You are on page 1of 73

HEMIPARESIS

ALTERNANS
Pembimbing:
dr. Harry Prima Sya Putra, Sp.S

Oleh:
dr. Atika Indah Sari
PENDAHULUAN
pendahuluan Stroke adalah penyebab
kematian ketiga di dunia setelah
penyakit jantung koroner dan
kanker.

15 juta orang yang terserang


stroke, di mana sepertiganya
meninggal dunia dan sisanya
mengalami kecacatan permanen.

laki-laki dan pada kelompok usia


di atas 45 tahun

Yayasan Stroke Indonesia tahun jumlah kematian yang disebabkan


2012 oleh stroke menduduki urutan
kedua pada usia di atas 60 tahun
dan urutan kelima pada usia 15-59
tahun.
perubahan pola hidup dalam
masyarakat.
usia lanjut.
• Stroke atau yang disebut juga dengan gangguan
peredaran darah otak merupakan gangguan fungsi saraf
yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak
yang timbul secara mendadak dengan gejala atau tanda
yang sesuai dengan daerah yang terganggu.
• faktor yang dapat dikendalikan seperti hipertensi,
diabetes, dan merokok, serta ada faktor yang tidak dapat
dikendalikan seperti usia dan keturunan.
• stroke karena perdarahan dan stroke karena bukan
perdarahan
Stroke atau yang disebut juga dengan gangguan peredaran darah otak
merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah dalam otak
• timbul secara mendadak dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.

faktor yang dapat dikendalikan

• hipertensi, diabetes, dan merokok, serta ada

faktor yang tidak dapat dikendalikan

• usia dan keturunan.

stroke karena perdarahan dan stroke karena bukan perdarahan


• Stroke karena perdarahan atau stroke hemoragik
merupakan jenis stroke yang paling mematikan, terjadi
sebesar 15-20% dari semua stroke.
• Literatur lain menyatakan 8 – 18% dari stroke
keseluruhan yang bersifat hemoragik.
• Kejadian perdarahan intraserebral sebesar 10-15% dan
perdarahan subarachnoid sekitar 5%.
• Perdarahan intraserebral memiliki tingkat mortalitas lebih
tinggi dari infark cerebral, dengan angka kematian
sebesar 60-90%.
stroke hemoragik 8 – 18% dari stroke
15-20% dari semua
merupakan jenis stroke keseluruhan yang
stroke
yang paling mematikan, bersifat hemoragik.

Perdarahan intraserebral
perdarahan intraserebral memiliki tingkat
sebesar 10-15% , mortalitas lebih tinggi
perdarahan dari infark cerebral,
subarachnoid sekitar 5%. dengan angka kematian
sebesar 60-90%
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
• Stroke merupakan Definisi ini mencakup stroke akibat
infark otak (Stroke Iskemik), perdarahan intraserebral
(PIS) non traumatik, perdarahan intraventrikuler dan
beberapa kasus perdarahan subarachnoid.5
• Stroke infark merupakan stroke yang disebabkan oleh
menurunnya aliran darah ke otak akibat obstruksi pada
pembuluh darah pada suatu area otak sehingga area
tersebut kekurangan nutrisi dan oksigen
DEFINISI
suatu sindrom yang ditandai dengan gejala
dan atau tanda klinis yang berkembang
dengan cepat yang berupa gangguan
fungsional otak fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada
intervensi bedah atau membawa kematian)
yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler.

stroke akibat infark otak (Stroke Iskemik),


perdarahan intraserebral (PIS) non
traumatik, perdarahan intraventrikuler dan
perdarahan subarachnoid

Stroke infark merupakan stroke yang


disebabkan oleh menurunnya aliran darah
ke otak akibat obstruksi pada pembuluh
darah pada suatu area otak sehingga area
tersebut kekurangan nutrisi dan oksigen
PATOFISIOLOGI
• Mekanisme Aterosklerosis dan Atherotrombus
• Aterosklerosis merupakan kerusakan dinding arteri akibat deposit
lemak/plak sehingga terjadi penyempitan dan pengerasan yang
menyebabkan berkurangnya fungsi pada jaringan yang disuplai
oleh arteri tersebut.
• Berulangnya kerusakan dinding arteri akan membentuk bekuan
darah yang disebut trombus  penurunan aliran darah lebih lanjut.
• thrombus akan membesar dan menutup lumen arteri atau
thrombus dapat terlepas dan membentuk emboli yang akan
mengikuti aliran darah dan menyumbat arteri di daerah yang lain.
Akumulasi
lipoprotein pada Stress Oksidatif. Aktivasi Sitokin.
tunika intima.

Migrasi
Migrasi Smooth
Penetrasi Makrofag dan
Muscle Cell
Monosit. Pembentukan
(SMCs).
Foam Cell.

