Professional Documents
Culture Documents
Kelompok Dua
◦ Ni Made Ayu Rahayuni (P07120214001)
◦ I.A Rika Kusuma Dewi (P07120214002)
◦ Nyoman Wita Wihayati (P07120214006)
◦ Ni Kadek Aryastuti (P07120214007)
◦ Ni Made Ayu Lisna Pratiwi (P07120214009)
◦ Putu Epriliani (P07120214010)
◦ I Gusti Ayu Ari Dewi (P07120214037)
◦ I. A Diah Nareswari Keniten (P07120214039)
KASUS KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN
PADA PEDIATRIC :
KEJANG DAN EPILEPSI
KEJANG
KONSEP DASAR TEORI KEJANG
KLASIFIKASI
KEJANG DEMAM KEJANG DEMAM
SEDERHANA KOMPLEKS
Kejang hanya terjadi sekali / tidak berulang Kejang berulang/multipel atau lebih dari 1 kali
dalam 24 jam. dalam 24 jam.
PATOFISIOLOGI
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang
bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran
toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami
bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit
sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator
kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron .
Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa
inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan
anak mengalami penurunan kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap injuri
dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Price, 2005).
PATHWAY KEJANG
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. DARAH 4. Tansiluminasi
2. Cairan cerebo spinal:mendeteksi
tekanan abnormal dari CCS tanda 5. EEG
infeksi,pendarahan penyebab kejang
6.
3. X Ray
CT SCAN
PENATALAKSANAAN DI RUMAH SAKIT
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), menyatakan bahwa penatalaksanaan yang dilakukan saat
1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan dengan panduan dosis
untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-
rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/ kali pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak
kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun
2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring, pakaian
dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan intubasi endotrakeal atau
trakeostomi.
4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam pemberian
terapi intravena.
5. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode konduksi yaitu
perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke benda yang mempunyai derajat yang lebih
diberikan pada anak demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa :
1. Antipiretik
Paracetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB diberikan 4 kali atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah
dan pertimbangkan efek samping berupa hiperhidrosis. Ibuprofen 10 mg/kgBB diberikan 3 kali (8
jam).
2. Antikonvulsan
Berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam untuk menurunkan r
resiko berulangnya kejang atau diazepam rectal dosis 0,5 mg/kgBB sebanyak 3 kali per hari.
PENCEGAHAN
PENCEGAHAN Pencegahan
PRIMORDIAL Primer
Pencegahan Pencegahan
Sekunder Tersier
KOMPLIKASI
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak antara lain:
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode
demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam yaitu :
Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot yang akhirnya
hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur, serta suhu tubuh yang makin meningkat
3. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak mendapatkan
serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang menyebabkan kejang demam
◦ Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
5. Hemiparesis, yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai serta wajah
pada salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama
(kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul
spasitas.
EPILEPSI
KONSEP DASAR EPILEPSI
Epilepsi merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling umum terjadi
dan mengenai sekitar 50 juta orang di dunia. Epilepsi berupa suatu kondisi yang
berbeda-beda ditandai dengan kejang yang tiba-tiba dan berulang. Tidak ada
perbedaan usia, jenis kelamin, atau ras, meskipun kejadian kejang epilepsi yang
pertama mempunyai dua pembagian, dengan puncaknya pada saat masa kanak-
pasme infantil, kejang demam, kelainan saat persalinan dan anoksia, infeksi, trauma,
kelainan metabolik, disgenesis kortikal, keracunan obat- obatan.
◦ Anak (3-10 tahun)
Anoksia perinatal, trauma saat persalinan atau setelahnya, infeksi, thrombosis arteri
atau vena serebral, kelainan metabolik, Sindroma Lennox Gastaut, Rolandic epilepsi.
Epilepsi idiopatik, termasuk yang diturunkan secara genetik, epilepsi mioklonik juvenile,
trauma, obat-obatan.
Epilepsi idiopatik, trauma, neoplasma, keracunan alkohol atau obat sedasi lainnya.
◦ Dewasa (35-60 tahun)
degeneratif, trauma.
KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan Klasifikasi berdasarkan
bangkitan sindroma
1) Bangkitan parsial sederhana (tanpa ◦ Ditentukan berdasarkan lokasi anatomi yang diperkirakan
gangguan kesadaran) dan Bangkitan berdasarkan riwayat klinis, tipe kejang predominan, EEG
(iktogenesis), dan juga mekanisme yang terlibat dalam perubahan otak yang normal menjadi otak yang mudah-
kejang (epileptogenesis).
a. Mekanisme iktogenesis
Hipereksitasi adalah faktor utama terjadinya iktogenesis. Eksitasi yang berlebihan dapat berasal dari
1. Sifat eksitasi dari neuron sendiri dapat timbul akibat adanya perubahan fungsional dan struktural pada
membran postsinaptik; perubahan pada tipe, jumlah, dan distribusi kanal ion gerbang-voltase dan gerbang-
ligan; atau perubahan biokimiawi pada reseptor yang meningkatkan permeabilitas terhadap Ca2+, mendukung
dan struktural. Perubahan fisiologis meliputi perubahan konsentrasi ion, perubahan metabolik,
dan kadar neurotransmitter. Perubahan struktural dapat terjadi pada neuron dan sel glia.
Konsentrasi Ca2+ ekstraseluler menurun sebanyak 85% selama kejang, yang mendahului
perubahan pada konsentasi K2+. Bagaimanapun, kadar Ca2+ lebih cepat kembali normal
3. Perubahan pada jaringan neuron dapat memudahkan sifat eksitasi di sepanjang sel granul
akson pada girus dentata; kehilangan neuron inhibisi; atau kehilangan neuron eksitasi yang
Patofisiologi sinaptik utama dari epilepsi melibatkan penurunan inhibisi GABAergik dan
peningkatan eksitasi glutamatergik.
1. GABA
Kadar GABA yang menunjukkan penurunan pada CSS (cairan serebrospinal) pasien
dengan jenis epilepsi tertentu, dan pada potongan jaringan epileptik dari pasien dengan
epilepsi yang resisten terhadap obat, memperkirakan bahwa pasien ini mengalami penurunan
inhibisi.
2. Glutamat
Rekaman hipokampus dari otak manusia yang sadar menunjukkan peningkatan kadar
glutamat ekstrasel yang terus-menerus selama dan mendahului kejang. Kadar GABA tetap rendah
pada hipokampus yang epileptogenetik, tapi selama kejang, konsentrasi GABA meningkat,
meskipun pada kebanyakan hipokampus yang non-epileptogenetik. Hal ini mengarah pada
peningkatan toksik di glutamat ekstrasel akibat penurunan inhibisi di daerah yang epileptogenetik
(Eisai, 2012).
PATHWAY
MANIFESTASI KLINIK
TIPE KEJANG CIRI KHAS
Kejang parsial yang terdiri dari :
Parsial sederhana -Adanya gejala motorik, somatosensorik,
sensorik, otonom, atau kejiwaan. Kesadaran
normal.
Gejala sebelum,
Ada tidaknya penyakit
selama, dan sesudah
lain yang diderita
serangan
Pemeriksaan radiologis
DIAGNOSA
PENGKAJIAN
AIRWAY
EXPROSURE BREATHING
DISABILITY CIRCULATIONS
PENGKAJIAN
DIAGNOSA KEJANG
1. RISIKO ASPIRASI