REKONSILIASI FISKAL
• Penghasilan
• Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal, rekonsiliasi
dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari penghasilan menurut
akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
• Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui menurut fiskal, rekonsiliasi
dilakukan dengan menambahkan sejumlah penghasilan tersebut pada penghasilan menurut
akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi.
• Pasal 4 ayat (1) yang berisi : yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan konomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
• keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal;
• keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
• keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan
usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
• keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang
diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan,
badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak pihak yang bersangkutan; dan
• keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda
turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. Dll
CONTOH SOAL DEMONSTRASI
..\..\..\Desktop\contoh soal.docx

You might also like