Professional Documents
Culture Documents
Asma Vien Dina Bulkis
Asma Vien Dina Bulkis
Definisi
• Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran pernapasan yang
menyebabkan hiperresponsif, obstruksi, dan aliran udara yang terbatas
disebabkan oleh bronkokonstriksi, penumpukan mukus, dan proses
inflamasi.
• Asma merupakan penyakit heterogen yang ditandai dengan adanya
inflamasi saluran napas kronis. Asma didefinisikan adanya gejala gejala
seperti mengi, sesak napas, chest tightness dan batuk yang bervariasi
waktu dan intensitasnya, bersamaan dengan limitasi aliran udara ekspirasi.
Variasi ini seringkali dicetuskan oleh exercise, paparan allergen atau iritan,
perubahan cuaca, atau infeksi pernapasan karena virus.
Epidemiologi
• Terjadi sebanyak 1-18% populasi pada beberapa negara.
• Asma merupakan salah satu penyakit kronis secara global dan terjadi pada sekitar 300 juta
orang.
• Prevalensinya semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir, dan sekarang jumlahnya mulai
stabil, yaitu sebanyak 10-12% pada dewasa, dan 15% pada anak-anak.
• Prevalensi asma pada negara berkembang lebih sedikit daripada negara maju.
• Adanya atopy dan kondisi alergi lainnya meningkatkan prevalensi asma. Asma juga sering
terjadi pada perokok.
• Pada anak-anak, lebih banyak terjadi pada laki-laki (2:1) tetapi rasio pada orang dewasa sama
besarnya.
• Mortalitas akibat asma tampak pada tahun 1960 di beberapa negara yang berkaitan dengan
peningkatan penggunaan short-acting beta 2 adrenergic agonist, tapi penggunaan inhaler
corticosteroid (ICSs) pada pasien dengan asma yang persisten menurunkan mortalitas.
Etiologi dan Faktor Risiko
Diagnosis
• Diagnosis asma ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Selain
penegakan diagnosis asma, tanyakan mengenai frekuensi serangan asma untuk
menentukan klasifikasi asma. Gejala, tanda, dan factor risiko yang mengarah ke
diagnosis asma, diantaranya:
1. Mengi saat ekspirasi
2. Riwayat: batuk lebih berat saat malam hari, mengi berulang, sulit bernapas,
dada seperti diikat
3. Timbul atau makin berat saat malam hari
4. Gejala semakin berat pada musim tertentu
5. Riwayat eksim. Keluarga ada riwayat asma atau atopi
6. Semakin berat saat terpapar factor risiko (alergen): debu, tungau, hewan,
jamur, bahan kimia, aerosol, asap rokok, biomass fuel, perubahan cuaca, obat
(aspirin, beta blocker), olahraga, polen, infeksi pernapasan, stress semosional
Pola gejala pernapasan yang merupakan karakteristik asma:
• Lebih dari satu gejala (mengi, dyspnea, chest tightness, batuk) khususnya pada orang
dewasa.
• Gejala ditimbulkan oleh infeksi virus, exercise, paparan allergen, perubahan cuaca, tertawa,
atau iritan seperti tungau, asap rokok, atau bau-bauan yang menyengat.
• Sesak napas yang disertasi dengan pusing, kepala terasa ringan, atau paresthesia
• Nyeri dada
• Mulai adanya gejala pernapasan sejak anak-anak, riwayat rhinitis alergi atau eczema, atau
riwayat asma atau eczema pada keluarga meningkatkan probabilitas gejala pernapasan
karena asma. Meskipun demikian, tanda tersebut tidak spesifik untuk asma dan tidak muncul
pada semua fenotip asma.
Pemeriksaan Fisik:
• Biasanya dalam batas normal. Hal yang paling sering muncul pada pasien dengan asma yaitu
adanya mengi pada saat ekspirasi (ronchi) yang terdengar pada saat dilakukannya auskultasi,
akan tetapi, hal ini dapat tidak ada atau hanya terdengar pada saat ekspirasi kuat. Mengi
juga dapat tidak terdengar pada saat eksaserbasi berat, akibat berkurangnya aliran udara
yang berat (silent chest), tapi bisa juga muncul gagal napas. Crackles (krepitasi) dan mengi
saat inspirasi bukan merupakan tanda asma. Pemeriksaan hidung dapat menunjukkan
adanya tanda dari rhinitis alergi atau polip hidung.
