You are on page 1of 76

DERMATOFITOSIS

dr.Monica Puspa Sari, M.Biomed


Mikosis
Dermatofitosis
Mikosis
Superfisialis
Non
Dermatofitosis

Mikosis Subkutis :
Misetoma, Kromomikosis,
Sporotrikosis, dll
Mikosis
Dalam Mikosis Sistemik :
Aspergillosis,
Histoplasmosis,
Kriptokokkosis dll
Dermatofitosis

Penyakit jamur yang


Sinonim : tinea,
menginfeksi permukaan
ringworm, herpes
tubuh yang mengandung
sirsinata, kurap
kitin (kulit, kuku, rambut)

Ciri khas : keratin Cara infeksi : kontak


sebagai sumber energi langsung
Sejarah
 Yunani  herpes (ring)
 Romawi  tinea (worm)
 Inggris ringworm

 Sabouraud (1890) Penelitian Dermatofitosis


 Emmons : 1933 penyebab dermatofitosis

Microsporum Trichophyton Epidermophyton


Penyebab
Dermatofitosis
 Indonesia
1. Trichophyton rubrum
2.Trichophyton mentagrophites
3. Microsporum canis
4. Microsporum gypseum
5.Trichophyton concentricum (endemis)
6. Epidermophyton floccosum
Table 1. Ecology of Common Human
Dermatophyte Species

Species Natural habitat Incidence

Epidermophyton floccosum Humans Common

Trichophyton rubrum Humans Very Common

Trichophyton interdigitale Humans Very Common

Trichophyton tonsurans Humans Common

Trichophyton violaceum Humans Less common

Trichophyton concentricum Humans Rare

Trichophyton schoenleinii Humans Rare

Trichophyton soundanense Humans Rare

Microsporum audouinii Humans Less common


Species Natural habitat Incidence

Microsporum Humans Less Common


ferrugineum
Trichophyton Mice, rodents Common
mentagrophytes
Trichophyton Horses Rare
equinum
Trichophyton Hedgehogs Rare*
erinacei
Trichophyton Cattle Rare
verrucosum
Microsporum canis Cats Common

Microsporum Common
Soil
gypseum
Microsporum nanum Soil/Pigs Rare

Microsporum cookei Soil Rare


Trichophyton rubrum

Mikrokonidia lonjong
Tersusun spt rantai / anggur
Trichophyton mentagrophytes
coil

Mikrokonidia
bulat
Microsporum Canis & Microsporum gypseum
Tricophyton concentrichum 
Tinea Imbrikata

Klamidospora
Epidermophyton floccosum
Patologi dan Gejala Klinis
 Enzim keratinase
 Mannan immunoinhibitory  menekan
kerja cell mediated immunity.
 Genetik : T. unguium & T. imbrikata
 Faktor hospes yang menghambat
patogenisitas : Progesteron & unsaturated
fatty acid pada sebum
Afinitas

• M.canis, binatang, manusia


Zoofilik • Akut, peradangan

• M. gypseum, hidup di tanah


Geofilik • Manusia : akut, peradangan

• Trichophyton
Antropofilik • Tenang, tanpa peradangan, kronis
Gambaran klinis
Tergantung pada lokalisasi kelainan
Conant dkk: membagi dermatofitosis berdasarkan lokalisasi
kelainan
1. Tinea kapitis (kepala)  jamur ektotriks
(Microsporum & Trichophyton)
2. Tinea corporis (badan)
3. Tinea unguium (kuku)
4. Tinea cruris (inguinal)
5. Tinea barbae (jenggot)  zoofilik
(T.verrucosum)
6. Tinea pedis (kaki)  T. rubrum & T.
mentagrophytes
Infeksi Endotriks

Infeksi ektotriks
Diagnosis Laboratorium
 Pemeriksaan langsung  Kerokan kulit, kuku,
rambut  scalpel/pisau bedah.
KOH 10% atau parker ink/calcoflour white
mounts
 Kultur  spesimen diinokulasikan pada
media agar sabaroud dekstrosa
(cycloheximide/actidione)  inkubasi 26-
28C 4 minggu.
Hifa berseptum dan bercabang (artospora)
Pengobatan
 Topikal  larutan spiritus/salep fugisid
dan keratinolitik : sulfur dan as. Salisilat.
Derivat azol, naftilin, terbinafin dll
 Oral : griseofulvin, derivat azol
NON DERMATOFITOSIS

o Pitiriasis versikolor

o Otomikosis

o Piedra

o Onikomikosis

o Tinea Nigra Palmaris/Plantaris


Pitiriasis Versikolor (P.V)
• PV adalah penyakit yang disebabkan infeksi jamur
Malassezia sp. pada tubuh hospes yang
mengandung keratin / zat tanduk

