Professional Documents
Culture Documents
Disampaikan pada :
DIKLAT JABATAN FUNGSIONAL TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN
Oleh :
Indra Miduk Hutabarat
3
JALAN
(dari UU-38/2004, tentang Jalan)
4
PERAN JALAN
(dari UU-38/2004, tentang Jalan)
Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan
wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu
hubungan hierarkis;
5
PENYELENGGARAAN JALAN
(UU 38/2004, pasal 1)
7
ALUR PIKIR DASAR MANAJEMEN PENYELENGGARAAN JALAN
RTRWN
RTRWP
RTRWK/KOT.
Tujuan Nasional
• Identifikasi jaringan jalan
• Kebutuhan jaringan jalan Sector/Sub.Sector
• Penentuan jaringan jalan Program Pengembangan
• Klasifikasi jaringan jalan
(fungsi dan status)
Policy
Planning
Maintenance
Operation Programming
Construction Budgeting
9
PENGERTIAN DASAR :
EFISIENSI, EFEKTIFITAS DAN SUSTAINABLE
10
PERENCANAAN UMUM
Inventarisasi Data
11
INVENTARISASI DATA
12
STUDI KELAYAKAN
INVENTARISASI
PERAMALAN ANALISA RUAS JALAN
• Tata guna lahan
• Penduduk Perubahan Tata Guna Lahan • Volume
• Prasarana dan sarana Laju Pertumbuhan Penduduk • Kecepatan
• Transportasi yang ada Pola Distribusi Lalu-lintas • Kapasitas
• Kondisi Lalu lintas Jumlah Lalu-lintas • Tingkat Pelayanan
• Pendapatan Daerah
• Kegiatan-kegiatan Ekonomi
ANALISA ALTERNATIF
• Volume lalu lintas
• Kapasitas dan tingkat
pelayanan jalan
• Biaya Operasi Kendaraan
(BOK) paska proyek
• Perhitungan B/C
• Perhitungan IRR
• Landasan Hukum
UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
• Perencanaan Umum
1. Usulan Proyek (skala prioritas)
2. Prakiraan Biaya
3. Rencana Jadwal Pelaksanaan
4. Pendanaan
15
PROSEDUR PENYARINGAN AMDAL PROYEK JALAN
PERENCANAAN
PROYEK JALAN
MEMENUHI KRITERIA Ya
WAJIB AMDAL 1. Pembangunan Jalan Tol : semua besaran
2. Pembangunan Jalan Layang dan subway > 2 km
Tidak 3. Pembangunan dan/atau peningkatan jalan
dengan pelebaran diluar Rumija;
BERBATASAN a. Kota Besar/Metro = panjang>5 km, Luas>5 Ha
Ya
LANGSUNG DENGAN b. Kota Sedang = panjang> 10 km, Luas > 10 Ha
KAWASAN LINDUNG ? c. Pedesaan = panjang > 30 km
Tidak
BERDAMPAK Ya
PENTING?