Akumulasi
Kalsifikasi dan
Matriks Ekstra
Fibrosis.
Seluler.
Pembentukan trombus paling
Atherosklerosis dan pembentukan
mungkin terjadi pada area dimana
plak  penyempitan atau oklusi
aterosklerosis menyebabkan
arteri dan merupakan penyebab
penyempitan pembuluh darah
stenosis arteri
yang paling berat
• Pembentukan Trombus
• Endotel pembuluh darah yang normal bersifat anti-trombosis. Hal
ini disebabkan adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi
sel endotel serta adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel yang
bersifat vasodilator dan inhibisi agregasi trombosit. Endotel yang
mengalami kerusakan akan menyebabkan darah berhubungan
langsung dengan serat kolagen pembuluh darah dan merangsang
agregasi trombosit serta pengeluaran bahan-bahan granula
trombosit dan bahan-bahan dari makrofag yang mengandung
lemak.
Proses thrombosis pada pembuluh darah
yang rusak melewati tiga fase
Adhesi trombosit.
• Merupakan proses perlekatan trombosit pada jaringan sub-endotelial lewat interaksi antara
glikoprotein Ib dengan von wildebrand factor (vWF).
Perubahan bentuk dan sekresi.
• Merupakan tanda dari aktivasi trombosit dimana bentuk trombosit yang awalnya bulat
berubah menjadi cakram akibat pembentukan pseudopodia yang kemudian melekat pada
endotel.
• Trombosit yang sudah aktif tadi kemudian mensekresikan ADP (adhenosine diphospate)
yang memulai proses agregasi trombosit.
Agregasi trombosit.
• Proses ini diawali dengan ADP yang disekresikan oleh trombosit aktif yang membentuk
agregasi primer yang bersifat reversibel.
• Trombosit pada agregasi primer kemudian akan mengeluarkan ADP lagi yang memicu
proses agregasi sekunder yang ireversibel.
• Selain ADP juga dibutuhkan kalsium dan fibrinogen yang menunjang terjadinya agregasi
trombosit. Proses ini akan terus berlanjut dimana ADP juga akan disekresikan bersama
dengan tromboksan A2 yang menyebabkan trombosit lain ikut beragregrasi ke tempat
endotel yang rusak tadi.
Mekanisme Kematian Neuron pada
Stroke Infark
Otak orang dewasa menggunakan 20 % darah yang dipompa oleh jantung pada saat
keadaan istirahat dan dalam keadaan normal mengisi 10 % dari ruang intracranial.

ADO secara ketat meregulasi kebutuhan dari metabolik otak, rata-rata aliran ADO 50 ml/100
gram jaringan otak per menit pada manusia dewasa.

jika terlalu banyak maka akan meningkatkan tekanan intrakranial sehingga akan menekan
dan merusak jaringan otak, sedangkan terlalu sedikit ADO akan menyebabkan suplai darah
yang tidak adekuat.

Iskemik : jika aliran darah ke otak dibawah 18-20 ml/100 gram otak per menit

kematian jaringan otak terjadi bila ADO turun di bawah 8-10 ml/100 gram jaringan otak per
menit.
faktor-faktor yang mempengaruhi volume
aliran darah ke otak
• 1)Faktor Intrinsik
• Tekanan darah sistemik
• Kemampuan jantung untuk memompa
• Kualitas arteri karotis dan vertebrobasiler
• Kualitas darah yang menentukan viskositas darah
• 2.)Faktor Ekstrinsik
• Autoregulasi cerebral
• Biokimiawi Regional
• Syaraf Otonom
menyebabkan gambaran
Ketika perfusi ke otak
pusat sentral area infark
menghilang dalam  terjadinya reaksi
irreversible yang
beberapa detik atau cascade iskemik
dikelilingi oleh penumbra
menit
(potensial reversibel)
KLASIFIKASI
Transient Ischemic Attack (TIA)

• Merupakan suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya
berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh trombus atau emboli.

Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)

• Gejala pada RIND sama seperti TIA namun butuh waktu lebih lama untuk menghilang.
RIND akan membaik dalam waktu 24-48 jam, sedangkan PRIND (Prolonged
Reversible Neurological Deficit) akan membaik dalam beberapa hari yakni 3-4 hari.

Stroke In Evolution (Progressing Stroke)

• Pada bentuk ini, gejala dan tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48 jam.
Kelainan atau deficit neurologic yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang
bersifat ringan menjadi lebih berat.

Complete Stroke non hemmorhagic

• Kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.
Kelainan neurologis yang muncul bermacam-macam, tergantung pada daerah otak
mana yang mengalami infark.
KLASIFIKASI
• II. Oxfordshire Community Stroke Project Classification (OCSP)
• Klasifikasi ini menggolongkan stroke iskemik berdasarkan gambaran klinis pada
waktu onset stroke muncul. Klasifikasi ini mempunyai kelemahan pada
penjelasan patofisiologi stroke, namun klasifikasi ini memiliki kelebihan disisi
kemudahan, kecepatan, dan tidak membutuhkan pemeriksaan diagnostik yang
banyak.
• a) TACS (Total Anterior Circulation Syndrome)
• Jika ditemukan trias gejala, yaitu : Hemiparesis (atau hemisensory loss), disfasia
(atau gangguan fungsi luhur yang lain) dan homonymous hemianopia.
• b) PACS (Partial Anterior Circulation Syndrome)
• Jika hanya ditemukan dua dari tiga gambaran klinis di atas atau dengan disfungsi
kortikal tunggal atau deficit motorik dan sensorik sebagian (misalnya hanya
tangan saja)
• c) LACS (Lacunar Syndrome)
• Jika ditemukan gangguan motorik murni, gangguan sensorik murni atau ataksia
hemiparesis.
• d) POCS (Posterior Circulation Syndrome)
• Jika ditemukan adanya gangguan batang otak, gangguan serebelum, atau
ditemukan hanya homonymous hemianopia
Oxfordshire Community Stroke Project
Classification (OCSP)
a) TACS (Total Anterior Circulation Syndrome)