• Spesies Malassezia (saprofit)


1. Malassezia furfur
2. Malassezia globosa (M. furfur serovar.B)
3. M. restricta (M. furfur serovar. C)
4. Malassezia obtusa
5. M. slooffiae
6. M. Sympodialis
7. M. pachydermatis
Distribusi Geografik PV

 PV ditemukan di seluruh dunia


(Kosmopolit), terutama di daerah beriklim
panas

 Di Indonesia frekuensi PV tinggi


MORFOLOGI Malassezia

 Pada kulit penderita jamur tampak


sebagai kelompok kecil:
- Sel ragi bentuk bulat atau lonjong
uniseluler (2 – 7 mikron)
- Sel ragi bentuk bulat bertunas (4-8 u)
- Hifa pendek, berseptum, kdg
bercabang
(lebar 2,5-4 u & panjang bervariasi)
MORFOLOGI Malassezia

Bentuk ini dikenal sebagai Meat ball &


Spagetti

 M. pachydermatis tidak membentuk hifa


KOLONI Malassezia spp.

 Pada biakan Malassezia membentuk


Koloni khamir kering dan berwarna
putih sampai krem
PATOLOGI & GEJALA KLINIS PV

Jamur Malassezia bersifat:


1. Lipofilik dimorfik, sedangkan
Malassezia pachydermatis bersifat
Non-lipofilik

2. Keratinolitik

3. Oportunis : Saprofit Patogen bila


ada faktor resiko pada tubuh hospes
PATOLOGI & GEJALA KLINIS PV

 Manusia mendapat infeksi bila elemen


jamur melekat pada kulit melalui kontak
langsung dengan penderita atau benda yang
terkontaminasi elemen jamur tsb

 Awal infeksi jamur tampak sebagai sel ragi


(saprofit) dan berubah menjadi patogen
setelah sel ragi berubah menjadi miselium
(hifa) sehingga timbul lesi di kulit.
KOLONISASI Malassezia
PATOLOGI & GEJALA KLINIS PV

 Kolonisasi jamur di kulit terjadi akibat


pertumbuhan jamur meningkat  keadaan
ini dikaitkan dengan adanya faktor tertentu:
- Kulit yang berminyak
- Prematuritas
- Pengobatan antimikrobial waktu lama,
kortikosteroid
- Penumpukan glikogen ekstraseluler
Faktor tertentu (F.resiko) PV
- Infeksi kronik
- Keringat berlebihan
- Pemakaian pelumas kulit
- Kadang kehamilan
DIAGNOSIS P. versikolor

 Diagnosis panu cukup dengan pemeriksaan


langsung dari bahan kerokan kulit lesi
penderita

 Persiapan pengambilan bahan kerokan kulit


- Kulit tidak boleh memakai salep
- Permukaan lesi kulit dibersihkan dengan
alkohol 70%
DIAGNOSIS P.v

 Pengambilan spesimen kulit :


- Serpihan kulit penderita dikerok dengan
skalpel kemudian ditampung dalam wadah,
kertas warna hitam atau diantara 2 kaca
objek
- Bila lesi dengan sisik tipis, serpihan kulit
diambil dengan celophane tape (isolasi)
kemudian diletakkan pada kaca objek
Diagnosis P.versikolor

 Kulit diambil dengan tape dapat langsung


diberi KOH 10% atau diwarnai dengan
Methilen Blue

 Kerokan kulit + KOH 10% atau KOH


yang diberi gliserin dan pewarna blue
DIAGNOSIS PV

 Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH


10% tampak sebagai kelompok sel ragi/spora
bentuk lonjong uniseluler atau bulat bertunas
& kadang disertai Hifa pendek
DIAGNOSIS PV

 Pemeriksaan dengan sinar ultra violet


(Lampu Wood’s) di ruangan gelap 
ftampak kulit berfluoresensi Hijau kebiru-
biruan dan reaksi tsb disebut Wood’s light
positif

 Biakan tidak dianjurkan untuk diagnosis


karena jamur membutuhkan media khusus
dan sulit tumbuh
Media perbenihan Malassezia

Media perbenihan mengandung lipid:


 Agar Littman mengandung olive oil,
sikloheksimid, antibiotik
 agar Leeming-Notman (LNA)
 Agar Sabouraud Dekstrosa
 Agar coklat & Trypticase soy agar yang
ditambah 5% darah kambing
PENGOBATAN PV:
 Pada lesi kecil diberi obat lokal (topikal):
- preparat salisil (tinktur salisil spiritus),
- preparat derivat imidazol (salep
mikonazol,isokonazol, klotrimazol,
ekonazol)
- Krem Terbinafin 1%
- Solusio siklopiroks 0,1%
- Tolnaftat bentuk tinktur atau salep
PENGOBATAN PV

