You are on page 1of 54

Prinsip Terapi Gizi

By :
Dr.dr.Delmi sulastri, MSc, SpGk
Hospital malnutrition
Critical Evidence
Etio Malnutrisi di RS :
– 56% kasus tidak mencatat TB
– 23% kasus tidak mendapat BB
– 61% kasus kehilangan BB > 6 kg
– 37% dgn albumin < 3,0 g/dL

“ iatrogenic malnutrition has become a


significant factor in determining
disesaes outcomes in many patiens”
Prevalence Malnutrisi di RS
Beberapa penelitian telah
dipublikasikan
Prevalence malnutrisi di U.S 35% to
55%
Status gizi menurun seiring dengan
lamanya perawatan
Hampir 50% pasien mengalami
malnutrisi selama perawatan
Prevalence malnutrition di RS

-69% status gizi normal


-21% malnutrisi sedang
-10% malnutrisi berat
Prevalence malnutrition di RS
British study :
– 46% patien umum
– 45% gangguan respirasi
– 27% pasien bedah
– 43% lansia

Percentage of malnourished patients et


time of admission
Hospital malnutrition di Brazil
Study thd 4.000 patients di 25 RS untuk
mengevaluasi prevalence malnutrisi
ditemukan :
– 12,6% severe malnutrition
– 35,5% moderate malnutrition
– Prolonged length of stay directly linked to
malnutrition
Canadian Study: 200 pasien: 31%
seriously malnourished, 38% in
general admission patients
The Latin-American Nutrition Study :
9.360 subjects in 13 countries :
– 50,1% malnourished
– 12,6% seriously malnourished
Hospital malnutrition in Indonesia
Unclear
At RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo,
Jakarta: 37% digestive surgery with
malnourished
Malnutrisi dan konsekuensi
Perubahan barier intestinal
Filtrasi glomerular menurun
Perubahan fungsi jantung
Perubahan farmakokinetik obat
Kehilangan BB
Proses penyembuhan luka lama
Memburuk immunitas
Ongkos perawatan meningkat
Mortaliti meningkat
Malnutrition and increased
complication
42% of severely malnourished patients
suffer major complications
9% of moderately malnourished patients
suffer major complications
Severely malnourished patients are four
times more likely to suffer post operative
complication than well-nourished patiens
Patients “at risk for malnutrition” were :
– 2,6 times more likely to suffer complications
– 3,4 times more likely to suffer major
complications than persons not at risk
malnutrition
Malnutrtion and slow wound
healing
Foot amputation
– 86% of well-nourished patients healed
without problems
– Only 20% of malnourished patiens
healed succesfully
KEP di rumah sakit
Merupakan masalah yang komplek dan
dinamik

Keterpaduan disiplin ilmu dan


perawatan

IGK yang mempunyai dasar ilmu


pengetahuan :- Dx dan terapi
- makanan
dan bhn
makanan
Prinsip Terapi Gizi
Penentuan diagnosis Penentuan derajat stress
antropometri metabolisme

Hitung kebutuhan nutrisi, tentukan


Komposisi nutrisi dan cara pemberian

Monitoring dan evaluasi


I. Penentuan status gizi individu
Anamnesis
– Penurunan BB, asupan makanan tidak
cukup
Klinis
– Tanda-tanda kwashioskor-marasmus
Antropometri
– BB/TB, LILA, lingkar
pinggang/panggul/perut
Laboratorium
– Imbang nitrogen, Albumin, Transferin,
RBP, CHI, HB
Status imunitas
– TLC, skin test
Analisis komposisi tubuh

