Professional Documents
Culture Documents
• Definisi:
– Peny inf kronik
– Disebabkan : Mycobacterium leprae
– Saraf perifer, kulit, mukosa tr. resp atas
organ lain, kec : saraf pusat
Epidemiologi
• Cara penularan: ???
– Anggapan : kontak langsung antar kulit lama dan
erat
• Masa tunas:
– Bervariasi
– 40 hr – 5 th (Ada yg mengatakan samp 10 th
bahkan bisa samp 40 th)
– Penyebaran o/ orang yang terinfeksi
Morbus Hansen
• Bukan penyakit turunan
• Semua umur
• Frek tertinggi umur 25 – 35 th
• Anak-anak < 14 th. ± 13 %
• BTA ditemukan di kulit, folikel rambut,ASI
jarang pada kel. keringat, sputum, urin
Komplikasi
Ulserasi Sosial
Menyeramkan &
Mutilasi ditakuti dampak: Psikologis
(STIGMA)
Deformitas
Ekonomis
SITUASI INDONESIA 2014
17.025 kasus
7
ANGKA CACAT TK 2 2008-2014*
10.00
8.00
7.27 7.86 7.73 8.40 8.71
6.00 6.82 6.33
4.00
2.00
0.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Angka cacat tk. 2 (per 1.000.000 penduduk)
8
Etiologi dan Patogenesis
• Mycobacterium leprae
• Basil tahan asam
• Positif gram
• Ukuran 3 – 8 Um x 0,5 Um
• Biakan medium artifisial (-)
DIAGNOSIS
TANDA KARDINAL
a) Bercak kulit yang mati rasa
b) Penebalan saraf tepi
c) Ditemukan kuman tahan asam
Imunologi Morbus Hansen 10
INDETERMINATE
KLINIS HISTOPATOLOGI
TUBERKULOID
KLINIS HISTOPATOLOGI
GAMBARAN KLINIS DAN HISTOPATOLOGI 12
BORDERLINE TUBERKULOID
KLINIS HISTOPATOLOGI
Lesi satelit
GAMBARAN KLINIS DAN HISTOPATOLOGI 13
MID.BORDERLINE
KLINIS HISTOPATOLOGI
granuloma epiteloid tanpa dikelilingi
limfosit, terdapat zona subepidermal,
tidak didapatkan sel raksasa langhans,
serta BTA dapat dijumpai dalam
jumlah sedang
BORDERLINE LEPROMATOSA
KLINIS HISTOPATOLOGI
LEPROMATOSA
KLINIS HISTOPATOLOGI
Kanan kiri
Berbagai cara pemeriksaan untuk
mengetahui kerusakan fungsi saraf tepi
:
Tes sensoris: rasa raba dengan kapas yang
dipilin ujungnya, rasa nyeri dng jarum
pentul, rasa suhu dengan tabung reaksi
Tes otonom: melalui tes anhidrosis, Tes
Gunawan dengan pensil tinta, tes
pilocarpin daerah anestesi tidak akan
berkeringat setelah injeksi pilocarpin
Tes motoris, VMT (voluntary muscle test)
dan selalu bandingkan kanan dan kiri
anggauta tubuh
Pmx n. ulnaris pmx n. medianus pmx n. tibialis posterior
Tes motorik (Paresis / Paralisis)
Morbus Hansen
KERUSAKAN SARAF
• Indeks Morfologi:
– Persentase bentuk solid dibandingkan dgn jumlah
solid dan non solid
Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan Histopatologik
– Untuk memastikan gambaran klinis
– Penentuan klasifikasi kusta menurut Ridley & Jopling
3. Pemeriksaan Serologis
– Tes ELISA (Enzyme Linked Immuno-sorbent Assay)
– Tes MLPA (Mycobacterium Leprae Particle
Aglutination)
– Tes ML dipstick (Mycobacterim Leprae dipstick)
Diagnosis
D/ kusta paling sedikit 1 tanda Kardinal
– Dermatofitosis
– Tinea versikolor
– Pitiriasis rosea
– Pitiriasis alba
– Psoriasis
– Neurofibromatosis
– dll
Pengobatan
Multi Drugs Treatment (MDT):
• DDS (Diamino Difenil Sulfon)
• Klofazimin (Lamprene)
• Rifampisin
Pemberian MDT:
