You are on page 1of 17

EKAWAHYULIANA

NOVIN C. ANASTHASYA
PUTRI NANDAAFIYAH
WAYAN SUDARSANA
PUPUT
Inventory (persediaan)
Persediaan (inventory), dalam konteks produksi, dapat
diartikan sebagai sumber daya menganggur (idle resource).
Sumber daya menganggur ini belum digunakan karena
menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud proses lebih
lanjut disini dapat berupa kegiatan produksi seperti
dijumpai pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran
seperti dijumpai pada sistem distribusi ataupun kegiatan
konsumsi seperti pada sistem rumah tangga.
Chase mengemukakan bahwa persediaan adalah the stock of any
item or resource used in an organization. Stock disini dapat
berarti:
Persediaan Bahan Mentah (Raw Materials)
Persediaan Bahan Pembantu atau Penolong
(Supplies)
Persediaan Barang Dalam Proses (Work in
Process)
Persediaan Komponen-komponen Rakitan
(Components Parts)
Persediaan Barang Jadi (Finished Goods)
Biaya Pengadaan Persediaan
Biaya pemesanan
Harga barang
Biaya penyimpanan
Biaya tetap persediaan
Biaya modal
Pajak
Biaya penyimpanan tambahan
Biaya kekurangan persediaan
Model pengendalian persediaan mengasumsikan bahwa permintaan
suatu produk bersifat dependen atau independen terhadap
permintaan produk lainnya.
Sistem persediaan untuk permintaan dependen berarti permintaan
suatu produk berkaitan dengan permintaan produk lainnya.
Permintaan untuk produk bersifat dependen terjadi bila hubungan
antar produk dapat ditentukan. Misalnya pada produsen mobil,
permintaan ban mobil dan radiator tergantung produksi mobil itu
sendiri. Oleh karenanya bila manajemen telah membuat peramalan
tentang permintaan barang jadi, maka jumlah yang diperlukan untuk
setiap komponen dapat dihitung, komponen semuanya bersifat
dependen. Sedangkan independent demand bersifat sebaliknya.
Dalam permintaan independen digunakan persediaan seperti konsep
EOQ (Economic Order Quantity), (Production Order Quantity) dan
Quantity Discount, sedangkan dalam permintaan dependen
menggunakan teknik yang dikenal dengan MRP (Material
Requirement Planning) atau Perencanaan Kebutuhan Material (PKM).
Sistem Klasifikasi ABC
Dalam klasifikasi ini, bahan baku yang ada dalam perusahaan
secara umum akan dipisahkan menjadi 3 bagian, yaitu:
 Kelas A, merupakan bahan baku dengan jumlah unit fisik
(volume) yang kecil atau rendah, namun jumlah
rupiahnya yang tinggi.
 Kelas B, merupakan bahan baku dengan volume dan nilai
rupiah sedang. Namun kuantitas order dan penentuan
pembelian kembali (reorder point) akan diperhitungkan
dengan baik, sehingga biaya pengadaan persediaan dapat
ditekan seminimal mungkin
 Kelas C, merupakan bahan baku dengan jumlah unit fisik
(volume) yang besar, namun jumlah rupiahnya yang
rendah.
EOQ(Economic Ordering Quantity) / JumlahOptimal
Barang Per Pesanan
Dan perhitungan matematis dapat diketahui besarnya EOQ, menggunakan
rumus di bawah ini:

EOQ = Jumlah pesanan yangekonomis


D = Demand (Kebutuhan barang per Satuan waktu
dalam unit barang per-satuan waktu)
S = Ordering Cost (Biaya pesanan untuk setiap kali
pesan (dalam Rp.)
H = Holding Cost (Biaya Penyimpanan dalam Rp. Per
unit barang per Satuan waktu).
Contoh:
Diketahui:
Permintaan tahunan = 1.000units
Days per year considered in average daily demand =
365
Biaya pesanan = $10
Biaya penyimpanan = $2.50
Lead time = 7 days
Biaya per unit = $15
Penyelesaian :
Q opt = = = 89.443 units or 90 units