• Jika ditemukan trias gejala, yaitu : Hemiparesis (atau hemisensory loss), disfasia
(atau gangguan fungsi luhur yang lain) dan homonymous hemianopia.

b) PACS (Partial Anterior Circulation Syndrome)

• Jika hanya ditemukan dua dari tiga gambaran klinis di atas atau dengan
disfungsi kortikal tunggal atau deficit motorik dan sensorik sebagian (misalnya
hanya tangan saja)

c) LACS (Lacunar Syndrome)

• Jika ditemukan gangguan motorik murni, gangguan sensorik murni atau ataksia
hemiparesis.

d) POCS (Posterior Circulation Syndrome)

• Jika ditemukan adanya gangguan batang otak, gangguan serebelum, atau


ditemukan hanya homonymous hemianopia
DIAGNOSIS
• Anamnesis

• Karateristik Gejala dan Tanda


• Modalitas yang terlibat (motorik, sensorik, visual)
• Daerah anatomi yang terlibat
• Apakah gejala tersebut fokal atau non fokal
• Apa kualitasnya
• Konsekuensi Fungsional
• Kecepatan Onset dan Perjalanan Gejala Neurologis
• Apakah ada kemungkinan presipitasi?
• Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai
• Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga
yang relevan
• Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan
Glasgow Coma Scale (GCS)

pemeriksaan tanda rangsangan meningeal untuk mencari


apakah ada tanda-tanda iritasi selaput meningeal.

Gejala subyektifnya meliputi sakit kepala, kuduk terasa


kaku, fotofobia, hiperakusis dan opistotonus.

pemeriksaan kaku kuduk, Kernig, Brudzinsky I, dan


Brudzinsky II.
pemeriksaan fungsi saraf otak (nervus cranialis)

Pemeriksaan saraf otak (I-XII) dapat membantu untuk menentukan


lokasi dan jenis penyakit

Pemeriksaan Motorik juga


• kerusakan pada Upper Motor Neuron (UMN)
• dengan karakteristik lumpuh, hipertoni, hiper refleksi dan klonus serta reflex patologis.

Pemeriksaan sensorik juga dilakukan untuk mengetahui apakah ada


komplikasi ke sistem sensorik
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• CT Scan,
• EKG,
• glukosa darah,
• elektrolit serum,
• tes fungsi ginjal,
• hitung darah rutin,
TERAPI
Manajemen Umum Stroke

Memberikan life support (bantuan hidup) secara umum


• Pembebasan jalan nafas dengan suction atau intubasi
• Oksigenasi jika diperlukan untuk mencegah hipoksia
• Pengendalian sirkulasi darah agar tidak terjadi penurunan perfusi
ke jaringan otak
• Manajemen cairan dan elektrolit
• Mengatur posisi kepala lebih tinggi 150-300 sehingga memperbaiki
venous return.
• Mengatasi kejang
• Mengatasi rasa nyeri
• Menjaga suhu tubuh normal <37,50 C
• Menghilangkan rasa cemas
Meminimalkan lesi stroke

