You are on page 1of 121

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

OLEH
CITRAKESUMASARI
Penilaian Status Gizi

Pengukuran langsung Pengukuran tidak langsung

1. Antropometri 1. Survei
Konsumsi
2. Biokimia
2. Statistik vital
3. Klinis
3. Faktor Ekologi
4. Biofisik

Jellife, C.D.B. & Jellife E. F. Patrice, 1989.


Community Nutrition Assessment
MASALAH GIZI

GIZI LEBIH GIZI KURANG

DI INDONESIA :
MASALAH GIZI KURANG > GIZI LEBIH
Empat Masalah Gizi Kesmasy
1. KEP
2. GAKY
3. Anemia Gizi ( ANGI )
4. KVA
Pengertian dan Penentuan KEP

KEP atau keadaan kurang energi


protein adalah ; keadaan kurang gizi
yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi, protein dan zat gizi
lain dalam makanan sehari-hari
Secara antropometri KEP ditentukan
dengan pengukuran BB, TB, LILA
dibandingkan dengan angka standar
KLASIFIKASI KEP
Gizi kurang :
BB/ U : <80% s/d 60% berat badan standar
Gizi buruk :
BB/ U : <60% berat badan standar
Marasmus dan Kwashiorkor
Gizi buruk dengan tanda-tanda klinis

Marasmus Kwashiorkor
• Sangat kurus • Edema seluruh tubuh
• Wajah seperti orang tua terutama pada kai
• Perut cekung • Wajah membulat dan
• Kulit keriput, jaringan sembab
lemak sangat sedikit • Rambut kusam, mudah
dicabut
Edaran Dirjen Kesmas Depkes RI 31 Juli 2000 tentang :
PSG dan PKG
Untuk menyamakan standar PSG, telah diadakan temu
pakar gizi : 19-21 januari 2000 di Bogor dan
24-26 Mei 2000 di Semarang
yg merekomendasikan baku antropometri yang digunakan
di Indonesia adalah baku WHO-NCHS

BB/TB
Status gizi (sebutan) Keterangan
• Gemuk a >+2 SD
• Normal -2 SD s/d +2 SD
• Kurus (wasted) <-2 SD s/d –3 SD
• Sangat kurus <-3 SD
TABEL RUJUKAN WHO-NCHS
Tabel. Rujukan BB/ U untuk Anak Perempuan Usia 0-36
UMUR Nilai BB (Kg)
(bulan)
-3 SD -2 -1 SD Me +1 SD +2 SD +3 SD
SD

0 1.8 2.2 2.7 3.2 3.6 4.0 4.3


1 2.2 2.8 3.4 4.0 4.5 5.1 5.6
2 2.7 3.3 4.0 4.7 5.4 6.1 6.7
3 3.2 3.9 4.7 5.4 6.2 7.0 7.7
4 3.7 4.5 5.3 6.0 6.9 7.7 8.6
5 4.1 5.0 5.8 6.7 7.5 8.4 9.3
.
.
10 5.9 6.9 7.9 8.9 9.9 10.9 11.9
.
.
36 9.7 11.2 12.6 14.1 16.1 18.0 20.0
Klasifikasi WHO : Gab. 3 Jenis Indikator

BB/ TB BB/ U TB/ U Status Gizi


Normal Rendah R Baik, pernah kurang gizi
N N R Baik
N T Tinggi Jangkung, baik
R R T Buruk
R R N Buruk, kurang
R N T Kurang
T T R Lebih, mungkin obes
T N R Lebih, pernah kurang gizi
T T N Lebih, tidak obes
BB/ U
Status gizi Keterangan
(sebutan)
•Gizi lebih > 2 SD Marasmus dan Kwashiorkor
•Gizi baik -2 SD s/d +2 SD
Gizi buruk dengan tanda-tanda klinis
•Gizi kurang <-2 SD s/d –3
•Gizi buruk SD
-3 SD

TB/U

Status gizi Keterangan


(sebutan)
• Tinggi >+2 SD
• Normal -2 Sd s/d +2
• Pendek (stunted) SD
<-2 SD
PREVALENSI KEP
Kecenderungan KEP Balita Indonesia 1989-1999

40 37.5
35.6
35 • Dengan Berat Badan
31.6
29.5 Rendah:
30 26.4 turun dari 37.5 % (1989)
25 menjadi 26.4 % (1999)
20
• Dengan berat badan sangat
15 11.6
10.1 rendah:
10 8.1
6.3 7.2 meningkat sejak 1995 dan
5 turun pada tahun 1999.
0
1989 1992 1995 1998 1999
STATUS GIZI BALITA (BB/U) MENURUT PULAU,
SUSENAS 2002

Z-Score Sumat Jawa-Bali NTB-NTT Kalimantan Sulawes Maluku-

ra i Papua

> +2 SD 2,1% 2,4% 1,3% 2,7% 1,9% 3,3%

> -2 SD to 2 SD 70,8% 74,6% 60,3% 68,0% 68,1% 64,6%

-2 SD to –3 SD 18,4% 17,3% 26,4% 19,6% 20,9% 22,3%

< -3 SD 8,7% 5,7% 12,1% 9,7% 9,1% 9,7%


Prevalensi Gizi kurang (BB/U) Balita menurut pulau

Pulau 1989 1992 1995 1998 1999 2000 2001 2002


Sumatra 37,8% 34,0 29,2 31,8 26,1 24,4% 25,1 27,1%
% % % % %

Jawa-Bali 33,7% 32,6 25,4 25,8 23,6 21,2% 22,5 23,0%


% % % % %

NTB-NTT 44,7% 44,6 39,8 41,0 33,1 31,6% 33,3 38,5%


% % % % %

Kalimantan 41,3% 40,9 32,0 30,7 29,6 27,8% 31,8 29,3%


% % % % %

Sulawesi 34,0% 32,6 31,9 29,6 26,9 26,8% 32,8 31,9%


% % % % %

Maluku 39,6% 36,0 35,3 25,5 24,7 29,5% 22,4 35,3%


Papua % % % % %
RATA-RATA INTAKE KALORI PER KAPITA
PER HARI PROPINSI SULSEL 1995-1998

2200
2150
2100 2145
2050
2000
1950
1957
1900
1917
1850 1895
1800
1750

1995 1996 1997 1998


PERSENTASE RUMAH TANGGA DEFISIT
KALORI DI PROPINSI SULSEL 1995-1998

60
50 57 56.8
54
40
38.8
30
20
10
0

1995 1996 1997 1998


Sumber: Atmarita dkk. (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII,2000).
Sumber : Solon, 1977

