You are on page 1of 28

PENGENDALIAN POTENSI BAHAYA KEBISINGAN

SEBAGAI PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT


KEBISINGAN

Disusun oleh :
Aulida Herdianty 1102011051
Nadhia Putri Anggraeni 1102013195
Selvia Zurni Safitri 1102012268
Rizki Fitrianto 1102012251
1. Definisi Bunyi
secara umum bunyi didefinisikan sebagai
gelombang yang bergerak di udara atau sesuatu
yang merangsang mekanisme pendengaran
kemudian menghasilkan suara.
Sementara itu, Cholidah (2006) mengelompokkan
bunyi dalam 3 rentang frekuensi sebagai berikut :

a. Infrasonic
b. Sonic

c. Ultrasonic
2. Definisi Kebisingan
Sampai saat ini banyak definisi yang digunakan untuk
istilah kebisingan. Bising dapat diartikan sebagai suara yang timbul
dari getaran-getaran yang tidak teratur dan periodik.

WHO (1993) menyebutkan bahwa bahaya bising dihubungkan dengan


beberapa faktor, yaitu :

1. Intensitas

2. Frekuensi

3. Durasi

4. Sifat
3. Jenis Kebisingan

Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi


atas:

1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas.


2. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit.
3. Bising terputus-putus (Intermitten).
4. Bising Implusif.
5. Bising Implusif berulang.
Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia , bising
dapat dibagi atas:

1. Bising yang mengganggu (Irritating noise).


2. Bising yang menutupi (Masking noise).
3. Bising yang merusak (damaging / injurious noise).
4. Intensitas Kebisingan

Intensitas kebisingan dinyatakan dalam dBA atau dB(A).


Desibel dB(A) adalah satuan yang dipakai untuk
menyatakan besarnya pressure yang terjadi oleh karena
adanya benda yang bergetar.

Alat utama yang digunakan dalam pengukuran


kebisingan adalah ”Sound Level Meter”. Alat ini mengukur
kebisingan diantara 30-130 dB(A) dan dari frekuensi antara
20-20.000 Hz (Niken Diana Hapsari, 2003).
5. Pengaruh Bising Terhadap Kesehatan

dampak bising terhadap kesehatan pekerja


sebagai berikut:

1. Gangguan Fisiologis

2. Gangguan Psikologis

3. Gangguan Komunikasi

4. Gangguan keseimbangan

5. Gangguan terhadap pendengaran (Ketulian)


Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh
bising, gangguan yang paling serius terjadi adalah gangguan
terhadap pendengaran, karena dapat menyebabkan hilangnya
pendengaran atau ketulian.

Menurut Iskandar (1996), gejala dan tanda tuli akibat bising adalah :

a. Pada stadium awal, pekerja hanya mengeluh adanya dengung di


telinga (tinitus), rasa tidak nyaman di telinga, atau
pendengarannya berkurang temporer

b. Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural bilateral yang


permanen
Tuli dibagi atas tuli koduktif, tuli sensorineural
(sensorineural deafness) dan tuli campuran (mixed
deafness).

a. Tuli Konduktif

b. Tuli Sensorineural

c. Tuli Campuran
Tuli sementara (Temporary Treshold Shift = TTS)

Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intesitas


tinggi, tenaga kerja akan mengalami penurunan daya dengar
yang sifatnya sementara. Biasanya waktu pemaparannya
terlalu singkat. Apabila kepada tenaga kerja diberikan waktu
istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali
kepada ambang dengar semula dengar sempurna.
Tuli menetap (Permanent Treshold Shift = PTS)

Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Besarnya


PTS di pengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

1. Tingginya level suara

2. Lama pemaparan

3. Spektrum suara

4. Temporal pattern

5. Kepekaan individu

6. Pengaruh obat-obatan.

7. Keadaan kesehatan
Tes Fungsi Pendengaran

Audiometri adalah pemeriksaan pendengaran, menggunakanaudiometer


nada murni karena mudah diukur, mudahditerangkan dan mudah
dikontrol

Ada beberapa tipe audiogram, yaitu :

a. Pre-employment/preplacement/baseline,

b. Annual monitoring, yaitu pemeriksaan berkala bagi para pekerja yang


terpajan bising lebih dari nilai ambang batas

c. Exit
6. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang Batas adalah faktor tempat kerja yang dapat
diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau
40 jam seminggu.
Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan
IATA (International Air Transportation Association)
menentukan intensitas kebisingan ke dalam empat zona
kebisingan, yaitu :

a. Zona A : intensitas > 150 dB, daerah berbahaya dan harus


dihindari.

b. Zona B : intensitas 135-150 dB, individu yang terpapar perlu


memakai pelindung telinga (ear plug dan ear muff).

c. Zona C : intensitas 115-135 dB, perlu memakai ear muff.

d. Zona D : intensitas 1.00-115 dB, perlu memakai ear plug.


