You are on page 1of 68

PERENCANAAN UMUM DAN PENYUSUNAN PROGRAM

SISTEM JARINGAN JALAN

Disampaikan pada :
DIKLAT JABATAN FUNGSIONAL TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN

Oleh :
Indra Miduk Hutabarat

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DAN PERUMAHAN RAKYAT
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
1
SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
(UU-25/2004, tentang SPPN)

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu


kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasil-
kan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka
menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penye-
lenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.

TUJUAN SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL


1. Mendukung koordinasi antar pelaku.
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar
daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun
antar pusat dan daerah.
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
5. Menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efektif,
efisien, berkeadilan, dan berkelanjutan.
2
PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Perencanaan Pembangunan Nasional mencakup penyelenggaraan


makro semua fungsi pemerintahan yang meliputi semua bidang
kehidupan secara terpadu dalam wilayah Negara Republik
Indonesia, dan disusun secara terpadu oleh kementrian/lembaga
dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya serta
menghasilkan :

 Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) kurun waktu 20 tahun.


 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) kurun waktu 5 tahun.
 Rencana Pembangunan Tahunan.

3
JALAN
(dari UU-38/2004, tentang Jalan)

Jalan sebagai bagian sistem transportasi mempunyai peranan penting


terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial budaya serta
lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan
wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan
antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk
memantapkan pertahanan dan keamanan nasional , serta membentuk
struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan
nasional.

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala


bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perleng-
kapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan
tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. (pasal 1 ayat 4)

4
PERAN JALAN
(dari UU-38/2004, tentang Jalan)

1. Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran


penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup,
politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat
nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
3. Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem
jalan jaringan
menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.

SISTEM JARINGAN JALAN


(dari UU-38/2004, tentang Jalan)

Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan
wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu
hubungan hierarkis;

5
PENYELENGGARAAN JALAN
(UU 38/2004, pasal 1)

Penyelenggaraan Jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,


pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan.  (tur-bin-bang-was)

PENGATURAN - perumusan kebijakan perencanaan,


- penyusunan perencanaan umum, dan
- penyusunan peraturan perundangan-undangan jalan

PEMBINAAN - penyusunan pedoman dan standar teknis,


- pelayanan,
- peberdayaan sumber daya manusia, serta
- penelitian dan pengembangan jalan

PEMBANGUNAN - pemrograman dan penganggaran,


- perencanaan teknis,
- pelaksanaan konstruksi, serta
- pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

PENGAWASAN mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan, dan


pembangunan jalan.
6
WEWENANG PENYELENGGARAAN JALAN
(UU-38/2004 dan PP-34/2006, tentang Jalan)

1. Wewenang Pemerintah dalam Penyelenggaraan Jalan meliputi :


• Penyelenggaraan Secara Umum
• Penyelenggaraan Jalan Nasional
2. Wewenang penyelenggaraan jalan Secara Umum adalah secara makro
yang mencakup seluruh status jalan, baik Nasional, Provinsi,
Kabupaten/Kota dan Desa.
3. Wewenang penyelenggaraan jalan secara umum dan penyelenggaraan
jalan nasional meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan
pengawasan (tur-bin-bang-was).

Contoh Wewenang Pemerintah dalam Penyelenggaraan Jalan Prov./Kab./Kota :


Pengaturan jalan secara umum dalam penetapan norma, standar, kriteria (ps.18)
Pembinaan jalan secara umum dalam pemberian pelatihan aparatur di bidang jalan (ps.24)
Pembangunan secara umum kewajiban memprioritaskan pemeliharaan (ps.30)
Pengawasan secara umum pengendalian fungsi dan manfaat hasil pembangunan, (ps.38)

7
ALUR PIKIR DASAR MANAJEMEN PENYELENGGARAAN JALAN

RTRWN
RTRWP
RTRWK/KOT.

Tujuan Nasional
• Identifikasi jaringan jalan
• Kebutuhan jaringan jalan Sector/Sub.Sector
• Penentuan jaringan jalan Program Pengembangan
• Klasifikasi jaringan jalan
(fungsi dan status)

• Kondisi jaringan jalan


• Aliran barang & jasa di jaringan jalan
• Program penanganan jaringan jalan
• Pendanaan program penanganan jaringan

• Penanganan jaringan jalan


• Pengoperasian jaringan jalan
• Pemeliharaan jaringan jalan

• Out-Put Jaringan Jalan


• Out-Come Jaringan Jalan Akuntabilitas
• Impact Jaringan Jalan Penyelenggaraan
• Kinerja Jaringan Jalan Jalan

Courtesy : Pak Soedarmadji K.


8
SIKLUS MANAJEMEN PENYELENGGARAAN JALAN

Policy
Planning
Maintenance

Operation Programming

Construction Budgeting

Land Acquisition Designing

9
PENGERTIAN DASAR :
EFISIENSI, EFEKTIFITAS DAN SUSTAINABLE

EFISIENSI EFEKTIFITAS SUSTAINABLE

INPUT OUT-PUT OUT-COME IMPACT

10
PERENCANAAN UMUM

 Inventarisasi Data

 Penyusunan Studi Kelayakan

 Penyusunan Program Penanganan Jalan

 Penyaringan AMDAL dan UKL/UPL

11
INVENTARISASI DATA

 Data Ruas Jalan berupa : peta jaringan jalan di seluruh Indonesia


yang memuat status, penomoran ruas, nama ruas dan panjang
ruas.
 Data Kondisi Jalan meliputi :
a. Badan jalan (tubuh jalan, bahu jalan, jalur lalu-lintas dan median)
b. Saluran Samping kiri dan kanan.
 Data Lalu-lintas berupa : volume lalu lintas harian, beban
kendaraan, maupun komposisi kendaraan yang melewati setiap
ruas.
 Data Asal-Tujuan berupa : matrik asal-tujuan (O-D) yaitu jenis
kendaraan, asal kendaraan, tujuan perjalanan, penumpang atau
barang, dsb.
 Data Ekonomi berupa : data pertumbuhan pendapatan,
pertumbuhan penduduk, pertumbuhan kendaraan dan perubahan
tata guna lahan.

