You are on page 1of 45

HIPOGLIKEMIA AKIBAT SULFONILUREA

PADA PASIEN USIA LANJUT DENGAN DM


TIPE 2

Disusun oleh :
dr. Mudjiono Mukian

Dokter Pembimbing:
dr. Sandra L Dunggio
dr. Hanan Zubaidi
Supervisor pembimbing: DR. HJ. NUR ALBAR, SP.PD,
FINASIM
KASUS
Nama : Tn. N Y
Usia : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tomulobutao, Kecamatan Dungingi, Kota
Gorontalo
Tgl &Jam Masuk : 24-03-2017, 13:30 wita
ANAMNESIS
• Keluhan utama : Pasien tidak sadar ± 3 jam SMRS
• Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang ke UGD RSUD Otanaha dengan
keluhan tidak sadar sejak ± 3 jam SMRS. Sebelumnya 1 minggu yang lalu pasien
mengeluh panas dan batuk,kemudian 2 hari yang lalu pasien mengeluh pusing dan
tidak mau makan, kemudian pasien dibawa berobat ke mantri, dari mantri di cek
GDS hasilnya tinggi kemudian pasien diberikan obat anti diabetes (glibenklamid)
diminum sehari 3x. setelah itu pasien mengeluh keringat dingin dan lemas badan
hingga akhirnya pasien mengalami penurunan kesadaran.
• Riwayat penyakit dahulu : Pasien memiliki riwayat darah tinggi yang tidak
terkontrol dan Riwayat sakit gula tidak terkontrol.
• Riwayat pennyakit keluarga : Adik pasien menderita darah tinggi, Riwayat sakit
jantung dan asma disangkal.
• Riwayat alergi: Riwayat alergi makanan, obat-obatan, debu, cuaca disangkal.
• Riwayat psikososial: Pasien merupakan seorang buruh bangunan dengan aktifitas
fisik (olah raga) yang tergolong sangat kurang. Keluarga pasien mengatakan
bahwa pasien makan dengan teratur 2-3 kali sehari namun tidak membatasi porsi
dan jenis makanan yang ia makan. Namun sekitar 1 minggu SMRS pasien makan
sangat sedikit karena merasa tidak enak makan. Pasien merupakan perokok
aktif, mengonsumsi alkohol seminggu 1x dan mengkonsumsi obat-obat
herbal.
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan umum : Tampak sakit berat
• Kesadaran : Delirium
• GCS : M=4 (Reaksi Menghindar), V=2 (Hanya Mengerang),
E=1 (Tidak ada Reaksi)= 7
• Tekanan darah : 150/70 mmHg
• Nadi : 60x/menit
• Respirasi : 26 x/menit
• Suhu : 34,5 oC
• Kepala : Normocephal,
• Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor, Konjungtiva anemis (+/+),
Sklera ikterik (-/-)
• Hidung : Mukosa hipertrofi (-/-), hiperemis (-/-), sekret (-/-), Konka inferior
eutrofi
• Telinga : MAE edema (-/-), sekret (-/-), hiperemis (-/-), MT intak/intak
• Leher : Perbesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-), JVP normal
Pulmo
• Inspeksi : Dada simetris (+/+), retraksi (-/-), scar (-/-),pernapasan
torakoabdominal
• Palpasi : Bag.dada tertinggal (-/-),vokal fremitus simetris
• Perkusi : sonor pada kedua lapang paru,batas paru-hepar ICS 6
• Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (+/+), wheezing (-/-)
Jantung
• Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : ictus cordis tidak teraba
• Perkusi : Batas jantung kanan; ICS IV linea parasternalis dekstra Batas kiri;
ICS IV linea midclavikularis sinistra
Abdomen
• Inspeksi : Datar.Distensi (-)
• Auskultasi : Bising usus (+) 7x/menit
• Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), tidak teraba adanya benjolan, hepar
dan lien tidak teraba.
• Perkusi : timpani
• Ascites : Shifting dullnes (-)
Ekstremitas : Ekstr. Atas: Akral dingin, CRT< 2 detik, edema (-/-), ikterik (-)
Ekstr. Bawah: Akral dingin, CRT< 2 detik, edema (-/-), ikterik (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium tanggal 24 Maret 2017:
Hemoglobin 12,9
Leukosit 19.700
Eritrosit 4.630
Hematokrit 38,3 %
Trombosit 356.000
Ureum 17 mg/dL
Creatinin 0,83 mg/Dl
GDS 28 mg/dl
Natrium 136
Kalium 3,2
Chlorida 100
DIAGNOSIS