Faktor Persediaan/ cadangan


Lingkungan jaringan

Perubahan
Ketidakcukupan Kemerosotan jaringan biokimia

Faktor manusia Perubahan


fungsi
Penurunan BB

Perubahan
anatomi
GIZI KURANG

Penyebab
Langsung

Ketersediaan Asuhan Penyebab Tidak


Ketersediaan AsuhanIbu
Ibu Pelayanan
Pelayanan
Pangan
Pangandidi Dan
Dan Kesehatan
Kesehatan
Langsung
tingkat
tingkat Anak
Anak
Rumah
RumahTangga
Tangga

Penyebab
Utama

Akar
Masalah

Sumber : Unicef, 1998


Ketersediaan Pangan

Cukup Tidak

Daya beli

Baik
Tidak
Pengetahuan Gizi

Baik
Tidak
Keadaan Kesehatan

Baik Tidak
Masalah gizi ada
Masalah gizi tidak ada
Makanan bergizi perlu, tapi bukan satu-
satunya syarat untuk mencapai gizi baik.

Di luar pangan, gizi baik juga membutuhkan :


 Pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
terjangkau
 Lingkungan yang aman terutama sanitasi/
higiene.
 Orang tua yang berpendidikan.
 Perawatan/pengasuhan terutama pemberian
MP-ASI
 Kesakitan dan kematian meningkat
IBU  Perkembangan otak janin dan pertumb. terhambat
HAMIL  Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

PENURUNAN KUALITAS SDM


 Kesakitan dan kematian meningkat
IBU  Produksi ASI menurun
MENYUSUI  Keadaan gizi dan kesehatan bayi menurun
 Perkembangan otak dan pertumbuhan fisik terhambat
 Perkembangan motorik, mental, kecerdasan terhambat
BALITA  Kesakitan dan kematian anak meningkat
 Kesakitan meningkat, absensi meningkat
USIA SEKOLAH
 Pertumbuhan, Daya tangkap belajar menurun
DAN REMAJA  Kesegaran fisik menurun--> prestasi olah raga jelek
 Interaksi sosial kurang, kriminalitas meningkat
 Kesakitan meningkat, umur harapan hidup rendah
DEWASA,  Kesegaran fisik dan produktivitas kerja menurun
USIA LANJUT  Kesempatan bekerja dan pendapatan menurun
HIPOTESIS BARKER
Anak yang lahir kecil (BB rendah) saat lahir atau semasa bayi
memiliki resiko yang tinggi menderita “Penyakit Jantung
Pembuluh Darah” (PJPD) dan NIDDM pada saat dewasa

1506 orang yang lahir 1907-1925 (Sheffield)


Kematian akibat PJPD berbanding terbalik dengan
BB,LK dan indeks PONDERAL saat lahir

5654 orang lahir 1911-1930 (Hertfordshire)


Kematian akibat PJK :
Anak BB < 8.2 Kg pada umur 1 tahun
3 kali lebih besar
Anak BB > 12.3 Kg pada umur 1 tahun
-DAMPAK GIZI KURANG

Apa akibat rawan gizi terhadap generasi mendatang ?


Akibat yang sudah diketahui :
 Kematian bayi dan anak
 Gangguan pertumbuhan
 Gangguan perkembangan mental
Nasib anak yang kekurangan gizi ?
 Kecerdasan rendah
 Kwalitas SDM yang rendah
 Daya tahan tubuh rendah
 Produktivitas rendah
 Terancam meninggal pada usia
produktif karena penyakit
degeneratif (mis : penyakit
jantung pembuluh darah dan
kencing manis)
PENDAHULUAN
GAKY : kumpulan gejala-gejala yang disebabkan
oleh gangguan akibat kekurangan yodium
(Iodine Deficiency Disorders )
Gejala: - pembesaran kel. Gondok
- kretin (cebol)
Gondok/Goiter: Istilah yg menunjukkan adanya
pembesaran kelenjar gondok (tiroid)
Mengapa GAKY penting?
a. Menghambat perkembangan otak

b. Kehilangan IQ sebesar 13.5 point di bawah


rata-rata IQ dari mereka yang tidak mengalami
GAKY berakibat pada  kapsitas belajar anak,
kesehatan perempuan, kualitas hidup
masyarakat dan produktivitas ekonomi.

c. GAKY adalah salah satu masalah kesehatan


yang relatif mudah dan murah untuk dicegah
YODIUM

Yodium adalah mineral yang


dibutuhkan tubuh setiap hari
dalam jumlah 150 ug/hari
Pada ibu hamil dan menyusui
kebutuhan ini meningkat
Fungsi utama yodium adalah
pembentukan hormon tiroid
di kelenjar tiroid.
SUMBER YODIUM
• Yodium terdapat di air laut
dan permukaan atas tanah.
• Sea food serta tanaman dan
hewan (dari daerah kaya
yodium)
• Makanan yang mengguna-
kan yodium atau garam
beryodium
• GARAM BERYODIUM
GAKY & SDM
Spektrum Masalah GAKY
Daur Hidup Dampak Kesehatan
Janin Abortus
Kesulitan pd saat lahir
Kelainan bawaan
Kematian Perinatal tinggi
Kematian bayi tinggi
Gangguan neurologis:
- keterbelakangan mental
- bisu-tuli
- kelainan otot
Gangguan psikometer
Spektrum Masalah GAKY
Daur hidup Dampak Kesehatan