12
STUDI KELAYAKAN

 Tujuan : mengetahui kelayakan setiap ruas jalan


secara ekonomi maupun finansial.
 Maksud : menentukan tindakan penanganan terhadap
jaringan jalan atau ruas-ruas jalan
 Dasar Pertimbangan :
 Tingkat pelayanan, kerusakan serta tingkat
kepadatan lalu-lintas
 Sosial ekonomi dan kemanusiaan

TN-Sistem Jaringan Jalan 13


METODOLOGI STUDI KELAYAKAN

INVENTARISASI
PERAMALAN ANALISA RUAS JALAN
• Tata guna lahan
• Penduduk  Perubahan Tata Guna Lahan • Volume
• Prasarana dan sarana  Laju Pertumbuhan Penduduk • Kecepatan
• Transportasi yang ada  Pola Distribusi Lalu-lintas • Kapasitas
• Kondisi Lalu lintas  Jumlah Lalu-lintas • Tingkat Pelayanan
• Pendapatan Daerah
• Kegiatan-kegiatan Ekonomi

ANALISA ALTERNATIF
• Volume lalu lintas
• Kapasitas dan tingkat
pelayanan jalan
• Biaya Operasi Kendaraan
(BOK) paska proyek
• Perhitungan B/C
• Perhitungan IRR

TN-Sistem Jaringan Jalan 14


PENYARINGAN AMDAL DAN UKL/UPL

• Landasan Hukum
UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

• Perencanaan Umum
1. Usulan Proyek (skala prioritas)
2. Prakiraan Biaya
3. Rencana Jadwal Pelaksanaan
4. Pendanaan

• Tujuan : mempertimbangkan dampak penting terutama dampak


negatif yang mungkin terjadi dan menetapkan tindak lanjut
penerapan pertimbangan lingkungan agar pelaksanaan AMDAL
dan UKL/UPL efektif dan efisien

15
PROSEDUR PENYARINGAN AMDAL PROYEK JALAN

PERENCANAAN
PROYEK JALAN

MEMENUHI KRITERIA Ya
WAJIB AMDAL 1. Pembangunan Jalan Tol : semua besaran
2. Pembangunan Jalan Layang dan subway > 2 km
Tidak 3. Pembangunan dan/atau peningkatan jalan
dengan pelebaran diluar Rumija;
BERBATASAN a. Kota Besar/Metro = panjang>5 km, Luas>5 Ha
Ya
LANGSUNG DENGAN b. Kota Sedang = panjang> 10 km, Luas > 10 Ha
KAWASAN LINDUNG ? c. Pedesaan = panjang > 30 km

Tidak

BERDAMPAK Ya
PENTING?

Tidak

WAJIB UKL/UPL WAJIB AMDAL

16
PROGRAM PENANGANAN JALAN

VISI
MISI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
STRATEGI
KEBIJAKAN

VISI
MISI
STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
KEBIJAKAN

PERENCANAAN JANGKA
PANJANG DAN MENENGAH DIREKTORAT BINA PROGRAM

Tupoksi Subdit Perencanaan Umum , Dit. Bina Program:


PERUMUSAN KEBIJAKAN
- Penyiapan kebijakan teknis penyelenggaraan jalan dan
BIDANG JALAN DAN jembatan Nasional, Provinsi, Kabupaten, dan
JEMBATAN NASIONAL, Desa/Kota serta Jalan Tol
PROVINSI, KABUPATEN DAN - Penyiapan rencana Jangka Panjang dan jangka menengah
DESA/KOTA SERTA - Penyiapan rencana jaringan jalan dan jembatan nasional
JALAN TOL termasuk jalan tol
- Pengkajian keterpaduan pengembangan jaringan jalan
dengan sistem moda transportasi
17
PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/DAERAH

RENCANA VISI & MISI


Rancangan Awal, PEMBANGUNAN PEMBANGUNAN
Musyawarah Perencanaan JANGKA PANJANG
Pembangunana Rancangan (RPJP-RPJPD) NASIONAL/DRH
Awal

VISI, MISI & PROGRAM


PRESIDEN/DRH
RENSTRA – KL/SKPD
Rancangan Awal,
- Visi dan Misi RENCANA - Strategi Pembangunan Nasional/DAERAH
Rancangan Rencana Kerja, PEMBANGUNAN
- Tujuan, Strategi, Kebijakan, - Kebijakan Umum Program Kementerian/Lembaga
Musyawarah Perencanaan JANGKA MENENGAH dan Lintas Kementerian/Lembaga, Kewilayahan &
Program dan Kegiatan Lintas Kewilayahan/DAERAH
Pembangunan Rancangan (Bersifat Indikatif) (RPJM/RPJMD)
Akhir - Kerangka Ekonomi Makro

RENJA – KL/SKPD
- Prioritas Pembangunan
- Mengacu pada prioritas
Pembangunan Nasional/DRH RENCANA KERJA - Rancangan Kerangka Ekonomi Makro
dan Pagu Indikatif TAHUNAN - Program Kementerian/Lembaga
- Memuat Kebijakan, (RKP/RKPD) dan Lintas Kementerian/Lembaga, Kewilayahan &
Program dan Kegiatan Lintas Kewilayahan/DAERAH
pembangunan

PENYUSUNAN PENETAPAN RENCANA PENGENDALIAN EVALUASI PELAKSANAAN


RENCANA PELAKSANAAN RENCANA RENCANA

18
RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUNAN

RENCANA RENCANA KERJA


PEMBANGUNAN PEMERINTAH (RKP)
TAHUNAN SELURUH
KEMENTERIAN/LEMBAGA
RENCANA KERJA KEPUTUSAN KONSEP
DAN ANGGARAN PRESIDEN DOKUMEN
DEPARTEMEN (KEPRES) PELAKSANAAN
(RKA-KL)

USULAN DAERAH
PEMBAHASAN
RKA-KL DEP. PU &
DPR-RI

PENAJAMAN RKA-KL PENGESAHAN OLEH


DEP. KEUANGAN & BENDAHARA UMUM
BAPPENAS (MENTERI KEUANGAN)

Hasil:
Kumpulan RKA-KL dan
Nota Keuangan dan
RAPBN

PELAKSANAAN
KUMPULAN PROGRAM DAN
DITELAAH PADA RKA-KL UU KEGIATAN
SIDANG KABINET DISAMPAIKAN APBN (SATUAN KERJA)
KE DPR-RI

19
SISTEM JARINGAN JALAN
(PROSES PENETAPAN)

RTRW
N/P/K/K

SISTRANAS
(Sistem Transportasi Nasional)

Transportasi LAUT Transportasi DARAT Transportasi UDARA

Moda Moda Moda


KERETA API JALAN RAYA FERI & SUNGAI

JARINGAN JALAN
20
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Status Juni 2009

JALAN :
- UU no. 38, th.2004, tentang Jalan  (pengganti UU-13/1980)
- PP no. 34, th.2006, tentang Jalan  (pengganti PP-26/1985)
- PP no. 15, th.2005, tentang Jalan Tol  (pengganti PP-8/1990)

TATA RUANG :
- UU no. 26, th.2007, ttg. Penataan Ruang  (pengganti UU-24/1992)
- PP no. 26, th.2008, ttg. RTRWN  (pengganti PP-47/1997)

TRANSPORTASI :
- UU no. 22, th.2009, ttg. LLAJ  (pengganti UU-14/1992)
- PP no. 43, th.1993, tentang LLAJ.
- Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS)  Kep.Menhub: KM.49/2005

21
SISTEM PERKOTAAN NASIONAL
(PP-26/2008, tentang RTRWN)

Dalam menetapkan sistem jaringan jalan, terlebih dulu harus diidentifikasi


simpul-simpul yang harus dihubungkan (pusat-pusat kegiatan).
Untuk itu perlu diketahui Sistem Perkotaan Nasional :
(PP-26/2008, pasal 11-13 )

 Sistem perkotaan nasional terdiri atas Pusat Kegiatan Nasional (PKN),


Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
 PKN dan PKW tercantum dalam Lampiran II PP- 26/2008, tentang RTRWN.
 PKL ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/ kota,
setelah dikonsultasikan dengan Menteri.
 Selain sistem perkotaan nasional tersebut, dikembangkan Pusat
Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) untuk mendorong perkembangan
kawasan perbatasan negara. PKSN tercantum dalam PP-26/2008 tentang
RTRWN.