• Penurunan Kesadaran ec Hipoglikemia


TERAPI
Tanggal/jam Pemeriksaan Terapi
24 maret 2017 GDS: 28 mg/dl  02 2-4 l/m nasal canul
14.50 wita Kesadaran: delirium  IFVD line 1 D 10% 500 cc/ 6
TD: 150/100 mmhg jam 28 tpm
N: 60 x/m  Line 2 Bolus D 40% 25 ml (3
R: 26 x/m flakon)
S: 34,5 0C  Pasang kateter
 Cek GDS 30 menit
15.20 wita GDS: 183 mg/dl  IVFD Nacl 0,9% + drip KCL
Kesadran: delirium 25 ml 1 flakon
Td: 120/80  Inj ceftriaxone 2x1 gr IV
 Cek GDS 30 menit
15.50 wita GDS: 69 mg/dl  IFVD D40% dalam D10% 16
tpm
 Cek GDS 30 menit
16.20 wita GDS: 35 mg/dl  Bolus D40% 25 ml (3
flakon)
 Cek GDS 30 menit
17.50 wita GDS: 88 mg/dl  IFVD D40% dalam D10%
Kesadaran: Compos 16 tpm
mentis  Pindah ICU
Nyeri ulu hati (+) mual  Edukasi glukosa oral ±30
(+) muntah (-) mg gula murni (2 sendok
makan)
 Inj ranitidine 2x1 amp IV
 Antasida syr 4x2 cth po
 GDS/ 2 jam
RANGKUMAN PERJALANAN PENYAKIT
Perawatan hari 2 S: Lemas berkurang, batuk (+) lendir (-) - IVFD: D 40% 50 ml dalam D10% 16 tpm
25 maret 2017 Riwayat OAT (+) sudah tuntas pengobatan - Inj ranitidin amp 2x 1 iv
6 bulan. - Antasida syr 3x1 C po
O: KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran: - Inj ceftriaxone 2x1 gr iv (h-2)
compos mentis - Ambroxol 3x30 mg tab po
TD: 140/70 mmhg, N: 86 x/m, R: 22, S: 37 - Edukasi glukosa oral ±30 mg gula murni (2
0C sendok makan)
Thorax: Cor: BJ I-II regular, murmur (-), - foto thorax PA
gallop (-) - cek sputum BTA SPS
Pul: bronchovesikuler, rh (+/+), wh (-)
Abd: datar, lemas, bu (+) normal, NTE(-)
Ext: hangat, edema (-)
06.00 wita GDS: 88 mg/dl
A: - hipoglikemia ec OAD
-Susp TB relaps dd BP
- Dyspepsia syndrome