Mencegah komplikasi
akibat stroke

Melakukan rehabilitasi

Mencegah timbulnya
serangan ulang stroke
Manajemen Stroke Infark

• Tatalaksana Hipertensi
• Selama jam-jam pertama setelah onset gejala stroke, terapi
hipertensi berat menjadi masalah, karena penurunan mendadak
tekanan darah arteri dapat menyebabkan penurunan perfusi lokal
yang berbahaya.
• Manajemen hipertensi dilakukan tanpa obat kecuali bila mean
arterial pressure (MAP) lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah
sistolik > 220 mmHg.
• Ini dikarenakan otoregulasi sirkulasi serebral di dalam dan disekitar
lesi iskemik terganggu, dan aliran darah regional pada area
tersebut berubah secara pasif seperti perubahaan tekanan perfusi.
• Selain itu hamper pada semua kasus tekanan darah akan turun
dengan sendirinya dalam 1-2 minggu. Penggunaan terapi anti
hipertensi juga harus berhati-hati karena terdapat bukti klinis yang
menunjukkan efek merugikan dari penurunan tekanan darah yakni
perluasan infark.
• b. Antikoagulan (LMWH, Heparin)
• tidak direkomendasikan untuk terapi pada pasien stroke iskemik
akut.
• Bagi pasien dengan stroke iskemik atau TIA dengan AF persisten
atau paroksismal direkomendasikan anti koagulan adjusted-dose
warfarin.
• Pemakaian rutin antikoagulan tidak direkomendasikan untuk terapi
stroke iskemik dan progressing stroke.
• c. Antiplatelet agregasi
• Pemberian aspirin oral (dosis awal 325 mg) dalam 24-48 jam
setelah onset stroke direkomendasikan.
• Bagi pasien dengan stroke iskemik non kardioembolik atau TIA,
obat antiplatelet lebih direkomendasikan dibanding antikoagulan
oral untuk mengurangi resiko stroke rekuren dan kejadian
kardiovaskuler lainnya.
• Pilihan obat yang tersedia untuk terapi awal adalah aspirin (50-325
mg), kombinasi aspirin dan extended-release dipiridamol (25-200
mg) dan monoterapi clopidogrel (75 mg).
STROKE HEMIPARESIS ALTERNANS
lesi vaskular berada di daerah batang otak sesisi, maka akan
menyebabkan hemiparesis atau hemihipestesia alternans yang
mana berarti pada tingkat lesi hemiparesis atau hemihipestesia
bersifat ipsilateral sedangkan pada bagian distal dari lesi
hemeiparesis atau hemihipestesi bersifat kontralateral.

Kerusakan unilateral pada kortikobulbar atau kortikospinal di


tingkat batang otak menimbulkan di tingkat batang otak
menimbulkan sindrom hemiplegia alternans.

kelumpuhan UMN yang melanda otot-otot belahan tubuh


kontralateral yang berada di bawah tingkat lesi, setingkat lesinya
terdapat kelumpuhan LMN yang melanda otot-otot yang disarafi
oleh saraf kranial yang terlibat dalam lesi
Sindrom Hemiplegia Alternans Alternans
di Mesensefalon

• nervus okulomotorius ipsilateral ikut terlibat dikenal sebagai hemiplegia alternans n.


okulomotorius atau sindrom dari weber.
• hemiparesis alternans yang ringan sekali tidak saja disertai oleh paresis ringan n.III, akan
tetapi dilengkapi juga dengan adanya gerakan involunter pada lengan dan tungkai yang
paretic ringan (di sisi kontralateral).
• Sindrom ini disebut dengan sindrom benedikt.
• manifestasi kelumpuhan n.III itu ialah
• (a) paralisis m.rectus internus (medialis), m.rectus superior, m.rectus inferior, m.obliqus
inferior, dan m.levator palpebrae superior sehingga
• strabismus divergen, diplopia jika melihat ke seluruh jurusan dan ptosis.
• (b) paralisis m.sfingter pupilae, sehingga terdapat pupil yang melebar (midriasis).
Sindrom Hemiplegia Alternans Alternans
di Pons
• Sebagaimana sudah disinggung di atas, sindrom hemiplegiaa di pons
disebabkan oleh lesi vascular unilateral. Selaras dengan pola
percabangan arteri-arteri maka lesi vaskuler di pons dapat divagi di
dalam: (1) Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari
rami perforantes medialis arteri basilaris (2) Lesi lateral yang sesuai
dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens yang pendek. (3) Lesi
di tegmenum bagian rostral pons akibat penyumbatan arteri serebeli
superior. (4) lesi di tegmentum bagian kaudal pons yang sesuai dengan
kawasan perdarahan cabang sirkumferens yang panjang.
• Hemiplegiaa alternans akibat lesi di pons adalah selamanya kelumpuhan
UMN yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada di
bawah tingkat lesi yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN pada
otot-otot yang disarafi oleh nervus abdusens (n.VI) atau nervus fasialis
(n.VII).
• Jenis-jenis hemiplegia alternans di pons berbeda karena adanya selisih
derajat kelumpuhan UMN yang melanda lengan dan tungkai berikut
dengan gejala pelengkapnya yang terdiri dari kelumpuhan (LMN) pada
otot-otot yang disarafi oleh n. VI (abdusens) dan n.VII (fasialis) dan
gejala-gejala okuler.
Sindrom Hemiplegia Alternans Alternans
di Pons

lesi vaskuler di pons dapat divagi di dalam:

• (1) Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes medialis arteri basilaris
• (2) Lesi lateral yang sesuai dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens yang pendek.
• (3) Lesi di tegmenum bagian rostral pons akibat penyumbatan arteri serebeli superior.
• (4) lesi di tegmentum bagian kaudal pons yang sesuai dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens
yang panjang.

Hemiplegiaa alternans akibat lesi di pons adalah selamanya kelumpuhan UMN


yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada di bawah tingkat lesi
yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang disarafi oleh
nervus abdusens (n.VI) atau nervus fasialis (n.VII).