22
SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI NASIONAL
(PP-26/2008, tentang RTRWN, pasal 17&18)

 Sistem jaringan transportasi nasional terdiri atas :


 Sistem jaringan transportasi darat;
 Sistem jaringan transportasi laut;
 Sistem jaringan transportasi udara.
 Sistem jaringan transportasi darat terdiri atas jaringan jalan nasional, jaringan
jalur kereta api, dan jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan.
 Jaringan jalan nasional terdiri atas jaringan jalan arteri primer, jaringan jalan
kolektor primer, jaringan jalan strategis nasional, dan jalan tol.
 Jaringan jalan arteri primer dikembangkan secara menerus dan berhirarki ber-
dasarkan kesatuan orientasi untuk menghubungkan :
 antar-PKN;
 antara PKN dan PKW; dan/atau
 PKN dan/atau PKW dengan bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan
primer/sekunder/tersier dan pelabuhan internasional/nasional.
 Jaringan jalan kolektor primer dikembangkan untuk menghubungkan antar-PKW
dan antara PKW dan PKL.
 Jaringan jalan strategis nasional dikembangkan untuk menghubungkan :
 Antar-PKSN dalam satu kawasan perbatasan negara;
 Antara PKSN dan pusat kegiatan lainnya;
 PKN dan/atau PKW dengan kawasan strategis nasional.
23
SISTEM JARINGAN JALAN
(UU-38/2004 tentang Jalan)

Pengelompokkan Jalan : (pasal 6)


Menurut PERUNTUKANNYA  Jalan Umum dan Jalan Khusus

Jalan Umum :
• jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;
• jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status dan kelas.

Jalan Khusus :
• jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau
kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;
• jalan khusus bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka
distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan.
yang dimaksud dengan jalan khusus, antara lain, adalah jalan di dalam
kawasan pelabuhan, jalan kehutanan, jalan perkebunan, jalan inspeksi
pengairan, jalan di kawasan industri, dan jalan di kawasan permukiman
yang belum diserahkan kepada pemerintah.

24
SISTEM JARINGAN JALAN
(UU-38/2004 tentang Jalan)

Pengelompokkan Jalan (Jalan Umum)

1. Menurut SISTEM (pasal 7) : - Sistem Primer


- Sistem Sekunder

2. Menurut FUNGSI (pasal 8) : - Jalan Arteri


- Jalan Kolektor
- Jalan Lokal
- Jalan Lingkungan

3. Menurut STATUS (pasal 9) : - Jalan Nasional


- Jalan Provinsi
- Jalan Kabupaten
- Jalan Kota
- Jalan Desa

4. Menurut KELAS (pasal 10) : - Jalan Bebas Hambatan (freeway)


Kelas jalan berdasarkan - Jalan Raya (highway)
spesifikasi penyediaan - Jalan Sedang (road)
prasarana jalan - Jalan Kecil (street)

25
SISTEM JARINGAN JALAN

FUNGSI MOBILITAS LALULINTAS Klasifikasi Fungsi Jalan

JALAN ARTERI
UTAMA diperlukan karena :
Klasifikasi fungsi jalan pada
dasarnya dilakukan dengan
alasan bahwa fungsi aksesibilitas
TRANSISI
ruang dan mobilitas/lalulintas
JALAN KOLEKTOR

DISTRIBUSI
tidak dapat diperankan secara
sempurna oleh satu ruas jalan
yang sama.
KOLEKSI

Suatu ruas yang mempunyai


fungsi akses ruang yang tinggi
JALAN LOKAL

akan mempunyai fungsi mobilitas


/lalulintas rendah, sebaliknya
suatu ruas yang mempunyai
fungsi mobilitas tinggi akan
AKSES
FUNGSI AKSESIBILITAS mempunyai fungsi akses yang
Ketebalan garis rendah.
menunjukkan
besaran lalu lintas Diambil dari bahan sosialisasi,
Penyusunan Klasifikasi Fungsi Jalan Daerah

26
SISTEM JARINGAN JALAN
(dari UU-38/2004, tentang Jalan, pasal-7)

1. Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan
sistem jaringan jalan sekunder.
2. Sistem jaringan jalan primer merupakan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua
wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul
jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan bersifat menerus yang
memberikan pelayanan lalu lintas tidak terputus walaupun masuk ke dalam kawasan
perkotaan.
Pusat-pusat kegiatan adalah kawasan perkotaan yang mempunyai jangkauan pelayanan
nasional, wilayah, dan lokal

3. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan


dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa di dalam
kawasan perkotaan.
Yang dimaksud dengan kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
serta kegiatan ekonomi.

27
PENGATURAN JALAN (1)
(dari UU-38/2004, tentang Jalan)
Dari Pasal 17 :
Pengaturan jalan umum meliputi pengaturan jalan secara umum, pengaturan
jalan nasional, pengaturan jalan provinsi, pengaturan jalan kabupaten dan
jalan desa, serta pengaturan jalan kota.

Dari Pasal 18 :
1. Pengaturan jalan secara umum , meliputi:
a. pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
kewenangannya;
b. perumusan kebijakan perencanaan;
c. pengendalian penyelenggaraan jalan secara makro; dan
d. penetapan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengaturan jalan.

2. Pengaturan jalan nasional , meliputi:


a. penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri dan jalan kolektor
yang menghubungkan antaribukota provinsi dalam sistem jaringan
jalan primer;
b. penetapan status jalan nasional; dan
c. penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional.

28
PENGATURAN JALAN (2)
(dari UU-38/2004, tentang Jalan)

Dari Pasal 19 :
Pengaturan jalan provinsi, meliputi:
a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan provinsi berdasarkan
kebijakan nasional di bidang jalan;
b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan provinsi
dengan memperhatikan keserasian antarwilayah provinsi;
c. penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dan jalan
kolektor yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten, antaribukota kabupaten, jalan lokal, dan jalan lingkungan
dalam sistem jaringan jalan primer;
d. penetapan status jalan provinsi; dan
e. penyusunan perencanaan jaringan jalan provinsi.

29
PENGATURAN JALAN (3)
(dari UU-38/2004, tentang Jalan)

Dari Pasal 20 :
Pengaturan jalan kabupaten dan jalan desa, meliputi:
a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa
berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan
keserasian antardaerah dan antarkawasan;
b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kabupaten dan
jalan desa;
c. penetapan status jalan kabupaten dan jalan desa; dan
d. penyusunan perencanaan jaringan jalan kabupaten dan jalan desa.