14.00 wita GDS: 64 mg/dl


22.00 wita GDS: 82 mg/dl
Perawatan hari 3 S: Lemas berkurang, batuk (+) lender (- - IVFD D10% 20 tpm
26 maret 2017 ), demam (+) - Inj ranitidin amp 2x 1 iv
O: KU: Tampak sakit sedang, - Paracetamol 3x500 mg tab po
Kesadaran: compos mentis - Antasida syr 3x1 C po
TD: 130/80 mmhg, N: 98 x/m, R: 26, S: - Inj ceftriaxone 2x1 gr iv (h-3)
38,6 0C - Ambroxol 3x30 mg tab po
Thorax: Cor: BJ I-II regular, murmur (-), - Edukasi glukosa oral ±30 mg gula murni
gallop (-) (2 sendok makan)
Pul: bronchovesikuler, rh (+/+), wh (-) - Pindah perawatan interna isolasi
Abd: datar, lemas, bu (+) normal, NTE(-
)
Ext: hangat, edema (-)
GDS: 90 mg/dl
Hasil foto thorax: TB paru bilateral
proses lama aktif + infeksi sekunder
A: - hipoglikemia ec OAD
- TB relaps dengan infeksi sekunder
- Dyspepsia syndrome
Perawatan hari 4 S: Lemas berkurang, batuk (+) - IVFD D5% 20 tpm
27 maret 2017 lender (-), demam (-) - Inj ranitidin amp 2x 1 iv
O: KU: Tampak sakit sedang, - Paracetamol 3x500 mg tab po
Kesadaran: compos mentis - Antasida syr 3x1 C po
TD: 110/80 mmhg, N: 80 x/m, R: 20, - Inj ceftriaxone 2x1 gr iv (h-4)
S: 36,6 0C - Ambroxol 3x30 mg tab po
Thorax: Cor: BJ I-II regular, murmur
(-), gallop (-)
Pul: bronchovesikuler, rh (+/+), wh
(-)
Abd: datar, lemas, bu (+) normal,
NTE(-)
Ext: hangat, edema (-)
GDS: 117 mg/dl
Hasil sputum BTA: -/-/-
A: - hipoglikemia ec OAD
- TB relaps dengan infeksi
sekunder
- Dyspepsia syndrome
Perawatan hari 5 S: batuk (+) lender (-), demam (-) - IVFD D5% 20 tpm
28 maret 2017 O: KU: Tampak sakit sedang, - Inj ranitidin amp 2x 1 iv
Kesadaran: compos mentis - Antasida syr 3x1 C po
TD: 110/70 mmhg, N: 80 x/m, R: - Inj ceftriaxone 2x1 gr iv (h-5)
20, S: 37,1 0C - Ambroxol 3x30 mg tab po
Thorax: Cor: BJ I-II regular, - Paracetamol 3x500 mg tab po
murmur (-), gallop (-) - AFF kateter
Pul: bronchovesikuler, rh (+/+), wh - Cek DR
(-)
Abd: datar, lemas, bu (+) normal,
NTE(-)
Ext: hangat, edema (-)
GDS: 109 mg/dl
A: - hipoglikemia ec OAD
- TB relaps dengan infeksi sekunder
- Dyspepsia syndrome
Perawatan hari 6 S: batuk (+) lender (-), demam (-) - IVFD D5% 20 tpm
29 maret 2017 O: KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran: - Inj ranitidin amp 2x 1 iv
compos mentis - Antasida syr 3x1 C po
TD: 110/70 mmhg, N: 80 x/m, R: 20, S: 37,1 - Inj ceftriaxone 2x1 gr iv (h-5)
0C - Ambroxol 3x30 mg tab po
Thorax: Cor: BJ I-II regular, murmur (-), - Paracetamol 3x500 mg tab po
gallop (-)
Pul: bronchovesikuler, rh (+/+), wh (-)
Abd: datar, lemas, bu (+) normal, NTE(-)
Ext: hangat, edema (-)
Hasil lab:
HB: 12,2
Leukosit: 12.300
Eritrosit: 4.300
Trombosit: 390.000
HT: 35,5
GDS: 105 mg/dl
A: - hipoglikemia ec OAD
- TB relaps dengan infeksi sekunder
- Dyspepsia syndrome
Perawatan hari 7 S: batuk (+) lender (-), demam (-) - AFF infus
30 maret 2017 O: KU: Tampak sakit sedang, - ranitidin 2x 1 tab po
Kesadaran: compos mentis - Antasida syr 3x1 C po
TD: 120/80 mmhg, N: 80 x/m, R: 20, - Cefxime 2x200 mg tab po
S: 36,5 0C - Ambroxol 3x30 mg tab po
Thorax: Cor: BJ I-II regular, murmur - Paracetamol 3x500 mg tab po
(-), gallop (-) - Boleh pulang
Pul: bronchovesikuler, rh (+/+), wh (- - Lanjut OAT di puskesmas
)
Abd: datar, lemas, bu (+) normal,
NTE(-)
Ext: hangat, edema (-)
GDS: 102 mg/dl
A: - hipoglikemia ec OAD
- TB relaps dengan infeksi sekunder
- Dyspepsia syndrome
TINJAUAN PUSTAKA
• Hipoglikemia didefinisikan sebagai keadaan di mana kadar glukosa
plasma lebih rendah dari 45 mg/dl– 50 mg/dl. Bauduceau, dkk
mendefinisikan hipoglikemia sebagai keadaan di mana kadar gula
darah di bawah 60 mg/dl disertai adanya gelaja klinis pada penderita.
Pendekatan diagnosis dengan Whipple’s Triad:

1) Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Gejala otonom seperti
berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar.
2) Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik seperti
bingung, mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku berbeda, gangguan
visual, parestesi, mual dan sakit kepala.
3) Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.
KLASIFIKASI KLINIS HIPOGLIKEMIA
Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari –
hari yang nyata
Sedang Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari
– hari yang nyata
Berat Sering tidak simtomatik, pasien tidak dapat mengatasi sendiri karena
adanya gangguan kognitif
1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak membutuhkan terapi parenteral
2. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskuler atau intravena)
3. Disertai kejang atau koma
ENERGI Menjadi GLUKOSA mengubah INSULIN

GLIKOGEN memecah GLUKAGON


Pertahanan fisiologis ketika hipoglikemia
1. Penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
2. Peningkatkan sekresi glukagon
3. Peningkatan sekresi epinefrin adrenomedullar
GEJALA DAN TANDA HIPOGLIKEMIA
Kadar Gula Darah Gejala Otonomik Gejala Neuroglikopenik

79,2 mg/dL gemetar, goyah, gelisah irritabilita, kebingungan

70,2 mg/dL gugup, berdebar – debar sulit berpikir, sulit berbicara

59,4 mg/dL berkeringat ataxia, paresthesia

50,4 mg/dL mulut kering, rasa kelaparan sakit kepala, stupor,

39,6 mg/dL pucat, midriasis kejang, koma, kematian


Hypoglicemic
Patofisiologi:
DM type 2 Gula darah masih terkonrol, Konsumsi Antidiabetik
sebelum sarapan