Tidak
16
PROGRAM PENANGANAN JALAN
VISI
MISI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
STRATEGI
KEBIJAKAN
VISI
MISI
STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
KEBIJAKAN
PERENCANAAN JANGKA
PANJANG DAN MENENGAH DIREKTORAT BINA PROGRAM
RENJA – KL/SKPD
- Prioritas Pembangunan
- Mengacu pada prioritas
Pembangunan Nasional/DRH RENCANA KERJA - Rancangan Kerangka Ekonomi Makro
dan Pagu Indikatif TAHUNAN - Program Kementerian/Lembaga
- Memuat Kebijakan, (RKP/RKPD) dan Lintas Kementerian/Lembaga, Kewilayahan &
Program dan Kegiatan Lintas Kewilayahan/DAERAH
pembangunan
18
RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUNAN
USULAN DAERAH
PEMBAHASAN
RKA-KL DEP. PU &
DPR-RI
Hasil:
Kumpulan RKA-KL dan
Nota Keuangan dan
RAPBN
PELAKSANAAN
KUMPULAN PROGRAM DAN
DITELAAH PADA RKA-KL UU KEGIATAN
SIDANG KABINET DISAMPAIKAN APBN (SATUAN KERJA)
KE DPR-RI
19
SISTEM JARINGAN JALAN
(PROSES PENETAPAN)
RTRW
N/P/K/K
SISTRANAS
(Sistem Transportasi Nasional)
JARINGAN JALAN
20
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Status Juni 2009
JALAN :
- UU no. 38, th.2004, tentang Jalan (pengganti UU-13/1980)
- PP no. 34, th.2006, tentang Jalan (pengganti PP-26/1985)
- PP no. 15, th.2005, tentang Jalan Tol (pengganti PP-8/1990)
TATA RUANG :
- UU no. 26, th.2007, ttg. Penataan Ruang (pengganti UU-24/1992)
- PP no. 26, th.2008, ttg. RTRWN (pengganti PP-47/1997)
TRANSPORTASI :
- UU no. 22, th.2009, ttg. LLAJ (pengganti UU-14/1992)
- PP no. 43, th.1993, tentang LLAJ.
- Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) Kep.Menhub: KM.49/2005
21
SISTEM PERKOTAAN NASIONAL
(PP-26/2008, tentang RTRWN)
22
SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI NASIONAL
(PP-26/2008, tentang RTRWN, pasal 17&18)
Jalan Umum :
• jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;
• jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status dan kelas.
Jalan Khusus :
• jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau
kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;
• jalan khusus bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka
distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan.
yang dimaksud dengan jalan khusus, antara lain, adalah jalan di dalam
kawasan pelabuhan, jalan kehutanan, jalan perkebunan, jalan inspeksi
pengairan, jalan di kawasan industri, dan jalan di kawasan permukiman
yang belum diserahkan kepada pemerintah.
24
SISTEM JARINGAN JALAN
(UU-38/2004 tentang Jalan)
25
SISTEM JARINGAN JALAN
JALAN ARTERI
UTAMA diperlukan karena :
Klasifikasi fungsi jalan pada
dasarnya dilakukan dengan
alasan bahwa fungsi aksesibilitas
TRANSISI
ruang dan mobilitas/lalulintas
JALAN KOLEKTOR
DISTRIBUSI
tidak dapat diperankan secara
sempurna oleh satu ruas jalan
yang sama.
KOLEKSI
26
SISTEM JARINGAN JALAN
(dari UU-38/2004, tentang Jalan, pasal-7)
1. Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan
sistem jaringan jalan sekunder.
2. Sistem jaringan jalan primer merupakan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua
wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul
jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan bersifat menerus yang
memberikan pelayanan lalu lintas tidak terputus walaupun masuk ke dalam kawasan
perkotaan.
Pusat-pusat kegiatan adalah kawasan perkotaan yang mempunyai jangkauan pelayanan
nasional, wilayah, dan lokal
27
PENGATURAN JALAN (1)
(dari UU-38/2004, tentang Jalan)
Dari Pasal 17 :
Pengaturan jalan umum meliputi pengaturan jalan secara umum, pengaturan
jalan nasional, pengaturan jalan provinsi, pengaturan jalan kabupaten dan
jalan desa, serta pengaturan jalan kota.
Dari Pasal 18 :
1. Pengaturan jalan secara umum , meliputi:
a. pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
kewenangannya;
b. perumusan kebijakan perencanaan;
c. pengendalian penyelenggaraan jalan secara makro; dan
d. penetapan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengaturan jalan.
28
PENGATURAN JALAN (2)
(dari UU-38/2004, tentang Jalan)
Dari Pasal 19 :
Pengaturan jalan provinsi, meliputi:
a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan provinsi berdasarkan
kebijakan nasional di bidang jalan;
b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan provinsi
dengan memperhatikan keserasian antarwilayah provinsi;
c. penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dan jalan
kolektor yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten, antaribukota kabupaten, jalan lokal, dan jalan lingkungan
dalam sistem jaringan jalan primer;
d. penetapan status jalan provinsi; dan
e. penyusunan perencanaan jaringan jalan provinsi.
