You are on page 1of 17

PTERIGIUM

Oleh : dr. Rizki Nurrayib


Pembimbing : dr. Hasnawati, Sp.M
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
• Pasien perempuan (Ny.A) umur 32 tahun, pekerjaan mengurus rumah tangga,
beragama Islam, tinggal di JL. Beringin jaya, pasien datang ke IGD RS Cut
Nyak Dhien pada tanggal 05 Maret 2018
(autoanamnesa 05 Maret 2018)
Keluhan utama :
• Mata kanan dan kiri terasa mengganjal, terdapat selaput, dan perih.
Anamnesis
• Pasien datang ke IGD RS Cut Nyak Dhien dengan keluhan mata kanan dan
kiri terasa mengganjal, terdapat selaput, dan perih dialami sejak ± 10 tahun
yang lalu, dirasakan muncul perlahan-lahan. Awalnya mata berwarna
kemerahan (+), perih (+), gatal (-), rasa mengganjal (+), rasa berpasir (-), mata
berair (+), kotoran mata yang berlebihan (-), terasa panas (-) dan silau (+) pada
saat ada cahaya terang atau sinar matahari. Riwayat sering terpapar sinar
matahari (+), riwayat peyakit DM (-), keluhan yang sama seperti dahulu (-),
riwayat trauma (-), keluhan yang sama diderita oleh keluarga pasien disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis :
• Kesadaran : Compos mentis
• Keadaan Umum : Baik
• Tekanan Darah : 118/83 mmHg
• Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tekanan cukup
• Pernafasan : 20 x/menit
• Suhu : 36,5oC
DIAGNOSA
• Pterigium grade IV OD
PENATALAKSANAAN
• Eksisi pterigium + autograft konjungtiva OD
PROGNOSIS
• Visum (Visam) : dubia ad bonam
• Kesembuhan (Sanam) : dubia ad bonam
• Jiwa (Vitam) : dubia ad bonam
• Kosmetika (Kosmeticam) : dubia ad bonam
DEFINISI
Pterigium merupakan kelainan yang paling sering terjadi pada mata yang
patogenesisnya masih belum jelas. Menurut American Academy of Ophthalmology,
pterigium (berasal dari bahasa Yunani yaitu “Pterygos” yang artinya sayap) adalah
poliferasi jaringan subkonjungtiva berupa granulasi fibrovaskular dari (sebelah)
nasal konjungtiva bulbar yang berkembang menuju kornea hingga akhirnya
menutupi permukaan kornea.
ETIOLOGI
• Radiasi Ultraviolet
• Faktor Genetik
• Faktor lain
PATOFISIOLOGI
• Sinar UV B Merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen
suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea.
Tanpa adanya apoptosis (program kematian sel), perubahan pertumbuhan
faktor Beta akan menjadi berlebihan dan menyebabkan pengaturan
berlebihan pula pada sistem kolagenase, perubahan patologis dan timbulnya
jaringan fibrovesikuler, seringkali disertai dengan inflamasi
MANIFESTASI KLINIS
Pterigium hanya akan bergejala ketika
bagian kepalanya menginvasi bagian
tengah kornea dan aksis visual. Kekuatan
tarikan yang terjadi pada kornea dapat
menyebabkan astigmatisme kornea.
Pterigium lanjut yang menyebabkan skar
pada jaringan konjungtiva juga dapat
secara perlahan-lahan mengganggu
motilitas okular, pasien kemudian akan
mengalami penglihatan ganda atau
diplopia.
KLASIFIKASI
• Stadium I : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
• Stadium II : jika pterigium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil,
tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.
• Stadium III : jika pterigium sudah melebihi stadium II tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata.
• Stadium IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
DIAGNOSA
Pasien dengan pterigium datang dengan berbagai keluhan, mulai dari tanpa
gejala sampai dengan gejala kemerahan yang signifikan, pembengkakan, gatal,
iritasi, dan penglihatan kabur berhubungan dengan elevasi lesi dari konjungtiva
dan dekat kornea pada satu atau kedua mata.
Diagnosa Banding
• Pterigium
• Pseudopterigium
• Pinguekulum
PENATAKLASANAAN
• Teknik Bare Sclera
Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan sclera untuk
epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89 persen, telah
didokumentasikan dalam berbagai laporan.
• Teknik Autograft Konjungtiva
Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi 40
persen pada beberapa studi prospektif. Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft,
biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di
eksisi pterygium tersebut.
• Cangkok Membran Amnion
PROGNOSIS
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Rasa tidak nyaman
pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 24
jam postop dapat beraktivitas kembali. Pasien dengan rekuren pterigium dapat
dilakukan eksisi ulang.
DAFTAR PUSTAKA
• American Academy Of Ofthalmology. 2012. Available From : http://www.aao.org/publications/eyenet/201011/upload/Pearls-Nov-Dec-
2010.pdf. Accessed january 2017.
• Dzunic B, Jovanovic P, Et Al.Analysis Of Pathohistological characteristics Of Pterigium. Bosnian Journal Of Basic Medical Science. 2010;10 (4) : 308-
13.
• Raju Kv, Chandra A, Doctor R. Management Of Pterigium- A Brief Review. Kerala Journal Of Ophthamology. 2008;10 (4):63-5.
• Jharmarwala M, Jhaveri R. Pterigium: A New Surgical Technique. Journal Of The Bombay Ophthamologists’ Association. 2008;11(4):129-30.
• Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 17.Jakarta:Widya Medika,2013
• Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2008. Jakarta: FK UI.
• American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course section 8 External Disease and Cornea. 2007-2008. p: 344&405
• T H Tan Donald et all. Pterygium clinical Ophtalmology – An Asian Perspective, Chapter 3.2.Saunders Elsevier. Singapore. 2005. p:207-214.
• D Gondhowiardjo Tjahjono, Simanjuntak WS Gilbert. Pterygium: Panduan Manajemen Klinis Perdami. CV Ondo. Jakarta. 2006. p: 56-58
• Ang Kpl, Chua Llj, Dan Htd. Current Concepts And Techniques In Pterigium Treatment. Curr Opin Ophthalmol. 2006;18: 308–313.
• Gazzard G, Saw Ms, Et Al. Pterigium In Indonesia: Prevalence, Severity, And Risk Factors.Br J Ophthalmol .2002;86:1341–46.
• Snolnick C, Grimmett M, Management of Pterygium. Conjunctival Surgery. Available From: http://www.skolnickeye.com/pdf/PTERYGIUM.pdf.
• Efstathios T. Pathogenetic Mechanism and Treatment Options for Ophthalmic Pterigium : Trends and Perspectives (Review). International Journal of Melecular
Medicine. 2009. Greece. P.439-447

You might also like