• Mencegah dan mengobati resistensi
• Memperpendek masa pengobatan
• Mempercepat pemutusan mata rantai penularan
Pengobatan
Obat Alternatif:
• Ofloksasin
• Minosiklin
• Klaritromisin
Pengobatan
MDT Multibasiler (MB)
– BB,BLdan LL
– atau semua tipe BTA (+)
• Rifampisin 600 mg/bulan
• DDS 100 mg/hari
• Klofazimin 300 mg/bln diteruskan 50 mg/hari
• Diberikan 2 – 3 tahun bakterioskopik (-)
• Pemeriksaan klinis setiap bulan
• Pemeriksaan bakterioskopik setiap 3 bulan
Pengobatan
MDT Pausibasiler (PB)
– I, TT, dan BT
• Rifampisin 600 mg
• Ofloksasin 400 mg
• Minosiklin 100 mg
• Respon imun
humoral
• Tipe BL dan LL
(paling banyak)
• Ikatan Ag dan Ab
Pengobatan Reaksi
Prinsip pengobatan :
1. Pemberian obat anti reaksi
2. Istirahat atau imobilisasi
3. Analgetik, sedatif u mengatasi rasa nyeri
4. MDT diteruskan
Pengobatan Reaksi
Pasien sebelum & sesudah pengobatan
Pengobatan Reaksi
Reaksi ENL
• Ringan rawat jalan, istirahat
• Berat rawat inap
• Obat :
– Prednison 40 - 60 mg/hr berat/ringan reaksi
– Klofazimin 200 – 300 mg/hr
– Thalidomide teratogenik, di Indonesia (-)
Pengobatan Reaksi
Reaksi Reversal
• Neuritis (+)
• Prednison 40 mg/hr
• Analgetik + sedatif
• Anggota gerak yang terkena istirahatkan
Neuritis (-)
• Kortikosteroid (-)
• Analgetik kalau perlu
Komplikasi
Komplikasi
BERMACAM VARIASI LESI PADA KUSTA
Sub Polar dan Polar
Lesi tuberkuloid polar yang muncul sejak 3 bulan. Lesi anular, soliter, anestetik. Batas
yang tegas, lesi eritem, dan skuama lebih jelas tampak daripada peninggiannya. Pada
bagian sentral terdapat ‘bintik-bintik merah’ yang merupakan sekuele/ ‘footprints’ dari
uji tusuk jarum (pinprick); hal ini terjadi karena pasien tidak merasakan sensasinya, bila
pasien merasakannya pasien akan withdraw.
Dua buah reaksi host yang berbeda pada penyakit lepra lepromatosa yang tampak pada
kedua telinga. Pada gambar kiri, infiltrasi yang difus terjadi begitu luas sehingga kulit
telinga terlipat, tidak terbentuk nodul. (Dikutip dari: Demis DJ: Clinical Dermatology,
23rd revision, vol 3, unit 16-29, 1996, p.14). Pada gambar kanan, pada helix telinga
didapatkan 4 buah nodul lepra lepromatosa, tersusun kronologis dimana nodul terbaru
terletak di atas dan terlama di bawah. Dua buah nodul di atas mempunyai batas tidak
tegas dibandingkan dengan dua buah nodul di bawah. Kulit di antara lesi juga
terinfiltrasi secara difus, tetapi tidak memberikan gejala perubahan klinis.
LL sub polar:
• Infiltrat
• Makula eritem
• Simetris
• Foto ini:
plak Borderline pada
bokong kiri – jarang
didapatkan
LL sub polar:
• Kasus dini penyakit LL
• Infiltrat difus nyata
• Tersebar di seluruh
wajah & kedua telinga
LL polar:
• Kusta LL yang lanjut
• Infiltrat difus
• Simetris
• Nodul-nodul pada
wajah & kedua telinga
• Madarosis
LL polar:
• Kusta LL yang lanjut
• Iinfiltrat difus
bergabung dengan
nodulus-nodulus
• Pada alis mata, pipi,
cuping hidung dan
dagu ataupun pada
kedua cuping telinga
LL polar:
• Kusta LL yang lanjut
• Infiltrasi difus & lesi
noduler