You are on page 1of 41

CASE REPORT SESSION

EPISTAKSIS E.C FRAKTUR OS NASAL

Oleh :
Florensia
Pembimbing:
dr. Umi rahayu, Sp.THT-KL
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

Hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap lingkungan
yang tidak menguntungkan. Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah.

Bagian depan tepatnya pada daerah septum oleh pleksus Kiesselbach.


Bagian belakang terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup
besar antara lain dari arteri sphenopalatina.1

Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga hidung dan
nasofaring. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN

Tn. A/ 46 tahun/ Laki-laki/ Simpang Rimbo/ Islam/ Petani/ SMA


ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Keluar darah dari hidung


ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Raden Mattaher dengan keluhan keluar darah dari kedua lubang hidung
tidak berhenti sejak 2 hari SMRS, darah yang keluar cair dan bergumpal, berwarna merah gelap.
Keluhan muncul setelah kepala pasien bagian kanan tertimpa kayu pohon pinang saat bekerja di
kebunnya 2 hari yang lalu. Keluhan disertai keluarnya darah lewat mulut bersamaan saat pasien
muntah, keluhan pusing (-), lemas (+), mual (-), demam (-).

Hidung dipencet untuk menghentikan perdarahan namun darah tidak berhenti, darah yang keluar
kurang lebih 1 gelas belimbing. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian bawah mata hingga
sekitar hidung bagian kanan. Riwayat sering mengorek hidung (-), riwayat masuknya benda asing ke
dalam hidung (-), riwayat benjolan didalam hidung (-).
ANAMNESIS

• Pasien mengaku sudah


berobat ke Puskesmas 2
hari setelah keluhan Riwayat Penyakit Dahulu
muncul, namun tidak • Tidak ada anggota
sempat diberikan
• Riwayat keluar dari keluarga lain yang
pengobatan, dan
disarankan langsung ke hidung sebelumnya (-), menderita penyakit
IGD RSUD Raden Mattaher. • Riwayat Hipertensi dan yang sama dengan
• Riwayat penggunaan obat- DM (-) pasien
obatan pengencer darah • Riwayat penyakit
seperti aspirin (-) kelainan darah (-)
• Riwayat minum alcohol
Riwayat Pengobatan (-) Riwayat Keluarga
HAL-HAL PENTING
TELINGA HIDUNG TENGGOROK LARING
Gatal : -/- Rinore : -/- Sukar Menelan : - Suara parau : -
Dikorek : -/- Buntu : -/- Sakit Menelan : - Afonia : -
Nyeri : -/- Bersin : - Trismus :- Sesak napas -

Bengkak : -/- Dingin/Lembab : - Ptyalismus : - Rasa sakit :-


Otore : -/- Debu Rumah : - Rasa Ngganjal : - Rasa ngganjal : -
Tuli : -/- Berbau : - Rasa Berlendir : -
Tinitus : -/- Mimisan : +/+ Rasa Kering : -
Vertigo : -/- Nyeri Hidung : +/+
Mual :- Suara sengau : -
Muntah : +
PEMERIKSAAN FISIK
TELINGA
Daun Telinga Kanan Kiri Membrana Timpani Kanan Kiri
Hiperemis
Anotia/mikrotia/makrotia - - Putih mengkilat Putih mengkilat
Warna
Retraksi - -
Keloid - -
Bulging - -
Perikondritis - -
Atropi - -
Kista - -
- -
Perforasi
Fistel - - Reflek cahaya jam 5 Refleks cahaya jam 7
Ott hematoma - - Bula - -
Liang Telinga Kanan Kiri Sekret - -

Atresia - - Kolesteatoma - -
Retro-aurikular Kanan Kiri
Serumen prop - -
Fistel - -
Epidermis prop - -
Kista - -
Korpus alineum - - Abses - -
Jaringan granulasi - - Pre-aurikular Kanan Kiri
Exositosis - - Fistel - -