Dari Pasal 21 :
Pengaturan jalan kota , meliputi:
a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kota berdasarkan kebijakan
nasional di bidang jalan dengan memperhatikan keserasian antardaerah
dan antarkawasan;
b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kota;
c. penetapan status jalan kota; dan
d. penyusunan perencanaan jaringan jalan kota.

30
PENGATURAN JALAN (4)
(Penetapan Fungsi dan Status Jalan, dari UU-38/2004 dan PP-34/2006, tentang Jalan)

Pemerintah Pemerintah Pemerintah


PENETAPAN Pemerintah
Provinsi Kabupaten Kota

Penetapan Penetapan
Penetapan Fungsi Jalan Fungsi Jalan
FUNGSI A dan K1 K2, K3, L , Lngk. - -
( sistem primer) (sistem primer)
dan A, K, L, Lingk.
(sistem sekunder)

Penetapan Penetapan Penetapan Penetapan


Penetapan Status Jalan Status Jalan Status Jalan Status Jalan
STATUS Nasional Provinsi Kabupaten Kota
(termasuk dan
Jalan Tol dan Jalan
Strategis Nasional)
Jalan Desa

FUNGSI JALAN : STATUS JALAN :


- Sistem Primer : Arteri, Kolektor, Lokal, Lingk. Nasional (termasuk jalan tol dan jalan strategis nasional)
- Sistem Sekunder : Arteri, Kolektor, Lokal, Lingk. Provinsi, Kabupaten, Kota, Desa.

“status jalan merupakan turunan atau konsekuensi logis dari ketetapan fungsi jalan”
31
FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN (1)
(PP-34/2006, tentang Jalan))

Dari Pasal 26 :
Jalan nasional terdiri atas:
a. jalan arteri primer;  A
b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota provinsi;  K-1
c. jalan tol; dan
d. jalan strategis nasional.

Yang dimaksud dengan jalan strategis nasional adalah jalan yang


melayani kepentingan nasional atas dasar kriteria strategis yaitu:
1. mempunyai peranan membina kesatuan dan keutuhan nasional,
2. melayani daerah-daerah rawan,
3. bagian dari jalan lintas regional atau lintas internasional,
4. melayani perbatasan antar negara, serta
5. dalam rangka pertahanan dan keamanan.

32
FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN (2)
(PP-34/2006, tentang Jalan))

Dari Pasal 27
Jalan provinsi terdiri atas:
a. jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan
ibukota kabupaten atau kota;  K-2
b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten
atau kota;  K-3
c. jalan strategis provinsi; dan
d. jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 .

Yang dimaksud dengan jalan strategis provinsi adalah jalan yang


diprioritaskan untuk melayani kepentingan provinsi berdasarkan
pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi,
kesejahteraan, dan keamanan provinsi.

33
FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN (3)
( UU-38 / 2004 + PP-34/2006, tentang Jalan))
Dari Pasal 28 :
Jalan kabupaten terdiri atas:
a. jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi;  K-4
b. jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antaribukota kecamatan,
ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa;
c. jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi dan jalan sekunder dalam kota; dan
d. jalan strategis kabupaten.

Yang dimaksud dengan jalan strategis kabupaten adalah jalan yang diprioritaskan
untuk melayani kepentingan kabupaten berdasarkan pertimbangan untuk
membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan keamanan kabupaten.

Dari Pasal 29
Jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota.

Dari Pasal 30 :
Jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk
jalan kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum yang
menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa.

34
KRITERIA FUNGSI JALAN (DALAM SISTEM PRIMER)
( UU-38 / 2004 + PP-34/2006 tentang Jalan dan PP-26/2008 tentang RTRWN)

KRITERIA ARTERI KOLEKTOR LOKAL

Angkutan
Utama Pengumpul Setempat
yang dilayani

Jarak
Jauh Sedang Dekat
Perjalanan

Kecepatan Tinggi Sedang Rendah


Rata-rata

Jumlah
Dibatasi Dibatasi Tidak Dibatasi
jalan masuk

Simpul yang a. antar-PKN, a. antar-PKW, a. ibukota kabupaten dengan


dihubungkan b. antara PKN dan PKW, dan/atau dan ibukota kecamatan.
c. PKN dan/atau PKW dengan b. Antara PKW b. antar ibukota kecamatan.
bandar udara pusat pelayanan dan PKL. c. ibukota kabupaten dengan
skala primer/sekunder/tersier PKL.
dan pelabuhan laut d. antar-PKL.
internasional/nasional.

35
DIAGRAM FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN
( UU-38 / 2004 + PP-34/2006, tentang Jalan dan PP-26/2008 tentang RTRWN)

FUNGSI / PERANAN STATUS


(Wewenang Penyelenggaraan)

Arteri Jalan
Kolektor-1 SK Menteri PU NASIONAL SK Menteri PU
Sistem (termasuk jalan tol
dan jalan strategis
Jaringan Jalan nasional)
PRIMER

Kolektor-2 Jalan SK Gubernur


Kolektor-3 PROVINSI

Kolektor-4 Jalan
Lokal KABUPATEN SK Bupati
Lingkungan SK Gubernur
dan
Jalan DESA
Sistem Arteri
Jaringan Jalan Kolektor
Lokal Jalan SK Walikota
SEKUNDER KOTA
Lingkungan

Catatan :
Penetapan fungsi dan status jalan secara berkala dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun.
36
MATRIKS HUBUNGAN ANTARA SIMPUL DAN FUNGSI JALAN
(Dalam Sistem Jaringan Primer)
( UU-38 / 2004 + PP-34/2006, tentang Jalan dan PP-26/2008 tentang RTRWN)

SIMPUL PKN PKW PKW PKL Bandara Pelabuhan PKSN


(i.k. Prov.) (i.k. Kab.) P/S/T Nas./Int.

Strategis
PKN Arteri Arteri Arteri Lokal Arteri Arteri Nasional

PKW Arteri Strategis


Kolektor-1 Kolektor-2 Kolektor-4 Arteri Arteri
(i.k. Prov.) Nasional

PKW Strategis
Arteri Kolektor-2 Kolektor-3 Kolektor-4 Arteri Arteri
(i.k. Kab.) Nasional

Strategis
PKL Lokal Kolektor-4 Kolektor-4 Lokal Lokal Lokal
Nasional

Bandara Strategis
Arteri Arteri Arteri Lokal - -
P/S/T Nasional

Pelabuhan Strategis
Arteri Arteri Arteri Lokal - -
Nas./Int. Nasional

Strategis Strategis Strategis Strategis Strategis Strategis Strategis


PKSN
Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional

Keterangan : - i.k. Prov. : ibukota provinsi - Bandara P/S/T : Badar Udara penyebaran primer/sekunder/tersier. *)
- i.k. Kab. : ibukota kabupaten - Pelabuhan Nas/Int.: Pelabuhan laut Nasional/Internasional 37
JALAN ARTERI
PKN PRIMER (JAP) PKN