Neonatus Gondok neonatal


hypothyroidism Neonatal
Anak dan Gondok
hypothyroidism Juvenile
remaja Gangguan fungsi mental
Gangguan perkemb fisik

Dewasa Gondok dg komplikasi


Hypothyroidism
Gangguan fungsi mental
Kriminalitas
Keterbelakangan mental

h
kola
e
Dampak pada Keluarga & masyarakat tus S
Pu

Bagi Tumbuhan dan Hewan


peliharaan

Kurang
cantik

STERIL
Produktivitas &
Kerdil, dan Pendapatan
Kurus Turun
Produksi 28

telur kurang
Putera dari seorang ayah
dengan kretinisme
Dampak GAKY (UNICEF) ”gunung es”

Dampak nyata : - gondok


1-10%
- kretin
5-30% Gondok ringan/ IQ turun

Dampak tersembunyi :
30-70%
- Kerusakan otak
- Kehilangan energi
- Hipotiroid
De Long dkk, 1993

Gondok : defisit 5 IQ point

Kretin : defisit 50 IQ point

GAKY non gondok non kretin : defisit 10 IQ point

Bayi yg lahir di daerah endemik : defisit 10 IQ point


PENYEBAB GAKY
Penyebab Utama :
Asupan yodium yg rendah

Penyebab Lain
• Agen goitrogenik:
– tiosionat
– tiourea
• Kelebihan Iodium
• Faktor keturunan
DIAGNOSIS KOMUNITAS
INDIKATOR:
• Ukuran gondok ; palpasi & ultrasonografi
• EYU ( Kadar iodium dalam urine )
• Kadar TSH darah
• Kadar yodium ASI
• Prevalensi kretinin
• % Keluarga yg mengkonsumsi garam beryodium
Klinik
Indikator GAKY Biokimia
KLASIFIKASI GOITER

1990 2001
Tidak teraba dan tidak 0 0
terlihat
Tiroid membesar > IA I
ruas terakhir ibu jari Teraba namun tidak
subjek terlihat pada posisi
Terlihat saat leher IB leher normal
tengadah
Visible pada posisi 2 2
kepala normal Membesar, jelas
Terlihat dan 3 tampak pada posisi
membesar kepala normal
Kriteria Epidemiologi untuk Menentukan
Endemisitas GAKY Berdasarkan
Pembesaran Kelenjar Gondok

Prevalensi Endemisitas
< 5% Non endemik
5.0% – <20% Endemik ringan
20.0% – <30% Endemik sedang
> 30% Endemik berat
GAKY dapat dan terjadi (melalui
pemeriksaan UEI) pada:
1. Daerah dengan prevalensi goiter (dengan palpasi)
yang normal
2. Wilayah pantai (coastal areas)
3. Kota besar (large cities)
4. Negara sangat maju (highly developed countries)
5. Daerah GAKY yang telah dianggap sudah normal
melalui program penanggulangan atau perubahan
konsumsi secara umum.

 Pemeriksaan UEI (urinary excretion of iodine) sangat


penting.
Kriteria Epidemiologi untuk Menentukan
Endemisitas GAKY Berdasarkan Median
Konsentrasi Yodium di Dalam Urine

Median ( µg/dl) Status GAKY


> 10 Non endemik
5.0 – 9.9 Endemik ringan
2.0 – 4.9 Endemik sedang
<2 Endemik berat
PREVALENSI GAKY

1998: 9,8 %

Proyek IP-GAKY – 5 thn/140 milyard

2003: 11,1 %
Prevalensi Gondok (TGR)
Indonesia 1989-2003

40
37.2
35
27.7
30
25
18.0
20
15 9.8 11.1
10
5
0
1989 1992 1995 1998 2003
Prevalensi TGR pada Anak
Sekolah, 1998 dan 2003
20

15
10.5 11.1
10.1 9.8 1998
10
2003

0
Sulsel Nasional
Tabel Prevalensi Gondok Pada Murid SD Menurut Tingkat
Pembesaran TGR dan VGR Propinsi Sulawesi Selatan
Derajat Gondok
No Dati I / II Sampel O IA IB II III TGR VGR
1 Selayar 1499 1436 60 3 0 0 4.20 0.00
2 Bulukum ba 2095 2018 74 3 0 0 3.68 0.00
3 Bantaeng 903 750 147 6 0 0 16.94 0.00
4 Jeneponto 1493 1447 43 3 0 0 3.08 0.00
5 Takalar 1796 1776 19 1 0 0 1.11 0.00
6 Gowa 2718 2654 63 1 0 0 2.35 0.00
7 Sinjai 2117 1850 205 57 3 2 12.61 0.24
8 Maros 2115 1929 180 6 0 0 8.79 0.00
9 Pangkep 2741 2577 163 1 0 0 5.98 0.00
10 Barru 1501 1411 72 14 4 0 6.00 0.27
11 Bone 7012 6134 737 118 23 0 12.52 0.33
12 Soppeng 1809 1729 76 4 0 0 4.42 0.00
13 Wajo 3157 2960 128 67 2 0 6.24 0.06
14 Sidrap 2279 2086 190 3 0 0 8.47 0.00
15 Pinrang 2415 2163 174 69 6 3 10.43 0.37
16 Enrekang 1518 1303 196 19 0 0 14.16 0.00
17 Luwu 6459 5794 588 76 1 0 10.30 0.02
18 Tana Toraja 2719 2427 282 10 0 0 10.74 0.00
19 Polm as 2731 1790 719 191 31 0 34.46 1.14
20 Majene 1218 916 174 75 52 1 24.79 4.35
21 Mam uju 1855 1394 332 127 2 0 24.85 0.11
22 Ujung Pandang 3310 3226 84 0 0 0 2.54 0.00
23 Parepare 900 900 0 0 0 0 0.00 0.00
Propinsi 56360 50670 4706 854 124 6 10.10 0.23