Tes fungsi paru
1. Spirometri
Menilai hambatan aliran udara dan reversibilitas. Jika peningkatan FEV1 ≥ 12%
dan ≥ 200 cc setelah pemberian bronkodilator, hasilnya reversible. Pemeriksaan
bertujuan untuk menegakkan diagnosis, menilai derajat berat asma dan
pemantauan. Dilakukan pada saat awal, setelah stabil pasca tatalaksana
eksaserbasi, dan berkala setiap 1-2 tahun untuk mengetahui perjalanan penyakit.
Dilakukan pada pasien berusia lebih dari 5 tahun.
2. PEF (peak expiratory flow)
Menegakkan diagnosis dan monitoring. Idealnya hasil PEF dibandingkan dengan
hasil PEF yang dilakukan pasien sendiri setiap harinya dengan peak flow meter.
Diagnosis asma, jika didapatkan hasil:
• Peningkatan 60 cc/menit setelah inhalasi berokodilator ≥ 20% dibandingkan
PEF sebelum pemberian bronkodilator.
• Atau variasi diurnal, PEF ≥ 20% (dengan dua kali pembacaan setiap harinya)
Diagnosis Banding
Asthma Control
• Seberapa jauh efek asma dapat terlihat pada pasien, atau sudah berkurang
atau hilang dengan pemberian terapi. Asthma control terdiri dari 2 domain:
symptom control dan risk factors for future poor outcomes.
• Saat asma di diagnosis, fungsi paru sangat berguna untuk menjadi indicator
risiko asma dimasa depan. Harus dicatat pada saat diagnosis, 3-6 bulan
etelah memulai terapi, dan setelahnya secara periodic.
• Dapat diukur secara retrospektif dari tingkat terapi yang dibutuhkan untuk
control gejala dan eksasebasi. Mild asma merupakan asma yang dapat
dikontrol dengan terapi step 1 atau 2. Severe asma membutuhkan terapi 4
atau 5, untuk memertahankan control gejala. Asma yang tidak terkontrol
bisa jadi karena kurangnya pengobatan yang diberikan.
Penatalaksanaan
Asma
Berdasarkan Gina 2017
Prinsip Umum
• Tujuan jangka panjang dari penatalaksanaan asma adalah mengontrol
gejala dan mengurangi resiko. Tujuannya adalah untuk mengurangi
gangguan terhadap pasien dan resiko terhadap eksaserbasi, kegagalan jalan
nafas, dan efek samping obat. Tujuan pasien sendiri terhadap asma yang
mereka miliki beserta penatalaksanaannya harus diidentifikasi.
Prinsip Umum
• Population-level recommendations ( penatalaksanaan paling baik
dalam populasi pasien)
o Obat. Setiap pasien dengan asma harus memiliki obat reliever, dan hampir
semua orang dewasa dan remaja dengan asma harus memiliki obat
controller
o Inhaller skill
o Adherence
o Self-monitoring
o Regularmedical review
Pengobatan awal controller
• Untuk hasil yang baik, pengobatan controller sehari-hari yang regular
harus diawali secepat mungin setelah diagnosis asma sudah tegak, karena:
pengobatan dini dengan dosis KSI menyebabkan fungsi paru lebih baik
dibandingkan dengan apabila gejala hadir lebih dari 2-4 tahun.
Review respon setelah dua sampai tiga bulan, atau tergantung urgensi
klinis
Pasien sebaiknya dilihat 1-3 bulan setelah pengobtan dimulai dan setiap 3-
12 bulan setelah itu, kecuali dalam kehamilan ketika mereka harus ditinjau
setiap 4-6 minggu.
Frekuensi dari peninjauan tergantung dari level control awal pasien, respon
pengobatan sebelumnya, dan kemampuan serta keinginan untuk menggali
self-managemen dengan action plan pasien.
