You are on page 1of 36

ASMA

 Definisi :
 Inflamasi kronik saluran napas
 Menyebabkan hipereaktivitas bronkus
 Ditandai gejala episodik berulang : menggigil, ngantuk, sesak
napas, rasa berat di dada, waktu malam / dini hari
 Umumnya reversibel, dengan atau tanpa pengobatan
 Hipersensitivitas tipe I
 Pemicu : alergen dalam ruangan, tungau, debu, bulu binatang,
jamur, asap rokok
 Pemacu : rinovirus, ozon, pemakaian beta 2 agonis
 Pencetus : pemicu + pemacu + aktivitas fisik, udara dingin,
histamin, metakolin
Hipereaktivitas
bronkus
Obstruksi

Faktor
Gejala
genetik dan Sensitisasi Inflamasi
Asma
lingkungan

PEMICU Pemacu Pencetus


(INDUCER) (Enhancer) (Trigger)
 INFLAMASI AKUT
 Reaksi Asma Tipe Cepat
 Alergen + IgE (menempel pada sel mast)  degranulasi sel
mast  keluar preformed mediator (histamin, protease) dan
newly generated mediator (leukotrin, prostaglandin dan PAF)
 kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus, vasodilatasi
 Reaksi Fase Lambat
 Timbul 6-9 jam post provokasi alergen
 Melibatkan aktivasi eosinogfi, sel T CD4+, neutrofil, makrofag
 INFLAMASI KRONIS
 Melibatkan : limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel,
fibroblast dan otot polos bronkus
 Regenerasi jaringan yang rusak menyebabkan skar 
perubahan struktur  airway remodelling
 Perubahan tersebut yaitu :
 Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas
 Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
 Penebalan membran reticular basal
 Pembuluh darah meningkat
 Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
 Perubahan struktur parenkim
 Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
 Anamnesis :
Riwayat penyakit / gejala :
 Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa
pengobatan
 Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan
berdahak
 Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
 Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
 Respons terhadap pemberian bronkodilator
 Riwayat keluarga (atopi)
 Riwayat alergi / atopi
 Penyakit lain yang memberatkan
 Perkembangan penyakit dan pengobatan
 PF :
 Wheezing/mengi saat ekspirasi
 Sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan
otot bantu napas

 Tes Fungsi Paru :


 Spirometri  menilai derajat berat asma
 VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi
 Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 > 15% secara spontan, atau
setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu

 Arus Puncak Ekspirasi (APE)  reversibilitas dan variabilitas


 Uji Provokasi Bronkus : jika gejala asma (+) tapi
tes fungsi paru normal.
 Skin prick test
 Darah : eosinofil
D
E
W
A
S
A
D
E
W
A
S
A
 Untuk mendiagnosis, lihat derajat serangan (jika
saat itu pasien sedang mengalami serangan) dan
derajat penyakit.
Contoh :
Serangan Asma Sedang pada Asma Persisten
Ringan.
 Penilaian awal : Ax, PF, penunjang lain yg memungkinkan  nilai derajat
SERANGAN!
 Catatan : pada serangan asma mengancam jiwa  langsung rawat ICU
 Pengobatan awal :
 O2 dengan nasal kanul
 Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi) setiap 20 menit dalam 1 jam
= 3x) atau injeksi agonis beta-2 : Terbutalin 0.5 ml SC atau injeksi adrenalin
1/1000, 0,3 ml SC
 Kortikosteroid sistemik jika :
 Serangan asma berat
 Tidak respon dengan bronkodilator
 Dalam Kortikosteroid oral