Jenis-jenis hemiplegia alternans di pons berbeda karena adanya selisih derajat


kelumpuhan UMN yang melanda lengan dan tungkai berikut dengan gejala
pelengkapnya yang terdiri dari kelumpuhan (LMN) pada otot-otot yang disarafi oleh
n. VI (abdusens) dan n.VII (fasialis) dan gejala-gejala okuler.
Sindrom Hemiplegia Alternans di Batang
Otak
• Kawasan-kawasan vaskularisasi di medulla oblongata ternyata
sesuai dengan area lesi-lesi yang mendasari sindrom hemiplegia
alternans di medulla oblongata.
• Bagian paramedian medulla oblongata diperdarahi oleh cabang a.
vertebralis.
• Bagian lateralnya mendapat vaskularisasi dari a. serebeli inferior
posterior,
• bagian dorsalnya divaskularisasi oleh a. spinalis osterior dan a.
serebeli inferior posterior.
• Lesi unilateral yang menghasilkan hemiplegiaa alternans sudah jelas
harus menduduki kawasan pyramid sesisi dan harus dilintasi oleh
radiks n. hipoglossus.
• Maka dari itu, kelumpuhan UMN yang terjadi melanda bagian tubuh
kontralateral yang berada di bawah tingkat leher dan diiringi oleh
kelumpuhan LMN pada belahan lidah sisi ipsilateral. Itulah sindrom
hemiplegia alternans nervus hipoglossus atau sindrom medular
medial.
• Dejerine telah melukis sindrom tersebut berikut dengan
kuadriplegia UMN yang disertai kelumpuhan LMN
bilateral pada lidah. Sindrom itu disebabkan oleh lesi
median yang bilateral.
• juga ada sindrom medular lateral, yang lebih dikenal
dengan nama sindrom Wallenberg. Gejala pokoknya ialah
hemihipestesia alternans, yaitu hipestesia pada belahan
tubuh sisi kontralateral yang berkombinasi dengan
hipestesia pada belahan wajah ipsilateral.
LAPORAN KASUS
• Nama : Ny. J
• Jenis kelamin : Perempuan
• Umur : 52 Tahun
• Suku bangsa : Minangkabau
• Alamat : Koto Besar Jr. Guguk Tinggi
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

• Seorang pasien, perempuan, umur 52 tahun dirawat di bangsal


Neurologi RSUD Sungai Dareh Dharmas Raya pada tanggal
25 September 2019
• Keluhan Utama :
• Lemah anggota gerak kanan sejak ± 8 jam sebelum masuk
RS.
RPS
• •Lemah anggota gerak kanan sejak ± 8 jam sebelum masuk RS,
dirasakan tiba-tiba saat pasien hendak sholat dhuha. Awalnya pasien
merasa pusing, sakit kepala, lalu tiba-tiba pasien tidak bisa menelan
air liurnya dan anggota gerak kanannya terasa agak berat untuk
digerakkan. Akibat keluhan ini, pasien tidak bisa berjalan sendiri
seperti biasa, sehingga dibantu keluarga untuk berjalan.
• •Sulit menelan dirasakan tiba-tiba sejak ± 8 jam sebelum masuk RS,
pasien tidak dapat menelan makanan atau minuman, bahkan air
ludahnya sendiri.
• •Rasa kebas pada anggota gerak kanan sejak ± 8 jam sebelum
masuk RS, tidak terasa nyeri.
• •Bicara pelo dirasakan tiba-tiba sejak ± 8 jam sebelum masuk RS,
pasien mengerti pembicaraan, dan bisa mengucapkan maksud dan
perkataan, namun sulit berbicara karena wajah dan mulut terasa
berat untuk digerakkan dan terasa mencong ke kanan.
• •Mual ada, muntah tidak ada
• •Penurunan kesadaran tidak ada
• •Kejang tidak ada
• Riwayat Pengobatan:
• Pasien rujukan klinik swasta di Koto Baru dengan diagnosis stroke non
hemoragik, TD 200/110 dan diberikan terapi IVFD RL 20 gtt/i,
captopril, domperidon dan acetaminophen.
• Riwayat Penyakit Dahulu :
• Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, TDS tertinggi 200 mmHg,
tidak kontrol teratur.
• Riwayat asam urat tinggi sejak 5 tahun yang lalu, kadar asam urat
tertinggi pernah 6,2 mg/dL, tidak kontrol teratur.
• Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.
• Riwayat DM, penyakit jantung dan ginjal tidak ada.
• Riwayat penyakit keluarga :
• Orang tua laki-laki menderita hipertensi.
• Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien.
• Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung, ginjal,
hati, dan diabetes melitus.
• Riwayat pribadi dan sosial :
• Pasien seorang ibu rumah tangga dan suka bekerja ke lading
dengan aktivitas sedang.
• Riwayat merokok (-)
• Riwayat menstruasi:
• Pasien menarche usia 14 tahun, menopause usia 44 tahun (8 tahun
yang lalu)
• Riwayat kontrasepsi:
• Pasien menggunakan pil KB selama 2 tahun, lalu KB suntik selama 2
tahun, selanjutnya diganti dengan IUD selama 27 tahun.
• Pasien memiliki 3 orang anak
PEM. FISIK
• Keadaan umum : composmentis cooperatif

• Kesadaran : GCS 15 (E4¬ M6 V5)