Diagnosis gizi :
1. Klinis
2. Status gizi
3. Status metabolisme
II.Penilaian stres metabolik
Umum
– Bila organ metabolisme masih berfungsi
dengan baik
Khusus
– Terdapat gangguan pada organ
metabolik
Organ metablolik
– Ditigestion, absorpsion, degradation,
utilization, exretion
Status metabolisme
Status metabolisme seorang pasien
berkaitan dengan penyakitnya
Pada penyakit berat / keadaan-
keadaan tertentu ⇨ akan
mengakibatkan terjadinya stres
metabolisme
Stres metabolisme adalah stres
yang berkaitan dengan keadaan
hipermetabolisme
Stres metabolisme
Derajat stres (stress level) sesuai
dengan beratnya penyakit/kelainan
Penentuan derajat stres berguna
untuk perhitungan kebutuhan nutrisi
Perubahan-perubahan akibat stres
metabolisme :
– Hipermetabolisme
– Perubahan konsumsi oksigen
Perubahan respiratory quotient (RQ)
Respon hormonal
Perubahan metabolisme nutrien :
– Karbohidrat
– Protein
– Lemak
– Trace mineral
Respon katabolisme mediator sitokin
I. Hipermetabolisme
Metabolisme basal (BMR/BEE) ↑ ⇨
konsumsi O2 ↑
Derajat hipermetabolisme sesuai dengan luas
dan beratnya trauma atau infeksi
0 – 5% Elective surgery, postoperative
10-15% Soft tissue trauma
15-20% Peritonitis
20-25% Fracture
20-50% Multi-system trauma
0-20% Mild infection
20-40% Moderate infection
40-60% Severe infection
10-25% Burn 10%
25-50% Burn 25%
50-100% Burn 50%
10-30% Head injury alone
20-50% Head injury with
posturing
II.Respiratory Quotient (RQ)
RQ = Volume CO2 yang diproduksi
Volume O2 yang dikonsumsi

III. Respon Hormonal


Insulin, glukagon, katekolamin,
Glukokortikoid,Hormon pertumbuhan
(Gambar 1)
Tabel 1. Respon hormonal pada trauma
Hormon Fase ebb Fase Flow
Insulin ↓ ↑
Glukagon ↑ ↑↑
Katekolamin ↑ ↑↑
Glukokortikoi ↑ ↑↑
d ↑ ↑↑
Hormon
pertumbuhan
Tabel 2. Respon hormonal pada sepsis
Hormon Fase ebb Fase flow
Insulin ↑ ↑
Glukagon ↑↑ ↑↑↑
Katekolamin ↑↑ ↑↑↑
Glukokortikoi ↑↑ ↑↑
d ↑↑ ↑↑
Hormon
pertumbuhan
Tabel 2. Respon hormonal pada sepsis
Hormon Fase ebb Fase flow
Insulin ↑ ↑
Glukagon ↑↑ ↑↑↑
Katekolamin ↑↑ ↑↑↑
Glukokortikoi ↑↑ ↑↑
d ↑↑ ↑↑
Hormon
pertumbuhan
Perubahan metabolisme zat gizi
Metabolisme glukosa
– Sekresi dan kerja insulin dihambat oleh
epinefrin
– Sekresi glukagon ↑ ⇨ Glukoneogenesis ↑
– Resistensi insulin

Hiperglikemia dan keadaan pseudo-


diabetic ⇨ “Diabetes stress”
Pada jaringan tubuh yang cidera :
penggunaan glukosa ↑ ⇨ glikolisis
anaerob oleh sel-sel fibroblas, magrofag,
leukosit ⇨ laktat ↑
Kadar asam laktat dalam darah ↑
Metabolisme protein
Eksresi nitrogen (N) urin ↑ akibat
katabolisme/pemecahan protein (Proteolisis)
otot ↑
Urea =bagian terbesar dari N dalam urin
Nitrogen urea urin (NUU) : kira-kira 80% dari
N total urin
Pada cedera (injury) berat dan sepsis : NUU ↑↑
Imbang nitrogen (Nitrogen Balance)