Zona Kebisingan

Daerah dibagi sesuai dengan titik kebisingan yang diizinkan

Zona A : Intensitas 35 – 45 dB. Zona yang diperuntukkan bagi tempat


penelitian, RS, tempat perawatan kesehatan/sosial & sejenisnya.

Zona B : Intensitas 45 – 55 dB. Zona yang diperuntukkan bagi


perumahan, tempat Pendidikan dan rekreasi.

Zona C : Intensitas 50 – 60 dB. Zona yang diperuntukkan bagi


perkantoran, Perdagangan dan pasar.

Zona D : Intensitas 60 – 70 dB. Zona yang diperuntukkan bagi industri,


pabrik, stasiun KA, terminal bis dan sejenisnya.
Ambang batas kebisingan menurut Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996 adalah sebagai
berikut :
7. Pengukuran Kebisingan
Sound Level Meter (SLM) adalah instrumen
pengukuran dasar untuk pajanan kebisingan yang digunakan
untuk mengukur level suara dari sumber atau area tertentu.
Alat ini terdiri dari microphone, amplifer pemilih frekuensi dan 3
skala pengukuran A, B, dan C. Menurut Suma’mur (1992), alat
tersebut merupakan alat utama dalam pengukuran kebisingan
antara 30-130 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz.
Jenis/tipe sound level ada 3 yaitu tipe 0 untuk standar
laboratorium, tipe 1 untuk presisi, dan tipe 2 untuk tujuan
umum. Maksud pengukuran kebisingan adalah :

a. Memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja

b. Mengurangi tingkat kebisingan tersebut, sehingga tidak


menimbulkan gangguan (Suma’mur, 1996).
Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kebisingan antara lain:

a. Sound Level Meter, untuk mengukur kebisingan di antara 30-130 dB


dan

b. frekuensi dari 20-20.000 Hz.

c. Noise Dosimeter, alat ini mengambil suara dalam mikropon dan


memindahkan energinya ke impuls listrik. Hasil pengukurannya
merupakan energi total, dicatat sebagai aliran listrik yang hampir
sama dengan kebisingan yang ditangkap (Tambunan, 2005).
8. Pengendalian Kebisingan

Menurut Suma’mur (1996), kebisingan dapat


dikendalikan dengan:
a. Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan
misalnya dengan menempatkan peredam pada sumber
getaran, tetapi umumnya hal itu dilakukan dengan penelitian
dan perencanaan mesin baru.
b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi.
c. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga.
Alat pelindung telinga yang biasanya dipakai antara lain :
a. Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insert
protector)
b. Tutup telinga (earmuff/insert device/aural insert
protector)
c. Helmet atau enclosure
Tabel 2. Pedoman Dalam Pemilihan dan Pemakaian APT

Tingkat Bising Pemakaian


Pemilihan APT
(dBA) APT
<85 Tidak Wajib Bebas Memilih
85-89 Optimum Bebas Memilih
90-94 Wajib Bebas Memilih
Pilihan
95-99 Wajib
Terbatas
Pilihan Sangat
>100 Wajib
Terbatas

Sumber : Direktorat Bina Kesehatan Kerja Depkes RI Tahun 2006


Menurut Harris (1978), pengendalian bising ditentukan karena
adanya kebutuhan untuk masalah-masalah spesifik seperti:
1. Mengevaluasi kebisingan lingkungan, di bawah kondisi yang
ada atau diharapkan
2. Menetukan apakah tingkat kebisingan diterima
3. Perbedaan antara tingkat kebisingan pada nomor 1 dan 2
mewakili reduksi
kebisingan harus dilaksanakan untuk mencapai suatu penerimaan
lingkungan,
biasanya ditentukan sebagai fungsi frekuensi.
Upaya pengendalian kebisingan dari sektor industri dilakukan dengan
cara:
1. Pengedalian bising pada sumbernya
2. memasang selubung akustik dari bahan peredam getaran
3. memilih alat yang lebih rendah intensitas kebisingan yang
dikeluarkan
4. substitusi dengan proses lain untuk proses yang bising
5. Pengendalian bising pada medium propagasi.
6. Sumber bising akan berkurang dengan bertambahnya jarak dari
sumber
7. Pengendalian bising pada penerima
8. Melindungi pekerja dengan alat pelindung diri (personal
protection)
9. Membuat tata guna ruang dan tanah dengan
mempertimbangkan kenyamanan
lingkungan.
10. Penerapan baku mutu bising secara konsisten sehingga
dampak bising dapat ditekan
( Yerges, 1978, Subagio, 1998 dan Manik, 2009).
Menurut Habsari (2003), untuk mengurangi pengaruh
bising terhadap pendengaran dapat dilakukan upaya
pengendalian, sebagai berikut :
a. Pengendalian secara Teknis,
b. Pengendalian secara Administratif,
c. Pengendalian secara Medis
d. Penggunaan Alat Pelindung Diri merupakan alternatif
terakhir bila pengendalian yang lain telah dilakukan.

You might also like