29
PENGATURAN JALAN (3)
(dari UU-38/2004, tentang Jalan)
Dari Pasal 20 :
Pengaturan jalan kabupaten dan jalan desa, meliputi:
a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa
berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan
keserasian antardaerah dan antarkawasan;
b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kabupaten dan
jalan desa;
c. penetapan status jalan kabupaten dan jalan desa; dan
d. penyusunan perencanaan jaringan jalan kabupaten dan jalan desa.
Dari Pasal 21 :
Pengaturan jalan kota , meliputi:
a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kota berdasarkan kebijakan
nasional di bidang jalan dengan memperhatikan keserasian antardaerah
dan antarkawasan;
b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kota;
c. penetapan status jalan kota; dan
d. penyusunan perencanaan jaringan jalan kota.
30
PENGATURAN JALAN (4)
(Penetapan Fungsi dan Status Jalan, dari UU-38/2004 dan PP-34/2006, tentang Jalan)
Penetapan Penetapan
Penetapan Fungsi Jalan Fungsi Jalan
FUNGSI A dan K1 K2, K3, L , Lngk. - -
( sistem primer) (sistem primer)
dan A, K, L, Lingk.
(sistem sekunder)
“status jalan merupakan turunan atau konsekuensi logis dari ketetapan fungsi jalan”
31
FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN (1)
(PP-34/2006, tentang Jalan))
Dari Pasal 26 :
Jalan nasional terdiri atas:
a. jalan arteri primer; A
b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota provinsi; K-1
c. jalan tol; dan
d. jalan strategis nasional.
32
FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN (2)
(PP-34/2006, tentang Jalan))
Dari Pasal 27
Jalan provinsi terdiri atas:
a. jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan
ibukota kabupaten atau kota; K-2
b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten
atau kota; K-3
c. jalan strategis provinsi; dan
d. jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 .
33
FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN (3)
( UU-38 / 2004 + PP-34/2006, tentang Jalan))
Dari Pasal 28 :
Jalan kabupaten terdiri atas:
a. jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi; K-4
b. jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antaribukota kecamatan,
ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa;
c. jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi dan jalan sekunder dalam kota; dan
d. jalan strategis kabupaten.
Yang dimaksud dengan jalan strategis kabupaten adalah jalan yang diprioritaskan
untuk melayani kepentingan kabupaten berdasarkan pertimbangan untuk
membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan keamanan kabupaten.
Dari Pasal 29
Jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota.
Dari Pasal 30 :
Jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk
jalan kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum yang
menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa.