 Shampo mengandung antimikotik:


- selenium sulfid 2,5%
- ketokonazol 2%
- Zinc pyrithione
 Pemakaian shampo dioleskan
selama 5-10 menit, 1x/hari selama 2
minggu & dapat diulang 1 – 2 bulan
kemudian
PENGOBATAN :

Lesi yang luas memakai obat oral:


 Ketokonazol 200 mg/hr (5-7 hr)
 Flukonazol 400 mg/hr dosis tunggal &
diulang dalam 1 minggu
 Itrakonazol mg/hr (5-7 hr)
Pencegahan penyakit panu :

1. Menjaga kebersihan pribadi


2. Menghindari kontak langsung dengan
elemen jamur
3. Mandi menggunakan sabun Sulfur
4. Merebus baju agar spora mati
OTOMIKOSIS (liang telinga)

 Otomikosis disebabkan oleh:


- Berbagai jenis jamur
- Terbanyak Aspergillus, Penicillium,
Rhizopus, Mucor dan Candida
Penicillium

Mucor Rhizopus Candida


PATOLOGI & GEJALA KLINIS
Otomikosis

 Jamur menginfeksi kulit liang telinga


 Infeksi bersifat akut atau menahun
 Biasanya unilateral, dapat juga bilateral
PATOLOGI & GEJALA
KLINIS Otomikosis

 Anatomi liang telinga keadaannya terbuka


sehingga memudahkan spora jamur
kontaminan berada di udara bebas masuk
ke dalam liang telinga
 Kebiasaan mengorek-ngorek liang telinga
dengan alat yg tidak bersih (misal. Alat
mengorek liang telinga dari logam, cotton
buds, bulu ayam dll) memudahkan jamur
masuk ke dalam liang telinga
PATOLOGI & GEJALA
KLINIS Otomikosis

 Kondisi liang telinga yang lembab


merupakan tempat yang baik untuk
pertumbuhan jamur & berkolonisasi

 Serumen yang basah memudahkan


elemen jamur melekat dan berkembang
biak membentuk kolonisasi jamur
PATOLOGI & GEJALA
KLINIS Otomikosis

 Pada Otomikosis yang menahun:


sisik-sisik mengandung jamur dapat
menyebar ke seluruh kulit disekitar liang
telinga luar
 Kadang dapat terjadi infeksi sekunder
disertai rasa gatal dan nyeri
DIAGNOSIS OTOMIKOSIS

 Bahan pemeriksaan: serumen

 Pemeriksaan Laboratorium :
- Langsung: KOH 10% spora, hifa
- Biakan: media SDA Koloni jamur
HASIL PEMERIKSAAN SEDIAAN LANGSUNG
SERUMEN + KOH 10%
PENGOBATAN OTOMIKOSIS

 Mengeluarkan kotoran liang telinga

 Menjaga kebersihan liang telinga

 Bila perlu diberi obat lokal anti jamur


kedalam liang telinga setelah dilakukan
irigasi utnuk membersihkan serumen dan
kotoran lain
EPIDEMIOLOGI OTOMIKOSIS

 Penyebaran kosmopolit, terutama di


daerah yang panas dan lembab sep.
Indonesia
 Kebiasaan mengorek liang telinga akan
mempermudah terjadinya infeksi
 Jamur mudah tumbuh pada serumen yang
basah  perlu mendapat perhatian
PIEDRA (batu)
-Infeksi jamur pada rambut berupa
nodul/ benjolan yang melekat erat
pada rambut

- Benjolan warna hitam (piedra hitam)


atau putih kekuningan (piedra putih)
1. PIEDRA HITAM

 Piedra hitam dimasukan ke dalam


kelompok penyakit Phaeohyphomycoses
karena jamur penyebab memiliki hifa dan
spora berwarna coklat – hitam

PENYEBAB :
 Piedraia hortae  Memiliki spora
seksual (Kelas Ascomycetes)
Morfologi Piedraia hortae

 Pada nodul hitam jamur tampak sbg


anyaman hifa berseptum warna coklat
yang padat berisi askus yang berwarna
lebih jernih
 Di dalam askus berisi 2 – 8 askospora
berbentuk lonjong, agak melengkung
dengan kedua ujung meruncing (sep.
pisang)
Koloni Piedraia hortae
Piedraia hortae merupakan
jamur golongan Dematiaceae
yang membentuk koloni padat,
velvety berwarna hitam
 Pada sediaan koloni tampak
hifa hitam berseptum dan juga
dibentuk askus yang berisi
askospora
PATOLOGI & GEJALA
KLINIS PIEDRA HITAM