Sumber : Thaha AR, dkk. 1998


GRAFIK TREND PENURUNAN TGR DI SULAWESI

60

50 48.3 46.9
40 Sulut
34.1 39.2
33.3 Sulteng
30 26.1
Sulsel
23.9 19.33
20 Sultra
16.49
10 10.1
6.4
3.02
0
1980 1990 1998
Sumber : Thaha AR, dkk. 1998
Median Ekskresi Yodium dalam Urine (Ug/L)
Ibu Hamil
197 (122 - 272)
190 (116 - 251)
200
140 (82 - 235)
150
95 (51 - 166)
100

50

0
Sulut Sulteng Sulsel Sultra

Sumber : Thaha AR, dkk. 1998


EKSKRESI YODIUM DALAM URINE PADA IBU HAMIL
Propinsi Sulawesi Utara Propinsi Sulawesi Tengah
100,00% 100,00%
79,53% 80,91%
80,00% 80,00%
60,00% 60,00%
40,00% 40,00%
20,00% 11,70% 20,00% 11,53%
0,16% 0,71% 1,79% 5,77%
0,00% 0,00%
< 20 20 - 49 50 - 99 > 100 < 20 20 - 49 50 - 99 > 100

Propinsi Sulawesi Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara


100,00% 100,00%
80,00% 80,00% 69%
60,00% 47,87% 60,00%
40,00% 24,06% 40,00%
18,51% 16,37%
20,00% 9,56% 20,00% 11,54%
3,09%
0,00% 0,00%
< 20 20 - 49 50 - 99 > 100 < 20 20 - 49 50 - 99 > 100

Sumber : Thaha AR, dkk. 1998


PENANGGULANGAN GAKY
1. Injeksi Lipiodol
2. Kapsul Minyak Beryodium
3. Universal Garam Beryodium
4. Food Basic
5. Surveilance
6. Penggunaan Yodium Langsung
1. Injeksi Lipiodiol
 Intra muskuler sekali setiap 3 – 5 tahun
 Masalah :
Perlu tenaga khusus
Masyarakat takut disuntik
Mahal obatnya
Sulit mencapai sasaran
2. Kapsul Yodium
 Mulai awal 1990-an
 Diberikan pada WUS di Kecamatan dengan
endemisitas sedang & berat
 Masalah yg dihadapi : Manajemen distribusi
kapsul yodium yg masih lemah
Evaluasi Program Kapsul Yodium di
Propinsi Sulsel
Kabu- Coverage Konsumsi TGR
paten Kecamatan Kapsul Yod. Garam 1998
ibu hamil Beryod. di RT
Tator Bongga K. 89 % 72 % 10,7
( 9 kec.) Mengkendek 13 % 23,2
Sangalla 56 % 13,3
Makale 26 % 4,7
Saluputti 93 % 4,7
Polmas Tinambung 12 % 30,4 % 23,1
( 8 kec.) Tutallu 54 % 32,7
Polewali 37 % 34,7
Sumarorong 75 % 44,4
Pana 100 % 52,3

Sumber : Thaha AR, dkk. 1998


Cakupan distribusi sedang dan berat
kapsul di antara WUS pada provinsi
endemis (Survei GAKY 2003)

WUS
Provinsi Terima Tidak
terima
Sumatra Barat 60.3% 39.6%
NusaTenggaraTimur 42.2% 57.8%
Sulawesi Tenggara 27.4% 72.6%
Maluku 12.0% 88.0%
Maluku Utara 11.2% 88.8%
INDONESIA 35.0% 65.0%
3. Universal Garam Beryodium
Penanggulangan GAKY Yang paling
efektif dan efisien

KARENA

Paling Sustainabel
Mengapa Garam Beryodium?
 Dikonsumsi oleh seluruh anggota masyarakat tanpa perbedaan
status sosial ekonomi dan sepanjang tahun.
 Umumnya diproduksi oleh satu senter untuk seluruh populasi
(kecuali daerah produksi garam).
 Proses yang sederhana dan tidak memberikan reaksi kimia
yang negatif.
 Berasal dari laut (kaya yodium) shg fortifikasi mengembalikan
yodium
 Tdk memberi perubahan rasa, warna, dan bau.
 Biaya fortifikasi yg relatif murah
KONSUMSI GARAM DENGAN
KANDUNGAN YODIUM CUKUP
TINGKAT RUMAH TANGGA 1995-2002
100

80
65.4 68.4
62.1 65.2 63.6 64.5
60 58.1
49.8
(%)
40

20

0
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
PERSENTASI RT YANG MENGKONSUMSI GARAM
BERYODIUM (Susenas, 1998) & (PemetaanGAKY, 1998)

100,00% 94%
Susenas
93,34%
90,00% 88% Pemetaan GAKY
80,00%
70,00% 62,24%
60,00% 53%
48,86%
50,00%
40,35%
40,00% 34%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
Sulut Sulteng Sulsel Sultra

Sumber : BPS, 1998 dan Thaha AR, dkk. 1998


Konsumsi garam beryodium keluarga
Salt Consumption Survey
Figure Percentage of Household Consumed Iodized Salt, 1995 - 2003

2003
73.4 12.7 14.1

2002 68.6 15.4 16

2001 65.5 16.6 17.9


Adequate
2000 Inadequate
64.6 18.4 17
No iodine
1999 63.6 17.9 18.5

1998 65.2 15.1 19.7

1997 62.1 23.1 14.8


1996
58.1 25.5 16.4

1995 49.8 28.4 21.8


Hasil Studi (Nursiah dkk,
1996)
• Lokasi: Makassar

• Responden: 157 ibu rumah tangga

• Informasi yang dikumpulkan al:


– Pengetahuan dan sikap terhadap garam beryodium

– Konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga

– Alasan mengapa gunakan garam tidak beryodium


Pengetahuan dan sikap
• Tahu manfaat garam beryodium:
– Tahu: 80%
– Tidak tahu: 20%
• Tahu tanda garam beryodium:
– 71%
– 29%
• Sikap:
– Positif: 79%
– Negatif: 21%
Penggunaan dan alasannya
• Penggunaan • Alasan tidak
garam gunakan garam
– Kalium yodad > 30 beryodium:
ppm: 37% – Murah: 32%
– Kalium yodad < 30 – Mudah diperoleh:
ppm: 25% 24%
– Non Yodium: 38% – Kebiasaan: 44%
Kesimpulan
• Sekitar 50% dari sampel yang tidak
menggunakan garam beryodium adalah mereka
yang memiliki PENGETAHUAN dan SIKAP yang
baik terhadap garam beryodium dengan alasan:
– Murah
– Mudah diperoleh
– Sudah kebiasaan
Kisah Sukses Tana Toraja
(lima studi, 2002)

• Lokasi: Tana Toraja


• Metode: kualitatif dan kuantitatif
• Informasi yang diperoleh al:
– Pengetahuan ibu rumah tangga
– Kualitas garam yang dikonsumsi keluarga
– Penanganan tingkat produsen dan distributor
– Pnegawasan garam beryodium
Hasil studi

• Pengetahuan: masih banyak informan yang belum


mengetahui apa itu garam beryodium, manfaat
garam beryodium dan akibat-akibat GAKY
• Penggunaan: 100% keluarga/ masyarakat
menggunakan garam beryodium:
– 86% dengan kadar di atas 30 ppm
– 14% dengan kadar di bawah 30 ppm
Hasil studi
• Penanganan garam beryodium
– Tingkat produsen: sesuai prosedur dengan kadar yodium > 30%
– Tingkat distributor: sesuai prosedur dengan kadar yodium > 30%

– Tingkat masyarakat/rumah tangga: kurang sesuai dengan prosedur


dengan akibat menurunnya kadar yodium yang dikonsumsi sebagian
keluarga
Hasil studi
• Pengawasan: Pemda konsisten dalam penerapan
peraturan, monitoring dan evaluasi. Didukung oleh SK
Bupati:
– 1585/XI/1995 tentang susunan BPGD
– 2270/XII/1998 tentang larangan peredaran garan non-
yodium
– 257/XII/1998 tentang susunan tim penanggulangan GAKY
– Perda Nomor: 10 Tahun 2002 tentang Pembinaan,
pengawasan dan pelarangan garam non-yodium dalam
Kabupaten Tana Toraja.
KESIMPULAN

• 100% SAMPEL MENGGUNAKAN GARAM


BERYODIUM meskipun masih ada yang memiliki
pengetahuan rendah dan sikap yang kurang baik
terhadap garam beryodium

• Mulai dari tingkat produksi sampai distribusi


eceran: seluruh garam telah memenuhi syarat
GARAM BERYODIUM (> 30 ppm)
Kasus Tana Toraja

adalah contoh

Universal
Garam beryodium
Bar Grafik Garam Beryodium & TGR Enam Kabupaten
di Sulawesi Selatan dengan TGR Tinggi

80
70
60
50 Tator
40 Enrekang
30 Polmas
20 Majene
10 Mamuju
0 Sinjai
TGR % Garam
Beryodium > 30
ppm
Bagaimana mencapai
Universal Garam Beryodium?
MASALAHNYA : KONTROL KUALITAS

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK


MENGONTROL SENDIRI

GERBANG GARAM “SALT GATE”

Gerbang Garam : Intervensi Lokal terutama wilayah2


rawan distribusi garam rakyat (pantai/kepulauan)
Gerbang Garam
Model Community Inforcement Garam Beryodium
GERBANG GARAM
//////////////////////////////////////////////////////////////
Kontrol Monev/Supervisi
Garam < 40 ppm Unit
//////////////////////////////////////////////////////////////
Kadar
masuk Yodisasi
////////////////////////////////////////////////////////////// (Kualitas,
yodium
////////////////////////////////////////////////////////////// akses, aksept)
//////////////////////////////////////////////////////////////
//////////////////////////////////////////////////////////////
> 40 ppm
////////////////////////////////////////////////////////////// KIE
Distribusi
Koseling

a
a KOPERASI KELUARGA
a
a
a Pasar, Toko, Kedai, Pedagang keliling dll
a
4. Food Basis
PEMANFAATAN RUMPUT LAUT &
MAKANAN KAYA YODIUM

SNACK DAN MINUMAN RINGAN


 BUKU RESEP
 MODUL LATIHAN
 PELATIHAN UNTUK PELATIH
 PRODUKSI SKALA INDUSTRI KECIL

INTEGRASI DENGAN PROGRAM PMT-AS


5. Surveilans GAKY
MENGAPA SURVEILANS PERLU ?
1. DINAMIKA GAKY
2. WILAYAH ENDEMIK BARU
3. PARADOKS INTERVENSI
4. PREVENTABILITAS ASUPAN YODIUM