JALAN ARTERI
JALAN JALAN ARTERI PRIMER (JAP) PRIMER (JAP)
LOKAL
PRIMER JALAN
(JLP) PKW KOLEKTOR PKW
PRIMER (JKP)
JALAN
JALAN KOLEKTOR PRIMER KOLEKTOR
JALAN
(JKP) PRIMER (JKP)
LOKAL
PRIMER JALAN LOKAL
(JLP) PKL PRIMER (JLP) PKL

JALAN LOKAL PRIMER (JLP)

JALAN
LOKAL PK
PRIMER Lingkungan
(JLP)

SISTEM
JALAN LINGKUNGAN PRIMER JARINGAN JALAN
(JLP)
PRIMER

Persil
38
38
MATRIKS HUBUNGAN ANTARA SIMPUL DAN FUNGSI JALAN
(Dalam Sistem Jaringan Sekunder)

Primer Sekunder
Kawasan I II III Perumahan
( F1 ) (F2.1) (F2.2) (F2.3)

Primer (F1) - Arteri - - -

Sekunder I (F2.1) Arteri Arteri Arteri - Lokal

Sekunder II (F2.2) - Arteri Kolektor Kolektor Lokal

Sekunder III (F2.3) - - Kolektor Lokal Lokal

Perumahan - Lokal Lokal Lokal Lingkungan

39
F1
Kawasan
SISTEM
Primer JARINGAN JALAN
JALAN ARTERI SEKUNDER
SEKUNDER (JAS)
JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)

F2,1 JALAN ARTERI F2,1


Kawasan SEKUNDER (JAS) Kawasan
Sekunder Sekunder
I I

JALAN ARTERI
JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)
SEKUNDER (JAS)

F2,2 JALAN KOLEKTOR F2,2


Kawasan SEKUNDER (JKS) Kawasan
JALAN LOKAL Sekunder Sekunder
SEKUNDER II II
(JLS)

JALAN KOLEKTOR SEKUNDER (JKS)

F2,3 F2,3
JALAN LOKAL JALAN LOKAL
Kawasan Kawasan
SEKUNDER SEKUNDER (JLS)
Sekunder Sekunder
(JLS)
III III

JALAN LOKAL SEKUNDER (JLS)

JALAN LINGKUNGAN
SEKUNDER (JLS) Perumahan
Perumahan

40
40
PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN NASIONAL
(UU-38/2004 tentang Jalan)

UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 18 ayat (2) , pengaturan jalan nasional meliputi :
a. penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri, dan jalan kolektor (K-1) yang
menghubungkan antaribukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primer.
b. penetapan status jalan nasional, dan
c. penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional.

Draft Keputusan MENTERI PU tentang


Keputusan MENTERI PU Penetapan Ruas-Ruas Jalan Dalam
tentang Penetapan Jaringan Jalan Primer Menurut
(a)
Ruas-Ruas Jalan Dalam Peranannya Sebagai Arteri dan
Jaringan Jalan Primer Kolektor-1.
Menurut Peranannya
Sebagai Arteri dan
Kolektor-1.
Pendapat dari
Menteri Keputusan MENTERI PU tentang
Perhubungan Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut
Statusnya Sebagai JALAN NASIONAL (b)
(termasuk Jalan Tol dan
Jalan Strategis Nasional)
- RTRWN, RTRWP, RTRWK/K
- UU+PP Transportasi
 Sistranas
- Kebutuhan Jaringan Jalan
- Rekomendasi Studi Keputusan MENTERI PU tentang
- Usulan Daerah Rencana Umum (c)
Jaringan Jalan Nasional.

Penetapan secara berkala dilakukan paling singkat lima tahun. 41


PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN PROVINSI
(UU-38/2004 tentang Jalan)
UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 19 ayat (2) , pengaturan jalan provinsi :
c. Penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dan jalan kolektor
yang menghubungkan ibukota provinsi dengn ibukota kabupaten, jalan lokal, dan
jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan primer.
d. Penetapan status jalan provinsi, dan
e. Penyusunan perencanaan jaringan jalan provinsi.

Keputusan GUBERNUR tentang Penetapan Keputusan GUBERNUR tentang


(c)
Ruas-Ruas Jalan : Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut
 Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Statusnya Sebagai JALAN PROVINSI
(d)
Peranannya Sebagai Kolektor-2, Kolektor3, (Kolektor-2 , Kolektor-3, termasuk Jalan
Kolektor-4, Lokal, dan Lingkungan. Strategis Provinsi).
 Dalam Jaringan Jalan Sekunder Menurut
Peranannya Sebagai Arteri, Kolektor, Lokal,
dan Lingkungan.

Keputusan GUBERNUR
tentang Rencana
Jaringan Jalan Provinsi (e)

- RTRWN, RTRWP, RTRWK/K Berdasarkan usul


- UU+PP Transportasi bupati/walikota
 Sistranas, Tatrawil bersangkutan dengan
memperhatikan SK Dengan memperhatikan SK
- Kebutuhan Jaringan Jalan
Menteri PU tentang Menteri PU tentang Rencana
- Rekomendasi Studi Penetapan Fungsi Umum Jaringan Jalan Nasional
- Usulan Kabupaten/Kota Arteri & Kolektor-1

Penetapan secara berkala dilakukan paling singkat lima tahun. 42


PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN KABUPATEN DAN JALAN DESA
(UU-38/2004 tentang Jalan)

UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 20, pengaturan jalan kabupaten :


c. Penetapan status jalan kabupaten dan jalan desa
d. Penetapan perencanaan jaringan jalan kabupaten dan jalan desa.

Keputusan BUPATI tentang Penetapan


Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya
Keputusan GUBERNUR tentang Penetapan
Sebagai JALAN KABUPATEN dan
Ruas-Ruas Jalan :
JALAN DESA
 Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut
 Kolektor-4, Lokal, dan Lingkungan (c)
Peranannya Sebagai Kolektor-2, Kolektor3,
dalam sistem primer,
Kolektor-4, Lokal, dan Lingkungan.
 Arteri, Kolektor, Lokal, dan
 Dalam Jaringan Jalan Sekunder Menurut
Lingkungan dalam sistem sekunder
Peranannya Sebagai Arteri, Kolektor, Lokal,
 termasuk Jalan Strategis Kabupaten.
dan Lingkungan.

Keputusan BUPATI tentang Rencana (d)


Jaringan Jalan Kabupaten dan Jalan
Desa
- RTRWN, RTRWP, RTRWK/K Berdasarkan usul
- UU+PP Transportasi bupati/walikota
 Sistranas, Tatrawil bersangkutan dengan
memperhatikan SK Dengan memperhatikan SK Menteri PU
- Kebutuhan Jaringan Jalan
Menteri PU tentang tentang Rencana Umum Jaringan Jalan
- Rekomendasi Studi Penetapan Fungsi Nasional dan SK Gubernur tentang
- Usulan Kabupaten/Kota Arteri & Kolektor-1 Rencana Jaringan Jalan Provinsi.