Osteoma - - Kista - -
Abses - -
Furunkel - -
HIDUNG
Rinoskopi Anterior Kanan Kiri Rinoskopi Posterior Kanan Kiri
Vestibulum nasi Hiperemis (-), livide (-) Hiperemis (-), livide (-)
Kavum nasi
Kavum nasi Dbn Dbn
Selaput lender
Selaput lender Dbn Dbn
Koana
Septum nasi Deviasi (+), perdarahan (+) Deviasi (+)
Lantai + dasar Septum nasi
Dbn Dbn Sulit diperiksa
hidung
Konka superior
Konka inferior Hipertrofi (-), hiperemis (-) Hipertrofi (-), hiperemis (-)
Adenoid
Meatus nasi inferior Dbn Dbn

Polip - - Massa tumor

Korpus alineum - - Fossa rossenmuller

Massa tumor - - Transiluminasi


Kanan Kiri
Fenomena palatum Sinus
(-) (-)
mole Maksilaris Bayangan Kemerahan Bayangan Kemerahan
Mulut Faring Laringoskopi Indirek

Hasil Hasil Hasil

Uvula Bentuk normal, terletak ditengah Pangkal lidah


Selaput lendir mulut DBN
Palatum mole Hiperemis (-) Epiglottis
Bibir Sianosis (-) raghade (-) Palatum durum Hiperemis (-) Sinus piriformis

Lidah Atropi papil (-), tumor (-) Plika anterior Hiperemis (-) Aritenoid Tidak dilakukan

Plika posterior Hiperemis (-) Sulcus arytenoids


Gigi Karies (+)
Tonsil T1-T1, hiperemis (-) Corda vocalis
Kelenjar ludah DBN Mukosa orofaring Hiperemis (-) Massa
Kelenjer Getah Bening Leher Pemeriksaan Nervus Cranialis

Kanan Kiri Kanan Kiri


Regio I Dbn Dbn Nervus I Dbn
Regio II Dbn Dbn Nervus III, IV, VI Dbn Dbn
Regio III Dbn Dbn Nervus IX Dbn
Regio IV Dbn Dbn Regio XII Dbn
Regio V Dbn Dbn
Regio VI Dbn Dbn
area Parotis Dbn Dbn
Area postauricula Dbn Dbn
Area occipital Dbn Dbn
Area supraclavicula Dbn Dbn
PEMERIKSAAN AUDIOLOGI

Tes Pendengaran Kanan Kiri

Tes rinne + +

Tes weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi

Tes schwabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

 Kesimpulan : Telinga Kanan dan Kiri Normal


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Foto Waters AP/Lateral

WBC 9.78 x 109/L

RBC 4.6 x 1012/L

HGB 12 g/dL

MCV 82.7 Fl

MCH 26.1 pg

MCHC 316 g/L

HCT 38 %

PLT 212 x 109/L


DIAGNOSIS

Diagnosis
Diagnosis Kerja Banding

Epistaksis Anterior e.c Fraktur Epistaksis Anterior e.c Fraktur


os Nasal Maksilofasial
TATALAKSANA

Nonmedikamentosa Medikamentosa Edukasi

• Pantau Perdarahan • IVFD RL 0,9 % 20


dan tanda-tanda vital tetes permenit
• Pasang tampon • Asam traneksamat
anterior dengan 3x500 selama 3 hari
antibiotic selama 2x24 • Ketorolac 2x1 amp
jam (30 mg)
• Cefotaxime 2x1 vial
(500 mg)
PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Dubia Ad Bonam