Reorder point (R / )
R= = 2.74 units/day

Lead time= 2.74 units/day (7 days) = 19. 18 or 20 units

Ketika tingkat persediaan mencapai 20 unit, maka lakukan pesanan


sebanyak 90 unit.
Diagram Persediaan Dengan ModelEOQ

Model EOQ berdasarkan model jumlah pesanan tetap seperti nampak


bahwa Q (Economic Order Quantity) adalah jumlah pesanan tetap yang
dilakukan setiap melakukan pesanan, R (Reorder Point) adalah titik
pesanan kembali artinya sisa berapa persediaan bahan baku digudang
digudang yang optimal sehingga bisa dilakukan pengisian kembali. Sedang
L (Lead Time) adalah waktu menunggu datangnya bahan baku di
perusahaan.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
persoalan utama dalam pengendalian persediaan (stock-control) adalah
untuk mendapatkan sistem pengadaan persediaan yang paling ekonomis.
Material Requirement Planning (MRP) atau Perencanaan
Kebutuhan Material (PKM)
Raturi & Evants, (2005) mendefinisikan MRP sebagai suatu
teknik atau set prosedur yang sistematis untuk penentuan
kuantitas serta waktu dalam proses perencanaan dan
pengendalian item barang (komponen) yang tergantung pada
item-item tingkat (level) yang lebih tinggi (dependent demand).
Ada 4 kemampuan yang menjadi ciri utama dan sistem MP
yaitu:
1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.
2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item.
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan.
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas
suatu jadwal yang sudah direncanakan.
Proses MRP terbagi atas input, proses dan output.
Konsep Input MRP
Input yang dibutuhkan dalam konsep MRP, yaitu sebagal berikut:
Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule), merupakan ringkasan skedul
produksi produk jadi untuk periode mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan
pelanggan atau peramalan permintaan. JIP berisi perencanaan secara mendetail
mengenai jumlah produksi yang dibutuhkan untuk setiap produk akhir beserta peniode
waktunya untuk suatu jangka perencanaan dengan memperhatjkan kapasitas yang
tersedia. Sistem MRP mengasumsikan bahwa pesanan yang dicatat dalam JIP adalah
pasti, kendatipun hanya merupakan peramalan.
Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record), merupakan
catatan keadaan persediaan yang menggambarkan status semua item yang ada dalam
persediaan yang berkaitan dengan:
 Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory)
 Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan tersebut akan datang (on
order inventory).
 Lead time dan setiap bahan.
Struktur Produk (Bill Of Material), merupakan kaitan antara produk dengan komponen
penyusunnya yang memberikan informasi mengenai daftar komponen, campuran bahan
dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat produk. BOM juga memberikan
deskripsi, penjelasan dan kuantitas dan setiap bahan baku yang diperlukan untuk
membuat satu unit produk.
Konsep Proses MRP
Langkah—langkah dasar dalam penyusunan MRP Sulistyo, 2005), yaitu antara
lain:
Netting, yaitu proses perhitungan jumlah kebutuhan bersih untuk setiap
periode selama horison perencanaan yang besarnya merupakan selisih antara
kebutuhan kotor dengan jadwal penerimaan persediaan dan persediaan awal
yang tersedia.
Lotting, yaitu penentuan besarnya ukuran jumlah pesana (lot size) yang
optimal untuk sebuah item berdasarka kebutuhan bersih yang dihasilkan.
Offsetting, yaitu proses yang bertujuan untuk menentuka saat yang tepat
melaksanakan rencana pemesanan dalan pemenuhan kebutuhan bersih.
Penentuan rencana saat pemesanan mi diperoleh dengan cara mengurangkan
kebutuhan bersih yang harus tersedia dengan waktu ancang-ancang (lead
time).
Exploding, merupakan proses perhitungan dan ketiga langkah sebelumnya
yaitu netting, lotting dan offsetting yang dilakukan untuk komponen atau item
yang berada pada level dibawahnya berdasarkan atas rencana pemesanan.
Konsep Output MRP
Output MRP sekaligus juga mencerminkan kemampuan dan ciri
dan MRP, yaitu: Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan
Terencana) adalah penentuan jumlah kebutuhan material serta
waktu pemesanannya untuk masa yang akan datang.
Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna
bagi pembeli yang akan digunakan untuk bernegoisasi dengan
pemasok dan berguna juga bagi manajer manufaktur yang akan
digunakan untuk mengontrol proses produksi.
Changes to Planning Orders (Perubahan terhadap pesanan yang
telah direncanakan) yang merefleksikan pembatalan pesanan,
pengurangan pesanan dan pengubahan jumlah pesanan.
Performance Report (Laporan Penampilan), suatu tampilan yang
menunjukkan sejauh mana sistem bekerja, kaitannya dengan
kekosongan stok dan ukuran yang lain.
Chase & Aquilano (1997) mengemukakan tentang sistem
MRP dalam ukuran lot size (lot sizing in MRP systems),
yaitu:
LOT-FOR-LOT (L4L), yaitu jumlah pesanan (net requirement)
misalnya setiap minggu selalu sama dengan jumlah produksi
(production quantity) sehingga tidak ada persediaan akhir
(ending inventory).
ECONOMIC ORDER QUANTITY (ECU), yaitu jumlah pesanan
yang dilakukan berdasarkan hasil pesanan yang ekonomis atau
ECU.
LEAST TOTAL COST (LTC), yaitu jumlah pesanan (quantity
order) didasarkan pada selisih biaya pesanan dengan biaya
penyimpanan terendah
LEAST UNIT COST (LUC), yaitu jumlah pesanan (quantity
order) didasarkari pada jumlah unit cost terkecil.
Contoh :
Diketahui :
Cost per item $10.00
Order or set up cost $47.00
Inventorycarrying cost/week 0.5%
Weekly net requireme5.
13 2 4 5 6 7 8
50 60 70 60 95 75 60 55
237
Penyelesaian:
Nilai Total Cost Dan Metode Lot-For-Lot

Dan hasil perhitungan lot for lot dapat diketahui total cost sebesar $376.00 yang
bersumber dan biaya pesanan (set up cost). Metode Lot for lot ini tidak ada ending
inventory karena seluruh pesanan pada minggu yang bersangkutan akan Iangsung
digunakan dalam proses produksi (production quantity), sehingga tidak ada persediaan
akhir (ending inventory), hal inilah yang mengakibatkan total cost hanya bersumber dan
biaya pesanan (set up cost).

You might also like