Anak Prodi D3 & S1 Keperawatan STIKep PPNI Jabar Oleh : Dewi Srinatania Imunisasi Usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan memasukan vaksin ke dalam tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Terbagi menjadi 1. Immunisasi Wajib : BCG, DPT, Polio, Campak, Hep B 2. Imunisasi anjuran : Hib, Pneumokokus (PCV), Influenza, MMR, Tifoid, Hepatitis A, dan Varisela. VAKSIN • Bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut seperti vaksin polio. Tujuan Diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu. Pertahanan Tubuh • Non Spesifik : Coplemen dan makrofag Coplemen dan makrofag ini yang pertama kali akan memberikan peran ketika ada kuman yang masuk kedalam tubuh. • Spesifik : System humoral dan selular System pertahanan tersebut hanya bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya. Sistem pertahanan humoral akan menghasilkan zat yang disebut immunoglobulin (Ig A, IgM, Ig G, Ig E, Ig D) dan system pertahanan seluler terdiri dari Limfosit B dan Limfosit T, dalam pertahanan spesifik selanjutnya akan menghasilkan satu cell yang disebut sel memori, sel ini akan berguna atau sangat cepat dalam bereaksi apabila sudah pernah masuk kedalam tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip imunisasi. PRINSIP KERJA VAKSIN • Dalam imunisasi, vaksin bekerja dengan meniru prinsip kerja sistem imun tubuh. Ketika tubuh mendapatkan suntikan vaksin tertentu, reseptor pada sel limfosit akan mengenali antigen yang terdapat pada virus atau bakteri dalam vaksin. Pada sel B, antigen akan berikatan dengan imunoglobulin di permukaan sel. Sementara itu, antigen T-dependent, akan memicu rangkaian proses perubahan (transformasi) Sel B dengan bantuan Sel Th untuk kemudian berdiferensiasi menjadi sel plasma dan Sel B memori. • Sel B juga membentuk sel memori yang kelak jika bertemu (terpapar) lagi dengan antigen serupa, akan lebih cepat memperbanyak diri (ber-proliferasi) dan segera menghasilkan antibodi untuk menangkal virus/bakteri. Inilah sebenarnya tujuan dari imunisasi sendiri. Meskipun sel plasma yang terbentuk tidak berumur lama, kadar antibodi spesifik di dalam tubuh cukup tinggi sehingga dapat bersifat protektif untuk jangka waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, harus dilakukan imunisasi ulang atau booster. Booster merupakan upaya untuk mendapatkan kadar antibodi yang protektif dan bertahan lama. Respons Primer
1.Vaksin disuntikkan ke dalam tubuh seseorang.
2.Kuman tidak dapat membuat sakit karena telah dimatikan/dilemahkan. Namun, komponen antigen yang dibawanya dapat merangsang pembentukan antibodi yang akan melawan kuman. 3.Salah satu Limfosit B di dalam tubuh seseorang akan mengenali antigen di dalam vaksin. 4.Limfosit B memperbanyak diri dan membentuk “klon” sel-sel B yang mirip. 5.Sel-sel (limfosit) B “klon” berubah menjadi sel plasma atau sel B memori. 6.Sel plasma menghasilkan antibodi yang sudah “dilatih” untuk mengikatkan diri dengan bakteri atau virus yang pernah dimasukkan ke dalam tubuh melalui vaksin. Respons Sekunder
1.Seseorang terinfeksi kuman secara alami (alamiah).