Imbang nitrogen = Asupan protein (g/hari) – [ NUU (g) +


4]
6,25

Protein (g) = N (g) x 6,25

* Pada stres metabolik : imbang


nitrogen negatif
Metabolisme asam amino
Glukokortikoid (kortisol) ↑ ⇨ Mobilisasi
asam amino amino otot skelet ⇨ prekursor untuk
sintesis glukosa dan Acute-Phase Protein di hati
Oksidasi asam-asam amino rantai cabang
(AARC) : valin, leusin dan isoleusin oleh otot
skelet ↑ ⇨ kadar AARC dalam darah ↓
Sintesis dan pelepasan Alanin dan glutamin oleh
otot skelet ↑
Alanin ⇨ untuk sintesis - glukosa
(glukoneogenesis)
- urea (ureagenesis)
Glutamin
– Substrat untuk pembentukan amonium di ginjal ⇨
mencegah asidosis (lactic acidosis)
– Nutrien untuk sel-sel mukosa usus
Metabolisme lemak
Metabolisme cadangan trigliserida
Lipolisis meningkat, oksidasi dan
penggunaan asam lemak bebas ↑
Kadar Tg dalam darah bisa N/ ↑ (tabel 3)
Tabel 3. Gambaran stress metabolik pada
trauma (Fase Flow)
Hormon Substrat E Proses aktif
Gluikagon ↑ glukosa Glukoneogenesi
Katekolamin ↓ TG s
Glukokortikoi ↑ Alanin, glutamin Proteolisis
d ↑ ALB, < benda Lipolisis
keton Ureagenesis
↑ asam laktat
Tabel 3. Gambaran stress metabolik pd sepsis
(Fase Flow)
Hormon Substrat E Proses aktif
Gluikagon ↑ Glukosa Glukoneogenesi
Katekolamin ↑ TG s
Glukokortikoi ↑ Alanin, glutamin Proteolisis
d ALB Lipolisis
↑ BOHB, AcAc Ureagenesis
↑ asam laktat Ketogenesis
Tabel 4. Klasifikasi stres
0 1 2 3
NUU (g/hr) <5 5-10 10-15 >15
Glukosa 100+20 150+25 150+25 250+50
IK O2 90+10 130+6 140+6 160+10
Laktat 100+5 1200+200 1200+200 2500+500
Re.Insulin - - -/+ +
Glukagon 20 50+9 120+40 500+50
Rasio G/I 2,0+0,5 2,5+0,8 3,0+0,7 8,0+1,5
RQ 0,7 0,85 0,85 0,85 awal
1,0 lanjut
Metabolisme trace mineral
Zink (Zn) ⇨ sekresi Zink ↑ dalam urin
(zinkuria)
Tembaga (Cu) ⇨ Cu plasma ↑ disebabkan
peningkatan pembentukan seruloplasmin oleh
hati
(tabel 4)
III.Penentuan Kebutuhan nutrisi
Dasar penentuan kebutuhan zat gizi
ps
– Diagnosis klinis
– Status gizi ps
– Status metabolisme / derajat stres
– Umur dan jenis kelamin
Stress Metabolik
Fase Ebb Fase Flow
– Hipovolemia – Hipermetabolik
– Pengeluaran energi – Pemgeluaran energi
– Ektremitas dingin – Ektremitas hangat
– Curah jantung ↓ – Curah jantung
– Suhu menurun – Temperatur naik
– Produksi glukosa N – Produksi glukosa
– Gula darah meningkat – Gula darah N/naik
– Katekolamin meningkat – Katekolamin
– Glukagon meningkat – Glukagon
– Insulin menurun – insulin
Penilaian stress metabolik
Indeks katabolik (Catabolic Index = CI)
CI = urinary urea nitrogen (g)
– Dietary N (g) + 3
2