 Penilaian ulang setelah 1 jam : PF, saturasi, dll


 Stabil dalam 60 menit
 PF : normal
 APE > 70% prediksi/ nilai terbaik
 Saturasi O2 > 90% (95% pada anak)
 TERAPI : pasien boleh pulang
 Lanjutkan obat inhalasi agonis beta-2
 Kortikosteroid oral
 Edukasi pengobatan selanjutnya
 Risiko tinggi distres
 Pem.fisis : gejala ringan – sedang
 APE > 50% tetapi < 70%
 Saturasi O2 tidak perbaikan
 TERAPI : Pasien MONDOK di RS
 anti-kolinergik
 Kortikosteroid sistemik
 Aminofilin drip
 Terapi oksigen pertimbangkan kanul nasal atau masker
venturi
 Pantau APE, Sat O2, Nadi, kadar teofilin
 Membaik  pulang jika APE > 60% prediksi/terbaik
 Tidak membaik dalam 6-12 jam  Rawat ICU
 Risiko tinggi distres
 PF: berat, gelisah dan kesadaran menurun
 APE < 30%
 PaCO2 > 45 mmHg
 PaO2 < 60 mmHg
 TERAPI : RAWAT ICU!!!
 Inhalasi agonis beta-2 + antikolinergik
 Kortikosteroid IV
 Pertimbangkan agonis beta-2 injeksi SC/IM/ I V
 Terapi oksigen menggunakan masker venturi
 Aminofilin drip
 Pertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik
 Nebulisasi 1x respon baik  SERANGAN RINGAN, terapi :
 Observasi 1-2 jam  respon bertahan  boleh pulang
 Bekali beta-2 agonis (inhalasi/oral) diberi setiap 4-6 jam
 Pencetus asma infeksi virus steroid oral 3-5 hari.
 Kontrol dalam 24-48 jam untuk evaluasi ulang
 Jika sudah punya obat kontroller  lanjutkan hingga
evaluasi ulang.
 Jika setelah 2 jam gejala muncul lagi  Serangan
SEDANG
 Nebulisasi 2-3x respon parsial  SERANGAN SEDANG!!!
 O2
 Observasi di RS / MONDOK
 Kortikosteroid sistemik oral : Metilprednisolon 0,5-1 mg/kgBB/hari 3-
5 hari
 Pasang IV line untuk antisipasi kegawatan
 Nebulisasi 3x tidak ada respon  SERANGAN BERAT
 O2 2-4 lpm
 IV line, rontgen thoraks
 Bolus steroid IV dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari tiap 6-8 jam
 Lanjutkan nebulisasi agonis beta-2 + antikolinergik dengan oksigen setiap 1-2 jam. Jika
setelah 4-6x nebul terdapat perbaikan klinis, berikan nebu setiap 4-6 jam
 Aminofilin loading dose 6-8 mgkgBB dalam D5% atau NaCl fisiologis 20cc diberikan dalam
20-30 menit  selanjutnya 0.5-1 mg/kgBB/jam
 Bila sebelumnya sudah diberi aminofilin, dosis aminofilin adalah separuh dari dosis
awal
 Klinis membaik  nebu lanjutkan setiap 6 jam sampai 24 jam
 Ganti steroid dan aminofilin menjadi bentuk oral
 Setelah 24 jam pasien stabil  boleh pulang, bekali :
 Beta 2 agonis (inhalasi/oral) tiap 4-6 jam selama 24-49 jam
 Steroid oral
 Kontrol dalam 24-48 jam untuk evaluasi ulang
 Awasi tanda-tanda henti napas : hipoksemia (PaO2 < 60 mmHg dan atau PaCO2 > 45 mmHg
 Ventilasi mekanik
PENANGANAN
STATUS
ASMATIKUS
PENGOBATAN
KONTROLLER
(SAAT TIDAK
SERANGAN)
 Tentang penyakit, cara pemakaian obat
 Kontrol teratur utk monitor berat asma (asthma control
test/ACT)
 Pola hidup sehat
 Pencegahan :
 Hindari pencetus
 Bronkodilator/steroid inhalasi sebelum latihan untuk
mencegah exercise induced asthma
SEDIAAN DAN
DOSIS
KONTROLLER
KONTROLLER
Sediaan
dan Dosis
Reliever /
Pelega
 Pada kehamilan, umumnya semua obat asma dapat dipakai
kecuali komponen α adrenergik, bromfeniramin dan epinefrin.
 Kortikosteroid inhalasi sangat bermanfaat untuk mengontrol
asma dan mencegah serangan akut terutama saat kehamilan
 Bila terjadi serangan, harus segera ditanggulangi secara agresif
yaitu pemberian inhalasi agonis beta-2, oksigen dan
kortikosteroid sistemik.
 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia
(PDPI)
 Pedoman Pelayanan Medis (IDAI)
 KMK 514-2015 PPK Faskes Primer

You might also like