34
KRITERIA FUNGSI JALAN (DALAM SISTEM PRIMER)
( UU-38 / 2004 + PP-34/2006 tentang Jalan dan PP-26/2008 tentang RTRWN)
Angkutan
Utama Pengumpul Setempat
yang dilayani
Jarak
Jauh Sedang Dekat
Perjalanan
Jumlah
Dibatasi Dibatasi Tidak Dibatasi
jalan masuk
35
DIAGRAM FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN
( UU-38 / 2004 + PP-34/2006, tentang Jalan dan PP-26/2008 tentang RTRWN)
Arteri Jalan
Kolektor-1 SK Menteri PU NASIONAL SK Menteri PU
Sistem (termasuk jalan tol
dan jalan strategis
Jaringan Jalan nasional)
PRIMER
Kolektor-4 Jalan
Lokal KABUPATEN SK Bupati
Lingkungan SK Gubernur
dan
Jalan DESA
Sistem Arteri
Jaringan Jalan Kolektor
Lokal Jalan SK Walikota
SEKUNDER KOTA
Lingkungan
Catatan :
Penetapan fungsi dan status jalan secara berkala dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
36
MATRIKS HUBUNGAN ANTARA SIMPUL DAN FUNGSI JALAN
(Dalam Sistem Jaringan Primer)
( UU-38 / 2004 + PP-34/2006, tentang Jalan dan PP-26/2008 tentang RTRWN)
Strategis
PKN Arteri Arteri Arteri Lokal Arteri Arteri Nasional
PKW Strategis
Arteri Kolektor-2 Kolektor-3 Kolektor-4 Arteri Arteri
(i.k. Kab.) Nasional
Strategis
PKL Lokal Kolektor-4 Kolektor-4 Lokal Lokal Lokal
Nasional
Bandara Strategis
Arteri Arteri Arteri Lokal - -
P/S/T Nasional
Pelabuhan Strategis
Arteri Arteri Arteri Lokal - -
Nas./Int. Nasional
Keterangan : - i.k. Prov. : ibukota provinsi - Bandara P/S/T : Badar Udara penyebaran primer/sekunder/tersier. *)
- i.k. Kab. : ibukota kabupaten - Pelabuhan Nas/Int.: Pelabuhan laut Nasional/Internasional 37
JALAN ARTERI
PKN PRIMER (JAP) PKN
JALAN ARTERI
JALAN JALAN ARTERI PRIMER (JAP) PRIMER (JAP)
LOKAL
PRIMER JALAN
(JLP) PKW KOLEKTOR PKW
PRIMER (JKP)
JALAN
JALAN KOLEKTOR PRIMER KOLEKTOR
JALAN
(JKP) PRIMER (JKP)
LOKAL
PRIMER JALAN LOKAL
(JLP) PKL PRIMER (JLP) PKL
JALAN
LOKAL PK
PRIMER Lingkungan
(JLP)
SISTEM
JALAN LINGKUNGAN PRIMER JARINGAN JALAN
(JLP)
PRIMER
Persil
38
38
MATRIKS HUBUNGAN ANTARA SIMPUL DAN FUNGSI JALAN
(Dalam Sistem Jaringan Sekunder)
Primer Sekunder
Kawasan I II III Perumahan
( F1 ) (F2.1) (F2.2) (F2.3)
39
F1
Kawasan
SISTEM
Primer JARINGAN JALAN
JALAN ARTERI SEKUNDER
SEKUNDER (JAS)
JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)
JALAN ARTERI
JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)
SEKUNDER (JAS)
F2,3 F2,3
JALAN LOKAL JALAN LOKAL
Kawasan Kawasan
SEKUNDER SEKUNDER (JLS)
Sekunder Sekunder
(JLS)
III III
JALAN LINGKUNGAN
SEKUNDER (JLS) Perumahan
Perumahan
40
40
PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN NASIONAL
(UU-38/2004 tentang Jalan)
UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 18 ayat (2) , pengaturan jalan nasional meliputi :
a. penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri, dan jalan kolektor (K-1) yang
menghubungkan antaribukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primer.
b. penetapan status jalan nasional, dan
c. penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional.
Keputusan GUBERNUR
tentang Rencana
Jaringan Jalan Provinsi (e)
Sebab-sebab tertentu antara lain dibangunnya jalan elak (by pass) di suatu perkotaan yang
menggantikan jalan primer semula sehingga jalan primer semula yang masuk kota menjadi
berkurang fungsinya dari fungsi primer menjadi fungsi sekunder.
45
PERUBAHAN FUNGSI DAN STATUS JALAN (2)
CATATAN :
Perubahan fungsi jalan membawa konsekuensi perubahan status jalan
yang berarti perubahan wewenang penyelenggaraanya.
Perlu komitmen antar instansi terkait dalam hal wewenang penye-
lenggaraannya yang akan dilepas atau yang akan menjadi tanggung jawab
penyelenggaraannya.
(jangan sampai jaringan jalan tersebut tidak ada yang menangani, sehingga
perlu segera ditindaklanjuti dengan Berita-Acara Serah Terima Aset).