TUJUAN

1. MEMANTAU KEJADIAN GAKY


2. MEMANTAU ASUPAN YODIUM
Dampak penanggulangan GAKY
di Desa Jixian village, China
Sebelum Sesudah
(1978) (1986)

Prevalensi gondok 80% 4.5%

Prevalensi kretinisme 11% None

Ranking sekolah (dari 14 14 3


sekolah di kabupaten
Absensi >50% 2%

Nilai produksi pertanian 19,000 180,000


(Yuan)
Income per capita (Yuan) 43 550
ANEMIA GIZI
DIFINISI ANEMIA

“Kadar Hb dalam darah < normal &


merupakan manifestasi akhir dari
defisiensi zat besi”
• 90 % anemia  defisiensi Fe
• Defisiensi Fe juga dapat dikaitkan dengan
defisiensi as. folat (kehamilan)
Defisiensi Fe atau as. folat  ANEMIA
GIZI
JENIS-JENIS ANEMIA
Anemia Gizi
• Anemia gizi besi (micrositik hypocromic)
• Anemia gizi vit. E
• Anemia gizi asam folat
(megaloblastik/makrositik)
• Anemia gizi vit. B12 (pernisiosa)
• Anemia gizi vit. B6 (siderotik)
• Anemia Pica
Anemia Non-Gizi
• Perdarahan (luka, kecelakaan)
• Menstruasi
• Penyakit genetik : thalassemia, hemofilia
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi Anemia :
• Dunia : 700 – 800 ribu jiwa (Maeyer,
95)
• Anak prasekolah : 55,5 %
• Anak sekolah : 24 – 35 %
• Remaja putri : 57,1 %
• WUS : 39,1 % Harian Media
Indonesia 22/04/04
• Bumil : 50,9 %
• Busui : 45,1 %
• Laki-laki dewasa : 20 – 30 %
BATASAN & KLASIFIKASI PREVALENSI
Batasan Anemia Menurut WHO Hb (gr/dl)
• Anak prasekolah 11
• Anak sekolah 12
• Laki-laki dewasa 13
• Perempuan dewasa 12
• Bumil 11
• Busui 3 bulan post 12
Klasifikasi Anemia Menurut WHO :
• < 15 % : rendah, bukan masalah
• 15 – 40 % : sedang, masalah ringan – sedang
• > 40 % : tinggi, masalah berat
DEFISIENSI Fe

Beberapa faktor penyebabnya :


• Asupan Fe dalam makanan rendah
• % banyaknya Fe yang terabsorbsi
• Adanya inhibitor Fe : fitat, oksalat, tannin
• Adanya parasit dalam tubuh
• Diare
• Kehilangan banyak darah
FAKTOR UTAMA & KLASIFIKASI
ANEMIA GIZI
Faktor Utama :
• Banyak kehilangan darah
• Rusaknya eritrosit
• Kurangnya produksi eritrosit
Klasifikasi ANGI :
• Makrositik
• Mikrositik
• Normositik
TAHAPAN TERJADINYA ANGI

• Anemia kurang besi laten


• Anemia kurang gizi dini
• Anemia kurang gizi lanjut
• Anemia kurang gizi dalam jaringan
UJI PENYARINGAN & UJI DEFISIENSI Fe
Uji Defisiensi
• Feritin serum : < 12
g/dl
Uji Penyaringan • Saturasi transferin :
Pemeriksaan < 16 %
laboratorium berupa : • Protoporfirin eritrosit
• Pengukuran kadar Hb : > 100 g/dl
(teknik HbCN, HbO2,
hematin alkalin)
• Pengukuran kadar Ht
SUMBER ZAT BESI

JENIS Fe SUMBER
Dari makanan :
•Fe Heme Daging, ikan, unggas & hasil olahannya.
•Fe Nonheme Sayuran, biji-bijian, umbi-umbian &
kacang-kacangan
Eksogen :
•Fe fortifikasi Berbagai campuran Fe yang digunakan
bervariasi dalam potensi penyediaannya.
Persediaan dari fraksi yang dapat larut
oleh komposisi makanan
•Fe cemaran
Tanah, debu, air, panci besi, dll
FAKTOR-FAKTOR MAKANAN
1. Faktor-faktor yang memacu penyerapan zat
besi bukan hem
- Asam Askorbat (vitamin C)
- Daging, unggas, ikan dan makanan laut yang lain
- pH rendah (misalnya asam laktat)
2. Faktor-faktor yang menghambat
penyerapan zat besi non hem
- Fitat
- Polifenol, termasuk tannin
PENYERAPAN Fe

Faktor Makanan
• Enhancer
Vit. C, protein, PH Faktor Host
rendah (as. laktat) • Status Fe
• Inhibitor • Status kesehatan
Fitat, oksalat, (infeksi, malabsorbsi)
polifenol (tannin)
PENYERAPAN Fe

Ada beberapa teori tentang penyerapan


Fe secara autoregulasi oleh kadar
ferritin dalam sel mukosa dinding usus
halus :

• Kontrol oleh sel-sel mukosa usus


• Kontrol oleh ferritin
• Kontrol humoral
KADAR HEMOGLOBIN YANG MENUNJUKKAN ANEMIA
PADA MASYARAKAT YANG TINGGAL PADA TEMPAT
YANG SEJAJAR DENGAN PERMUKAAN LAUT

KELOMPOK USIA/JENIS KADAR HEMOGLOBIN


KELAMIN (g/dl)
Anak usia 6 bulan – 5 tahun < 11
Anak usia 6 bulan – 14 < 12
tahun < 13
Laki –laki dewasa < 12
Wanita dewasa ( tidak < 11
hamil )
Wanita dewasa ( hamil )
TAKSIRAN KANDUNGAN ASAM ASKORBAT
PADA BUAH-BUAHAN TERPILIH

JENIS MAKANAN JUMLAH RATA-RATA


VITAMIN C (mg) PER 100 g
MAKANAN
Buah-buahan
Jambu klutuk, segar 326
Lemon, segar 37 – 50
Jeruk, segar 46
Nenas, segar 37
Mangga, segar 42
TAKSIRAN KANDUNGAN ASAM ASKORBAT PADA
SAYURAN TERPILIH

Sayuran
Kubis, mentah 54 – 60
Kubis, rebus 15
Kembang kol, mentah 60 – 96
Kembang kol, rebus 21
Kentang, mentah 12
Kentang, rebus 12 – 18
Ubi jalar, mentah 25 – 37
Ubi jalar, rebus 15
Bayam, rebus 7 – 25
Tomat, mentah 20 – 26
Lobak, rebus 17
KEBUTUHAN ZAT BESI BERDASARKAN ZAT BESI YANG
TERSERAP MENURUT USIA DAN JENIS KELAMIN

Usia/Jenis Kelamin g/kg/hari mg/hari

4 – 12 bulan 120 0.96


13 – 24 bulan 56 0.61
2 – 5 tahun 44 0.7
6 – 11 tahun 40 1.17
12 – 16 tahun (wanita) 40 2.02
12 – 16 tahun (pria) 34 1.82
Pria dewasa 18 1.14
Wanita menyusui 24 1.31
Wanita haid 43 2.38
Wanita pasca menopause 18 0.96
Wanita hamil * *
KET: tergantung Fe yang dimiliki
sebelum hamil
KEBUTUHAN Fe