2.Kuman langsung dikenali oleh Sel B memori yang sudah terbentuk sebelumnya. 3.Sel B memori memperbanyak diri dengan cepat. 4.Sel B memori berubah menjadi sel plasma. 5.Sel plasma menghasilkan antibodi dalam jumlah besar yang dapat mengikatkan diri secara cepat dengan kuman dan memusnahkan kuman tersebut. BCG (Bacillus Calmette Guerin) • Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang berat seperti TBC selaput otak , TBC Milier (pada seluruh lapangan paru) atau TBC tulang. Imunisasi BCG • Merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. • Frekuensi pemberian imunisasi BCG adlh 1 X Umur Pemberian 0-11 bulan, akan tetapi pada umumnya diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan, Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum. • Cara pemberian imunisasi BCG melalui intradermal, Suntikan 0,05 ml intra kutan • Efek samping pada BCG dapat terjadi ulkus pada daerah suntikan dan dapat terjadi limfadenitis regional, dan reaksi panas. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam (Theophilus, 2000). Imunisasi DPT (Dipteri, Pertusis, dan Tetanus) • Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Penyakit ini mudah menular melalui batuk atau bersin. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti peneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin ini diberikan 5 kali pada usia 2,4,6,18, bulan dan 5 tahun Pemberian Imunisasi DPT • Melalui intramuscular. • Efek samping pada DPT mempunyai efek ringan dan efek berat, efek ringan seperti pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam. Sedangkan efek berat dapat menangis hebat kesakitan kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan shock. Terdiri dari : 1. Toxoid difteri raccun yang dilemahkan Bordittela pertusis bakteri yang dilemahkan 2. Toxoid tetanus racun yang lemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat Merupaka vaksin cair, jika didiamkan sedikit berkabut, dan terdapat endapan putih di dasarnya. Dosis 0,5 ml secara intramuscular di bagian luar paha. Vaksin mengandung Alumunium fosfat, jika diberika subkutan menimbulkan peradangan dan nekrosis setempat. • Efek Samping: Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun panas. Namun jika demam tak muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa saja karena kualitas vaksinnya jelek. Misal : Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DPT tetap aman. Kejang demam tak membahayakan, karena si kecil mengalami kejang hanya ketika demam dan tak akan mengalami kejang lagi setelah demamnya hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si kecil dapat diberikan vaksin DPT asesular yang tak menimbulkan demam. Kalaupun terjadi demam, umumnya sangat ringan, hanya sekadar sumeng. • Indikasi Kontra: Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya disebabkan suatu penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DTP. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan panas. POLIO • Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layu. Vaksin polio ada dua jenis, yakni : Ø Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV) Ø Oral Polio Vaccine (OPV) Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV) • IPV dihasilkan dengan cara membiakkan virus dalam media pembiakkan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan pemanasan atau bahan kimia. • Pemberian vaksin tersebut dengan cara suntikan subkutan dengan dosis 0,5 ml diberikan dalam 4 kali berturut-turut dalam jarak 2 bulan. • Untuk orang yang mempunyai kontraindikasi atau tidak diperbolehkan mendapatkan OPV maka dapat menggunakan IPV. Demikian pula bila ada seorang kontak yang mempunyai daya tahan tubuh yang lemah maka bayi dianjurkan untuk menggunakan IPV. Oral Polio Vaccine (OPV) • Jenis vaksin Virus Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV) ini paling sering dipakai di Indonesia. Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan cairan melalui mulut. Vaksin ini terbuat dari virus liar (wild) hidup yang dilemahkan. • Komposisi vaksin tersebut terdiri dari virus Polio tipe 1, 2 dan 3 adalah suku Sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis sebanyak 2 tetes mengandung virus tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin tidak lebih dari 2 mcg dan kanamisin tidak lebih dari 10 mcg. • Vaksin ini diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18, bulan, dan 5 tahun. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulang diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT, pmberian imunisasi polio dapat menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomyelitis. • Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Imunisasi Campak • Imunisasi campak diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin campak diberikan pada umur sembilan bulan, dalam satu dosis 0,5 ml subkutan dalam (IDAI, 2001) • Imunisasi campak hanya diberikan satu kali suntikan, dimana tubuh anak dirangsang untuk membuat antibody yang menimbulkan kekebalan (Dirjen PPM dan PL, 2000). Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi, mungkin terjadi demam ringan dan tampak sedikit bercak merah pada pipi dibawah telinga pada hari ke tujuh sampai hari ke delapan setelah penyuntikan. Mungkin pula terdapat pembengkakan pada tempat suntikan. Efek Samping & Kontra Indikasi • Efek samping imunisasi campak diantaranya adalah demam tinggi (suhu lebih dari 39,4ºC) yang terjadi delapan sampai sepuluh hari setelah vaksinasi dan berlangsung selama sekitar 24 - 48 jam (insidens sekitar dua persen), dan ruam selama sekitar satu sampai dua hari (insidens sekitar dua persen) (Wahab dan Julia, 2002). • Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak yang sakit parah, menderita TBC tanpa pengobatan, defisiensi gizi, penyakit gangguan kekebalan, riwayat kejang demam, panas lebih dari 38ºC (Markum, 2002). Imunisasi Hepatitis B • Vaksinasi ini dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit Hepatitis B. vaksin terbuat dari bagian virus bepatitis B yang dinamakan HbsAg, yang dapat menimbulkan kekebalan tetapi tidak menimbulkan penyakit (Markum, 2002) • HBsAg (hepatitis B surface antigen) adalah protein yang dilepaskan oleh virus hepatitis B yang sedang menginfeksi tubuh. Karena itu, protein ini dapat digunakan sebagai penanda atau marker terjadinya infeksi hepatitis B • Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis 3 kali • Waktu pemberian hepatitis B pada umur 0-11 bulan. Cara pemberian imunisasi hepatitis ini adalah intra muskular. • Imunisasi hepatitis B diberikan sebanyak tiga kali, dengan jarak antar suntikan empat minggu, diberikan dengan suntikan intramusculer pada paha bagian luar dengan dosis 0,5 ml (Dirjen PPM dan PL, 2000). Interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga. • Efek samping pemberian imunisasi Hepatitis B diantaranya rasa sakit pada area suntikan yang berlangsung satu atau dua hari, demam ringan dan reaksi alergi yang serius termasuk ruam (Cave & Mitchell, 2003). IMUNISASI YANG DIANJURKAN • Vaksin-vaksin tersebut adalah 1. Hib 2. Pneumokokus (PCV) 3. Influenza 4. MMR 5. Tifoid 6. Hepatitis A, 7. dan Varisela. HIB Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh haemophilus influenza tipe b yang disebabkan oleh bakteri. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis (radang selaput otak), pneumonia (radang paru) dan infeksi tenggorokan. Vaksin ini diberikan 4 kali pada usia 2,4,6 dan 15-18 bulan. Dosis 0,5 ml diberikan Intra Muskular Vaksin dlam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit disimpan pada suhu 2-8ºC Imunisasi Hib diberikan secara suntikan dibagian otot paha. Imunisasi ini diberikan dalam satu suntikan bersama imunisasi Difteria, Pertussis dan Tetanus (DPT). Juga boleh diberikan bersama imunisasi lain seperti imunisasi Hepatitis B. Imunisasi Pneumokokus (PCV) • PCV atau Pneumococcal Vaccine alias imunisasi pneumokokus memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit IPD (Invasive Peumococcal Diseases), yakni meningitis (radang selaput otak), bakteremia (infeksi darah), dan pneumonia (radang paru). • Ketiga penyakit ini disebabkan kuman Streptococcus Pneumoniae atau Pneumokokus yang penularannya lewat udara. • Gejala