Quo ad fuctionam : Dubia Ad Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
FOLLOW UP
Tanggal Perkembangan 03/05/2018 S: Nyeri pada bagian wajah kanan berkurang, lemas (-)
01/05/2018 S: Lemas, demam (-), Nyeri pada bagian wajah kanan O: TD: 110/80 N : 80x/menit RR: 20x/menit T:
berkurang, Afebris
O: TD: 100/70 N : 78x/menit RR: 18x/menit T : Afebris Pemeriksaan generalisata: Dalam Batas Normal
Pemeriksaan generalisata: Dalam Batas Normal Status THT
Status THT Telinga : secret -/-, serumen -/-, membrane timpani
Telinga : secret -/-, serumen -/-, membrane timpani intak
intak Hidung : (Rhinoskopi Anterior) Septum Deviasi (+)
Hidung : (Rhinoskopi Anterior) Septum Deviasi (+) perdarahan berhenti (tampon tidak terpasang)
perdarahan berhenti (tampon tidak terpasang) Tenggorokan : Uvula ditengah, tonsil T1-T1
Tenggorokan : Uvula ditengah, tonsil T1-T1 A: Epistaksis anterior e.c fraktur os nasal
A: Epistaksis anterior e.c fraktur os nasal P: IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
P: IVFD NaCl 0,9% 20 tpm  Asam traneksamat 3x500 selama 3 hari
 Asam traneksamat 3x500 selama 3 hari  Ketorolac 2x1 amp (30 mg)
 Ketorolac 2x1 amp (30 mg)  Cefotaxime 2x1 vial (500 mg)
 Cefotaxime 2x1 vial (500 mg) Pantau tanda vital dan perdarahan
Pantau tanda vital dan perdarahan
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI HIDUNG
VASKULARISASI HIDUNG
FISIOLOGI HIDUNG

Refleks Fungsi
Nasal Respirasi

Fungsi Fungsi
Penghidu Fonetik
EPISTAKSIS

Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung
atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu
kelainan yang hampir 90 % dapat berhenti sendiri.
ETIOLOGI
Sistemik
• Trauma,
• Kelainan anatomi,
• Kelainan pembuluh darah, • Penyakit kardiovaskuler,
• Infeksi lokal, • Kelainan darah,
• Benda asing, • Infeksi sistemik,
• Tumor, • Perubahan tekanan atmosfir,
• Pengaruh udara lingkungan. • Kelainan hormonal dan
• Kelainan kongenital
• Alkoholisme
Lokal
PATOFISIOLOGI
Anterior Posterior
DIAGNOSIS
Pemeriksaan
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Penunjang

• Rontgen Sinus
• Keluarnya darah dari • Pemeriksaan Tanda Vital
• CT Scan atau MRI
hidung • Rhinoskopi Anterior
• Endoskopi
• Riwayat trauma • Rhinoskopi posterior
• Skrining terhadap
(mengorek-ngorek
koagulopati
hidung)
• Riwayat
pengobatan/penggunaa
n obat-obatan
• Riwayat konsumsi
alkohol
PENATALAKSANAAN
Prinsip

• Menghentikan perdarahan,
• Mencegah komplikasi dan
Perbaiki KU, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila • Mencegah berulangnya epistaksis.
penderita sangat lemah atau keadaaan syok.

Pada anak dengan epistaksis ringan : Duduk dengan kepala


ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah
septum selama beberapa menit (metode Trotter)

Tentukan sumber perdarahan, pasang tampon anterior yang


telah dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/lidokain, serta
bantuan alat penghisap untuk membersihkan bekuan darah
Epistaksis anterior : lakukan kaustik dengan larutan nitras
argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan
elektrokauter. Sebelumnya diberikan analgesia topikal
terlebih dahulu.

Tampon anterior dengan kapas / kain kasa yang diberi


vaselin dengan betadin atau antibiotika. Atau tampon
rol dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis
mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung.
Selama 1-2 hari.

Epistaksis posterior : tampon posterior atau tampon Bellocq,


dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3
buah benang. Tampon harus menutup koana (nares
posterior). Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus
dirawat.
Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley
dengan balon. Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan
dengan air.

Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat


hemostatik

Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang


tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon posterior
KOMPLIKASI

Pemasangan Pemasangan
Perdarahan Tampon Anterior Tampon Posterior
Anemia Sinusitis (karena Otitis media
Syok ostium sinus haemotympanum,
tersumbat),
Laserasi palatum
Air mata yang mole dan sudut
berdarah (bloody bibir bila benang
tears) yang dikeluarkan
melalui mulut
terlalu kencang
ditarik
PROGNOSIS

Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti


sendiri. Pada pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis,
biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan prognosisnya buruk
PEMBAHASAN
Pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan laboratorium
berupa pemeriksaan darah rutin
untuk menilai tanda-tanda
Pada pemeriksaan fisik didapatkan infeksi maupun anemia akibat
Pasien dengan nama Tn. A usia 46 tanda-tanda vital dalam batas adanya perdarahan, dari hasil
tahun, datang ke IGD RSUD Raden normal, pemeriksaan hidung, pada pemeriksaan tersebut ditemukan
Mattaher dengan keluhan kelar pemeriksaan luar ditemukan dalam batas normal. Pada pasien
darah dari hidung sejak 2 hari SMRS, hidung mengalami deformitas ini juga dilakukan pemeriksaan
keluhan muncul setelah wajah namun tidak ditemukan jejas, lalu radiologi berupa foto waters
pasien bagian kanan tertimpa pohon pada rinoskopi anterior ditemukan AP/Lateral dengan hasil tampak
pinang. Dari anamnesis tersebut vestibulum nasi tidak tampak adanya deviasi yang nyata pas
diketahui bahwa penyebab keluhan hiperemis, septum nasi deviasi dan septum nasi dan penumpukan
yang dialami pasien kemungkinan tampak sumber perdarahan di cairan pada sinus maksila
adalah akibat trauma. bagian septum nasi dekstra. dekstra.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
ini. Maka dapat disimpulkan dan di diagnose pasien mengalami epistaksis anterior e.c Fraktur os
nasal. Diberikan tatalaksana berupa pemantauan tanda vital dan perbaiki keadaan umum, lalu
memasang tampon anterior, serta obat-obatan untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi
gejala yang dikeluhkan oleh pasien.
KESIMPULAN
• Telah dilaporkan pasien Tn. A, 46 tahun dengan diagnosa Epistaksis e.c Fraktur os nasal
• Epistaksis merupakan suatu gejala berupa keluarnya darah dari hidung
• Etiologi adalah penyebab local berupa trauma pada bagian wajah
• Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan pasien yaitu keluarnya darah dari
hidung sejak kurang lebih 2 hari setelah trauma pada wajah. Perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa rontgen dan foto waters untuk mengetahui penyebab terjadinya keluhan.
• Untuk rencana terapi yang akan diberikan adalah pemantauan terhadap perdarahan yang keluar
dari hidung dan dipasangkan tampon untuk menghentikan perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA
 Adam GL, Boies LR, Higler PA. (eds) Buku Ajar Penyakit THT, Edisi Keenam, Philadelphia : WB Saunders,
1989. Editor Effendi H. Cetakan III. Jakarta, Penerbit EGC, 1997.
 Iskandar N, Supardi EA. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi Keempat,
Jakarta FKUI, 2000; 91, 127-31.
 Schlosser RJ. Epistaxis. New England Journal Of Medicine [serial online] 2009 feb 19 [diunduh pada
tanggal 2 Mei 2018] Available from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784
 Suryowati E. Epistaksis. Medical Study Club FKUII [diunduh pada tanggal 2 Mei 2018] Available
from:http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?attId=2175&page=LEM%20FK%20UII
 Evans JA. Epistaxis: Treatment & Medication. eMedicines Specialities 2007 Nov 28 [diunduh pada tanggal
2 Mei 2018] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatment
 Anias CR. Epistaxis. Otorrhinolaryngology [serial online] diunduh pada tanggal 2 Mei 2018 Available from
:http://www.medstudents.com.br/otor/otor3.htm
 Freeman R. Nosebleed. Health Information Home [serial online] 2007 Feb 2 [diunduh pada tanggal 2 Mei
2018] Available from : http://my.clevelandclinic.org/disorders/Nosebleed/hic_Nosebleed_Epistaxis.aspx
TERIMAKASIH

You might also like