Jumlah Fe yang direkomendasikan


dipengaruhi oleh :

• Umur
• Kebutuhan fisiologis
• Persediaan Fe dalam tubuh
AKIBAT DEFISIENSI BESI
Bayi dan Anak
• Gangguan perkembangan motorik dan koordinasi
• Gangguan perkembangan bahasa dan kemajuan belajar
• Pengaruh pada psikologis dan kemampuan belajar
• Penurunan aktivitas fisik
Orang Dewasa Pria dan Wanita
• Penurunan kerja fisik dan daya pendapatan
• Penurunan terhadap daya tahan terhadap keletihan
Wanita Hamil
• Peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu
• Peningkatan angka kesakitan dan kematian janin
• Peningkatan risiko bayi BLR
PROGRAM PENANGGULAGAN

• Suplementasi (tablet/sirup)
• Fortifikasi
• Diversifikasi makanan
• ASI ekslusif (child care)
• KIE
• Obat cacing
• Multiple suplemen / fortification
DAMPAK ANEMIA GIZI
Balita & AUS :
•Tumbuh kembang anak
Bumil & bayinya :
terganggu
•Kekurangan
•Lemah, tidak aktif, Dewasa :
darah malas, cepat lelah & •Cepat lelah &
•Melahirkan BLR mengantuk, mudah
lesu
& prematur terkena infeksi
•Kapasitas kerja 
•Sulit berkonsentrasi
•Keguguran •Produktivitas 
•Kemampuan berpikir 
•Risiko morbiditas •Low income
•Kecerdasan & daya
& mortalitas  tangkap 
•Prestasi belajar 
DIAGNOSA KOMUNITAS &
PROGRAM INTERVENSI
Individu Populasi
• klinik - ringan
• laboratorium - sedang
• evaluasi diet - berat

PENDIDIKAN
SUPLEMEN Fe PENAGGULANGAN
PENYAKIT INFEKSI &
FORTIFIKASI PARASIT
Tabel 1. Composisi of Supplements and
Frequency of Intake

Treatment Group Content of supplement


Iron Retinol Vitamin C Folate
mg g mg mg
Daily 60 750 60 250
Weekly
•Low iron 60 6000 60 500
content 120 6000 60 500
•High iron 0 0 0 0
content
Placebo
Tabel 2. Selected Characteristic for All Subject at
Baseline and for Subject from Woman a Complete Data
was Obtained After 12 wk of Supplementation

All Subject with


subjects at complete
baseline data (n=273)
(n=363)
Physiological values
•Age (y) 16.7 ± 1.0 16.8 ± 0.9
•Weight (kg) 47.7 ± 6.6 47.9 ± 6.9
•Body mass index (kg/m²) 154.3 ± 4.8 153.6 ± 4.9
•Time since first menstruation (y) 3.9 ± 0.3 3.9 ± 0.3
Prevalence of low hematologic values
Hemoglobin < 120 g/L (%) 17.4 17.2
Ferritin < 15 g/L (%) - 30.4
Retinol < 0.7 mol/L (%) - 30.0
Tabel 3. Prevalence of Anemia in Pregnant Woman and
Preschool Children in Different Regional in Indonesia

Province Prevalence (%)


Pregnant Woman Preschool
Children
West Java 71.5
Cental Java 62.5 44.9
East Java 57.8
North Java 48.7
Southeast 67.4
Sulawesi 51.0 48.9
East Nusa 64.7 60.6
Tenggara 48.4 48.8
East Timor 38.0 35.8
Tabel 4. The Impact of Anemia on Work
Productivity of Different Workers
Type of Type of Production of
Workers Production Workers
Anemic Non-anemic

Rubber Latex (kg/day) 20.9 25.8 kg


tappers (13)
Cigarette Cigarette 603 632 piece
rollers (14) (piece/hour) piece
Loom 102.7 %
workers Jute (% of mean 97.4 %
(12) production)
Prevalensi Anemia (%) Sebelum dan
Setelah Intervensi (12 minggu)
25

20

15
sebelum
10
sesudah
5

0
d (64) wk l wk h plasebo
(70) (64) (n=75)
Kenaikan Ferritin 6 Bulan Setelah Intervensi

8
6
4
2
0 ferritin
-2
-4
-6
d (n=64) wk l wk h plcb
(n=70) (n=64) (n=75)
Peningkatan Intake “Sorba” (ml)
Sebelum dan Sesudah Intervensi
350
300
250
200
uji I
150 uji II
100
50
0
placebo wk group dy group
Peningkatan Prestasi Belajar
Sebelum dan Sesudah Intervensi

7.7

7.6

7.5

7.4 uji I
uji II
7.3

7.2

7.1
plcebo wk group dy group
Peningkatan Kadar Hb (g/dL)
Sebelum dan Sesudah Intervensi
13

12.5

12
uji I
11.5 uji II

11

10.5
plasebo wk group dy group
Penurunan Prevalensi Anemia (%)
Sebelum dan Sesudah Intervensi
80
70
60
50
40 uji I
30 uji II

20
10
0
plasebo wk group dy group
Prevalensi Anemia (%) pada Anak Usia
12 –23 Bulan (n=1724)

90
80
70
60
50
40 Hb<11 g/dl
30 (%)
20
10
0
Jkt Mks Sby Smrg Rural
CJ
Prevalensi Anemia pada Ibu Tidak Hamil
(n=6461)

50
45
40
35
30
25
20 Hb<12 g/dL (%)
15
10
5
0
Jkt Mks Sby Smrg Rural
CJ
Tabel 5. Bioavailabilitas Relatif Zat Besi Nonheme dalam Beberapa Jenis Makanan