46
BAGIAN-BAGIAN JALAN
5m
x
d a d
b b
c c
1,5 m
= RUMAJA = RUWASJA
= RUMIJA = BANGUNAN
47
RUANG MANFAAT JALAN
Pasal 34
Ruang manfaat jalan :
meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.
Pasal 35
Badan jalan :
hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.
Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan
serta pengamana konstruksi jalan, badan jalan dilengkapi dengan
ruang bebas.
Ruang bebas :
- Ruang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tetentu.
- Lebar sesuai dengan lebar badan jalan.
- Tinggi bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 5 m.
- Kedalaman bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 1,5 m
dari permukaan jalan.
48
IZIN DAN REKOMENDASI PEMANFAATAN BAGIAN-BAGIAN JALAN
(PP-34/2006 Tentang Jalan)
DariPasal 53:
Izin pemanfaatan ruang pengawasan jalan dikeluarkan oleh instansi
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing setelah
mendapat rekomendasi dari penyelenggara jalan sesuai kewenangannya.
49
PERSYARATAN TEKNIS
(PP Jalan 34/2006)
51
SPESIFIKASI
(PP Jalan 34/2006, pasal 32)
52
RUANG MILIK JALAN
(PP Jalan, 2006, Pasal 40)
Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur
tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan.
Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut:
53
RUANG PENGAWASAN JALAN
(PP Jalan, 2006, Pasal 44)
Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan
yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.
Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi
dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.
Ruang pengawasan jalan merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang milik
jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu.
Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan jalan
ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut:
jalan arteri primer 15 (lima belas) meter;
jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter;
jalan lokal primer 7 (tujuh) meter;
jalan lingkungan primer 5 (lima) meter;
jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter;
jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter;
jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter;
jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter; dan
jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu.
54
STANDAR PELAYANAN MINIMUM (SPM)
(UU-32/2004 PP-65/2005 )
Pasal 113
1. Standar pelayanan minimal jaringan jalan dan standar pelayanan
minimal ruas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (4)
ditetapkan berdasarkan:
a. Peraturan Menteri untuk jalan nasional;
b. Peraturan Gubernur untuk jalan provinsi; dan
c. Peraturan Gubernur atas usul bupati/walikota, untuk
jalan kabupaten/kota dan desa.
2. Standar pelayanan minimal yang ditetapkan dalam Peraturan
Gubernur untuk jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota dan desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disusun
sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
CATATAN :
Dalam PP-65/2005, tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimum, pasal 3 : SPM ditetapkan oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh
Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.
58
Kimpraswil
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG JALAN (3)
I. JARINGAN JALAN
ASPEK CAKUPAN & SATUAN
A Aksesibilitas Seluruh Jaringan, Panjang Jalan / Luas (km / km2)
B Mobilitas Seluruh Jaringan, Panjang Jalan / 1000 penduduk
C Keselamatan Seluruh Jaringan, Jumlah kecelakaan / panjang jalan / tahun
Seluruh Jaringan berarti seluruh jaringan dengan status jalan
Nasional,Provinsi, Kabupaten, dan Kota yang ada di wilayah ybs.
II. RUAS JALAN
A Kondisi Jalan Lebar Jalan + LHR , IRI
B Kondisi Pelayanan Fungsi Jalan + Kecepatan , V/C Ratio.
CATATAN :
Distribusi penduduk yang tidak
merata di Indonesia. Indikasi aspek mobilitas sangat timpang antara KTI dan KBI.
Kasus Khusus : Kawasan Perlu dikeluarkan dari total wilayah pelayanan, secara konsep
lindung, perkebunan, dsb. pada area tersebut, akses justru dibatasi.
Kasus Khusus : Wilayah dengan Perlu dikoreksi indeks aksesibilitasnya, karena secara spesifik
transportasi sungai yang sistem transportasi jalan dan sungai memiliki kemudahan
dominan. akses oleh masyarakat yang hampir serupa.