Penetapan secara berkala dilakukan paling singkat lima tahun. 43


PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN KOTA
(UU-38/2004 tentang Jalan)

UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 21 pengaturan jalan kota :


c. Penetapan status jalan kota, dan
d. Penetapan perencanaan jaringan jalan kota.

Keputusan GUBERNUR tentang Penetapan Keputusan WALIKOTA tentang


Ruas-Ruas Jalan : Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut
 Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Statusnya Sebagai JALAN KOTA (c)
Peranannya Sebagai Kolektor-2, Kolektor3, (Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan
Kolektor-4, Lokal, dan Lingkungan. dalam sistem sekunder )
 Dalam Jaringan Jalan Sekunder Menurut
Peranannya Sebagai Arteri, Kolektor, Lokal,
dan Lingkungan.

Keputusan WALIKOTA tentang


(d)
Rencana Jaringan Jalan Kota

- RTRWN, RTRWP, RTRWK/K Berdasarkan usul


- UU+PP Transportasi bupati/walikota
bersangkutan dengan Dengan memperhatikan SK Menteri PU
 Sistranas, Tatrawil tentang Rencana Umum Jaringan Jalan
memperhatikan SK
- Kebutuhan Jaringan Jalan Nasional dan SK Gubernur tentang
Menteri PU tentang
- Rekomendasi Studi Penetapan Fungsi Rencana Jaringan Jalan Provinsi.
- Usulan Kabupaten/Kota Arteri & Kolektor-1

Pentapan secara berkala dilakukan paling singkat lima tahun.


44
PERUBAHAN FUNGSI DAN STATUS JALAN (1)
Perubahan Fungsi : (PP-34/2006, pasal 64)

1. Fungsi jalan suatu ruas jalan dapat berubah apabila:


 berperan penting dalam pelayanan terhadap wilayah yang lebih luas
daripada wilayah sebelumnya;
 semakin dibutuhkan masyarakat dalam rangka pengembangan sistem
transportasi;
 lebih banyak melayani masyarakat dalam wilayah wewenang
penyelenggara jalan yang baru; dan/atau
 oleh sebab-sebab tertentu menjadi berkurang peranannya, dan/atau
melayani wilayah yang lebih sempit dari wilayah sebelumnya.
2. Perubahan fungsi jalan dapat diusulkan oleh penyelenggara jalan
sebelumnya kepada penyelenggara jalan yang akan menerima.
3. Dalam hal usulan perubahan fungsi jalan disetujui, maka penyelenggara
jalan yang menyetujuinya mengusulkan penetapan perubahan fungsi jalan
kepada pejabat yang berwenang.

Sebab-sebab tertentu antara lain dibangunnya jalan elak (by pass) di suatu perkotaan yang
menggantikan jalan primer semula sehingga jalan primer semula yang masuk kota menjadi
berkurang fungsinya dari fungsi primer menjadi fungsi sekunder.

45
PERUBAHAN FUNGSI DAN STATUS JALAN (2)

Perubahan Status : (PP-34/2006, pasal 65)


1. Status jalan suatu ruas jalan dapat berubah setelah perubahan
fungsi jalan ditetapkan.
2. Perubahan status jalan dapat diusulkan oleh penyelenggara jalan
sebelumnya kepada penyelenggara jalan yang akan menerima.
3. Dalam hal usulan perubahan status jalan sebagaimana disetujui,
maka penyelenggara jalan yang menyetujuinya menetapkan status
jalan tersebut.
4. Penyelenggara jalan sebelumnya tetap bertanggung jawab atas
penyelenggaraan jalan tersebut sebelum status jalan ditetapkan.

CATATAN :
 Perubahan fungsi jalan membawa konsekuensi perubahan status jalan
yang berarti perubahan wewenang penyelenggaraanya.
 Perlu komitmen antar instansi terkait dalam hal wewenang penye-
lenggaraannya yang akan dilepas atau yang akan menjadi tanggung jawab
penyelenggaraannya.
(jangan sampai jaringan jalan tersebut tidak ada yang menangani, sehingga
perlu segera ditindaklanjuti dengan Berita-Acara Serah Terima Aset).

46
BAGIAN-BAGIAN JALAN

5m

x
d a d
b b
c c
1,5 m

= RUMAJA = RUWASJA

= RUMIJA = BANGUNAN

a = lajur lalu lintas , b = bahu jalan ,


c = saluran tepi , d = ambang pengaman ,
x = b+a+b = badan jalan

47
RUANG MANFAAT JALAN
Pasal 34
Ruang manfaat jalan :
meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.

Pasal 35
Badan jalan :
hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.
Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan
serta pengamana konstruksi jalan, badan jalan dilengkapi dengan
ruang bebas.

Ruang bebas :
- Ruang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tetentu.
- Lebar sesuai dengan lebar badan jalan.
- Tinggi bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 5 m.
- Kedalaman bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 1,5 m
dari permukaan jalan.

48
IZIN DAN REKOMENDASI PEMANFAATAN BAGIAN-BAGIAN JALAN
(PP-34/2006 Tentang Jalan)

Dari Pasal 52 (4) :


Izin pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan ditetapkan oleh
penyelenggara jalan sesuai kewenangannya.

DariPasal 53:
Izin pemanfaatan ruang pengawasan jalan dikeluarkan oleh instansi
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing setelah
mendapat rekomendasi dari penyelenggara jalan sesuai kewenangannya.

Rekomendasi penyelenggara jalan kepada instansi pemerintah daerah dapat


memuat larangan terhadap kegiatan tertentu yang dapat mengganggu
pandangan bebas pengemudi dan konstruksi jalan atau perintah melakukan
perbuatan tertentu guna menjamin peruntukan ruang pengawasan jalan.

Yang dimaksud dengan “instansi pemerintah daerah” adalah instansi


pemberi izin penggunaan ruang pengawasan jalan.

49
PERSYARATAN TEKNIS
(PP Jalan 34/2006)

Fungsi Kecepaten Rencana Lebar Badan Jalan


Sistem Jalan (minimum) (minimum)
Jaringan Arteri 60 km/jam 11 m
Jalan
Kolektor 40 km/jam 9m
PRIMER
(Pasal 13-16) Lokal 20 km/jam 7,5 m
Lingkungan 15 km/jam 6,5 m

Sistem Fungsi Kecepaten Rencana Lebar Badan Jalan


Jaringan Jalan (minimum) (minimum)
Jalan Arteri 30 km/jam 11 m
SEKUNDER
(Pasal 17-20) Kolektor 20 km/jam 9m
Lokal 10 km/jam 7,5 m
Lingkungan 10 km/jam 6,5 m
50
KELAS JALAN
(PP Jalan 34/2006, Pasal 31)

Kelas jalan dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu


lintas dan angkutan jalan, serta spesifikasi penyediaan prasarana jalan.