Jenis Makanan Rendah Sedang Tinggi


Sereal Maizena Tepung Jagung
Gandum Tepung Putih
Beras
Shorgum
Tepung Terigu
Buah-buahan Apel Blewah Jambu Biji
Alpukat Mangga Lemon
Pisang Nenas Jeruk Manis
Anggur Pepaya
Persik Tomat
Pir
Plum
Rhubard
Strawberry
Sayuran Terung Wortel\ Brokoli
Polong-polongan Kentang Kol
Tepung Kedelai Kembang Kol
Labu
Lobak
Minuman Teh Anggur Merah Anggur Putih
Kopi
Kacang-kacangan Almond
Kelapa
Kacang Tanah
Kenari
Protein Hewani Keju Ikan
Telur Daging
Susu Unggas
KVA dikatakan sebagai masalah
kesehatan masyarakat, jika :
 Prevalensi X1B ≥ 0,5 %
Prevalensi X2 > 0,01 %
Prevalensi X3A > 0,01 %
Prevalensi X3B > 0,01 %
XS > 0,05% dari total yang diperiksa
Konsentrasi Vitamin A serum
(< 20 ug %) > 5%

Kriteria menurut IVACG, 1981


MASALAH KEKURANGAN
VITAMIN A
AKIBAT UTAMA
• XEROPTHALMIA DAN KEBUTAAN PADA
ANAK
• KELANGSUNGAN HIDUP DAN
KESEHATAN SECARA UMUM PADA
ANAK
PREVALENSI
• 190 Juta anak prasekolah tinggal di daerah yang
kurang vitamin A
• ½ juta anak setiap tahun mengalami kebutaan
• 13-14 juta anak xeropthalmia pada tingkat
ringan
• 70-80 juta adakah subklinik
• 90-100 juta mengalami dampak terhadap
kesehatan dan kelangsungan hidupnya
• Resiko kematian keratolamacia - > 60 %
• Subklinik 20 - 30 %
FUNGSI
• Penglihatan, pertumbuhan, perkembangan
tulang dan pemeliharaan jaringan epitel, proses
kekebalan, perkembangan dan reproduksi
• Komponene dari pigmen penglihatan, dan
berperan dalam sintesa protein dan diferensiasi
sel tulang
• Diperlukan dalam diferensiasi sel basal ke sel
epitel mukosa sehingga berperan dalam
mempertahankan struktur epitel yang normal
SUMBER
• Preformed vitamin A diperoleh dari binatang
seperti hati, susu, dan telur
• Bentuk karoten (provitamin A) ditemukan pada
sayur-sayuran berwarna hijau tua, dan buah-
buahan/tumbuh-tumbuhan berwarna kunig
kemerahan
• Vitamin A relatif stabil terhadap pemanasan
cahaya, akan tetapi pemasakan yang berlebiahn
dapat menurunkan bioavabilitas (kemampuan
penyerapan oleh usus). Bioavabilitas ini
meningkat dengan adanya vitamin A dan
antioksidan lainnya dalam makanan
INDONESIA
• Penurunan prevalensi xeropthalmia (X1B)
dari 1.3 % (1978) menjadi 0.33 % (1989)
Tetapi
• Serum retinol 50.2 % dari anak balita
mempunyai kadar vitamin A < 20 ug.dl
• Kriteria oleh WHO X1B > = 0.5 %
Serum vitamin A dalam darah < 20 ug.dl > =
5%
INDIKATOR FAKTOR RESIKO
EKOLOGI DAN DEMOGRAFI
• Konsumsi Vitamin A < 50 % RDA pada anak 2-6
tahun
• Prevalensi anak mendapat ASI pada 6 Bulan <
50%
• Anak yang memeperoleh imunisasi secara
penuh < 50 %
• IMR > 75 / 1000 kelahiran
• Mortalitas anak balita > 1000/1000 kelahiran
• Prevalensi diare dalam waktu 2 minggu >=20 %
• Buta huruf > 50 % dari wanita 15-44 tahun
• Rumah tangga dengan air bersih < 50 %
PENYEBAB UTAMA
KEKURANGAN VITAMIN A
• Ketidak tahuan
• Rendahnya tingkat ekonomi
• penyakit
Mengapa perlu meningkatkan
status vitamin A ???
• Pada mereka yang sakit
• Menghentikan gejala klinik dan keratomalasia dapat
dikembelikan ke normal dapat sebagai atau keseluruhan
• Pada mereka dengan morbili, pemberian vitamin A dapat
mengurangi terjadinya diare dan pneumonia, dn
memperpendek lama tinggal di RS dan menurunkan
resiko kematian sebesar 50 %
• Mencegah terjadinya kekurangan yang paling sering
menjadi lebih jelas pada saat terjadinya sakit
• Dapat mengurangi kehebatan dari terjadinya diare
seperti disentri
BAGAIMANA MENINGKATKAN
STATUS VITAMIN A
• Teknhik pemasaran sosial-pendidikan kesehatan dan
gizi
• Peningkatan program holtikultura( Green Leafy
Vegetable)
• Kontrol penyakit infeksi melalui imunisasi, program
sanitasi dan air bersih, pemberian obat cacing
• Peningkatan ASI, MP ASI dan makanan setelah
penyapiha dan makanan pasca sakit
• Program pemebrantasan kemiskinan (pendidkan yang
merata, perbaikan sosek )
• Pemberian suplemen setiap 4-6 bulan
PROGRAM PENCEGAHAN
• Imunisasi terutama campak
• Meningkatakan konsumsi makanan kaya akan
vitamin A
• Kontrol akan malabsobsi yang menyertai
penaykit diare, disentri, infeksi parasit
(kecacingan)
• Penggunaan megadose Vitamin A suplemen
pada mereka yang mempunyai resiko tinggi
( Xeropthalmia tingkat ringa, sedang, sampai
berat, campak, malnutrisi(KEP) dan malabsorbsi
PENGOBATAN
• 3 dosis yang diberikan pada hari I dan II
dan terakhir pada 4 minggu kemudian
• Anak > 1 tahun 200.0000 IU
• Bayi 6-12 bulan 100.000 IU
• Bayi < 6 bulan 50.000 IU

You might also like