You are on page 1of 12

PENTINGNYA MAKANAN HALAL

DITINJAU DARI HUKUM SYARI’AT ISLAM

DISAMPAIKAN DALAM ACARA

SEMINAR PANGAN HALAL

AULA KANTOR CAMAT SIBOLGA SELATAN


AHAD, 20 MEI 2018

MUSTOFA NASUTION, SHI


Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Sibolga
0812 6337 0012
DAFTAR ISI
1. Latar belakang
2. DALIL: al-Qur’an dan al-Hadis
3. Makanan Halal dan Hukum Syari’at Islam
4. Kriteria Makanan Halal
5. Pentingnya Makanan Halal
6. Langkah-langkah Memperoleh Sertifikasi Halal
MUI
7. Penutup
#1: Latar Belakang
Makanan merupakan keperluan yang sangat penting bagi
manusia. Dalam memilih makanan, kebanyakan konsumen lebih
mengutamakan cita rasa makanan dan kurang memperdulikan
kehalalannya. Dalam ketentuan halal, haram, dan syubhat
terkandung nilai spritual serta mencerminkan keluhuran budi
pekerti dan akhlak seseorang. Oleh karenanya, syari’at Islam
menaruh perhatian yang sangat tinggi dalam menentukan makanan
mimunan itu halal, haram, atau meragukan (syubhat). Penelitian
yang dilakukan Kementerian agama di kota-kota besar di Indonesia
pada tahun 2013 menunjukkan bahwa hanya berkisar 73%-79%
konsumen yang memperhatikan label halal pada makanan,
minuman, obat-obatan dan kosmetika.

(Muchith A Karim (Edit), Perilaku Komunitas Muslim Perkotaan Dalam Mengonsumsi Produk Halal (Jakarta: Badan Litbang
dan Diklat Kemenag RI, cet. I, 2013), hlm. 108.)
Oleh karena itu, untuk menghilangkan atau setidaknya untuk
mengurangi kesulitan ini, umat Islam hendaknya meneliti terlebih
dahulu apakah produk yang akan dikonsumsi itu sudah memperoleh
Sertifikat Halal (SH) dari lembaga yang berkompeten atau belum.
Lembaga ini adalah Lembaga Pengawasan dan peredaran Obat
dan Makanan-Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI). Jika sudah,
kiranya tidak perlu meragukan kehalalannya. Sebab pada
umumnya, lembaga tersebut sangat berhati-hati dan tidak akan
memberikan Sertifikat Halal (SH) kecuali untuk produk yang sudah
benar-benar diyakini kehalalannya. Di sinilah letak urgensi sertifikat
halal.

(Ibid. hlm. xvi-xvii.)


#2: DALIL : Al-Qur’an/al-Hadis
A. al-Qur’an

- QS. al-Baqarah [2] ayat 168


- QS. al-Baqarah [2] ayat 172
- QS. al-Mukminun [23] ayat 51
- dll

B. al-Hadis
- HR. at-Thabrani
- HR. at-Tirmidzi dan Ibn Majah
- HR. Abu Na’im
- dll
#3: Makanan Halal dan Hukum Syari’at
Islam
 Makanan (‫ )الطعام‬adalah: barang yang dimaksudkan untuk dimakan atau diminum
oleh manusia, serta bahan yang digunakan dalam produksi makanan dan minuman.
Sedangkan Halal (‫ )حالل‬adalah sesuatu yang jika digunakan tidak mengakibatkan
mendapat siksa (dosa).

 Makanan halal adalah sesuatu yang diperbolehkan oleh syariat Islam untuk
dimakan, diminum, dilakukan, digunakan, atau diusahakan, karena telah terurai
ikatan yang mencegahnya atau unsur yang membahayakannya dengan disertai
perhatian cara memperolehnya.

#Pada Asalnya, segala sesuatu yang diciptakan Allah Swt itu halal, tidak ada yang
haram, kecuali jika ada nash (‫)دليل‬ yang shahih dan sharih (jelas
maknanya) yang mengharamkannya. Sebagaimana dalam sebuah kaidah fikih:
.‫تحريمه‬ ‫ قبل الدليل على‬,‫األصل في األشياء اإلباحة‬
“Pada asalnya, segala sesuatu itu boleh (mubah) sebelum ada dalil yang
mengharamkannya”.
#Hukum Syari’at Islam adalah hukum-hukum yang diadakan oleh Allah Swt untuk hamba-
Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan
(aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan ‘amaliyah (perbuatan).

