You are on page 1of 16

Jarvis Hayman, Marc Oxenham. Press Academik (2016).

ISBN
978-0-12-803691-4.
DISUSUN OLEH :

 Fida’ Mushalim Afwan, S. Ked (J510185028)


 Mediana Nur Amalia, S. Ked (J510185014)
 Nindya Ayu Pramesti, S. Ked (J510185035)
 Riri Eltadeza, S. Ked (J510185076)
 Zammira Mutia Zatadin, S. Ked (J510185034)
 Aldyan Muharram Atmadja, S.Ked (J510185044)
 Aqmarlia Janita Putri, S. Ked (J510185063)
 Fachrie Eko Saputra, S. Ked (J510185025)
 Shafira Diani Putri, S. Ked (J510185066)
 Ummu Faiza Rahma, S. Ked (J510185062)
Menurut Australian
National University
Merupakan kombinasi buku
ringkasan dengan pengetahuan
ahli yang berasal dari dua
akademi dalam bidang Obat-
obatan, Arkeologi Forensik dan
Antropologi.
 Luasnya pengetahuan dan
pengertian terhadap obat-obatan
yang berkaitan dengan
pengetahuan dan penelitian
arkeologi menghasilkan
gambaran estimasi interval
postmortem baik yang sudah
terjadi maupun yang kini sedang
terjadi serta relevan terhadap
patologi, arkeologi dan
antropologi forensik.
 Dalam buku tersebut disebutkan
bahwa dari penelitian-penelitian
yang dilakukan dalam 200 tahun
terakhir menggambarkan
perubahan-perubahan
postmortem dan dijelaskan juga
secara khusus mengenai bukti
ilmiah adanya estimasi waktu
kematian.
 Detail dan rujukan pustaka pada
buku ini sangatlah baik, serta
setiap bab nya disimpulkan
dengan ringkas dan mudah
dipahami sehingga membantu
menyederhanakan perhitungan
matematika kompleks yang
didapatkan untuk menilai faktor-
faktor apa saja yang
mempengaruhi perubahan suhu
postmortem.
 Penulis memaparkan tentang berbagai
perubahan yang terjadi pada tubuh setelah
kematian dan menggambarkan detail
metode-metode yang digunakan untuk
estimasi waktu kematian dengan
menggunakan parameter fisik yang
ditekankan pada metode penilaian suhu.
 Penulis menguji keakuratan estimasi waktu
kematian berdasarkan metode penilaian
suhu yang bervariasi sehingga didapatkan
hasil bahwa pengukuran fisik yang paling
akurat yaitu pada hari kedua dan ketiga
setelah kematian. Meskipun demikian,
penulis menyebutkan detail hasil variabel-
variabel yang signifikan dengan perubahan
suhu dari waktu ke waktu.
 Hal ini didukung dengan tinjauan
potensial elektrolit dan biokimia
lain dalam estimasi waktu
kematian. Variabel biokimia dan
elektrolit pada postmortem telah
menjadi subjek penelitian dalam
beberapa dekade ini, namun
batas kesalahan masih signifikan
dan adanya kekurangan nilai
dasar memberikan tantangan
tersendiri.
Hal ini juga didukung oleh diskusi terhadap
manfaat definitif adanya interpretasi
entomologi forensik yang dapat menjelaskan
estimasi interval postmortem 2-3 hari,
beberapa minggu sampai beberapa bulan
setelah kematian.
 Sebuah diskusi lanjutan terhadap penggunaan isotop radioaktif
yang menarik bagi arkeolog.

Beberapa alternatif metode


estimasi interval postmortem
yang didiskusikan,
• ‘accumulated degree hours’ (ADH),
• ‘accumulated degree days’ (ADD),
• ‘total body scores’ (TBS), ), yang secara
alamiah memiliki kesulitan dan variasi
pengamat terhadap suhu yang berubah-
ubah sehingga teknik estimasi tersebut
tidak dapat diandalkan lagi.
Pada bab terakhir, penulis
memaparkan kemungkinan bahan
untuk pengembangan penelitian,
namun juga menyimpulkan bahwa
masih terdapat kendala yang signifikan
berhubungan dengan keakuratan dan
kepraktisan teknik tersebut serta
menunggu adanya perhitungan jumlah
untuk mempertimbangkan seluruh
variabel proses dekomposisi secara
detail.
 Beberapa anomali ejaan misalnya
‘anemia’ dan ‘serabut’ dapat
membuat pembaca kurang
berkenan, namun tetap
mengimbangi kualitas setiap bab
dalam meringkas dan mengukur
manfaat setiap metode estimasi
waktu sejak kematian.
 Penulis mengidentifikasi batasan
forensik spesifik dan penelitian
arkeolog dengan subjek
perubahan dan estimasi waktu
pada periode postmortem.

You might also like