• Nadi/ irama : 96x/menit, nadi teraba kuat, teratur
• Pernafasan : 20x/menit, torakoabdominal, teratur
• Tekanan darah: 150/90 mmHg
• Suhu: 36,6 oC
• Turgor kulit : baik
• BB : 55 kg
• TB : 156 cm
• BMI : 22,6 kg/m2
STATUS INTERNUS
• Kulit : Tidak ada kelainan
• Kelenjar getah bening
• Leher : tidak teraba pembesaran KGB
• Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
• Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
• Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
• Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

• Thorak
• Paru :
• Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis
dan dinamis
• Palpasi : fremitus kiri dan kanan
• Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
• Auskultasi : Vesikuler, ronkhi -/- di kedua basal paru,
wheezing -/-
• Jantung :
• Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
• Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
• Perkusi : batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi : irama murni, teratur, bising (-)
• Abdomen
• Inspeksi : tidak membuncit
• Palpasi : hepar dan lien tak teraba
• Perkusi : timpani
• Auskultasi : bising usus (+) N
• Korpus vertebrae
• Inspeksi : deformitas (-)
• Palpasi : gibus (-)
• Alat kelamin : tidak diperiksa
STATUS NEUROLOGIKUS
• 1. Tanda rangsangan selaput otak
•• Kaku kuduk : (-)
•• Brudzinsky I : (-)
•• Brudzinsky II : (-)
•• Tanda Kernig : (-)

• 2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
•• Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
•• Muntah proyektil tidak ada
• Pemeriksaan nervus kranialis
• N. I (Olfaktorius):
• Penciuman subjektif kiri dan kanan baik
• N. II (Optikus):
• Visus kedua mata baik, lapangan pandang baik, melihat warna baik
• N. III (Okulomotorius):
• Bola mata bergerak bebas ke segala arah, ptosis -/-, strabismus -/-, nistagmus
, ekso/endoftalmus -/-, Pupil isokor, diameter 3 mm/3mm refleks cahaya +/+
• N. IV (Trochlearis):
• Gerakan mata ke bawah +/+, diplopia -/-
• N. VI (Abdusen):
• Gerakan mata ke lateral +/+, diplopia -/-
• N. V (Trigeminus):
• Motorik: membuka mulut +/+, menggerakkan rahang +/+, menggigit +/+,
mengunyah +/+
• Sensorik: -Oftalmika: refleks kornea +/+, sensibilitas +/+; -maksila: refleks
masseter +/+, sensibilitas +/+; -mandibula: sensibilitas +/+
• N. VII (Fasialis):
• Raut wajah simetris, sekresi air mata +/+, fissura palpebra sama kiri-kanan,
menggerakkan dahi simetris, menutup mata sama kuat kiri-kanan, mencibir tidak
simetris, memperlihatkan gigi tidak simetris, plikanasolabialis kiri lebih mendatar,
sensasi lidah 2/3 anterior tidak dapat dinilai, hiperakusis -/-
• N. VIII (Vestibularis) :
• Suara bisik +/+; detik arloji +/+; rinne, weber dan schwabach test tidak dilakukan;
nistagmus: -.
• N. IX (Glossopharyngeus)
• Sensasi lidah 1/3 belakang tidak dapat dinilai, refleks muntah tidak dapat dinilai
• N. X (Vagus):
• Arkus faring (saat mengucapkan ‘aaa’): deviasi ke kiri, uvula deviasi ke kiri, fungsi
menelan terganggu, artikulasi sedikit tidak jelas, suara baik, nadi teraba kuat dan
teratur.
• N. XI (Asesorius):
• Dapat menoleh ke kanan dan ke kiri, dapat mengangkat bahu kanan dan kiri.
• N. XII (Hipoglosus):
• Kedudukan lidah dalam: lateralisasi ke kanan; kedudukan lidah dijulurkan
lateralisasi ke kiri, tremor -, fasikulasi -, atrofi -
• 4. Keseimbangan:
• Romberg test: tidak dapat dilakukan
• Romberg test dipertajam: tidak dapat dilakukan
• Stepping gait: tidak dapat dilakukan
• Tandem gait: tidak dapat dilakukan
• 5. Koordinasi:
• Jari-jari: baik
• Hidung jari: baik
• Pronasi-supinasi: baik
• Test tumit lutut: sulit dinilai
• Rebound phenomen: tidak ada
• 6. Motorik
• Badan: simetris saat duduk dan respirasi
• Berdiri dan berjalan: sulit dinilai
• Ekstremitas:
• Superior: 4+4+4+/5 5 5
• Inferior: 4+4+4+/5 5 5
• Trofi:eutrofi
• Tonus: eutonus
• 7. Sensorik
• Taktil: +/+
• Nyeri: +/+
• Sendi dan posisi:+/+
• 8. Fungsi otonom :
• Miksi: uninhibited bladder - , neurogenic bladder -
• Defekasi: inkontinensia alvi -
• Sekresi keringat: dalam batas normal
• R. Fisiologis:
• Biseps : ++/++
• Triseps : ++/++
• KPR : ++/++
• APR : ++/++
• Dinding perut : ++
• R. Patologis :
• Babinsky : -/-
• Chaddok : -/-
• Oppenheim : -/-
• Schaefer : -/-
• Gordon : -/-
• Hoffman trommer : -/-
• Fungsi luhur:
• Reaksi bicara, intelek dan emosi: baik
• Refleks:
• Glabela: -
• Snout: -
• Mengisap: -
• Memegang: -
• Palmomental: -
PENUNJANG
• Darah Rutin:
• Hb : 12,7 gr/dl
• Leukosit : 8110 /mm3
• Trombosit : 210.000/mm3
• Hematokrit : 37%