Benda-benda yang dimakan di permukaan bumi ini, secara terperinci terangkum pada tiga
bagian:
1. Dari hewan-hewan atau binatang (hewani)
2. Adakalanya dari tumbuh-tumbuhan (nabati)
3. Dan adakalanya terdiri dari tambang seperti garam, tanah liat dan lain sebagainya.

#4: Kriteria Makanan Halal dalam Syari’at


Islam
Syarat-syarat produk pangan halal menurut syari’at Islam ada enam:
1. Halal dzatnya
2. Halal cara memperolehnya
3. Halal dalam memprosesnya
4. Halal dalam penyimpanannya
5. Halal dalam pengangkutannya, dan
6. Halal dalam penyajiannya.
#5: Pentingnya Makanan Halal
Dalam ajaran (hukum) Islam, persoalan halal dan haram sangat penting dan
dipandang sebagai inti keber-agamaan, karena setiap muslim yang akan melakukan atau
menggunakan, terlebih lagi mengkonsumsi sesuatu sangat dituntut oleh agama untuk
memastikan terlebih dahulu kehalalan dan keharamannya. Jika halal, ia boleh (halal)
melakukan, menggunakan atau mengkonsumsinya, namun jika jelas keharamannya, harus
dijauhkan dari diri seorang muslim. Sebagaimana dalam hadis Ibnu Mas’ud r.a. berikut:
.)‫ (رواه الطبراني‬.‫ طلب الحالل فريضة على كل مسلم‬:‫عن ابن مسعود‬
“mencari yang halal itu wajib (fardhu) atas setiap muslim”.

juga dari hadis Abu Na’im, berikut:


.‫من أكل الحالل أربعين يوما نور هللا قلبه و أجرى ينابيع الحكمة من قلبه على لسانه‬
)‫(رواه أبو نعيم‬
“barangsiapa makan yang halal selama empat puluh hari, maka Allah akan menerangi
hatinya dan Dia akan mengalirkan sumber-sumber hikmah dari hatinya atas lidahnya”.
Sebaliknya makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika yang
haram memiliki dampak negatif bagi yang mengkonsumsinya baik fisik maupun
mental. Dampak itu antara lain:
1. Merusak jiwa
2. Mengganggu kesehatan
3. Memubazirkan harta dan barang
4. Menimbulkan permusuhan dan kebencian
5. Menghalangi mengingat Allah
6. Menimbulkan keresahan dalam masyarakat
7. Do’anya tidak terkabul.

Bahkan dalam hadis riwayat at-Tirmidzi dijelaskan:


)‫ (رواه الترمذي‬.‫كل لحم نبت من حرام فالنار أولى به‬
“setiap daging yang tumbuh dari makanan haram, maka neraka lebih
utama dengannya (lebih baik membakarnya)”.

(Ardiansyah (Edit), Kitab Al-Majmu’ Jilid IX: Kumpulan Makalah Muzakarah MUI Sumatera Utara (Medan:
MUI Prov.Sumut, 2017), hlm. 77.)
#6: Langkah-Langkah Memperoleh Sertifikasi Halal
MUI
Produsen yang menginginkan sertifikasi halal mendaftarkan ke sekretariat
LPPOM MUI dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Langsung mendatangi kantor sekretariat LPPOM MUI terdekat untuk melakukan
pendaftaran dan pembelian formulir.
2. Mendaftar dan mengisi form pendaftaran serta melengkapi dokumen-dokumen
seperti data perusahaan, jenis dan nama produk, bahan-bahan yang digunakan
serta mempersiapkan sistem jaminan halal. Form yang telah diisi beserta
dokumen pendukung diserahkan ke kantor sekretariat LPPOM MUI terdekat.
3. Pada saat pelaksanaan audit ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh
perusahaan atau yang mengajukan permohonan pembuatan sertifikasi halal
seperti honor auditor, transportasi dari dan menuju pabrik, akomodasi
(penginapan dan makanan).
4. Pembahasan laporan hasil audit dalam rapat auditor LPPOM MUI dan analisa
laboratorium bila diperlukan.
5. Rapat penentuan halal produk dalam sidang komisi fatwa MUI berdasarkan
laporan temuan hasil audit.
6. Membayar biaya sertifikasi halal.
7. Sertifikasi halal dikeluarkan oleh MUI setelah ditetapkan status kehalalannya
oleh komisi fatwa MUI
#Logo resmi Halal MUI–dibumbuhi “No: [Sertifikat Number]“

“PASTIKAN ANDA TELAH MENGKONSUMSI YANG HALAL”


Kota Sibolga, 20 Mei 2018
Adapted from the Net Mustofa Nasution, SHI

You might also like