• Stepping up pengobatan asthma
Sustained step-up (untuk paling sedikit 2-3 bulan) : jika gejala dan/atau
eksaserbasi menetap meskipun 2-3 bulan dari pegobatan controller, evaluasi
masalah dibawah ini sebelum mempertimbangkan step –up : teknik inhaler
yang salah, kepatuhan yang buruk, factor resiko yang dapa dimodifikasi (co:
merokok), gejala karena komorbid ( co: rhinitis allergic)
Short-term step-up ( untuk 1-2 minggu) oleh klinisi atau pasien dengan
action plan asma tertulis, Contoh: selama infeksi virus atau alergen
Choose
Check
Correct
Confirm
• Aktifitas fisik
• Occupational asthma
• Obesitas
• Orang tua
• GERD
• AERD
• Operasi
EKSASERBASI
ASMA
ASTHMA FLARE-UPS
(EXACERBATION)
• Eksaserbasi adalah suatu perburukan gejala dan fungsi paru dari biasanya,
baik akut maupun subakut; kadang-kadag merupakan presentasi awal dari
asma
• PEF <= prediksi atau personal best, walau setelah pemberian terapi
inisial
• Tidak ada perbaikan dalam 2-6 jam setelah meminum glukokortikoid oral
• Tingkatkan controller: tingkatkan KSI secara cepat hinga maksimal 2000 mcg
ekuivalen BDP. Pilihan bergantung pada pengobatan controller biasa, sebagai
berikut:
• KSI: setidaknya 2x dosis, pertimbangkan peningkatan ke dosis tinggi
• KSI pemeliharaan/formoterol: 4x dosis pemeliharaan KSI/formoterol (hingga maks
dosis formoterol 72 mcg/ hari)
• KSI pemeliharaan/salmeterol: naikkan setidaknya hingga ke formulasi dosis yang
lebih tinggi, pertimbangkan penambahan KSI inhaler terpisah untuk mencapa dosis
tinggi KSI
• KSI pemeliharaan dan reliever/formoterol: lanjutkan dosis pemeliharaan;
tingkatkan KSI sesuai kebutuhan/formoterol (maks formoterol 72mgg/hari)
• Kortikosteroid oral (lebih disukai dosis pagi)
• Dewasa: prednisolon 1mg/kg/hari hinga 50 mg, biasanya 5-7 hari
• Anak: 1-2mg/kg/hari hingga 40mg, biasanya 3-5 hari
• Tapering tidak diperlukan bila diberikan kurang dari 2 minggu.
Terapi
Pemberian serangan
• inhalasi SABA denganasma yang
dosis adekuat. tepat
Mulai dengan 2-4 puff tiap
20 menit dalam 1 jam pertama. Eksaserbasi ringan 2-4 puff setiap 3 jam.
Eksaserbasi sedang, 6-10 puff setiap 1-2 jam
• Glukokortikoid oral diindikasikan pada asma eksaserbasi sedang atau berat,
riwayat penggunaan steroid sebagai obat rutin, tidak responsif dengan
bronkodilator. Dosis prednisolon (ekuivalen): 0,5-1mg/kgBB selama 24 jam
• Pemakaian oksigen. Terutama pada pasien hipoksemia
• Kombinasi terapi B2 agonis/antikolinergik, berkaitan dengan waktu
hospitalisasi yang cepat dan peningkatan PEF atau FEV1
• Metilsantin, tidak direkomendasikan jika digunakan sebagai tambahan pada
inhalasi B2 agonis dosis tinggi. Teofilin dapat digunakan jika inhalasi B2
agonis tidak ada. Jika pasien memiliki riwayat penggunaan teofilin, lakukan
pemeriksaan kadar teofilin serum sebelum dilakukan pemberian short acting
teofilin
• Eksaserbasi berat yang tidak berespon dengan bronkodilator dan
glukokortikoid sistemik, berikan 2 gram MgSO4 IV (terbukti menurunkan
hospitalisasi)
Terapi yang tidak direkomendasikan
saat eksaserbasi
• Sedatif
• Mukolitik
• Fisioterapi dada
• Hidrasi dengan volume cairan yang banyak pada dewasa dan anak yang
lebih tua
• Epinefrin/adrenalin
Follow up setelah eksaserbasi
Review:
Diskusikan penggunaan obat karena kepatuhan KSI dan KSO bisa turun
hingga 50% dalam 1 minggu setelah eksaserbasi