 Infeksi terjadi karena rambut kontak


dengan jamur penyebab dan jamur akan
tumbuh membentuk koloni di sepanjang
batang rambut, terutama rambut kepala

 Kelainan: benjolan sangat keras warna


coklat kehitaman yang sukar dilepaskan dari
batang rambut
PATOLOGI & GEJALA KLINIS
PIEDRA HITAM

 Bila benjolan dipaksa dilepas maka rambut


akan patah

Penyakit ini tidak menimbulkan keluhan


 Bila rambut disisir sering terdengar bunyi
DIAGNOSIS Piedra hitam

 Spesimen : potongan rambut yang terdapat


benjolan hitam
 Pemeriksaan laboratorium:
- KOH 10%
EPIDEMIOLOGI Piedra hitam

 Terdapat di berbagai daerah tropik di dunia


termasuk Indonesia
 Penularan penyakit mudah terjadi melalui
sisir dan alat potong rambut:
- di salon & pemangkas rambut yang kurang
menjaga kebersihan
- kebiasaan pinjam meminjam sisir
PIEDRA PUTIH

 PENYEBAB : Trichosporon beigelii


 Jamur memiliki hifa tidak berwarna 2-4 u
(Moniliaceae), artrokonidia, blastokonidia
PIEDRA PUTIH
 Benjolan putih memanjang dengan
anyaman hifa tidak padat  mudah
dilepas dari rambut
Koloni Trichosporon beigelii

 Koloni khamir dengan permukaan berlipat-


lipat
 Pada sediaan koloni jamur tampak sebagai
hifa, atrokonidia
PATOLOGI & GEJALA KLINIS
Piedra putih

 Kelainan rambut tampak sebagai benjolan


berwarna putih kekuningan pada rambut
ketiak, pubis, kumis, janggut dan jarang
mengenai rambut kepala
DIAGNOSIS Piedra putih
 Spesimen : potongan rambut dg benjolan
 Pemeriksaan Laboratorium :
- KOH 10%  anyaman hifa padat tidak
berwarna
- Biakan: Medium yang mengandung
antibiotika, suhu kamar, 1-2 hari
EPIDEMIOLOGI Piedra putih

 Penyakit terdapat di berbagai daerah


dingin di dunia
 Belum pernah ditemukan di Indonesia

 Pencegahan penularan: menjaga


kebersihan
Pengobatan Piedra

 Memotong rambut yang terdapat nodul

 Mencuci kepala setiap hari dengan shampo


yang mengandung antimikotik: shampo
ketokonazol 2%
ONIKOMIKOSIS
PENYEBAB :
 Terutama Candida & Dermatophyta

 Dapat pula disebabkan: Fusarium,


Cephalosporium, Scopulariopsis, Aspergillus
dll
 Penyebab Candida  Kandidosis kuku
 Penyebab Dermatophyta  Tinea unguium

MORFOLOGI
- Candida : Koloni khamir, Blastospora, hifa
semu
- Dermatophyta dan jamur kontaminan:
koloni filamen dengan sporulasi khas untuk
masing-masing spesies
DIAGNOSIS ONIKOMIKOSIS

 Spesimen: kerokan kuku

 Pemeriksaan laboratorium:
- KOH 20%
- Biakan
PENGOBATAN ONIKOMIKOSIS

 Membutuhkan pengobatan lama ( ± 6


bln)
 Obat yang baik berbentuk cairan agar
obat mudah masuk di sela-sela kuku yg
rapuh

 Obat oral: derivat azol (Ketokonazol,


Flukonazol, itrakonazol)
EPIDEMIOLOGI ONIKOMIKOSIS

 Penyebaran penyakit kosmopolit


 Penderita onikomikosis biasanya juga
menderita mikosis di tempat lain
 Dapat menjadi sumber infeksi bagi
dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar
Tinea Nigra Palmaris / Plantaris
PENYEBAB :
 Cladosporium wernecki / C. mansoni

 Merupakan jamur golongan Dematiaceae


 Mikroskopik: Hifa berseptum, warna
coklat
 Koloni: Hitam dan padat
PENYEBARAN:
 Banyak ditemukan di Amerika Selatan dan
Tengah

 Di Eropa dan Asia pernah ditemukan 


Indonesia belum pernah ditemukan
DIAGNOSIS

 Spesimen: kerokan kulit

 Pemeriksaan Laboratorium:
- KOH 10% : Jamur tampak sebagai
spora dan hifa berwarna hitam atau hijau
tua
PENGOBATAN

 Karena jarang ditemukan  belum


banyak pengalaman pengobatan
 Dapat dicoba: Itrakonazol

EPIDEMIOLOGI :
- Jamur penyebabnya ada
- Di Indonesia penyakitnya belum ada

You might also like