yang timbul umumnya demam tinggi, menggigil, tekanan darah rendah, kurang kesadaran, hingga tak sadarkan diri. • Penyebar lewat darah (invasif) sehingga dapat memperluas organ yang terinfeksi. • Dapat diberikan sejak usia 2 bulan, kemudian berikutnya di usia 4 dan 6 bulan. Sedangkan pemberian ke-4 bisa dilakukan saat anak usia 12-15 bulan atau ketika sudah 2 tahun.Bila hingga 6 bulan belum divaksin, bisa diberikan di usia 7-11 bulan sebanyak dua dosis dengan interval pemberian sedikitnya 1 bulan. Dosis ke-3 dapat diberikan pada usia 2 tahun. Atau hingga 12 bulan belum diberikan, vaksin bisa di berikan di usia 12-23 bulan sebanyak dua dosis dengan interval sedikitnya 2 bulan. • Efek Samping: Demam ringan, kurang dari 38 C, rewel, mengantuk, nafsu makan berkurang, muntah, diare, dan muncul kemerahan pada kulit. Reaksi ini terbilang umum dan wajar karena bisa hilang dengan sendirinya. Vaksin Influenza • Dapat diberikan setahun sekali sejak umur 6 bulan. Vaksin ini dapat terus diberikan hingga dewasa. • Diberikan sejak usia 6 bulan yang kemudian diulang setiap tahun, lantaran vaksinnya hanya efektif selama 1 tahun. Efek Samping: • Muncul demam ringan antara 6-24 jam setelah suntikan. Atau, muncul reaksi lokal seperti kemerahan di lokasi bekas suntikan. Namun tidak usah khawatir karena reaksi tersebut akan hilang dengan sendirinya. MMR (Mumps, Measles and Rubella) Memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit Mumps (gondongan/parotitis), Measles (campak), dan Rubella (campak Jerman). Terutama buat anak perempuan, vaksinasi MMR sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya rubela pada saat hamil. Sementara pada anak lelaki, nantinya vaksin MMR mencegah agar tak terserang rubela dan menulari sang istri yang mungkin sedang hamil. Penting diketahui, rubela dapat menyebabkan kecacatan pada janin. MMR merupakan pengulangan vaksin campak, ditambah dengan Gondongan dan Rubela (Campak Jerman). Diberikan saat anak usia 15 bulan dan diulang saat anak berusia 6 tahun. • Reaksi dari vaksin ini biasanya baru muncul tiga minggu setelah diberikan, berupa bengkak di kelenjar belakang telinga • Diberikan 2 kali, yaitu pada usia 15 bulan dan 6 tahun. Jika belum mendapat imunisasi campak di usia 9 bulan, maka MMR dapat diberikan di usia 12 bulan, dan diulangi pada umur 6 tahun. Tifoid • Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni : 1. vaksin oral (Vivotif) dan 2. vaksin suntikan (TyphimVi). Keduanya efektif mencekal demam tifoid alias penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, dan makanan-minuman yang tidak higienis. Dia masuk melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna. Pemberian imunisasi • Vaksin suntikan diberikan satu kali kepada anak umur 2 tahun dan diulang setiap 3 tahun. Pengulangan ini perlu mengingat serangan penyakit tifus bisa berulang, ditambah banyaknya lingkungan yang tidak higienis dan kurang terjaminnya makanan yang dikonsumsi anak Hepatitis A • Diberikan pada anak usia di atas 2 tahun. Immunisasi diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun, Immunisasi dasar 3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian, dosis vaksin (Harvix- inactivated virus strain HM 175) 0,5 ml secara IM di daerah deltoid. • Reaksi yang terjadi kadang demam, lelah, lesu, mual dan hilang nafsu makan. • Efek samping Umumnya, tak menimbulkan reaksi. Namun, meski sangat jarang, dapat muncul rasa sakit pada bekas suntikan, gatal, dan merah, disertai demam ringan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari So….. • Sebelum bayi mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi berilah imunisasi sedini mungkin segera setelah bayi lahir dan usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur satu tahun (Dirjen PPM dan PL, 2000). Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca imunisasi, dipertimbangkan untuk pemberian parasetamol 15 mg/kgbb pada bayi setelah imunisasi, terutama paska imunisasi DPT. Kemudian dilanjutkan setiap tiga sampai empat jam sesuai kebutuhan, maksimal empat kali dalam 24 jam (IDAI, 2001). Thanks for your Attention