Kelas jalan berdasarkan Kelas jalan berdasarkan


penggunaan jalan dan kelancaran spesifikasi penyediaan
lalu lintas dan angkutan jalan prasarana jalan

diatur sesuai dengan ketentuan dikelompokkan atas jalan bebas-


peraturan perundang-undangan di hambatan, jalan raya, jalan sedang,
bidang lalu lintas & angkutan jalan. dan jalan kecil.

Departemen Perhubungan : Departemen Pekerjaan Umum :


- fungsi jalan. - Jalan Bebas Hambatan  “Freeway”
- MST & dimensi kendaraan - Jalan Raya  “Highway”
- Klas I, II, III, Khusus - Jalan Sedang  “Road”
- Jalan Kecil  “Street”

51
SPESIFIKASI
(PP Jalan 34/2006, pasal 32)

Spesifikasi penyediaan prasarana jalan meliputi pengendalian jalan masuk,


persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur, ketersediaan median, serta
pagar.

JALAN - pengendalian jalan masuk secara penuh paling sedikit :


BEBAS HAMBATAN - tidak ada persimpangan sebidang - 2 lajur setiap arah
(FREE-WAY) - dilengkapi pagar ruang milik jalan - lebar lajur 3,5 m.
- dilengkapi dengan median.

- untuk lalu lintas secara menerus dengan paling sedikit :


JALAN RAYA pengendalian jalan masuk secara terbatas - 2 lajur setiap arah
(HIGHWAY) - dilengkapi dengan median. - lebar lajur 3,5 m.

- untuk lalu lintas jarak sedang dengan paling sedikit :


JALAN SEDANG
pengendalian jalan masuk tidak dibatasi - 2 lajur untuk 2 arah
(ROAD)
- lebar jalur 7 m.

JALAN KECIL - melayani lalu lintas setempat. paling sedikit :


(STREET) - 2 lajur untuk 2 arah
- lebar jalur 5,5 m.

52
RUANG MILIK JALAN
(PP Jalan, 2006, Pasal 40)

Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur
tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan.
Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut:

 jalan bebas hambatan  30 (tiga puluh) meter;


 jalan raya  25 (dua puluh lima) meter;
 jalan sedang  15 (lima belas) meter; dan
 jalan kecil  11 (sebelas) meter.

53
RUANG PENGAWASAN JALAN
(PP Jalan, 2006, Pasal 44)

Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan
yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.
Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi
dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.
Ruang pengawasan jalan merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang milik
jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu.
Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan jalan
ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut:
 jalan arteri primer 15 (lima belas) meter;
 jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter;
 jalan lokal primer 7 (tujuh) meter;
 jalan lingkungan primer 5 (lima) meter;
 jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter;
 jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter;
 jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter;
 jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter; dan
 jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu.

54
STANDAR PELAYANAN MINIMUM (SPM)
(UU-32/2004  PP-65/2005 )

Dasar Hukum : PP-65/2005


tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimum
(turunan dari UU-32/2004 tentang Pemerintahan Daerah)

Prinsip-Prinsip Standar Pelayanan Minimal (Pasal 3) :


• SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk
menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara
merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib.
• SPM ditetapkan oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh
Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/
Kota.
• Penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah merupakan bagian dari
penyelenggaraan pelayanan dasar nasional.
• SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan
dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu
pencapaian.
• SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan
kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan
kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan.
55
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG JALAN (1)
(PP-34/2006 tentang Jalan)
Bagian Keenam
Standar Pelayanan Minimal
Pasal 112
1. Pelayanan jalan umum ditentukan dengan kriteria yang dituangkan
dalam standar pelayanan minimal yang terdiri dari standar pelayanan
minimal jaringan jalan dan standar pelayanan minimal ruas jalan.
2. Standar pelayanan minimal jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi aksesibilitas, mobilitas, dan keselamatan.
3. Standar pelayanan minimal ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi kondisi jalan dan kecepatan.
4. Standar pelayanan minimal jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan standar pelayanan minimal ruas jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diwujudkan dengan penyediaan prasarana jalan
dan penggunaan jalan yang memadai.
5. Standar pelayanan minimal jaringan jalan dan standar pelayanan
minimal ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dievaluasi
secara berkala berdasarkan hasil pengawasan fungsi dan manfaat.
56
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG JALAN (1)
(PP-34/2006 tentang Jalan)
Bagian Keenam
Standar Pelayanan Minimal
Pasal 112
1. Pelayanan jalan umum ditentukan dengan kriteria yang dituangkan
dalam standar pelayanan minimal yang terdiri dari standar pelayanan
minimal jaringan jalan dan standar pelayanan minimal ruas jalan.
2. Standar pelayanan minimal jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi aksesibilitas, mobilitas, dan keselamatan.
3. Standar pelayanan minimal ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi kondisi jalan dan kecepatan.
4. Standar pelayanan minimal jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan standar pelayanan minimal ruas jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diwujudkan dengan penyediaan prasarana jalan
dan penggunaan jalan yang memadai.
5. Standar pelayanan minimal jaringan jalan dan standar pelayanan
minimal ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dievaluasi
secara berkala berdasarkan hasil pengawasan fungsi dan manfaat.
57
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG JALAN (2)
(PP-34/2006 tentang Jalan)

Pasal 113
1. Standar pelayanan minimal jaringan jalan dan standar pelayanan
minimal ruas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (4)
ditetapkan berdasarkan:
a. Peraturan Menteri untuk jalan nasional;
b. Peraturan Gubernur untuk jalan provinsi; dan
c. Peraturan Gubernur atas usul bupati/walikota, untuk
jalan kabupaten/kota dan desa.
2. Standar pelayanan minimal yang ditetapkan dalam Peraturan
Gubernur untuk jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota dan desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disusun
sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

CATATAN :
Dalam PP-65/2005, tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimum, pasal 3 : SPM ditetapkan oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh
Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.

58
Kimpraswil
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG JALAN (3)
I. JARINGAN JALAN
ASPEK CAKUPAN & SATUAN
A Aksesibilitas Seluruh Jaringan, Panjang Jalan / Luas (km / km2)
B Mobilitas Seluruh Jaringan, Panjang Jalan / 1000 penduduk
C Keselamatan Seluruh Jaringan, Jumlah kecelakaan / panjang jalan / tahun
Seluruh Jaringan berarti seluruh jaringan dengan status jalan
Nasional,Provinsi, Kabupaten, dan Kota yang ada di wilayah ybs.
II. RUAS JALAN
A Kondisi Jalan Lebar Jalan + LHR , IRI
B Kondisi Pelayanan Fungsi Jalan + Kecepatan , V/C Ratio.