HYPOGLICEMIC Gula darah turun drastis

Asupan glukosa di Hipothalamus merangsang


otak tidak cukup Merangsang ginjal
sistem simpatis
mengeluarkan Katekolamin

Otak berhenti Aktivasi reseptor adrenergik


berfungsi
ssp Ganglion Sebacea Vasokontriksi pd Jantung
perifer (kulit)
KOMA
Anxiety Sweating Palpitation
cold
Neuroglikopenik
ETIOLOGI
• Hipoglikemia dapat terjadi karena:
1. Kelebihan obat / dosis obat ; terutama insulin ,atau obat
hipoglikemia oral
2. Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun ; gagal ginjal
kronik pasca persalinan
3. Asupan makan tidak adekuat ; jumlah kalori atau waktu makan
tidak tepat
4. Kegiatan jasmani berlebihan
SULFONYLUREA
• Golongan sulfonylurea merupakan obat hipoglikemik oral yang paling
dahulu ditemukan.
• Obat golongan sulfonylurea yang saat ini cukup banyak digunakan
merupakan sulfonylurea generasi ke-2 yaitu glibenclamide dan
glimepiride.
• Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar
pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans
pancreas masih dapat berproduksi. Senyawa-senyawa sulfonylurea
sebaiknya tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan
tiroid.
• Semua sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemia. Oleh karena
itu, pemberiannya harus dimulai dengan dosis yang rendah dan
ditingkatkan secara bertahap untuk mencapai gula darah target,
sembari dilakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya efek
samping.
TERAPI HIPOGLIKEMIK DIABETIK
Glukosa oral (pasien sadar)
1. Berikan gula murni ± 30 gr (2 sendok makan) atau sirup/permen
gula murni (bukan pemanis pengganti gula dan makanan yang
mengandung karbohidrat. Pada penderita yang sulit menelan dapat
diberikan madu atau gel glukosa pada mukosa mulut
2. Stop obat anti diabetic
3. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
4. Pertahankan GD sekitar 200 mg/dl.
Glukosa intravena (pasien tidak sadar)
• Pada pasien koma hipoglikemi diberikan injeksi glukosa 40% intravena
25 mL
Injeksi glukosa 40% intravena 25 Ml
1 Bila kadar glukosa 60-90 1 flash dapat meningkatkan
flash mg/dL kadar glukosa 25-50 mg/dL.
2 Bila kadar glukosa 30-60 Kadar glukosa yang
flash mg/Dl diinginkan > 120 mg/dL
3 Bila kadar glukosa < 30
flash mg/Dl
• Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian dextrose 40% :
• Bila GDs < 50 mg/dl, bolus dextrose 40% 50 ml IV
• Bila GDs 50-100 mg/dl, bolus dextrose 40% 25 ml IV
• Bila GDs >100-200 mg/dl, tanpa bolus dextrose 40%
• Bila GDs >200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip
dextrose 10%.
• Bila GDs >100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs
setiap 2 jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200mg/dl,
pertimbangkan mengganti infuse dextrose 5% atau NaCl 0,9%.
DM PADA USIA LANJUT
• Seiring dengan pertambahan usia, lansia mengalami kemunduran fisik dan mental
yang menimbulkan banyak konsekuensi. Selain itu, kaum lansia juga mengalami
masalah khusus yang memerlukan perhatian antara lain lebih rentan terhadap
komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular dari DM dan adanya sindrom
geriatri.
TANDA DM YANG TIDAK KHAS
• Gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan
berat badan tidak selalu tampak pada lansia penderita DM karena
seiring dengan meningkatnya usia terjadi kenaikan ambang batas
ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin
bila glukosa darah sudah cukup tinggi. Selain itu, karena mekanisme
haus terganggu seiring dengan penuaan, maka polidipsi pun tidak
terjadi, sehingga lansia penderita DM mudah mengalami dehidrasi
hiperosmolar akibat hiperglikemia berat.
• DM pada lansia umumnya bersifat asimptomatik, kalaupun ada
gejala, seringkali berupa gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi,
perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif atau
kemampuan fungsional (antara lain delirium, demensia, depresi,
agitasi, mudah jatuh, dan inkontinensia urin). Inilah yang
menyebabkan diagnosis DM pada lansia seringkali agak terlambat.
Bahkan, DM pada lansia seringkali baru terdiagnosis setelah timbul
penyakit lain
HIPOGLIKEMIA PADA USIA LANJUT

• Menurut penelitian, hipoglikemia muncul lebih berat dan terjadi pada


kadar gula darah yang lebih tinggi pada orang tua dibanding dengan
usia yang lebih muda.
• Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus
dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau akan terjadinya
kemunduran mental yang bermakna pada pasien.
PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosa penurunan kesadaran ec hipoglikemia
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Dimana dari
anamnesis didapatkan Pasien datang ke UGD RSUD Otanaha dengan keluhan
tidak sadar sejak ± 3 jam SMRS. Sebelumnya 1 minggu yang lalu pasien
mengeluh panas dan batuk,kemudian 2 hari yang lalu pasien mengeluh pusing
dan tidak mau makan, kemudian pasien dibawa berobat ke mantri, dari mantri
di cek GDS hasilnya tinggi kemudian pasien diberikan obat anti diabetes
(glibenklamid) diminum sehari 3x. setelah itu pasien mengeluh keringat
dingin dan lemas badan hingga akhirnya pasien mengalami penurunan
kesadaran.
Keadaan umum pasien tampak sakit berat. Kesadaran didapatkan Glasgow
coma scale (GCS) M4V2E1=7. Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu 28 mg/dL.
Pustaka Kasus
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa Keadaan umum pasien tampak sakit berat. Kesadaran
darah kurang dari 45 mg/dl – 50 mg/dl dan Bauduceau, didapatkan Glasgow coma scale (GCS) M=4 (Reaksi
dkk mendefinisikan hipoglikemia sebagai keadaan di Menghindar), V=2 (Hanya Mengerang), E=1 (Tidak
mana kadar gula darah di bawah 60 mg/dl disertai ada Reaksi)=7. Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu 28
adanya gelaja klinis mg/dL.

Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh Dari anamnsesis didapatkan bahwa pasien memiliki
penggunaan sulfonylurea dan insulin. Hipoglikemia sakit gula tidak terkontrol dan kemudian pasien
yang disebabkan oleh sulfoniurea dapat berlangsung meminum obat glibenklamid 3x1.
lama,sehingga harus diawasi sampai seluruh obat
dieksresi dan waktu kerja obat telah habis.
Hipoglikemia yang disebabkan oleh sulfoniurea dapat Seperti yang terjadi pada pasien ini, meski sudah
berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai diberikan terapi glukosa namun GDS masih saja
seluruh obat dieksresi dan waktu kerja obat telah habis. rendah. Sempat naik sementara kemudian turun lagi.
Terpai: Glukosa intravena (pasien tidak sadar) Pada pasien diterapi:
Injeksi glukosa 40% IV 25 ml GDS 28 mg/dl
1. (1 flash) Bila kadar glukosa 60-90 mg/dl Injeksi Dextrose 40% 25 ml (3 flash)
2. (2 flash) bila kadar glukosa 30-60 mg/dl
3. (3 flash) bila kadar glukosa <30 mg/dl
PROGNOSIS
• Prognosis pada pasien tergantung dari penyebab utama suatu penyakit
dibanding dari dalamnya suatu koma (penurunan kesadaran).
Penurunan kesadaran pada pasien gangguan metabolik dapat segera
dipulihkan dengan menghilangkan gangguan tersebut. Untuk pasien
ini dapat dilaksanakan dengan pemberian glukosa cair kedalam tubuh
untuk meningkatkan kadar glukosa pasien, semakin cepat penanganan
pada pasien ini maka kemungkinan kerusakan otak dapat dihindari.
Dengan penanganan kadar glukosa darah dan tekanan darah yang baik,
komplikasi diabetes dapat dicegah.
KESIMPULAN

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan


kadar glukosa darah dibawah rentang batas normal. Bila kadar glukosa
darah turun sampai dibawah 40 mg/dl, akan memberikan gejala-gejala
neurologik yang berat dan irreversibel. Pada pasien DM, hipoglikemia
terutama terjadi akibat pemberian obat-obat golongan sulfonilurea dan
pemakaian insulin.
SARAN
Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea
sebaiknya pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh
koma lagi setelah suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan
dengan infus dekstrosa 10% selama ± 3 hari. Monitor glukosa darah
setiap 3-6 jam sekali dan kadarnya dipertahankan 90-180 mg%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007.
2. PERKENI. Konsensus pengendalian dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe2 di Indonesia.
Jakarta ;2011
3. American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) Diabetes Mellitus Clinical
Practice Guidelines Task Force. AACE Medical guidelines for clinical practice for the
management of diabetes mellitus. Endo Pract. 2007;13(Supl 1).
4. American Diabetes Association. ADA position statement : standard of medical care in
diabetes-2006. Diab Care. 2005;29(suppl. 1):S4-S42.
5. American Association of Clinical Endocrinologists and American College of Endocrinology.
The American Association of Clinical Endocrinologists medical guidelines for the
management of Diabetes Mellitus: the AACE system of intensive diabetes self-management-
2002 Update. Endo Practice. 2002;8(suppl. 1):40-82.
6. Asia-Pasific Type 2 Diabetes Policy Group Type 2 Diabetes Practical Target Treatments.
Health Communication Australia. 2002.
TERIMAKASIH

You might also like