Aspek Keselamatan : Setidaknya untuk mengidentifikasi tingkat kebutuhan wilayah
Aspek keselamatan tetap perlu secara relatif terhadap prasarana jalan dan fasilitas
dikuantifikasi. penunjangnya untuk meminimalisasi tingkat kecelakaan.
59
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) JALAN (4)
(Kepmen Kimpraswil 534/KPTS/M/2001)
1. JARINGAN JALAN
Standar Pelayanan
No. Bidang Pelayanan Kuantitas Kualitas Keterangan
Cakupan Konsumsi/Produksi
Kepadatan Penduduk Indeks
A Aspek Seluruh (jiwa/km2) Aksesibilitas
Aksesibilitas Jaringan >5 Panjang jalan / luas
sangat tinggi > 5000
(km / km2)
tinggi > 1000 > 1,5
A Kondisi 2x7m LHR > 20.000 IRI < 6 , RCI > 6,5
Jalan LHR :
7m LHR > 10.000 IRI < 6 , RCI > 6,5 Lalu Lintas
Harian Rata2
6m LHR > 8.000 IRI < 8 , RCI > 5,5 IRI :
International
4,5 m LHR > 3.000 IRI < 10 , RCI > 4,5 Roughness
Index.
4,5 m LHR > 1.000 IRI < 12 , RCI > 3,5
B Kondisi Arteri Primer lalu lintas regional jarak jauh V > 40 km/jam
Pelayanan v/c < 0,85
Kolektor Primer lalu lintas regional jarak sedang V > 30 km/jam
v/c :
Lokal Primer lalu lintas lokal V > 20 km/jam vehicle
capacity
Arteri Sekunder lalu lintas kota jarak jauh V > 25 km/jam
61
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
62
MATRIK PENDANAAN PENYELENGGARAAN JALAN
Status
Jalan
Sumber Nasional Provinsi Kabupaten Kota
Dana
APBN *) *) *)
APBD
Provinsi - - -
APBD
Kab./Kota - -
DAU
(dilebur dalam APBD)
-
DAK
(dicantumkan dalam
APBD)
-
*) PP34/2006 tentang Jalan, pasal 85 : dalam hal pemerintah daerah tidak mampu …… dst.
63
ILUSTRASI : EFEKTIFITAS JARINGAN JALAN ( 1 )
10 n 470 m 2.12
12 n 564 m 2.17
14 n 408 m 3.43
24 n 360 m 6.67
Total Cost
(Public + Government)
Minimum
Total Cost
Road Network
Govt. Cost Preservation
+ + Maintenance.
Public Cost Government Cost
Transport Cost
Public Cost
Road Network << Road Network : Effective Road Network >> Government Cost
Govt. Cost << Govt. Cost ~ Public Cost Govt. Cost >> Public Cost
Public Cost >> Public Cost <<
Traffic 4
1. Perlu penetapan fungsi dan status jalan N/P/K/K sesuai prosedur secara
menyeluruh (terintegrasi) untuk koridor wilayah dan waktu yang terukur.
2. Penetapan status yang berarti penetapan kewenangan penyelenggaraan serta
sumber-sumber dana yang dapat digunakan.
3. Sumber –Sumber Dana :
- Jalan Nasional APBN
- Jalan Prov/Kab/Kota APBD Prov/Kab/Kota terkait dengan penanganan
jalan termasuk DAK untuk prasarana jalan
(DAK Jalan dicantumkan dalam APBD).
- Pengalokasian dari masing-masing intitusi terkait dengan penanganan seluruh
jaringan jalan sinergi/terintegrasi, sesuai prioritas, dan terukur.
- Memanfaatkan : Musrenbang, Konreg, dsb.
4. Perlu adanya evaluasi penanganan jalan N/P/K/K, dikaitkan dengan :
- sumber-sumber dana yang ada.
- bobot pengalokasian dana (secara nasional/provinsi/kabupaten/kota).
67
68