CATATAN :
Distribusi penduduk yang tidak
merata di Indonesia. Indikasi aspek mobilitas sangat timpang antara KTI dan KBI.
Kasus Khusus : Kawasan Perlu dikeluarkan dari total wilayah pelayanan, secara konsep
lindung, perkebunan, dsb. pada area tersebut, akses justru dibatasi.
Kasus Khusus : Wilayah dengan Perlu dikoreksi indeks aksesibilitasnya, karena secara spesifik
transportasi sungai yang sistem transportasi jalan dan sungai memiliki kemudahan
dominan. akses oleh masyarakat yang hampir serupa.
Aspek Keselamatan : Setidaknya untuk mengidentifikasi tingkat kebutuhan wilayah
Aspek keselamatan tetap perlu secara relatif terhadap prasarana jalan dan fasilitas
dikuantifikasi. penunjangnya untuk meminimalisasi tingkat kecelakaan.

59
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) JALAN (4)
(Kepmen Kimpraswil 534/KPTS/M/2001)
1. JARINGAN JALAN
Standar Pelayanan
No. Bidang Pelayanan Kuantitas Kualitas Keterangan
Cakupan Konsumsi/Produksi
Kepadatan Penduduk Indeks
A Aspek Seluruh (jiwa/km2) Aksesibilitas
Aksesibilitas Jaringan >5 Panjang jalan / luas
sangat tinggi > 5000
(km / km2)
tinggi > 1000 > 1,5

sedang > 500 > 0,5


rendah > 100 > 0,15
sangat rendah < 100 > 0,05

PDRB per kapita (juta rp/kap./tahun) Indeks Mobilitas


B Aspek Seluruh
Mobilitas Jaringan sangat tinggi > 10 >5 Panjang jalan /
tinggi > 5 >2 1000 penduduk
sedang > 2 >1
rendah > 1 > 0,5
sangat rendah < 1 > 0,2
Kepadatan Penduduk Indeks
C Aspek Seluruh (jiwa/km2) Keselamatan Kecelakaan /
Keselamatan Jaringan panjang jalan / tahun
sangat tinggi > 5000 < …..
dan/atau
tinggi > 1000 < ….. - Kecelakaan /
100.000 km. Kendaraan
sedang > 500 < ….. - Jumlah meninggal /
kecelakaan
rendah > 100 < ….. (indeks fatalitas).
sangat rendah < 100 < …..
60
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) JALAN (4)
(Kepmen Kimpraswil 534/KPTS/M/2001)
2. RUAS JALAN
Standar Pelayanan
No. Bidang Pelayanan Kuantitas Kualitas Keterangan
Cakupan Konsumsi/Produksi

A Kondisi 2x7m LHR > 20.000 IRI < 6 , RCI > 6,5
Jalan LHR :
7m LHR > 10.000 IRI < 6 , RCI > 6,5 Lalu Lintas
Harian Rata2
6m LHR > 8.000 IRI < 8 , RCI > 5,5 IRI :
International
4,5 m LHR > 3.000 IRI < 10 , RCI > 4,5 Roughness
Index.
4,5 m LHR > 1.000 IRI < 12 , RCI > 3,5

B Kondisi Arteri Primer lalu lintas regional jarak jauh V > 40 km/jam
Pelayanan v/c < 0,85
Kolektor Primer lalu lintas regional jarak sedang V > 30 km/jam
v/c :
Lokal Primer lalu lintas lokal V > 20 km/jam vehicle
capacity
Arteri Sekunder lalu lintas kota jarak jauh V > 25 km/jam

KolektorSekunder lalu lintas kota jarak sedang V > 15 km/jam

Lokal Sekunder lalu lintas lokal V > 10 km/jam

61
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

Standar Jaringan Jalan :


Pelayanan a. Aksesibilitas
Minimal b. Mobilitas
(SPM) c. Keselamatan
Ruas Jalan :
a. Kondisi Jalan
b. Kondisi Pelayanan

Total Transport Total Government Total Public


+
Cost Cost Cost

(efektif jika minimum)

62
MATRIK PENDANAAN PENYELENGGARAAN JALAN

Status
Jalan
Sumber Nasional Provinsi Kabupaten Kota
Dana

APBN *) *) *)

APBD
Provinsi - - -
APBD
Kab./Kota - -
DAU
(dilebur dalam APBD)
-
DAK
(dicantumkan dalam
APBD)
-
*) PP34/2006 tentang Jalan, pasal 85 : dalam hal pemerintah daerah tidak mampu …… dst.

63
ILUSTRASI : EFEKTIFITAS JARINGAN JALAN ( 1 )

Panjang Volume Pergerakan Koefisien Relatif


Pola Jaringan Jaringan Relatif Transport Cost per
Relatif (Ton / Pass. – Km) Pass / Ton - Km

10 n 470 m 2.12

12 n 564 m 2.17

14 n 408 m 3.43

24 n 360 m 6.67

Courtesy : Pak Soedarmadji K.


64
ILUSTRASI : EFEKTIFITAS JARINGAN JALAN ( 2 )

Total Cost
(Public + Government)
Minimum
Total Cost
Road Network
Govt. Cost Preservation
+ + Maintenance.
Public Cost  Government Cost

Transport Cost
 Public Cost

Road Network Condition

Road Network << Road Network : Effective Road Network >> Government Cost
Govt. Cost << Govt. Cost ~ Public Cost Govt. Cost >> Public Cost
Public Cost >> Public Cost <<

Courtesy : Pak Soedarmadji K.


65
ILUSTRASI : EFEKTIFITAS JARINGAN JALAN ( 3 )

Traffic 4

Traffic 3 Road Network


Preservation
+ Maintenance.
 Government Cost
Traffic 2

Govt. Cost / Traffic 1


Public Cost
Traffic /Public Cost 4

Traffic /Public Cost 3

Traffic /Public Cost 2


Traffic /Public Cost 1

Road Network Condition


Road Network : Effective
Govt. Cost ~ Public Cost
Government Cost
Public Cost

Courtesy : Pak Soedarmadji K.


66
UPAYA SUPAYA JALAN N/P/K
BISA BERKESINAMBUNGAN (SUSTAINABLE)

1. Perlu penetapan fungsi dan status jalan N/P/K/K sesuai prosedur secara
menyeluruh (terintegrasi) untuk koridor wilayah dan waktu yang terukur.
2. Penetapan status yang berarti penetapan kewenangan penyelenggaraan serta
sumber-sumber dana yang dapat digunakan.
3. Sumber –Sumber Dana :
- Jalan Nasional  APBN
- Jalan Prov/Kab/Kota  APBD Prov/Kab/Kota terkait dengan penanganan
jalan termasuk DAK untuk prasarana jalan
(DAK Jalan dicantumkan dalam APBD).
- Pengalokasian dari masing-masing intitusi terkait dengan penanganan seluruh
jaringan jalan  sinergi/terintegrasi, sesuai prioritas, dan terukur.
- Memanfaatkan : Musrenbang, Konreg, dsb.
4. Perlu adanya evaluasi penanganan jalan N/P/K/K, dikaitkan dengan :
- sumber-sumber dana yang ada.
- bobot pengalokasian dana (secara nasional/provinsi/kabupaten/kota).

67
68

You might also like