• Kimia darah:
• GDS : 219 mg/dl
• GDP : 191 mg/dl
• GD2PP : 183 mg/dl
• Total kolesterol : 200 mg/dl
• HDL : 55 mg/dl
• LDL : 132 mg/dl
• Trigliserida : 64 mg/dl
• Ureum : 22 mg/dl
• Kreatinin : 0,6 mg/dl
• Asam urat : 3,9 mg/dl
EKG
• ASGM:
• Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (+), refleks
babinsky (-) :
• K/ stroke non hemoragik

• Siriradj Score:
• (2,5 x S) + (2 x M) + (2 x H) + (0,1 x TDD) - (3 x A) - 12 =
• (2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 90) - (3 x 1) - 12 =
0+2+2+9-3-12= -2
• K/ stroke non hemoragik
• Diagnosis :
• Diagnosis Klinis : hemiparesis dextra + paresis N.VII
(S) tipe sentral + paresis N.XII (S) +
disfagia
• Dianosis Topik : batang otak
• Diagnosis Etiologi : susp. stroke iskemik
• Diagnosis Sekunder : Hipertensi stage II + Susp. DM Tipe 2
baru dikenal

• Diagnosis Banding
• TIA
• RIND
• Stroke hemoragik
• Rencana:
• Rontgen thoraks PA
• CT Scan kepala tanpa kontras
• Fisioterapi

• Prognosis :
• Quo ad vitam : dubia ed bonam
• Quo ad sanam : dubia ed bonam
• Quo ad fungsionam : dubia ed bonam

• Terapi :
• -Umum :
• O2 2-3 L/i dan elevasi kepala 30 derajat
• IVFD Asering 12 Jam per kolf
• Pasang NGT
• MC 1600 kkal
• -Khusus :
• Inj. Citicholine 2 x 1000 mg
• Cilostazol 2 x 100 mg
• Sucralfat 3 x 1 cth
FOLLOW UP
• 26 September 2018
• S/
• lemah anggota gerak kanan
• sulit menelan
• mulut mencong
• nyeri kepala (-), pusing (-)

• O/
• KU Kesadaran TD Nd Nf T
• sedang CMC 100/70 70 x/ menit 20 x/menit 36,7 0C
• SI: ronki -/-, wheezing -/-
• SN: GCS : E4¬M6V5 = 15
• TRM (-), tanda peningkatan TIK (-)
• Pupil isokor, RC +/+, paresis N.VII kiri, N.XII kiri, N. IX, N.X
• Motorik : Sup: 4+4+4+/5 5 5, Inf. 4+4+4+/5 5 5
• Sensorik : +/+
• RF ++/++ RP -/-

• A/
• Hemiparesis dextra + paresis N.VII (S) tipe sentral + disfagia ec susp. stroke iskemik

• P/
• Elevasi kepala 30 derajat
• IVFD Asering 12 Jam per kolf
• NGT terpasang (MC 1600 kkal)
• Inj. Citicholine 2 x 1000 mg
• Cilostazol 2 x 100 mg
• Sucralfat 3 x 1 cth
• 27 September 2018
• S/
• lemah anggota gerak kanan
• sulit menelan
• mulut mencong
• nyeri kepala (-), pusing (-)
• O/
• KU Kesadaran TD Nd Nf T
• sedang CMC 130/90 76 x/ menit 21 x/menit 36,5 0C
• SI: ronki -/-, wheezing -/-
• SN: GCS : E4¬M6V5 = 15
• TRM (-), tanda peningkatan TIK (-)
• Pupil isokor, RC +/+, paresis N.VII kiri, N.XII kiri, N. IX, N.X
• Motorik : Sup: 4+4+4+/5 5 5, Inf. 4+4+4+/5 5 5
• Sensorik : +/+
• RF ++/++ RP -/-
• A/
• Hemiparesis dextra + paresis N.VII (S) tipe sentral + disfagia ec susp. stroke iskemik
• Hipertensi stage I
• P/
• Elevasi kepala 30 derajat
• IVFD Asering 12 Jam per kolf
• NGT terpasang (MC 1600 kkal)
• Inj. Citicholine 2 x 1000 mg
• Cilostazol 2 x 100 mg
• Sucralfat 3 x 1 cth
• 28 September 2018
• S/
• lemah anggota gerak kanan
• sulit menelan
• nyeri kepala (-), pusing (-)
• O/
• KU Kesadaran TD Nd Nf T
• sedang CMC 170/100 80 x/ menit 20 x/menit 36,7 0C
• SI: ronki -/-, wheezing -/-
• SN: GCS : E4¬M6V5 = 15
• TRM (-), tanda peningkatan TIK (-)
• Pupil isokor, RC +/+, paresis N.VII kiri, N.XII kiri, N. IX, N.X
• Motorik : Sup: 4+4+4+/5 5 5, Inf. 4+4+4+/5 5 5
• Sensorik : +/+
• RF ++/++ RP -/-
• A/
• Hemiparesis dextra + paresis N.VII (S) tipe sentral + disfagia ec susp. stroke iskemik
• P/
• Medikamentosa
• Cilostazol 1x100 mg
• Ramipril 1x5 mg
• Atorvastatin 1x20 mg
• Edukasi
• Kontrol ulang
• Fisioterapi
• NGT terpasang, kontrol ke klinik/puskesmas terdekat
• Boleh pulang
DISKUSI
• Seorang pasien perempuan berumur 52 tahun dirawat di
bangsal saraf RSUD Sungai Dareh pada tanggal 25
September 2018 dengan
• diagnosis klinik pada saat pasien masuk adalah hemiparesisdextra
+ paresis N.VII sinistra tipe sentral, N.XII sinistra, disfagia.
• Diagnosa topik yaitu batang otak. Diagnosis etiologi adalah susp
stroke iskemik.
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.

• Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien
mengeluhkan
• lemah anggota gerak kanan sejak 8 jam sebelum masuk
RS, dirasakan tiba-tiba diikuti mulut mencong ke kanan,
bicara pelo serta sulit menelan air ludahnya sendiri.
• Berdasarkan onsetnya, keluhan pada pasien ini terjadi secara akut,
yaitu onset yang tiba-tiba biasanya disebabkan oleh penyakit
vascular yaitu stroke. Hal ini juga didukung dengan tidak adanya
tanda-tanda infeksi sebelumnya seperti demam ataupun riwayat
infeksi sebelumnya.
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan
• tidak ada tanda rangsang meningeal,
• tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial,
• tidak ada penurunan kesadaran.
• Pada pemeriksaan saraf kranialis, didapatkan
• paresis N.VII sinistra tipe sentral,
• paresis N.XII sinistra,
• fungsi menelan terganggu yang disebabkan oleh paresis N.IX dan N.X.
• Kekuatan motorik ekstremitas didapatkan 4+ pada anggota gerak kanan superior
dan inferior.
• Berdasarkan pemeriksaan fisik tersebut ditemukan perbedaan sisi
kelemahan saraf kranialis dengan sisi kelemahan anggota gerak, dimana
pada N.VII, XII ditemukan kelemahan sisi kiri, sementara pada anggota
gerak ditemukan kelemahan pada sisi kanan. Hal ini menunjukkan
bahwa hemiparesis yang dialami pasien adalah hemiparesis alternans.
• Hemiparesis alternans yang mengakibatkan kelemahan N.VII, XII
menunjukkan letak lesi berada di batang otak.

• Faktor risiko pada pasien ini untuk terjadinya stroke yaitu
• riwayat hipertensi,
• riwayat asam urat sebelumnya, namun saat masuk RS
asam urat dalam batas normal.
• Faktor risiko lain yang kemungkinan menyebabkan
keluhan utama pada pasien adalah menopause,
• riwayat kontrasepsi sebelumnya,
• kemungkinan DM Tipe 2 baru dikenal, dan kenaikan LDL.
• Faktor risiko lain yang sering pada stroke iskemik seperti
penyakit jantung tidak ditemukan.
• Berdasarkan skor ASGM dan siriradj ditemukan kesan stroke non
hemoragik sehingga ditegakkan diagnosis stroke iskemik. Diagnosis
pasti stroke berdasarkan CT Scan atau MRI, namun tidak dapat
dilakukan karena keterbatasan fasilitas.
• Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum berupa elevasi
kepala 30 derajat, untuk mengurangi aliran darah ke otak sehingga
mencegah peningkatan TIK. IVFD Asering untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan media memasukkan obat injeksi. Diet makanan cair via NGT
untuk memenuhi kebutuhan diet pasien karena pasien memiliki keluhan
disfagia. Citicholine sebagai neuroprotektor. Cilostazol diberikan sebagai
anti platelet dan vasodilator sehingga suplai darah dapat dimaksimalkan
ke bagian otak yang iskemik dan mengurangi terjadinya thrombus.
Ramipril untuk terapi hipertensi stage II, atorvastatin untuk dyslipidemia,
serta sucralfat untuk mencegah gastritis akibat penggunaan obat yang
dapat merusak mukosa lambung.
• Selanjutnya pada pasien direncanakan fisioterapi yang rutin untuk
memaksimalkan fungsi anggota gerak dan tubuh yang mengalami
kelemahan agar kualitas hidup pasien tetap baik. Anjuran kontrol yang
teratur juga diperlukan untuk pengendalian factor risiko dengan tujuan
mencegah terjadinya serangan stroke yang kedua kalinya.
TERIMA KASIH~

You might also like