CI < 0 : tidak ada stress


CI 0 – 5 : stress sedang
CI > 5 : stress berat
Faktor stres :
– Stres ringan :20% Trauma jaringan lunak :
– Stres sedang : 30% 10 – 15%
– Stres berat : 50% Elective surgery : 0 – 5%
– Kanker : 60% Peritonitis : 15 – 20%
– Burn Fraktur : 20 – 25%
10 – 25% : burn 10% Infeksi
25 – 50% : burn 25% – Ringan : 0 – 20%
50 – 100% : burn 50% – Sedang: 20 – 40%
– Berat : 40 – 60%
Penentuan kebutuhan nutrisi
Kebutuhan kalori
– Anggapan sakit/operasi ⇨ butuh energi
tinggi ⇨ hiperalimentasi
– Tidk benar
Asupan E > ⇨ Katekolamin ↑ ⇨ stres &
katabolisme ↑
Wasteful of resourse and money
Hypercaloric feeding ⇨ ventilatory demand ↑, pada
pasien dengan fs pernafasan menurun akan terancam
gagal nafas atau bila sudah dlm ventilator sukar untuk
weaning
Kebutuhan zat gizi
Kebutuhan makronutrien
– Karbohidrat
– Lemak
– protein
Kebutuhan mikronutrien
– Vitamin
– Mineral
Air
Kebutuhan kalori
Kebutuhan kalori/energi ps dlm keadaan
metabolic balance = energy expenditure
terdiri dari :
1.Kebutuhan kalori basal = basal energy
expenditure (BEE) = kebutuhan energi untuk
kerja organ dalam dan mempertahan hidup
2.Kebutuhan kalori untuk :
Proses asimilasi nutrien
Kerja fisik/aktivitas
pemulihan
Diukur dengan kalorimeter
direk, mengukur panas yang
dikeluarkan tubuh dalam 24
jam (tidak praktis dan mahal)
1. BEE / REE dapat diukur :
Kalorimetri
– Direk
– Indirek
Kalorimetri indirek dirancang khusus,
menentukan kebutuhan energi di klinik
dengan mengukur volume penggunaan O2
(VO2) dan produksi CO2 (VCO2)
REE ini termasuk DIT dan FS. Cara ini lebih
akurat untuk digunakan di klinik
REE : VO2L/mnt x 5 Kkal/L x 60mnt/J x
24J/hr
– Rumus Fick (akurasi 15%)
VO2 = CO x perbedaan AVO2
– AVO2 = kandungan O2 arteri –O2 vena
– Kand O2 arteri = Hb x sat O2 arteri x 1,36
– Kand O2 vena = Hb sat x sat O2 vena x 1,36
Estimasi  Normogram
– Tinggi badan
– Berat badan
– Luas permukaan tubuh
lihat normogram
Estimasi berdasarkan rumus empiris
– (BB x 30 kkal) – 25
– Rumus Harris Benedict (6% - 15%
overestimate)
– DLL
2. Kebutuhan kalori total
Menentukan kebutuhan kalori total
di klinik ada bbrp cara :
1. Berdasarkan perkiraan ; pasien
operasi 40 Kcal/kgBB/ hari
2. Menghitung BEE menggunakan rumus
Harris Benedict
1. TEE = BEE + DIT + AEE + Faktor stres
2. Lebih akurat
3. Masalah : ps sangat kurus/obesitas/edema
Kebutuhan energi total
Kebutuhan energi total diperkirakan
sama dengan keluaran energi/ total
energy expenditure (TEE)
Menghitung keluaran kalori total di
klinik meliputi :
– Basal metabolisme rate (BMR) =
kebutuhan basal yang diukur pada saat
subuh dimana pasien masih tidur
nyenyak, keadaan ini sulit ditemukan
dalam klinik ⇨ BEE
– Resting metabolic expenditure (RME) =
Diukur pada ps puasa, 1,5 jam istirahat
dan berada dalam lingkungan thermo
neutral ⇨ + 5 – 10 > BMR
Resting Energy Expenditure (REE) ⇨
hampir sama dgn RME, disini ps
masih dapat nutrisi enteral atau
parenteral = + 10% > RME
Diet Induce Thermogenesis (DIT) =
Specific dinamic action (SDA) =
energi yang dibutuhkan untuk
asimilasi nutrien (oral, parenteral
dan enteral). Makan oral + 10% dari
RME
Activity energy expenditure (AEE) =
tergantung pada aktivitas atau kerja
fisik ps (kerja ringan sampai berat) ;
dalam perawatan + 10% dari RME ,
rawat jalan = = + 20% RME
Faktor stres : pada keadaan sakit
umumnya kebutuhan energi
meningkat 5-10%, bahkan dapat
sampai 100%
IV. Komposisi zat gizi
Makronutrien
– Karbohidrat : 50 – 60% dari KKT
– Fat : 25 - < 30% dari KKT
– Protein : 15 – 20%

Mikronutrien
– Vitamin dan mineral
V. Cara pemberian
Oral
Enteral
parenteral

VI. Monitoring dan evaluasi

You might also like